8 flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain
seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Fennema 1985 memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan
pangan dengan umur simpannya. Pengurangan kadar air dengan pengeringan membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara mengurangi kerusakan mikrobiologis
maupun kerusakan kimiawi. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah dua tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu
bubuk berlemak full cream milk powder, susu bubuk rendah lemak partly skim milk powder, dan susu bubuk tanpa lemak skim milk powder.
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak No
Jenis Satuan
Persyaratan 1
Keadaan Bau
Rasa -
- Normal
Normal 2
Air bb,
Maks. 4.0 3
Abu bb,
Maks. 6.0 4
Lemak Min. 26.0
5 Protein
Min. 25.0 6
Pati Tidak terdapat
7 Cemaran Logam
Tembaga Cu Timbal Pb
Seng Zn Timah Sn
Raksa Hg mgkg
mgkg mgkg
mgkg mgkg
Maks. 20.0 Maks. 0.3
Maks. 40.0 Maks. 40.0250.0
Maks. 0.03 8
Arsen mgkg
Maks. 0.1 9
Cemaran mikroba Angka lempeng total
Bakteri Coliform E. coli
Salmonella S. aureus
kolonig APM
kolonig koloni100g
kolonig Maks. 5x10
5
Maks. 20 Negatif
Negatif 1x10
2
untuk kemasan kaleng Sumber : SNI 01-2970-1999
B. PENURUNAN MUTU PRODUK PANGAN
Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan. Produk pangan mengalami penurunan mutu apabila terjadi perubahan fisik, kimia,
mikrobiologis, enzimatis, maupun organoleptik yang berpotensi menurunkan mutu dan penerimaan konsumen. Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan,
sedangkan kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, seperti suhu, intensitas cahaya, konsentrasi O
2
dan CO
2
, kelembaban relatif, dan tekanan Arpah 2001. Penurunan mutu pada makanan umunya terjadi selama pengolahan, penyimpanan, dan
9 distribusi. Pada selang penyimpanan dengan suhu tertentu, satu atau lebih atribut mutu akan
mencapai kondisi yang tidak diinginkan dimana penurunan mutu produk pangan tersebut dapat menyebabkan penolakan konsumen atau bahkan berbahaya bagi orang yang mengonsumsinya
Man 2000. Hasil dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut
mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi Syarief dan Halid 1993. Perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi merupakan faktor utama yang menyebabkan penuruanan mutu
pada produk pangan Man 2000. Dalam Man 2000, penurunan mutu fisik pada produk pangan dapat disebabkan oleh
kesalahan penanganan pada saat panen, proses, dan distribusi. Produk pangan kering akan meningkat kadar airnya dan menjadi lembab jika disimpan pada lingkungan dengan kelembaban
tinggi, produk snack kering yang hancur selama distribusi akan menurun kualitasnya, dan memar pada buah selama pemanenan akan mempercepat kebusukannya. Umumnya, perubahan fisik
pada produk pangan akan mempengaruhi kualitas dari pangan tersebut. Selama proses dan penyimpanan, perubahan kimia dapat terjadi pada produk pangan yang
disebabkan faktor lingkungan dan faktor dari dalam pangan itu sendiri. Perubahan kimia yang paling sering terjadi pada produk pangan adalah reaksi enzimatik, reaksi oksidasi dan reaksi
pencoklatan non enzimatik Man 2000. Reaksi enzimatik akan berlangsung dengan cepat pada suhu yang sesuai, umumnya pada suhu ruang. Selain dipengaruhhi oleh suhu, enzim juga dapat
dipicu oleh faktor-faktor lingkungan seperti oksigen, air, dan pH. Keberadaan asam lemak tidak jenuh pada produk pangan juga memicu reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan
ketengikan selama penyimpanan. Laju oksidasi lemak dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti ketersediaan oksigen, suhu, dan cahaya. Reaksi pencoklatan non enzimatik atau reaksi Maillard
menjadi penyebab penurunan gizi dan kualitas pada sejumlah produk pangan. Reaksi Maillard terjadi sebagai akibat interaksi antara gula pereduksi dan asam-asam amino Man 2000.
Penurunan mutu pangan dengan kadar lemak tinggi oleh oksigen telah menjadi masalah utama dalam penyimpanan produk pangan Arpah 2001. Lemak yang bereaksi dengan oksigen
akan membentuk produk primer dan sekunder. Produk primer oksidasi lemak adalah hidroperoksida sedangkan produk sekundernya antara lain aldehida, asam keton, dan asam
hidroksi. Terdapat tiga mekanisme berbeda yang dapat memicu terjadinya reaksi peroksidasi lemak yaitu autooksidasi oleh radikal bebas, fotooksidasi, dan reaksi yang melibatkan enzim
Raharjo 2006. Autooksidasi merupakan proses rantai-radikal yang melibatkan tiga tahapan yaitu inisiasi, propogasi dan terminasi dengan serangan dari spesies oksigen reaktif. Reaksi
oksidasi lemak berlangsung secara spontan oleh adanya radikal bebas, dimana radikal bebas yang dimaksud adalah oksigen yang dengan semakin lama waktu penyimpanan dan
meningkatnya suhu akan menjadi senyawa yang reaktif. Dalam Arpah 2001, autooksidasi merupakan rangkaian reaksi radikal yang terbagi ke
dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah inisiasi dimana senyawa lemak yang tidak atau belum mengandung radikal peroksida mengalami serangan senyawaan oksigen reaktif pada ikatan
karbon tidak jenuh sehingga oksigen dengan mudah melepaskan satu atom hidrogen membentuk radikal. Radikal rantai karbon yang terbentuk cenderung melakukan stabilisasi dengan
membentuk diena terkonjugasi. Diena terkonjugasi kemudian bergabung dengan oksigen membentuk radikal peroksil ROO
. Tahap yang kedua yaitu propagasi merupakan tahap auto- reaksi berantai dimana redikal peroksil memiliki kemampuan untuk menarik atom H dari
molekul lemak didekatnya. Radikal peroksil akan bergabung dengan atom H membentuk
10 hidroperoksida. Tahap yang ketiga yaitu tahap terminasi berlangsung jika terdapat dua radikal
yang berinteraksi sehingga membentuk senyawa yang relatif stabil. Untuk menetapkan pengaruh mikroorganisme terhadap penurunan mutu suatu produk
pangan, perlu diketahui laju pertumbuhan mikroorganisme pada berbagai kondisi lingkungan. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat jika tersedia kondisi lingkungan yang
tepat seperti suhu, ketersediaan air dan nutrisi, pH, dan ketersediaan O
2
atau CO
2
Man 2000. Perubahan mutu produk pangan selama penyimpanan dapat dipicu oleh berbagai faktor,
dimana salah satu yang paling sering mempercepat penurunan mutunya adalah suhu. Kenaikan suhu penyimpanan akan meningkatkan penurunan mutu produk pangan Man 2000. Fluktuasi
suhu juga akan meningkatkan potensi penurunan mutu produk pangan. Oleh karena itu, sering digunakan suatu model matematika untuk memprediksi penurunan mutu produk pangan sebagai
fungsi dari suhu penyimpanan yang bervariasi Labuza 1982.
C. KINETIKA REAKSI