Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia

(1)

PEMBUATAN MODEL KALIBRASI SAMPEL RECOVERY

PRODUK SUSU DENGAN METODE SPEKTROSKOPI

INFRAMERAH DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA

SKRIPSI

ATI HIDAYATI

F24080096

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

DEVELOPMENT OF INFRARED SPECTROSCOPY CALIBRATION

MODELS FROM RECOVERY SAMPLE OF DAIRY PRODUCTS AT

PT FRISIAN FLAG INDONESIA

Ati Hidayati1 and Nur Wulandari1

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 856 1291315, E-mail: ati_hidayati@yahoo.com

ABSTRACT

Milk is a kind of food that has nutritional contents and compositions almost perfect compared to other foods. Manufacture of milk products result by-products called recovery samples. Infrared spectroscopy methods such as Near Infrared Reflectance (NIR) and Fourier Transform Infrared (FTIR) can be used as a secondary method for evaluating quality of dairy products. PT Frisian Flag Indonesia will use infrared spectroscopy methods to analyze quality of recovery samples. FTIRS and NIRS instruments must have a calibration model for recovery sample that includes parameters of composition i.e total solids, fat content, sucrose, and proteins so that can be used to evaluate quality of recovery sample. The purpose of this study was to create a calibration model from recovery samples of dairy products by infrared spectroscopy methods. In general, the development stages of calibration models using NIR and FTIR methods consist of sample preparation, analysis of composition parameters, calibrations modeling, and verification of the models. Sample preparation was canducted by using two variants of A product recovery sample (NIR method) and B product recovery sample (FTIR method). Instrument used for analyzing NIR method is FOSS NIRSystems 5000 and for FTIR method is FOSS MilkoScan FT120. The conventional analysis methods were also used to analyze parameters of composition. Calibration modeling that conducted by software WinISI and models was verificated by t-test. The results of spectrum NIR shows A product recovery sample for variant X and Y have similar spectrums. Model calibration of total solid is the best model in NIR methods (R2 = 0.9998) and FTIR method (R2 = 0.9993). The results of t-test with 5% level of significance shows that the parameters of composition in both calibration models of infrared spectroscopy methods were not significant different (P (two-tail) > 0.05). This results showed that both of calibration models can be used.


(3)

ATI HIDAYATI. F24080096. Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia. Di bawah bimbingan Nur Wulandari. 2012

RINGKASAN

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap susu dan hasil olahannya menyebabkan PT Frisian Flag Indonesia sebagai salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi susu tanpa mengesampingkan mutu produk susu tersebut. Sampel recovery merupakan hasil samping produksi produk susu yang dapat digunakan kembali pada proses produksi tanpa mengurangi kualitas produk susu yang dihasilkan. Banyaknya jumlah produksi produk A (produk susu dengan total padatan >

15%) dan produk B (produk susu dengan total padatan ≤ 15%) menyebabkan perlu adanya evaluasi

mutu pada sampel recovery kedua produk tersebut. Agar dapat digunakan kembali, sampel recovery

produk susu harus dievaluasi mutunya terlebih dahulu. Evaluasi mutu sampel recovery produk susu memerlukan parameter komposisi utama seperti total padatan, kadar lemak,sukrosa, dan protein sebagai parameter tambahan untuk memaksimalkan penggunaanya. Namun, metode yang digunakan untuk menganalisis keempat parameter komposisi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan metode sekunder yang mampu mempersingkat waktu analisis. Salah satu metode sekunder yang dapat digunakan adalah metode spektroskopi inframerah. Umumnya metode

spektroskopi yang digunakan untuk mengevaluasi mutu produk susu adalah metode spektroskopi Near

Infrared Reflectance (NIR) dan Fourier Transform Infrared (FTIR). Agar dapat digunakan untuk

mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu, maka instrumen NIRS dan FTIRS yang digunakan

harus memiliki model kalibrasi yang mencakup keempat parameter komposisi. Oleh sebab itu, pada kegiatan magang di PT Frisian Flag Indonesia ini secara khusus memiliki tujuan untuk (1) membuat

model kalibrasi sampel recovery produk Adengan metode spektroskopi NIR dan (2) membuat model

kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR menggunakan penyesuaian model kalibrasi.

Kegiatan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR dibagi menjadi empat tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk A; (2) analisis

parameter komposisi sampel recovery produk A menggunakan instrumen FOSS NIRSystems 5000 dan

metode konvensional; (3) pembuatan model kalibrasi; dan (4) verifikasi model kalibrasi. Sementara

itu, pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR dibagi

menjadi lima tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk B; (2) analisis parameter komposisi

sampel recovery produk B menggunakan instrumen FOSS MilkoScan FT120 dan metode

konvensional; (3) verifikasi awal model kalibrasi; (4) penyesuaian model kalibrasi; dan (5) verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai. Sampel recovery yang digunakan adalah dua varian sampel

recovery produk A dan sampel recovery produk B di PT Frisian Flag Indonesia. Analisis sampel, pembuatan model kalibrasi, dan verifikasi dilakukan terhadap empat parameter komposisi utama seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk susu. Perbedaan tahapan tersebut dikarenakan adanya perbedaan sifat fisik, kimia, dan spektrum sampel recovery

produk A dengan produknya. Sementara itu, sampel recovery produk B memiliki sifat fisik, kimia, dan spektrum yang hampir sama dengan produknya.


(4)

Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A menggunakan metode spektroskopi NIR menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data spektrum NIR dan data analisis metode konvensional. Data spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian X hampir sama

dengan spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian Y. Data spektrum absorbansi NIR

memperlihatkan empat puncak gelombang absorbansi NIR sampel recovery produk A. Berdasarkan data spektrum absorbansi NIR, protein dan lemak terbaca pada panjang gelombang 1196 nm dan 1786 nm. Sukrosa terbaca pada panjang gelombang 1450 nm. Air terbaca pada panjang gelombang 1895-1991 nm dan merupakan puncak tertinggi pada spektrum NIR. Berdasarkan verifikasi data analisis metode konvensional, data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A varian Y tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05) pada parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa pada taraf kepercayaan 95%. Sementara itu, data analisis metode

konvensional parameter protein sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A

varian Y berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Hasil tersebut menyebabkan data analisis konvensional parameter protein pada kedua varian sampel recovery produk A tidak dapat digabungkan karena komposisi protein produk asal kedua varian sampel recovery produk A tersebut berbeda meskipun spektrum kedua varian sampel recovery produk A tersebut hampir sama.

Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi internal menggunakan metode spektroskopi NIR dapat diketahui bahwa keempat parameter komposisi sampel recovery produk A memiliki nilai

standard error of calibration (SEC) & standard error of cross validation (SECV) < 1% dan nilai R2 &1-VR mendekati satu. Pada model kalibrasi tersebut, parameter total padatan merupakan parameter terbaik (SEC = 0.1014%, SECV = 0.1558%, R2 = 0.9998, 1-VR = 0.9996). Berdasarkan analisis statistik, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05). Karena data pembuatan model kalibrasi didominasi oleh sampel recovery produk A varian X, maka model kalibrasi parameter protein mungkin dapat digunakan hanya pada sampel recovery produk A varian X. Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data kuantitatif parameter komposisi dan data analisis metode konvensional. Kedua data tersebut kemudian diverifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi awal menggunakan analisis statistika, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery

produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR dan hasil analisis metode konvensional berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Oleh sebab itu, dilakukan pembuatan model kalibrasi baru dengan menyesuaikan model kalibrasi yang telah ada.

Berdasarkan penyesuaian model kalibrasi menggunakan metode spektroskopi FTIR dapat diketahui bahwa keempat parameter komposisi sampel recovery produk B memiliki nilai standard error of calibration (SEC) < 1% dan nilai R2 mendekati satu pada model kalibrasi baru yang terbentuk. Parameter total padatan merupakan parameter terbaik pada penyesuaian model kalibrasi tersebut (SEC = 0.0327%, R2= 0.9993). Setelah dilakukan pembuatan model kalibrasi dengan penyesuaian model kalibrasi yang telah ada, selanjutnya dilakukan verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai. Berdasarkan tahap verifikasi model kalibrasi baru menggunakan analisis statistika, hasil

analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi

FTIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05).

Berdasarkan kegiatan pembuatan model kalibrasi ini dapar disimpulkan bahwa model kalibrasi

metode spektroskopi NIRyang dibuat untuk sampel recovery produk A cukup baik dan dapat

digunakan untuk mengevaluasi parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa pada sampel

recovery produk A dan model kalibrasi metode spektroskopi FTIR yang baru cukup baik dan dapat


(5)

PEMBUATAN MODEL KALIBRASI SAMPEL RECOVERY

PRODUK SUSU DENGAN METODE SPEKTROSKOPI

INFRAMERAH DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ATI HIDAYATI

F24080096

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(6)

Judul Skripsi : Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia

Nama : Ati Hidayati

NIM : F24080096

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Nur Wulandari, STP, M.Si) NIP. 19741003 200003 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar MSc.) NIP 19680526 199303 1 004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Model Kalibrasi

Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber infromasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012 Yang membuat pernyataan,

Ati Hidayati F24080096


(8)

©

Hak cipta milik Ati Hidayati Tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(9)

BIODATA PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Ati Hidayati dan biasa dipanggil Ati. Pada tanggal 15 Maret 1991 penulis dilahirkan dari pasangan Suharno dan Sri Praptowati sebagai anak ketiga dari empat bersaudara di Jakarta. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 09 Cipulir (2002), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 161 Jakarta (2005), dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 70 Jakarta (2008). Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut pertanian Bogor melalui program Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain I-SHARE (2009), SEREAL (2010), Save Our Earth (2010), dan BAUR HIMITEPA (2010). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Sensori pada tahun 2011 dan mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian pada tahun 2010 dengan judul

“Optimasi Proses Penurunan Asam Sianida dengan Metode MOTRA (Modified-Traditional) pada

Kara Benguk (Mucuna pruriensD.C) dan Produk Turunannya”. Penulis pernah memperoleh Beasiswa

Supersemar (2010-2012). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul

“Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi sebagai tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penelitian

dengan judul “Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia” ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2012.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, doa, serta bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Bapak, Ibu, kakak (Nana dan Yai), dan adikku (Nia) yang sangat aku sayangi yang telah mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi, semangat, dan nasihat kepada penulis

2. Dr. Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,

nasihat, masukan, dan perhatiannya selama studi dan penelitian.

3. Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si dan Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran bagi skripsi ini.

4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr yang telah memberikan masukan kepada penulis.

5. Ibu Rohana Dwi Kurniawati, STP selaku pembimbing lapang yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing dan memberikan perhatian kepada penulis selama penulis magang di PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta.

6. Bapak Yulianto dan Kak Kristiadi Wijaya atas kritik dan sarannya kepada penulis selama magang di PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta.

7. Seluruh staf Departemen Quality Control PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta. 8. Seluruh staf Liquid & SCM Process PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta

9. Rekan seperjuangan di Departemen Quality Control PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta.

10.Teman-teman yang aku sayangi Tutut, Sarah, Angel, Mba Harum, dan Anggi yang telah menemani penulis dalam suka dan duka.

11.Teman-teman ITP 45 Madun, Bore, Yufi, Nurul, Arum P, Arum M, Astrid, Ary, Tata, Iqbal,

Arin, Diaz, Mizu, Eka, Bangun, Rara, Ical, Ardy, Rohana, Mega, Rista, Mba Yun, Mba Nisa, dan teman-teman ITP 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebahagiaan, kebersamaan, dan kekompakan selama ini.

12.Teman-teman kelas A12 Junda, Fifi, Miftah, David, Anggi, Rendy, dan Jejes atas

kebersamaan, kebahagiaan, ilmu, semangat, dukungan, dan waktu yang berharga.

13.Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan staf Unit Pelayanan Terpadu yang luar biasa (Ibu Novi, Mba Anie) serta semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pangan khususnya.

Bogor, September 2012 Ati Hidayati


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 3

B. VISI DAN MISI ... 4

C. LOGO ... 4

D. ORGANISASI ... 4

E. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK... 5

F. FASILITAS PENUNJANG ... 5

G. KETENAGAKERJAAN ... 6

H. PRODUK YANG DIHASILKAN ... 7

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. PRODUK SUSU ... 8

1. Susu Kental Manis ... 8

2. Susu Cair ... 9

B. BAHAN-BAHAN PEMBUATAN PRODUK SUSU ... 10

1. Susu Kental Manis ... 10

2. Susu Cair ... 11

C. METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH ... 12


(12)

2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 17

D. KALIBRASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH ... 19

IV. METODOLOGI ... 21

A. DESKRIPSI MAGANG ... 21

B. BAHAN DAN ALAT ... 21

C. METODE PENELITIAN ... 21

1. Spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) ... 22

2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 25

3. Prosedur Analisis ... 29

4. Analisis Statistik ... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. SPEKTROSKOPI NEAR INFRARED REFLECTANCE (NIR) ... 34

B. SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) ... 41

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. SIMPULAN ... 48

B. SARAN ... 49

VII. DAFTAR PUSTAKA ... 50


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A ... 36

Tabel 2. Hasil kalibrasi dan validasi internal NIRS sampel recovery produk A ... 38

Tabel 3. Hasil verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR menggunakan uji t ... 40

Tabel 4. Hasil verifikasi awal hasil analisis sampel recovery produk B menggunakan uji t ... 42

Tabel 5. Hasil kalibrasi FTIR pada sampel recovery produk B ... 43


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perubahan Logo Frisian Flag ... 4

Gambar 2. Contoh produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas ... 7

Gambar 3. Tahapan analisis spektrum metode spektroskopi inframerah (Cécillon & Brun 2010) . 13 Gambar 4. Vibrasi streching dan bending pada molekul H2O (Stuart 2004) ... 14

Gambar 5. Panjang gelombang metode spektroskopi NIR (FOSS 2004) ... 16

Gambar 6. Komponen dasar instrumen spektroskopi NIR (O'Sullivan et al. 1999) ... 16

Gambar 7. Contoh spektrum NIR susu dan air (Frankhuizen 2008) ... 17

Gambar 8. Komponen dasar instrumen spektroskopi FTIR (Stuart 2004) ... 18

Gambar 9. Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (TNC 2001) ... 18

Gambar 10. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR ... 22

Gambar 11. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR ... 26


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia ... 55

Lampiran 2. Struktur organisasi Quality Control PT Frisian Flag Indonesia ... 56

Lampiran 3. Produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas ... 57

Lampiran 4. Data analisis konvensional total padatan sampel recovery produk A ... 58

Lampiran 5. Data analisis konvensional kadar lemak sampel recovery produk A... 61

Lampiran 6. Data analisis konvensional sukrosa sampel recovery produk A ... 64

Lampiran 7. Data analisis konvensional protein sampel recovery produk A... 67

Lampiran 8. Uji normalitas data analisis konvensional sampel recovery produk A ... 69

Lampiran 9. Uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A ... 71

Lampiran 10. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR ... 73

Lampiran 11. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk A... 74

Lampiran 12. Uji t sampel recovery produk A ... 76

Lampiran 13. Data verifikasi awal parameter total padatan sampel recovery produk B ... 78

Lampiran 14. Data verifikasi awal parameter kadar lemak sampel recovery produk B ... 79

Lampiran 15. Data verifikasi awal parameter sukrosa sampel recovery produk B ... 80

Lampiran 16. Data verifikasi awal parameter protein sampel recovery produk B ... 81

Lampiran 17. Uji normalitas data verifikasi awal sampel recovery produk B ... 82

Lampiran 18. Uji t sampel recovery produk B ... 84

Lampiran 19. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopiFTIR ... 86

Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk B ... 87


(16)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Susu merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia (Vaclavic & Christian 2008). Kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya menyebabkan susu menjadi salah satu pilihan utama masyarakat untuk dikonsumsi. Menurut Gagné (2008), tingginya kandungan nutrisi pada susu menyebabkan susu menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba sehingga dikategorikan sebagai bahan pangan yang tidak tahan lama dan mudah rusak (perishable food). Oleh sebab itu, untuk memperpanjang umur simpannya susu diolah menjadi berbagai produk seperti susu kental manis, susu cair (Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi), susu bubuk, keju, dan es krim (Ariningsih 2007).

Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap susu dan hasil olahannya menyebabkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) sebagai salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan produksi susu tanpa mengesampingkan mutu susu tersebut. PT FFI menghasilkan berbagai macam produk olahan susu seperti susu cair (UHT dan susu steril), susu bubuk, dan Susu Kental Manis (SKM). Proses produksi produk olahan susu di FFI menghasilkan hasil samping yang dapat digunakan kembali pada proses produksi tanpa mengurangi kualitas produk susu yang dihasilkan dan secara mikrobiologi masih dapat diterima yang disebut sampel recovery. Karena tingginya jumlah produksi, maka pada kegiatan magang ini digunakan dua jenis sampel recovery dari dua jenis produk yang dihasilkan PT FFI yaitu produk susu A (memiliki total padatan > 15%) dan produk susu B (memiliki total padatan ≤ 15%). Selain itu, pemanfaatan sampel recovery diharapkan dapat mengurangi dampak limbah ke lingkungan sekitar pabrik dan mengurangi penggunaan bahan baku pada proses produksi produk susu. Pengendalian mutu proses produksi susu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk akhir. Sebelum digunakan untuk proses produksi, sampel recovery harus dievaluasi mutunya terlebih dahulu.

Pada awalnya terdapat dua parameter yang digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel

recovery produk susu, yaitu pH dan boiling test. Dalam rangka memaksimalkan penggunaan sampel recovery produk susu maka dibutuhkan parameter tambahan seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein. Parameter tambahan tersebut dapat ditentukan menggunakan metode konvensional yang telah ada seperti metode Roese-Göttlieb atau metode Mojonnier untuk analisis kadar lemak (AOAC 2006), metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein (AOAC 2006), metode gravimetrik untuk analisis total padatan (AOAC 2006), dan metode polarimetri untuk pengukuran kadar sukrosa (IDF 2004). Namun, analisis metode konvensional membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan metode sekunder yang mampu mempersingkat waktu analisis. Salah satu metode sekunder yang dapat digunakan adalah metode spektroskopi inframerah (Osborne 2000). Metode spektroskopi inframerah merupakan metode analisis berdasarkan getaran atom dalam molekul. Metode spektroskopi inframerah terdiri atas beberapa jenis, di antaranya Near Infrared Reflectance (NIR) dan Fourier Transform Infrared (FTIR) (Stuart 2004).

