Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia

(1)

VALIDASI METODE DA APLIKASI

STATISTICAL PROCESS CO

TROL

(SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA

POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI

ARI I I DRAPRASTA

F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA

I STITUT PERTA IA BOGOR

BOGOR

2012


(2)

METHOD VALIDATIO A D APPLICATIO OF STATISTICAL

PROCESS CO TROL (SPC) FOR VITAMI C A ALYSIS I POWDERED

MILK USI G POTE TIOMETER AT PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

Arini Indraprasta, Kelvin Wiharjo and Muhamad Arpah

! ""# $ %

& '(" )** *#** )(+, - & . / .

ABSTRACT

PT Frisian Flag Indonesia is a company engaged in the manufacturing industry that concern in milk. Determination method of vitamin C which have been validated was done by potentiometer instrument. To make sure that potentiometric analysis method can be used for the intended purpose then the method should be validated. Parameters determined on method validation were accuracy, precision, liniearity, limit of detection and limit of quantification. As the results, this method has an accuracy value based on true value sample at 99.45% accurate and using standard addition method in 1000 mg/Kg concentration with recovery percentage at 101.81%. Precision including repeatibility and reproducibility had relative standard deviation that obtained a good repeatability and reproducibilty conditions. The calibration curve that obtained from 500 mg/Kg to 2500 mg/Kg sample with linear equation of vitamin C is y= 0.002x + 0.112 and correlation coefficient of 0.998. Limit of Detection (LOD) was determined at 30.42 mg/Kg and Limit of Quantification (LOQ) was determined at 101.40 mg/Kg of vitamin C. The application of SPC using X9bar R control chart has average amount of vitamin C in FF2 product at 1049.1207 mg/Kg with average range at 55.5517 mg/Kg. The capabilities index showed Cp at 3.588 and CpK at 2.364.


(3)

2 3 3 2 2 . "4#)#+++. Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control

(SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag

Indonesia. 5 1 5 5 6 0 $ 7 . "#+"

RI GKASA

8 5 8 8

8 5 8 5 5

8 8 . 9 8 7

5 8 + " ( +".

8 8 8 8 . 9

8 5 5 8 5 8 8 8

8 8 8 5 5 5 . 8 8

8 8 8 8 5 8 8 8

8 . 8

8 7 .

0 5 7 8 8 8

8 8 5 5 8 8 8

Statistical Process Control : ; 8 5 5 8 8

.

< 8 1 5 8 5 5 8

" ( - : ;. 8 8

5 7 8 5 8 8 8 5

. = 7 88 5 8

: ; 8 5 #.##) ><.

7 8 8 8 : 8 ;.

8 7 8 8 5 :recovery; recovery

5 +#+.)+?. 8 7 8 8 5 @@.4,?

8 5 #.,,?. = 8 recovery

5 8 @)?-+#"? 8 #.

7 7 8 8 : ; 8 8 .

7 8 2 5 +.+# 2

5 8 5 8 5 8 #.(* 8 2 = 1 A

5 B.)". 7 8 8 8 - 8

. 7 8 8 2 5

#.)4#4 2 = 1 A 5 ,.*". 7 8 5 1 2

5 5 8 #.(* 8 2 = 1 A 8

2 5 5 8 2 = 1 A.

7 8 C #.##"D ' #.++" 2E

5 #.@@). 2E 5 7 88 5 1 8

8 5 8 8 2E 5 #.@@.

7 5 8 :< ; 8 8 8 8

8 +B# >0 8 8 5 +4+.**+# >0 8 < 5 8 5 B#.4" >0 < F +#+.4# >0 .


(4)

8 4*( >0 . 8 2 5 +.@B #.(* 8 2 = 1 A

5 4."" 7 88 5 1 5 8

8 8 7 8 5 :recovery; 8 @,?

-+#,? 5 +#B.#B? 7 < F 5 8 .

8 5 1 8 8

5 5 8 8 8 7 8 8

: ; 5 5 8 ! 5 -2.

= 8 8 5 8 !-5 2 8

5 5 8 " 5 8 8 8 8 8 8 5

5 8 5 8 -+,. 5 !-5 2 5

-8 8 " 5 +#4@.+"#* >0 . 3 Upper Control Limit : <; 5 +",*.@@"# >0 Lower Control Limit :< <; 5 )4#."4@4 >0 . 5

8 2 - 8 8 5 ,,.,,+* >0

- . 3 < 5 B#*.B*+" >0 < < 5 #.##.

8 5 8 - 8 8 "

5 8 1 8 5 8

5 5 8 . 5 5 7 5 1 - 8

8 5 5 5 1 8 +",#

>0 . 8 8 8 8 8 8

8 8 8 8 5 8 -+, 5

5 : <;.