Metode spektroskopi inframerah mampu mengevaluasi mutu produk susu secara cepat dan efisien dengan menganalisis ikatan kimia yang menyusun komposisi kimia pada produk susu. Evaluasi mutu produk susu dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi NIR (Cen & He 2007) dan FTIR (TNC 2001). PT FFI selama ini menggunakan instrumen metode


(17)

spektroskopi NIR (NIRS) untuk produk susu yang memiliki total padatan > 15%. Sementara itu, instrumen metode spektroskopi FTIR (FTIRS) digunakan untuk produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%. Saat ini instrumen NIRS dan FTIRS ingin digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu berdasarkan parameter komposisi seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein. Agar dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu, maka instrumen NIRS dan FTIRS yang digunakan harus memiliki model kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara spektrum sampel dengan komposisi kimia (Mark & Campbell 2008) sampel recovery produk susu yang dianalisis dan mencakup empat parameter komposisi tersebut.

Informasi kimia pada bahan dapat ditentukan oleh instrumen NIRS dan FITRS berdasarkan spektrum masing-masing bahan (Osborne 2000). Spektrum sampel recovery produk A berbeda dengan spektrum produknya karena perbedaan sifat fisik dan komposisi kimianya. Hal ini menyebabkan penggunaan model kalibrasi yang telah ada tidak sesuai untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk A sehingga perlu dibuat suatu model kalibrasi dari sampel recovery

produk A pada instrumen NIRS. Sementara itu, sampel recovery produk B memiliki spektrum yang hampir sama dengan produknya karena sifat fisik dan komposisi kimia yang hampir sama. Hal ini menyebabkan penggunaan model kalibrasi yang telah ada dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk B. Namun, model kalibrasi yang telah ada pada instrumen FTIRS tersebut perlu disesuaikan dengan menggunakan sampel recovery produk B sehingga menghasilkan model kalibrasi baru yang sesuai untuk mengevaluasi mutu sampel

recovery produk B. Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A pada instrumen NIRS

dan penyesuaian model kalibrasi untuk sampel recovery produk B pada instrumen FTIRS

diharapkan mampu mempercepat proses evaluasi mutu sampel recovery produk susu.

B.

TUJUAN

Tujuan umum dari kegiatan magang di PT Frisian Flag Indonesia adalah :

1. Mengembangkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan profesionalisme melalui penerapan

ilmu, latihan kerja, dan latihan langsung tentang teknik-teknik yang diterapkan di lapangan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki mahasiswa.

2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan ilmu dan keterampilan dalam

menganalisis dan memecahkan masalah yang ada di industri pangan.

3. Melatih keterampilan, sikap kooperatif, serta kemampuan dalam berkomunikasi dan

berinteraksi dengan masyarakat luas sebagai suatu persiapan untuk memasuki dunia kerja. Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah :

1. Membuat model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi Near

Infrared Reflectance (NIR)

2. Membuat model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) menggunakan penyesuaian model kalibrasi.

C.

MANFAAT

Manfaat kegiatan magang ini adalah memberikan alternatif metode analisis untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu dalam upaya meningkatkan efisiensi kerja di

Departemen Quality Control. Melalui penerapan metode spektroskopi inframerah sebagai metode

sekunder untuk analisis, diharapkan proses evaluasi mutu sampel recovery produk susu dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.


(18)

II.

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Frisian Flag Indonesia (FFI) merupakan salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu di Indonesia di bawah lisensi Royal FrieslandCampina, Belanda. Sejak tahun 1922, PT Frisian Flag Indonesia memenuhi gizi masyarakat Indonesia dengan merek susu

“Friesche Vlag” atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera yang diimpor dari Cooperative

Condensfabriek Friesland di Belanda. Saat ini Cooperative Condensfabriek Friesland berubah nama menjadi Royal Friesland Foods.

PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas didirikan pada tanggal 5 November 1973 dengan

Nomor Akte Pendirian: No. 23 tahun 1973 dengan status permodalan Indonesia – Hongkong – Amerika. PT Wardana (Indonesia), MC Keeson (Hongkong), dan PT Foremost (Amerika) bergabung dan berganti nama menjadi PT Foremost. Produk yang dihasilkan oleh PT Foremost

adalah susu kental manis dengan merek “Foremost”.

Pada tahun 1976 PT Friesche Vlag Indonesia mengambil alih perusahaan karena alasan manajemen. Status permodalan berubah menjadi Indonesia dan Belanda dengan nama perusahaan PT Foremost Indonesia. Produk yang dihasilkan adalah susu kental manis dan susu cair siap minum yang terdiri atas susu cair dalam kemasan botol (sterilized milk) dan susu cair dalam kemasan aseptik/carton pack (Ultra High Temperature atau UHT milk) dengan merek “Frisian Flag” atau “Susu Bendera”. Ijin usaha diperoleh dari Departemen Perindustrian pada tanggal 5

November 1988 dengan Nomor: 433/DJAI/IUTI/PMA/XI/88.

Susu Bendera Group terdiri atas PT Foremost Indonesia, PT Friesche Vlag Indonesia, dan

PT Tesori Mulia (PT Borsumij Wehry Indonesia). PT Friesche Vlag Indonesia bertempat di Pasar

Rebo, Jakarta Timur dan memproduksi susu bubuk dengan merek “Frisian Flag” atau “Susu Bendera”. PT Tesori Mulia bertempat di Jatinegara, Jakarta Timur dan bergerak dalam bidang distribusi dan pemasaran seluruh produk bermerek “Susu Bendera”.

Susu Bendera Group kemudian berubah menjadi PT Frisian Flag Indonesia pada tanggal 1

September 2003. Berdasarkan lokasinya, PT Frisian Flag Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo dan PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas. PT FFI mengembangkan dan memperkenalkan produk-produk baru yang inovatif kepada masyarakat. Produk-produk tersebut terdiri atas berbagai macam ukuran dan bentuk kemasan yang dirancang

sesuai dengan kebutuhan konsumen. PT FFI Plant Ciracas memproduksi susu kental manis kaleng

dan susu cair siap minum dengan merek “Frisian Flag”, sedangkan PT FFI Plant Pasar Rebo memproduksi susu kental manis dan susu bubuk.

PT FFI merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat ISO 9001/9002 dan disempurnakan dengan ISO 14001. Proses produksi susu di PT FFI menggunakan teknologi mutakhir dan praktek sterilisasi terbaik dari awal hingga akhir untuk menghindari

kontaminasi dalam proses produksinya sehingga menerima Good Manufacturing Practices (GMP)

Award. Perusahaan ini juga memperoleh OHSAS (Occupational Health & Safety Advisory Services) serta menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan memiliki mutu dan kemasan yang terjamin.


(19)

(20)

terdiri atas Departemen Sweetened Condensed Milk dan Liquid Process, Departemen Can Making

dan Can Packing, Departemen Warehouse, Departemen Teknik (Engineering), Departemen

Quality Control, Departemen Bottle Packing, Departemen UHT Packing, dan Departemen

Pilloflex Packing. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

E.

LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas terletak di Jalan Raya Bogor Km. 26 Ciracas, Jakarta Timur. PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas memiliki lahan seluas 4.4 Ha atau 4,400 m2 yang terdiri atas bangunan untuk pengolahan, gudang, kantor, kantin, mushala, serta tempat parkir. Lokasi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas sangat strategis karena terletak di pinggir jalan raya sehingga memudahkan akses keluar masuk barang. PT Frisian Flag Indonesia Plant

Ciracas berbatasan dengan KADIN di bagian Utara, PT Kiwi dan PT Guru di bagian Selatan, Jl. Raya Bogor di bagian Barat, dan Komplek POLRI Ciracas di bagian Timur.

Gedung PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas terdiri atas beberapa bagian, yaitu ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang pembuatan kaleng, gudang bahan mentah dan produk jadi, ruang generator (diesel), ruang ketel uap (boiler), tempat pengolahan air, tempat pengolahan limbah, laboratorium, kantor, toilet, kantin, dan lapangan khusus parkir. Secara garis besar PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas tiga bangunan utama yaitu dairy building, serviceand auxiliary building, dan storage.

Dairy building adalah bangunan pabrik atau ruang produksi yang terdiri atas (1) ruang pengolahan yang terdiri atas ruang penerimaan bahan baku (fresh milk), ruang pengolahan susu

steril, susu Ultra High Temperature (UHT), dan Susu Kental Manis (SKM); (2) ruang pengemasan

terdiri atas ruang pembuatan kaleng (can making line), ruang pengisian (filling) untuk botol,

combiblock (carton pack), dan SKM, ruang pemberian label (labelling) untuk susu steril dan SKM, serta ruang pengepakan (packaging); dan (3) ruang pengawasan mutu (Quality Control).

Service and auxiliary building terletak dalam satu bangunan yang merupakan bangunan untuk mesin dan peralatan mekanik (service building) dan kantor utama (auxiliary building). Gudang penyimpanan finished good terpisah dari gudang penyimpanan raw material.

F.

FASILITAS PENUNJANG

Demi menciptakan kenyamanan dan kelancaran proses produksi, PT Frisian Flag Indonesia menyediakan fasilitas penunjang berupa pengadaan air dan listrik untuk pabrik. Air yang digunakan merupakan air tanah dan PDAM. Air tanah yang digunakan berasal dari sumur dengan kedalaman kurang lebih 150 m dengan jumlah kurang lebih 4 sumur di sekitar pabrik. air tersebut digunakan sebagai bahan baku produksi, ketel uap (boiler), sanitasi alat dan ruangan, media pemanas dan pendingin dalam alat preheater juga alat pasteurisasi, dan wastafel. Sementara itu, pengadaan listrik diperoleh dari PLN dengan daya 4.150 kVA yang dibagi menjadi dua gardu dengan kapasitas masing-masing 2.500 A dan 1.650 A yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik kantor, laboratorium, dan kantin. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia Plant

Ciracas memiliki tiga unit genset yang berfungsi sebagai tenaga cadangan di saat listrik padam. Satu unit genset menghasilkan tenaga sebesar 415 kW dan dua unit lainnya masing-masing menghasilkan tenaga sebesar 500 kW.

Selain kedua fasilitas produksi tersebut, perusahaan ini memiliki pengadaan uap dari boiler


(21)

digunakan untuk proses pasteurisasi dan sterilisasi, serta untuk pencucian alat secara CIP (Clean In Place). Uap tersebut dihasilkan dari empat unit boiler yang masing-masing berkapasitas 4, 8, 10, dan 12 ton dengan tekanan 8 bar dan suhu 250-300°C. Perusahaan ini memiliki pengadaan pendingin dari unit pendingin. Unit pendingin tersebut terdiri atas enam unit kompresor dan enam

unit kondensor. Refrigerant yang digunakan pada kompresor adalah ammonia. Empat unit

kompresor berdaya 110 kW, satu unit berdaya 90 kW, dan satu unit lagi berdaya 75 kW. Enam unit kondensor yang digunakan memiliki kapasitas total 5,000,000 kkal/jam. Air yang dihasilkan dari unit pendingin tersebut digunakan untuk (1) proses pendinginan pada pengolahan SKM dan susu UHT (air dingin bersuhu 0-2°C); (2) sterilisasi, proses produksi, dan tangki penyimpanan susu (air dingin bersuhu 2-4°C); dan (3) fan cooling ruang operator.

G.

KETENAGAKERJAAN

Tenaga kerja di PT Frisian Flag Indonesia berasal dari dalam dan luar negeri, namun sebagian besar staf dan karyawan perusahaan ini yang berjumlah lebih dari 1000 orang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Setiap calon karyawan yang akan bekerja di PT Frisian Flag Indonesia akan diuji terlebih dahulu oleh bagian Human Resource and Development (HRD) dan departemen yang bersangkutan sesuai dengan kedudukan yang akan diberikan nantinya. Sebelum seseorang diterima sebagai karyawan tetap, terlebih dahulu harus menjalani masa percobaan selama 3 bulan.

Jumlah jam kerja bagi seluruh karyawan adalah 40 jam kerja setiap minggunya (5 hari kerja, 1 hari = 8 jam). Jam kerja antara pekerja kantor dan karyawan pabrik berbeda. Jam kerja pekerja kantor dimulai pukul 08.00 sampai 16.30 WIB. Sementara itu, untuk karyawan pabrik jam kerja diatur dalam 3 shift, yaitu shift pertama dimulai pukul 07.00 sampai 15.00 WIB, shift kedua dimulai pukul 15.00 sampai 23.00 WIB, dan shift terakhir dimulai pukul 23.00 sampai 07.00 WIB. Apabila karyawan bekerja melebihi 40 jam kerja tersebut, maka karyawan akan diberi upah lembur sesuai dengan ketentuan perusahaan. Setiap hari kantin perusahaan menyediakan makan pagi, siang, sore, dan malam untuk karyawannya. Selain itu, setiap bulan perusahaan juga memberikan jatah susu hasil produksinya kepada karyawannya sesuai dengan ketentuan perusahaan.

Gaji karyawan diberikan berdasarkan golongan yang ditetapkan oleh PT Frisian Flag Indonesia dan diberikan tiap bulan. Sekali dalam setahun perusahaan akan mengadakan penilaian bagi karyawannya untuk kenaikan gaji. Penilaian tersebut didasari oleh prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan tersebut dalam bekerja. Selain penilaian tersebut, kenaikan gaji juga mungkin akan diberikan apabila job value di pasar meningkat atau terjadi kenaikan angka indeks konsumen yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perusahaan itu.

Semua karyawan berhak mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja per tahun dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja selama 12 bulan terus menerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan hanya dapat digunakan selama tahun tersebut. Karyawan wanita yang hamil berhak mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapatkan uang pensiun dari PT ASTEK, sedangkan tunjangan yang biasa diberikan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh.


(22)

H.

PRODUK YANG DIHASILKAN

Produk–produk yang dihasilkan oleh PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas terbagi menjadi dua jenis, yaitu susu kental manis dan susu cair. Susu Kental Manis (SKM) yang dihasilkan di PT FFI terdiri atas dua jenis yaitu SKM putih dan SKM coklat. Kedua jenis SKM tersebut dikemas dalam kaleng. Produk susu cair yang dihasilkan terdiri atas dua jenis, yaitu minuman susu berperisa (cokelat, strawberry, dan vanila) dan minuman asam laktat berperisa buah (Lactic Acid Drink, LAD). Produk LAD terdiri atas beberapa varian rasa di antaranya

strawberry, anggur, apel, jeruk, dan tutty fruty. Produk susu cair yang dihasilkan terdiri atas tiga kemasan dengan berbagai ukuran, yaitu carton pack, botol, dan kemasan berbentuk bantal (pillo flex). Beberapa contoh produk yang dihasilkan oleh PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas dapat dilihat pada Gambar 2. Jenis–jenis produk yang dihasilkan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.


(23)

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

PRODUK SUSU

Salah satu sumber pangan protein hewani yang memiliki peranan strategis dalam kehidupan manusia adalah susu. Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi kelenjar susu induk mamalia betina yang menyusui anaknya dan salah satu sumber protein hewani yang memiliki vitamin esensial dan mineral lebih banyak dibandingkan bahan pangan lainnya (Patton 2005). Susu merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia (Vaclavic & Christian 2008). Menurut Vaclavic & Christian (2008), komposisi susu umumnya terdiri atas 87% air, 4% laktosa (karbohidrat), 4% protein, 3% lemak, serta 2% campuran vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam susu berupa vitamin larut lemak (A, D, E, K) dan vitamin larut air (B1, B2, B6, B12, niasin, folat, asam pantotenat, dan C).

Kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya menyebabkan susu menjadi salah satu pilihan utama masyarakat untuk dikonsumsi. Menurut Gagné (2008), tingginya kandungan nutrisi pada susu menyebabkan susu menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Hal ini menyebabkan susu dikategorikan sebagai bahan pangan yang tidak tahan lama dan mudah rusak (perishable food). Oleh sebab itu, untuk memperpanjang umur simpannya, susu diolah menjadi berbagai produk seperti susu kental manis, susu cair (Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi), susu bubuk, keju, mentega, yoghurt, dan es krim (Ariningsih 2007). Terdapat dua jenis produk susu pada kegiatan magang ini, yaitu susu kental dan susu cair.

1.

Susu Kental Manis

Berbagai teknik pengolahan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan susu. Salah satu teknik pengolahan yang digunakan adalah mengurangi kadar air dan aktivitas air (aw)

melalui pemekatan susu (Oliveira et al. 2009). Produk hasil pemekatan susu disebut susu kental. Menurut Oliveira et al. (2009), susu kental terdiri atas dua tipe, yaitu susu kental tidak manis (unsweetened condensed milk) dan susu kental manis (sweetened condensed milk). Susu kental tidak manis sering disebut juga double concentrated milk atau evaporated milk. Susu kental tidak manis merupakan produk susu sterilisasi yang memiliki warna cerah dan terlihat seperti krim.

Susu Kental Manis (SKM) merupakan susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan sebagian airnya dan ditambahkan sukrosa sebagai pengawet. Akibat penambahan gula, susu kental manis memiliki aw sekitar 0.83 (Oliveira et al. 2009) atau

aw < 0.86 (0.80-0.85) (Beutler & Groux 2008) sehingga menghambat pertumbuhan kebanyakan

jenis kapang (Penicillium mikotoksigenik) dan kebanyakan Saccharomyces spp. (S. bailii,

Derbayomyces) (Taoukis & Richardson 2007). Menurut SNI 2971: 2011, susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dari campuran susu dan gula dengan menghilangkan sebagian airnya hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu atau hasil rekonstruksi susu bubuk dengan penambahan gula dengan/tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam


(24)

pembuatan susu kental manis rekonstitusi antara lain susu segar, susu bubuk skim, gula pasir, lemak susu (anhidrous milk fat), vitamin A, vitamin B1, vitamin D3, serta laktosa.

Menurut Bylund (2003), susu kental manis adalah susu yang dipekatkan dan ditambahkan gula. Produk ini memiliki warna kekuningan dan terlihat seperti mayonnaise. Konsentrasi gula dalam fase air pada susu kental manis tidak boleh kurang dari 62.5% atau lebih dari 64.5%. Susu kental manis dapat dibuat dari susu skim (whole milk) atau dari susu rekombinasi berbasis Skim Milk Powder (SMP), Anhydrous Milk Fat (AMF), dan air. Susu kental manis mempunyai kadar lemak 8%, gula 45%, padatan non lemak 20%, dan air 27% (Bylund 2003). Pengemasan susu kental manis dapat berupa tong besar untuk digunakan dalam skala industri (industri es krim dan coklat) dan dikemas dalam kaleng untuk penjualan retail. Akhir-akhir ini kemasan susu kental manis dapat berupa sachet dan pouch seperti yang diproduksi di PT Frisian Flag Indonesia.