7 8 5 0

5 B.,)) ".B(4. 8 8 0 8

5 8 5 5 +.BB. 6 8 8 5 5 8


(5)

VALIDASI METODE DA APLIKASI

STATISTICAL PROCESS CO

TROL

(SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA

POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI

5

8

SARJA A TEK OLOGI PERTA IA

8

8

8

Oleh

ARI I I DRAPRASTA

F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA

I STITUT PERTA IA BOGOR

BOGOR

2012


(6)

%

8

& 9

6

8

Statistical Process Control (SPC)

0

9

5 8

3

&

3 6

& "4#)#+++

6

7

5

5

8

8

.

. 6.

6.

3 . +@(##(#).+@)(#B.+.##"

6

&

0

8

.

.

0

6.

3 . +@()#,"(.+@@B#B.+.##4


(7)

PER YATAA ME GE AI SKRIPSI DA

SUMBER I FORMASI

8 5 -5 5 1 8 7 Validasi Metode dan

Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan

Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia 8

5 5 8 8 5 5 < 5 7 8 5 8

. 5 5 8 8 5 8

8 5 8 5 8 8 8

8 5 8 8 .

% "#+"

G 5


(8)

H = 8 8 "#+" = 8

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(9)

BIODATA PE ULIS

. < % 8 +# % +@@+ . 5

5 2 5 5 .

8 8 "##"

-= 8 . 7 7 8 8

6 - A ( % 8 8 "##,

8 8 6 "##) 6 - A 4

0 8 .

7 8 3 6 8

3 : 36 3;. 5 1

8 8 8 .

8 8 8 5 5 8

7 = 6 I := 6 1 8

; "##@-"#+# 8 J I 2 3 < K L "##@ 8 J3 :>ational Food Innovation Competition;L

"##@ 8 J3 :>ational Student Paper

Competition;L "#+# 8 J

= 9 = L "#+# 8 8 8 J6

8 : 2;L "#+#. 7 8


(10)

KATA PE GA TAR

2 55 M 7 8 8 $ 8

8 -3 8 8 5 7

J9 6 8 Statistical Process Control : ; 0 9

5 8 L.

5 1 8 8 5

5 5 8 5 8 8 . 8

8 8 8 &

+. 8 5 5 2 5 8 8

8 8 8 .

". . . 6. 6. 8 5 5 8 8 5 8

5 5 8 8 8 .

B. 6 0 $ 7 8 K< 5 5

5 8 5 5 5 8 8

8 .

4. . 3 . 6. . . 2 1 6. 8

7 7 5 8 8 .

,. 8 2 8 6 Quality Control :F ; 5 8

8 8 8 8 .

(. 5 8 8 .

*. 5 F 2 5 65 8

6 $ 5 6 I 6 0 8 = 6 6 N 6 7 8

8 6 2 A 6 8 = 8 % 8 8 = 8

% 8 O 65 8 D 8 5 8

.

). - 0< 5 5 8 - 8 8 8

8 1 8 .

@. 5 - 5 8 2

G 2 8

5 8 .

+#. 6 G 8 5 8 5

.

++. 5 - 5 7 & 3 8 2 6 8

6 A K 0 9 A 8 6

$ < % 7 8 G 8 4, 8 8

8 .

+". 8 5 8 5 8

8 8 .

8 5 5 5 8 8 5

8 5 5 8 .


(11)

DAFTAR ISI

= 0 I3K 3 2 ...

2 ... 2 I< ... 2 K 6 2 ... 2 < 6 2 3 ... . I3 = < 3

+.+ < 2 I< 0 3K ... + +." % 3 ... " . 2 < I2 = 3

".+ I% 2 = 3 I20I6 3K 33G ... B "." < 0 3 <I 0 I2 = 3 ... 4 ".B 2 0 2 2K 3 I2 = 3 ... 4 ".4 %I3 2 0 ... , "., 0I I3 K 0I2% 3 ... ,

. 3% 3 0

B.+ 0 ... * B." 9 6 3 : 6 0 2 ; ... @ B.B 9 < 6I I 3 < ...+" B.4 I3 6I 2 ...+4 B., < 2 I 3 2 < : ; ... +, 9. 6I < K I3I< 3

4.+ $ 0 3 I6 I3I< 3 ...+@ 4." < 3 = 3 ...+@ 4.B 6I I I3I< 3

4.B.+ " ( - ..."# 4.B." 0 9 ..."# 4.B.B 0 : 8 ; ..."+ 4.B.4 0 8 : ; ..."" 4.B., < ..."" 4.B.( 8 :< ; ..."B 4.B.* 0 :< F ; ..."B 4.B.) 8 : ; ..."4 4.B.).+ 5 !-5 2 ..."4 4.B.)." 0 5 ...", 9. = < 3 I6 = 3