2.

Susu Cair

Susu cair merupakan hasil olahan susu segar dengan menggunakan pemanasan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpannya. Gedam et al. (2007) menyatakan proses pemanasan pada pengolahan susu terdiri atas thermization, pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time), pasteurisasi HTST (High Temperature Short Time), dan sterilisasi, dan perlakuan UHT (Ultra Hgh Temperature). Thermization adalah perlakuan panas pada susu dengan suhu 63-65°C selama 15 detik untuk menurunkan jumlah mikroorganisme di susu terutama jenis bakteri psikrotropik. Pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time)

umumnya digunakan pada metode batch dimana susu dipanaskan pada suhu 63°C selama 30

menit. Pasteurisasi HTST (High Temperature Short Time) adalah proses pemanasan susu pada

suhu 72-75°C selama 15-20 detik sebelum didinginkan (Gedam et al. 2007).

Berdasarkan proses sterilisasinya, susu cair yang diproduksi di PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas dua jenis kemasan, yaitu kemasan carton pack/pillo flex dan botol steril. Susu cair dalam kemasan carton pack/pillo flex merupakan jenis produk yang dihasilkan dari proses sterilisasi Ultra High Temperature (UHT). Sementara itu, susu cair dalam kemasan botol steril merupakan jenis produk yang dihasilkan dari proses sterilisasi batch. Susu cair yang diproses secara UHT merupakan produk susu yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135-138°C selama 2 detik dan dikemas segera dalam carton pack/pillo flex yang steril secara aseptis (BPOM 2006). Susu cair yang diproses secara sterilisasi batch atau sterilisasi dalam botol adalah produk susu yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang telah distandardisasi lemak, dihomogenisasi, dan dipanaskan dengan metode UHT. Kemudian produk tersebut didistribusikan ke dalam botol dalam keadaan masih panas, di

sealing, dan disterilisasi pada suhu 115-120°C selama 20-30 menit. Metode hot filling ini bertujuan menghasilkan kondisi hermetis pada botol (Gedam et al. 2007).

Produk susu cair yang diproduksi di PT Frisian Flag terdiri atas dua jenis, yaitu yaitu minuman susu berperisa (cokelat, strawberry, dan vanila) dan minuman asam laktat berperisa

buah (Lactic Acid Drink, LAD). Menurut BPOM (2006), minuman asam laktat adalah produk

susu yang diperoleh dari susu segar atau susu pasteurisasi atau susu rekonsitusi atau susu rekombinasi yang diasamkan tanpa penambahan mikroba. Jenis asam yang dapat digunakan adalah asam seperti asam asetat, asam adipat, asam sitrat, asam fumarat, asam glukono delta lakton, asam hidroklorat, asam laktat, asam malat, asam fosfat, asam suksinat, dan asam tartarat.


(25)

B.

BAHAN-BAHAN PEMBUATAN PRODUK SUSU

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk susu tersebut terdiri atas bahan baku utama dan bahan baku tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah susu segar (fresh milk), Skim Milk Powder (SMP), gula (sukrosa), dan air.

Susu segar (fresh milk) merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan merupakan bahan baku utama yang sangat penting dalam pembuatan produk susu. Susu segar diproses lebih lanjut menjadi susu pasteurisasi yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan produk susu Frisian Flag. Selain susu pasteurisasi, susu segar juga diproses menjadi susu evaporasi yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan SKM Frisian Flag.

Pelarut lain yang digunakan dalam pembuatan produk susu adalah air. Penggunaan air pada

pembuatan Lactic Acid Drink (LAD) lebih dominan dibandingkan susu segar. Air yang digunakan

harus memiliki syarat baku air minum, bebas dari mikroorganisme berbahaya, dan menunjukkan kadar hardness berupa kalsium karbonat (CaCO3) < 100 mg/l (Bylund 2003). PT Frisian Flag Indonesia telah melakukan beberapa perlakuan untuk mencapai persyaratan tersebut. Beberapa perlakuan tersebut di antaranya adalah pengendapan, penyaringan, dan penyinaran dengan sinar UV untuk membunuh mikroorganisme.

Susu bubuk skim (Skim Milk Powder, SMP) adalah produk susu yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dan lemak dengan cara pengeringan, tetapi masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut air, dan vitamin yang larut lemak. SMP memiliki kandungan padatan 9.25% dari total padatan yang terdapat pada susu. Kandungan lemak pada

SMP kurang dari 1.5%. SMP berfungsi sebagai penambah kadar padatan bukan lemak (milk solid

non fat) (Bylund 2003) dan sebagai sumber protein dalam pembuatan susu olahan (Deeth & Hartanto 2009).

Gula yang digunakan dalam pembuatan produk susu adalah gula pasir (sukrosa). Gula memiliki fungsi utama sebagai pemanis dalam pembuatan produk susu. Selain sebagai pemanis, gula juga berfungsi sebagai pengental dan pengawet dalam pembuatan SKM. Sifat higroskopis yang dimiliki gula mampu menyerap kandungan air pada SKM, sehingga menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi dan mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada sel mikroorganisme (Saparinto & Hidayati 2006). Sifat inilah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan fermentasi yang terjadi pada SKM. Bahan baku tambahan yang digunakan pada kedua jenis produk susu tersebut berbeda, sehingga penjelasan fungsi bahan baku tambahan diuraikan berdasarkan jenis produk susunya.

1.

Susu Kental Manis

Selain bahan baku utama, pembuatan SKM juga menggunakan bahan baku tambahan. Bahan baku tambahan yang digunakan antara lain Anhydrous Milk Fat (AMF), Butter Milk Powder (BMP), minyak sawit (palm oil), laktosa, dan vitamin. Anhydrous Milk Fat (AMF) merupakan produk lemak susu murni yang diperoleh dari susu segar, krim, atau mentega tanpa tambahan penetral (Bylund 2003). AMF berfungsi sebagai sumber lemak dalam pembuatan SKM (Bylund 2003).

Butter Milk Powder (BMP) merupakan hasil pemisahan dari krim evaporasi atau hasil

samping pembuatan mentega yang dikeringkan menggunakan spray drying. Fungsi BMP

adalah untuk menambah kadar lemak dan total padatan pada proses pembuatan produk susu olahan. BMP mengandung fosfolipid dalam jumlah yang tinggi (Deeth & Hartanto 2009) dan merupakan sumber lemak hewani pada proses pembuatan SKM.


(26)

Minyak sawit (palm oil)merupakan sumber lemak pada susu kental manis yang berasal dari tumbuhan. Minyak sawit ditambahkan dalam pembuatan SKM untuk mencapai kadar lemak yang diinginkan. Jenis lemak ini dipilih sebagai pengganti lemak susu karena lebih ekonomis, memiliki sifat yang serupa dengan lemak susu, dan lebih disukai oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, minyak sawit juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A dan D3 yang ditambahkan dalam pembuatan susu kental manis.

Laktosa merupakan golongan disakarida yang terdiri atas satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa ditambahkan pada awal dan akhir proses pembuatan SKM. Laktosa jenis edible lactose ditambahkan pada tahap awal proses pembuatan SKM. Laktosa jenis ini berfungsi untuk mengurangi atau menstandarisasi kadar protein. Laktosa jenis seeding lactose

ditambahkan pada akhir proses pembuatan SKM. Laktosa jenis seeding lactose berfungsi untuk mencegah kristalisasi susu yang tidak beraturan dengan cara mengkristalisasi susu dalam kristal-kristal kecil sehingga rasanya tidak berpasir (sandiness) (Oktaviani 2011).

Menurut Muchtadi et al. (2009), vitamin merupakan senyawa esensial yang diperlukan

oleh tubuh untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin penting keberadaanya dalam makanan. Berdasarkan kelarutannya, vitamin terdiri atas vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang digunakan untuk fortifikasi produk SKM di PT Frisian Flag Indonesia adalah vitamin A, B1, dan D3 dalam bentuk bubuk premiks.

2.

Susu Cair

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk susu cair secara umum antara lain penstabil nabati, perisa, pewarna makanan, vitamin, dan mineral. Pada produk

Lactic Acid Drink (LAD) ditambahkan pula pengatur keasaman dan sekuestran. Menurut Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapakan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat makanan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

Penstabil (stabilizer) adalah bahan tambahan pangan yang membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contoh penstabil nabati yang digunakan pada makanan antara lain gum arab, karagenan, pektin, amilosa, gelatin, dan

Carboxymethyl cellulose (CMC) (Saparinto & Hidayati 2006). Penstabil nabati yang digunakan pada produk susu cair adalah pektin. Pektin merupakan senyawa polimer asam

D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik yang diekstraksi dari buah-buahan (Schols et al. 2009). Pektin berfungsi menjaga kestabilan emulsi produk susu agar tidak mudah terpisah. Perisa adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma buah pada produk. Perisa yang digunakan antara lain perisa cokelat dan perisa buah (anggur, strawberry, apel, jeruk, dan tutty fruty).