,.+ 3 2 " ( =< 2 =I3 <- 3 =I3 < ..."* ,." % 0I I26 3 : 0 2 ; ...") ,.B % 0I I0 6 3 : 2I ; ..."@ ,.4 % < 3I 2 ...B" ,., % I I0 :< ; ...B" ,.( % 0 3 :< F ; ...BB ,.* < 0 < 2 I 3 2 < : ; ...B, ,.*.+ 5 !-5 2 ...B(


(12)

,.*." 0 5 ...B* 9 . 0I 6 < 3 3 2 3

(.+ 0I 6 < 3 ... B@ (." 2 3 ...4# 2 0 ...4+ < 6 2 3 ...44


(13)

DAFTAR TABEL

= +. 0 :?1>1; 5 5 5 5 8... * ". 8 5 5 8 5 8 ... ) B. 0 8 5 5 8 ...+# 4. 5 8 ... +# ,. = " ( - : ; ... "*

(. = 7 8 8 5 :recovery; 8

+### >0 ...") *. = 7 8 8 5 5 8 8 ! ...B@

). = 7 8 8 8 : 5 ; 8 5 5 8

8 ! ... B#

@. = 7 8 8 8 : 5 ; 8 8 8

+ 5 5 8 8 ! ... B#

+#. = 7 8 8 8 : 5 ; 8 8 8

" 5 5 8 8 ! ...B#

++. = 7 8 8 8 : 5 ; 8 8 8

B 5 5 8 8 ! ...B+

+". = 7 8 8 8 : 5 ; 8 8 8

5 5 8 8 ! ...B+ +B. = 7 5 8 :< ; 8 +B# >0 8 5 5 8 ...BB +4. = 7 5 8 8 "B* , >0 5 5 8 8 ! ...B4 +,. = 7 5 8 8 B+* >0 5 5 8 8 ! ...B4 +(. = 7 5 8 8 4*( >0 5 5 8 8 ! ...B4


(14)

DAFTAR GAMBAR

= +. < ... 4 ". 8 8 5 : ; ...+# B. 0 :Metrohm Application Bulletin no. 98/3; ...+4 4. 8 :6 0 "##,; ...+( ,. 5 -5 8 :K A "##+; ...+* (. 6 *#" 6 ...+@ *. 8 ... "+

). 0 8

...B"

@. 8 !-5 8 8 " 8

... B(

+#. 8 8 8 " 8

... B(

++. 8 !-5 8 8 " 8

...B* +". 3 0 8 " 8 5 8 !-5 2


(15)

DAFTAR LAMPIRA

=

+. 8 ...44

". 7 0 : 8 ; ... 4,

B. 7 0 8 : ; ...4(

4. 7 < ... 4*

,. 7 8 :< ; ...4)

(. 7 0 :< F; ... 4@ *. 8 0 9 8 " : 8 8 ; ...,+


(16)

I.

PE DAHULUA

1.1

Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Susu merupakan salah satu produk pangan yang dikonsumsi masyarakat karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air.Terpenuhinya keadaan gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan pada era globalisasi.

Menurut Buckle et al. (1987), komposisi gizi susu terdiri atas lemak 3.9%, protein 3.4%, laktosa 4.8%, abu 0.72%, air 87.10%, dan bahan(bahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim(enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Jika dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna kandungan gizinya karena komposisi kandungan gizi yang terkandung dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu mudah dicerna.

Salah satu sumber gizi yang terkandung dalam susu adalah vitamin. Hampir semua vitamin yang esensial bagi tubuh terdapat dalam susu baik dalam bentuk vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K maupun larut air seperti vitamin C, B1, B2, niacin, folat, B6, B12. Vitamin C dalam susu memiliki jumlah yang paling banyak di antara vitamin larut air lainnya seperti B1, B2, B6 dan B12. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu ( ational Dairy Council, 1993). Sedangkan RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989). Vitamin C berfungsi sebagai pembentuk kolagen tubuh, mencegah penyakit kanker dan kardiovaskular serta meningkatkan resistensi terhadap infeksi. Oleh karena itu, vitamin C merupakan parameter mutu susu yang harus dikendalikan mutunya pada produk susu.

Dalam menjaga kualitas produk, PT Frisian Flag Indonesia selalu melakukan pengendalian mutu secara kontinyu dan menyeluruh mulai dari bahan baku, mutu kemasan, label pengemas, mutu proses produksi, mutu produk antara (intermediate product) sampai produk akhir yang siap dipasarkan. Proses pengendalian mutu ini dilakukan oleh divisi Quality Control (QC). Salah satu parameter mutu yang dikendalikan adalah kadar vitamin C pada susu bubuk. Vitamin C yang terkandung dalam susu bubuk Frisian Flag ditambahkan dari luar karena kandungan vitamin C susu murni tidak mencukupi kebutuhan vitamin C pada bayi dan balita.