Pewarna makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan dan memperbaiki warna pada makanan. Pewarna makanan yang digunakan merupakan pewarna makanan sintetik atau pewarna makanan buatan yang diizinkan oleh pemerintah yang diatur dalam PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Pewarna makanan


(27)

sintetik digunakan karena harganya yang ekonomis dan warnanya yang lebih stabil dibandingkan pewarna makanan alami. Pewarna makanan yang digunakan dalam pembuatan antara lain Ponceau 4R Cl 16255 (untuk produk berperisa strawberry) dan Biru Berlian Cl 42090 (untuk produk berperisa anggur).

Pengatur keasaman yang digunakan dalam pembuatan LAD adalah asam sitrat dan asam laktat. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan rnemertahankan derajat keasaman. Asam sitrat ditambahkan dalam bentuk bubuk, sedangkan asam laktat ditambahkan dalam bentuk cair. Selain sebagai pengatur keasaman, asam sitrat juga berfungsi sebagai sekuestran pada produk LAD. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam dalam makanan.

Menurut Muchtadi et al. (2009), vitamin dan mineral merupakan senyawa esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin dan mineral penting keberadaanya dalam makanan. Berdasarkan kelarutannya, vitamin terdiri atas vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang digunakan untuk fortifikasi produk susu cair di PT Frisian Flag Indonesia adalah vitamin A, B1, B2, B3, B12, dan D3. Mineral yang digunakan adalah kalsium karbonat, besi fosfat, dan natrium hexametafosfat. Vitamin dan mineral yang ditambahkan dalam bentuk bubuk premiks.

C.

METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik analisis yang paling penting saat ini (Stuart 2004). Metode spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode sekunder yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan pangan (Osborne 2000) dan mampu menganalisis hampir seluruh jenis sampel. Panjang gelombang yang digunakan oleh metode spektroskopi inframerah berkisar antara 780 –100000 nm (Stuart 2004). Prinsip kerja spektroskopi inframerah adalah menganalisis getaran (vibrasi) atom dalam sebuah molekul.

Spektroskopi inframerah menggunakan metode kemometrik untuk menganalisis spektrum sampel. Kemometrik adalah disiplin ilmu kimia yang menggunakan metode matematika dan statistik yang digunakan untuk (a) merancang atau memilih pengukuran yang optimal pada prosedur dan eksperimen dan (b) menyediakan informasi kimia secara maksimum dengan menganalisis data kimia (Otto 2007). Menurut Cen & He (2007), kemometrik pada spektroskopi inframerah meliputi tiga aspek sebagai berikut (1) data spektra pra-pengolahan, (2) membuat kalibrasi model analisis kualitatif dan kuantitatif, dan (3) transfer model. Tahapan analisis spektrum spektroskopi inframerah berdasarkan metode kemometrik dijelaskan oleh Gambar 3.


(28)

Gambar 3. Tahapan analisis spektrum metode spektroskopi inframerah (Cécillon & Brun 2010) Radiasi sinar inframerah merupakan radiasi elektomagnetik yang dapat dinyatakan dalam bentuk frekuensi (v), panjang gelombang (λ), atau bilangan gelombang (v1) yaitu ciri gelombang yang berbanding lurus dengan energi. Bentuk umum yang digunakan adalah bentuk panjang gelombang dengan satuan nanometer (nm) dan jumlah gelombang dalam satuan sepercentimeter (cm-1). Kedua satuan tersebut dapat dikonversi dengan menggunakan persamaan (1).

λ (nm) =

(1)

Radiasi sinar inframerah dapat diserap oleh semua bahan organik yang terdiri atas atom karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), phosphor (P), dan sulfur (S) dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrokovalen sehingga membentuk molekul (Stuart 2004). Atom dan molekul tersebut memiliki gaya elektrostatik karena sifat ikatannya. Gerakan molekul yang konstan menyebabkan molekul tersebut dalam keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang sesuai dengan panjang gelombang daerah sinar inframerah (Osborne 2000).

Informasi utama yang dapat diekstrak dari penyerapan radiasi sinar inframerah oleh molekul adalah vibrasi stretching dan bending pada ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H (seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan-bahan organik. Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau berkurang. Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antar dua atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya. Radiasi inframerah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan getaran (vibrasi) ikatan inter-atomik (Osborne 2000). Contoh terjadinya vibrasi stretching dan


(29)

Gambar 4. Vibrasi streching dan bending pada molekul H2O (Stuart 2004)

Radiasi yang mengenai partikel-partikel sampel dapat diserap (absorbed), diteruskan (transmitted), atau dipantulkan (reflected). Pada saat radiasi inframerah mengenai sampel padat, beberapa sinar mengalami pemantulan (specular reflectance) pada permukaan sampel. Beberapa bagian sinar yang lain diserap oleh sampel sekitar 2 mm. Radiasi yang tidak terserap akan ditransmisikan atau diteruskan melalui sampel atau dipantulkan dari dalam sampel (diffuse reflectance) (Dryden 2003). Intensitas radiasi sinar inframerah yang diteruskan oleh sampel dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan persamaan (2).

T =

(2)

nilai I menunjukkan intensitas energi yang keluar dari sampel, dan I0 adalah energi yang mengenai

sampel. Nilai radiasi yang diteruskan (transmittance) dapat ditransformasikan menjadi radiasi yang diserap (absorbance) dengan persamaan (3).

A = Log10 ( = Log10 ( (3)

Berdasarkan Hukum Beer-Lambert, hubungan antara konsentrasi dengan jumlah sinar yang diserap oleh molekul dapat ditunjukkan (Dryden 2003). Hukum Beer-Lambert ditunjukkan dengan persamaan (4).

A = abc (4) dimana nilai A adalah absorbansi, a adalah konstanta proporsi, b adalah jarak antara sumber energi ke sampel, dan c adalah konsentrasi penyerapan molekul. Nilai yang terukur juga dapat berupa nilai radiasi pantulan (reflectance) yang dapat ditransformasikan ke dalam radiasi yang diserap (absorbance) dengan persamaan (5).

A = Log10 ( (5)

Frekuensi radiasi sinar inframerah yang sesuai dengan jenis ikatan molekul menyebabkan vibrasi molekul dalam bahan. Vibrasi molekul tersebut mengakibatkan terjadinya transfer energi dari radiasi ke molekul dan dapat diukur sebagai hubungan antara energi penyerapan sinar dengan panjang gelombang yang disebut spektrum (Osborne 2000). Setiap bahan pangan memiliki komposisi yang beragam (Dryden 2003). Setiap komposisi tersebut memiliki spektrum gabungan pantulan yang unik dan beragam yang dihasilkan dari penyebaran, pantulan, dan penyerapan cahaya oleh bahan penyusun komposisi tersebut (Osborne 2000). Spektrum inilah yang merupakan aspek pertama dalam metode kemometrik.


(30)

Aspek kemometrik kedua adalah membuat model kalibrasi kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode kalibrasi. Pada aspek ini diperlukan data metode konvensional untuk pembuatan model kalibrasi. Model kalibrasi tersebut merupakan hubungan antara data analisis metode konvensional dan data yang diperoleh menggunakan metode spektroskopi inframerah (Restaino et al. 2009). Metode kalibrasi yang digunakan terdiri atas dua kategori, yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih (metode lokal) dan metode yang melibatkan seluruh spektrum (metode global) atau sering disebut metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods). Principal Component Regression (PCR) dan Partial Least Squares (PLS) termasuk dalam metode global. Setelah dilakukan pembuatan model kalibrasi, aspek selanjutnya adalah transfer model. Transfer model adalah penggunaan model kalibrasi yang telah terbentuk untuk menentukan komposisi kimia dalam suatu bahan.

Instrumen spektroskopi inframerah menerapkan ketiga aspek metode kemometrik tersebut untuk mengevaluasi mutu bahan secara cepat dan efisien. Instrumen spektroskopi inframerah yang digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan dikelompokkan berdasarkan daerah spektrum sinar inframerah (Stuart 2004). Spektrum sinar inframerah dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu inframerah jauh (400 – 100 cm-1), inframerah menengah (4000-400 cm-1), dan inframerah dekat (13000 – 4000 cm-1). Pada kegiatan magang ini digunakan dua daerah spektrum untuk menganalisis sampel recovery produk susu, yaitu daerah spektrum inframerah dekat dan daerah spektrum inframerah tengah. Daerah spektrum inframerah dekat dikenal dengan metode Near Infrared Reflectance (NIR). Sementara itu, daerah spektrum inframerah tengah dikenal dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR).

Menurut O'Sullivan et al. (1999) keuntungan menggunakan metode spektroskopi

inframerah antara lain proses kontrol lebih cepat dan konsisten, tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia dalam analisisnya, mengurangi biaya analisis, persiapan sampel yang mudah dan tidak merusak (non-destructive), dan dapat diaplikasikan pada bahan baku dan produk jadi (finish product). Kelemahan metode spektroskopi inframerah di antaranya mahal dan sulit dalam kalibrasinya.

1.

Spektroskopi

Near Infrared Reflectance

(NIR)

Metode spektroskopi inframerah dekat atau yang lebih dikenal dengan Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS) merupakan salah satu metode sekunder yang digunakan untuk evaluasi mutu bahan pangan yang bersifat cepat dan tidak merusak (Osborne 2000). Beberapa tahun terakhir, metode spektroskopi NIR sudah sering digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan pangan contohnya susu. Metode spektroskopi NIR diutamakan sebagai teknik kuantitatif dibandingkan kualitatif karena sangat cocok untuk analisis bahan pangan secara cepat, tanpa persiapan sampel, dan dengan satu kali scan dapat menganalisis beberapa parameter sekaligus (O'Sullivan et al. 1999). Industri susu menggunakan metode

spektroskopi NIR untuk memantau kadar air, lemak, protein, dan laktosa (Šašić & Ozaki

2001).

Analisis menggunakan instrumen spektroskopi NIR (instrumen NIRS) berdasarkan refleksi radiasi sinar inframerah dekat dari permukaan sampel sehingga dapat diukur oleh

detektor. Rentang spektra yang digunakan oleh NIRS adalah 780-2500 nm (13000-4000 cm-1)

(Gambar 5) dan menyediakan informasi struktural yang lebih komplek berhubungan dengan sifat getaran dari ikatan kombinasi (Cen & He 2007).


(31)

Gambar 5. Panjang gelombang metode spektroskopi NIR (FOSS 2004)

Menurut O'Sullivan et al. (1999), instrumen NIR umumnya terdiri atas tiga bagian, yaitu flow cell, bagian badan instrumen, dan komputer (Gambar 6). Bagian badan instrumen dapat langsung melekat pada flow cell atau terhubung dengan flow cell melalui kabel fiber optic. Bagian badan instrumen merupakan tempat bagi pemancar NIR, detektor NIR, dan komunikasi yang diperlukan untuk menyediakan link ke komputer. Sumber cahaya yang digunakan oleh instrumen NIR pada umumnya adalah lampu tungsten halogen karena

harganya yang murah dan menghasilkan intensitas cahaya yang tinggi. Flow cell ditempatkan

di lini produk dan menyediakan sarana untuk sinar inframerah melewati produk. Flow cell

umumnya terdiri atas badan yang terbuat dari stainless steel dengan lensa polysulfone yang mengizinkan radiasi sinar inframerah masuk dan keluar flow cell.

Gambar 6. Komponen dasar instrumen spektroskopi NIR (O'Sullivan et al. 1999) Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi NIR diawali dengan radiasi sinar inframerah dari sumber cahaya yang dilewatkan melalui sistem beam splitter terlebih dahulu. Sistem beam splitter berfungsi sebagai penyaring cahaya dari banyak warna menjadi satu warna. Selanjutnya sinar tersebut ditransmisikan melalui sampel dan diterima oleh detektor

solid state yang secara langsung mengubah energi sinar inframerah menjadi sinyal analog. Detektor solid state merupakan perangkat optoelectronic yang digunakan untuk mengonversi insiden foton menjadi sinyal elektronik. Sinyal tersebut selanjutnya dikonversi ke bentuk

digital oleh analog-to-digital converter dengan nilai sesungguhnya yang kemudian

disimpulkan oleh hardware khusus sebagai produk total penyerapan sinar inframerah oleh sampel. Data absorbansi ini kemudian dikirim ke komputer untuk diproses lebih lanjut dan menghasilkan spektrum yang menjelaskan dua parameter, yaitu panjang gelombang dalam nanometer dan amplitude dengan tinggi puncak gelombang yang menjelaskan intensitasnya seperti yang terlihat pada Gambar 7.


(32)

Gambar 7. Contoh spektrum NIR susu dan air (Frankhuizen 2008)

Cahaya inframerah dekat yang mengenai bahan memiliki energi yang kecil dan hanya menembus sekitar satu milimeter permukaan bahan tergantung komposisi bahan tersebut. Meskipun cahaya inframerah mengalami penyebaran, spektrum yang terbaca tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang (Dryden 2003). Variasi pantulan spektrum pada metode spektroskopi NIR umumnya dipengaruhi oleh radiasi non spesifik yang menyebar, jarak antara sumber energi ke sampel, dan komposisi kimia sampel (Dryden 2003). Menurut Cen & He (2007), pemilihan daerah panjang gelombang, solusi, scan kecepatan, jumlah, modus dan interval pengambilan sampel akan mempengaruhi presisi dan pengulangan percobaan.

Salah satu instrumen yang menerapkan prinsip spektroskopi NIR adalah NIRSystems

5000. NIRSystems 5000 dapat menganalisis komponen utama dan komponen spesial dalam produk seperti gula, lemak, protein, total padatan. Spektrum pada NIRSystems 5000 memiliki semua spektra analisis yang dikombinasikan dengan presisi dan stabilitas metode konvensional (FOSS 2004).

2.

Spektroskopi

Fourier Transform Infrared

(FTIR)

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik analisis yang sering digunakan akhir-akhir ini. Selain teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS) terdapat pula teknik analisis yang sering digunakan oleh industri susu, yaitu Fourier Transform Infrared

(FTIR). Sama halnya seperti NIRS, FTIR juga membutuhkan waktu yang singkat untuk menganalisis komponen sampel. Prinsip kerja metode spektroskopi FTIR serupa dengan prinsip kerja spektroskopi inframerah pada umumnya. Perbedaan metode spektroskopi FTIR dengan spektroskopi inframerah lainnya terletak pada panjang gelombang yang digunakan. Panjang gelombang inframerah yang digunakan berada dalam rentang spektrum menengah sinar inframerah, yaitu 2500-30000 nm (Stuart 2004).

Menurut Stuart (2004), instrumen FTIRS umumnya terdiri atas lima bagian, yaitu sumber cahaya, interferometer, sampel, detektor, dan komputer (Gambar 8). Sumber cahaya yang digunakan pada instrumen spektroskopi FTIR adalah Globar atau Nernst. Interferometer yang paling umum digunakan pada instrumen spektroskopi FTIR adalah Michelson interferometer yang terdiri atas dua cermin datar tegak lurus. Detektor yang digunakan umumnya terdiri atas dua jenis, yaitu detektor normal untuk penggunaan rutin (penggabungan alat pyroelectric dengan deuterium tryglycine sulfate (DTGS) pada suhu yang tahan alkali halida) dan detektor untuk analisis yang lebih sensitif (mercury cadmium telluride (MCT))


(33)

yang harus didinginkan pada suhu nitrogen cair) (Stuart 2004). Detector tersebut khusus didesain untuk mengukur sinyal interferogram. Interferogram adalah sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi dari perubahan panjang jalur antara dua berkas sinar. Beam splitter yang digunakan adalah germanium atau oksida besi yang dilapisi substrat „inframerah-transparan‟ seperti kalium bromida atau iodida cesium.

Gambar 8. Komponen dasar instrumen spektroskopi FTIR (Stuart 2004)

Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (Gambar 9) diawali dengan radiasi sinar inframerah dari sumber cahaya yang dilewatkan melalui interferometer sebagai tempat menyandikan spektra. Setelah melalui interferometer, sinar diubah menjadi sinyal interferogram yang selanjutnya mengenai sampel dan diterima oleh detektor. Sinyal kemudian diamplifikasi sehingga sinyal dengan frekuensi tinggi akan dihilangkan dengan filter. Sinyal tersebut selanjutnya dikonversi ke bentuk digital oleh analog-to-digital converter dan

dipindahkan ke komputer untuk Fourier-Transformation. Hasil Fourier-Transformation

berupa spektrum inframerah yang yang menjelaskan dua parameter, yaitu panjang gelombang dalam nanometer dan intensitasnya. Ukuran puncak pada spektrum adalah indikasi langsung dari jumlah komposisi yang ada di dalam bahan tersebut (TNC 2001). Adanya software

alogaritma modern menjadikan spektroskopi inframerah sebagai alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif.

Gambar 9. Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (TNC 2001) Salah satu instrumen yang menerapkan prinsip spektroskopi FTIR adalah FOSS MilkoScan FT120. FOSS MilkoScan FT120 dapat menganalisis komponen utama dan komponen spesial dalam produk seperti gula, lemak, protein, total padatan, bahkan penurunan titik beku dapat dianalisis. Interferometer pada FOSS MilkoScan FT120 memiliki semua spektrum analisis yang dikombinasikan dengan presisi dan stabilitas metode konvensional (FOSS 2004). FOSS MilkoScan FT120 umumnya digunakan pada industri produk olahan susu.


(34)

D.

KALIBRASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH

Kalibrasi merupakan dasar untuk meyakinkan keakuratan dan kekonsistenan pengukuran. Kalibrasi menurut EMEA (2012) adalah proses pembuatan model yang menghubungkan dua jenis data pengukuran. Kalibrasi dalam teknik spektroskopi diperoleh dengan mengukur hubungan antara absorbansi dan reflektan dari panjang gelombang yang dihasilkan oleh spektrometer dengan konsentrasi larutan unsur yang dianalisis.

Osborne (2000) menyatakan instrumen spektroskopi inframerah dapat menentukan komposisi kimia suatu sampel dengan menggunakan nilai pantulan (reflectance, R) dan absorbansi (log (1/R)). Instrumen spektroskopi inframerah harus melalui proses kalibrasi agar dapat mengenal komposisi kimia sampel yang akan dianalisis (Mark & Campbell 2008). Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne (2000) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum inframerah. Contohnya setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain.

Prosedur kalibrasi spektroskopi inframerah diawali dengan pengukuran spektrum sampel. Hasil analisis kimiawi metode konvensional diperlukan untuk penentuan spektrum absorbansi dan pantulan pada spektroskopi inframerah. Hasil spektrum dan data kimia metode konvensional sampel dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan software bawaan instrumen spektroskopi inframerah. Hasil pengolahan data tersebut menunjukkan hubungan antara spektrum sampel dengan komposisi kimianya yang disebut model kalibrasi (Mark & Campbell 2008). Selanjutnya sistem komputer mengaplikasikan model kalibrasi yang telah dihasilkan untuk mengukur spektrum sampel yang terukur oleh instrumen dan menentukan komposisi kimianya (Mark & Campbell 2008).

Metode kalibrasi spektrum spektroskopi inframerah dibagi dalam dua kategori yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih (metode lokal) dan metode yang melibatkan seluruh spektrum (metode global) atau sering disebut metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods). Principal Component Regression (PCR) dan Partial Least Squares

(PLS) termasuk dalam metode global. Pada pembuatan model kalibrasi spektrum spektroskopi inframerah kali ini hanya digunakan metode Partial Least Squares (PLS).

Metode Partial Least Squares (PLS) atau metode regresi kuadrat terkecil parsial pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold pada tahun 1960. Metode ini merupakan salah satu dari analisis multivariate. Menurut Esbensen (2002), analisis multivariate merupakan salah satu jenis analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data dimana data yang digunakan memiliki banyak peubah bebas (independent variabels) dan peubah terikat (dependent variabels). Analisis ini memperlihatkan bentuk hubungan antara beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Metode PLS merupakan metode yang digunakan untuk membuat prediksi model ketika terdapat banyak faktor dan kolinearitas yang tinggi (Tobias 2012). Pada dasarnya metode PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Metode tersebut tidak memiliki formula tertutup untuk ragam koefisien regresi. Metode PLS digunakan untuk memperoleh pendugaan bagi Y sebagai fungsi peubah-peubah Xn yang terpilih. Persamaan regresi kalibrasi

antara peubah Y dengan a dan b sebagai konstanta kuadrat terkecil parsial X terpilih dinyatakan sebagai berikut:


(35)

Y = a + b

1

X

1

+ b

2

X

2

+ ... + b

n

X

n (6) dimana:

Y = hasil perkiraan alat

a = intercept persamaan garis

b1, b2,bn = slope yang berhubungan dengan perubahan X1, X2, Xn (panjang gelombang) nilai

penyerapan Y

Model kalibrasi yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan metode PLS selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2), standard error of calibration (SEC),

standard error of cross validation (SECV), dan koefisien determinasi pada cross validation (1-VR) (Decandia et al. 2009).

Selain metode PLS, pembuatan model kalibrasi juga dapat dilakukan dengan metode

adjustment slope and intercept. Metode ini merupakan metode untuk pembuatan model kalibrasi baru dengan menyesuaikan slope dan intercept model kalibrasi yang telah ada sebelumnya dengan set kalibrasi sampel yang akan dibuat model kalibrasinya (FOSS 2005). Umumnya metode ini digunakan apabila sampel yang dianalisis memiliki spektrum, sifat fisik, dan komposisi kimia yang hampir sama dengan sampel yang digunakan untuk pembuatan model kalibrasi sebelumnya. Metode adjustment slope and intercept biasanya terdapat pada instrumen Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy.

Menurut DCT (2008), slope merupakan ukuran kemiringan dari suatu garis. Slope adalah koefisien regresi untuk variabel X (variabel bebas). Selain itu, dalam konsep statistika slope

merupakan suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan suatu variabel X terhadap variabel Y. Intercept adalah suatu titik perpotongan antara suatu garis dengan sumbu Y pada sumbu kartesius pada saat nilai X = 0. Intercept hanyalah suatu konstanta yang memungkinkan munculnya koefisien lain di dalam model regresi (DCT 2008). Model kalibrasi baru tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2) dan standard error of calibration (SEC) (Decandia et al. 2009).


(1)

Lampiran 18. Uji t sampel

recovery

produk B (

lanjutan

)

C.

Sukrosa

t-Test: Paired Two Sample for Means α 0.05 Sukrosa

FTIR Manual

Mean 6.8423 6.6546

Variance 0.9205 0.9639

Observations 13 13

Pearson Correlation 0.9996

Hypothesized Mean Difference 0

df 12

t Stat 18.8719

P(T<=t) one-tail 0.0000

t Critical one-tail 1.7823

P(T<=t) two-tail 0.0000

t Critical two-tail 2.1788

D.

Protein

t-Test: Paired Two Sample for Means α 0.05 Protein

FTIR Manual

Mean 0.5638 0.3562

Variance 0.0002 0.0017

Observations 13 13

Pearson Correlation 0.6829

Hypothesized Mean Difference 0

df 12

t Stat 21.8999

P(T<=t) one-tail 0.0000

t Critical one-tail 1.7823

P(T<=t) two-tail 0.0000


(2)

Lampiran 19. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi

FTIR

Sampel Total Padatan (%) Lemak (%) Sukrosa (%) Protein (%) FTIR Manual FTIR Manual FTIR Manual FTIR Manual

A 12.34 12.25 0.38 0.43 9.69 9.77 0.34 0.48

B 12.38 12.28 0.38 0.43 9.73 9.78 0.34 0.36

C 12.40 12.33 0.39 0.42 9.72 9.77 0.34 0.36

D 12.37 12.32 0.38 0.43 9.73 9.76 0.34 0.36

E 9.36 9.47 0.29 0.29 7.36 7.52 0.31 0.33

F 9.36 9.54 0.29 0.29 7.36 7.53 0.32 0.33

G 9.36 9.52 0.30 0.28 7.36 7.50 0.29 0.34

H 9.35 9.47 0.29 0.29 7.37 7.51 0.30 0.32

I 10.08 10.25 0.33 0.31 8.05 7.88 0.33 0.30

J 10.11 10.32 0.31 0.32 8.07 7.90 0.33 0.36

Rata-rata 10.7110 10.7750 0.3340 0.3490 8.4440 8.4920 0.3240 0.3540 SD 1.4580 1.3431 0.0435 0.0685 1.1285 1.1094 0.0184 0.0488


(3)

Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel

recovery

produk B

A.

Total padatan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

FTIR Manual

N 10 10

Normal Parametersa Mean 10.7110 10.7750

Std. Deviation 1.45799 1.34307

Most Extreme Differences Absolute .268 .264

Positive .260 .233

Negative -.268 -.264

Kolmogorov-Smirnov Z .848 .835

Asymp. Sig. (2-tailed) .469 .489

a. Test distribution is Normal.

B. Kadar lemak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

FTIR Manual

N 10 10

Normal Parametersa Mean .3340 .3490

Std. Deviation .04351 .06855

Most Extreme Differences Absolute .255 .264

Positive .209 .264

Negative -.255 -.250

Kolmogorov-Smirnov Z .806 .834

Asymp. Sig. (2-tailed) .535 .489


(4)

Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel

recovery

produk B

(

lanjutan

)

C.

Sukrosa

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

FTIR Manual

N 10 10

Normal Parametersa Mean 8.4440 8.4920

Std. Deviation 1.12852 1.10940

Most Extreme Differences Absolute .265 .303

Positive .230 .303

Negative -.265 -.273

Kolmogorov-Smirnov Z .839 .959

Asymp. Sig. (2-tailed) .483 .317

a. Test distribution is Normal.

D.

Protein

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

FTIR Manual

N 10 10

Normal Parametersa Mean .3240 .3540

Std. Deviation .01838 .04881

Most Extreme Differences Absolute .228 .351

Positive .192 .351

Negative -.228 -.143

Kolmogorov-Smirnov Z .721 1.110

Asymp. Sig. (2-tailed) .676 .170


(5)

Lampiran 21. Uji t sampel

recovery

produk B

A. Total padatan

t-Test: Paired Two Sample for Means  0.05 Total Padatan

FTIR Manual

Mean 10.7110 10.7750

Variance 2.1257 1.8039

Observations 10 10

Pearson Correlation 0.9993

Hypothesized Mean Difference 0

df 9

t Stat -1.6110

P(T<=t) one-tail 0.0708

T Critical one-tail 1.8331

P(T<=t) two-tail 0.1416

T Critical Two-tail 2.2622

B. Kadar lemak

t-Test: Paired Two Sample for Means  0.05 Kadar Lemak

FTIR Manual

Mean 0.3340 0.3490

Variance 0.0019 0.0047

Observations 10 10

Pearson Correlation 0.9738

Hypothesized Mean Difference 0

df 9

t Stat -1.6948

P(T<=t) one-tail 0.0622

T Critical one-tail 1.8331

P(T<=t) two-tail 0.1244


(6)

Lampiran 21. Uji t sampel

recovery

produk B (

lanjutan

)

C. Sukrosa

t-Test: Paired Two Sample for Means  0.05 Sukrosa

FTIR Manual

Mean 8.4440 8.4920

Variance 1.2736 1.2308

Observations 10 10

Pearson Correlation 0.9939

Hypothesized Mean Difference 0

df 9

t Stat -1.2137

P(T<=t) one-tail 0.1279

T Critical one-tail 1.8331

P(T<=t) two-tail 0.2557

T Critical Two-tail 2.2622

D. Protein

t-Test: Paired Two Sample for Means  0.05 Protein

FTIR Manual

Mean 0.3240 0.3540

Variance 0.0003 0.0024

Observations 10 10

Pearson Correlation 0.4633

Hypothesized Mean Difference 0

df 9

t Stat -2.1828

P(T<=t) one-tail 0.0285

T Critical one-tail 1.8331

P(T<=t) two-tail 0.0569