Analisis kadar vitamin C dapat dilakukan dengan cara primary method secara manual dengan titrasi indofenol dan secondary method yaitu dengan menggunakan alat atau instrumen. Instrumen yang digunakan adalah potensiometer. Untuk menghasilkan keefektifan dan keefisienan analisis maka dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat dan akurat. Sehingga metode analisis penentuan kadar vitamin C dengan potensiometer ini harus divalidasi untuk menjamin hasil yang dapat dipercaya. Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Validasi metode umumnya dilakukan oleh lembaga(lembaga penerima jasa analisis atau lembaga pendidikan. Dalam rangka memenuhi syarat akreditasi ISO 17025, maka PT Frisian Flag Indonesia melakukan validasi terhadap metode baru yang akan digunakan sebagai instrumen untuk menganalisis vitamin C pada produk susu bubuk. Validasi dilakukan agar data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.


(17)

2 Jaminan mutu juga dapat dilakukan dengan mengontrol hasil secara statistika dengan menerapkan

Statistical Process Control (SPC), sehingga keterkendalian proses produksi dapat dipantau dan tindakan perbaikan dapat segera dilakukan apabila diperoleh proses yang tidak terkendali. Pengendalian proses secara statistik menurut Gasperz (1998), sebagai metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan penentuan dan interpretasi hasil pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu industri, untuk meningkatkan output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Pada dasarnya pengendalian kualitas secara statistik ini bertujuan untuk menyelidiki dengan cepat sebab(sebab terjadinya kesalahan dan melakukan tindakan perbaikan sebelum proses produksi menghasilkan terlalu banyak produk cacat yang menyebabkan kerugian. Pengkajian ini akan dilakukan pada produk susu bubuk bayi dengan parameter kadar vitamin C di PT Frisian Flag Indonesia, untuk melihat apakah proses produksi produk tersebut terkontrol secara statistik.

1.2

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang penelitian ini adalah melakukan validasi metode analisis penentuan kadar vitamin C pada produk susu bubuk dengan potensiometer dan menerapkan aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada hasil kadar vitamin C susu bubuk yang diukur dengan potensiometer.


(18)

3

II. PROFIL PERUSAHAA

2.1

Sejarah dan Perkembangannya

Pengalaman lebih dari 35 tahun menjadikan PT Frisian Flag Indonesia pemimpin dan perusahaan terkemuka di industri susu Indonesia. Sebagai anggota salah satu grup produsen susu terbesar di dunia Friesland Coberco Dairy Foods, PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1971 mulai memproduksi susu kental manis dan selanjutnya diikuti produk lainnya. Sebelumnya, PT Frisian Flag Indonesia berperan sebagai pengimpor susu kental manis yang diproduksi di Belanda. Semua ini dimulai pada tahun 1922 dengan merk susu Friesche Vlag atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda, yang kemudian berubah nama menjadi Royal Friesland Foods. Dalam perkembangannya, perusahaan ini mulai memproduksi susu bubuk pada tahun 1979, dan di bidang susu cair pada tahun 1991. PT FVI kemudian berubah nama menjadi PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pada tahun 2002. Pada tahun 2008, perusahaan ini melakukan merger dengan perusahaan Campina dan membentuk organisasi kooperatif dengan nama Royal Friesland Campina.

PT Frisian Flag Indonesia memproduksi dan memasarkan berbagai macam produk(produk susu, beberapa diantaranya susu bubuk, susu cair siap minum, dan susu kental manis. PT Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk dapat menyediakan produk(produk berkualitas kepada konsumen dan mitra bisnis PT Frisian Flag Indonesia.

Saat ini produk susu bendera diproduksi menggunakan bahan baku susu segar yang diperoleh dari peternak lokal seperti GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) yang merupakan kerjasama dan kebijakan yang saling menguntungkan. Untuk menjalin kemitraan tersebut, PT Frisian Flag Indonesia memberikan penyuluhan dan bantuan kepada peternak lokal untuk menjamin ketersedian susu segar yang bermutu tinggi. PT Frisian Flag Indonesia melakukan pengolahan susu menggunakan teknologi canggih yang ramah lingkungan dan dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin standar kebersihan dan kualitas yang tinggi.

Kantor PT Frisian Flag Indonesia berpusat di Jakarta dengan 7 kantor pemasaran dan perwakilan di seluruh Indonesia. PT Frisian Flag Indonesia memiliki dua fasilitas produksi di dua lokasi berbeda yaitu kantor pusat di Pasar Rebo yang didirikan pada tahun 1969 dan kantor cabang Ciracas yang didirikan pada 4 tahun kemudian (sebelumnya PT Foremost Indonesia yang diakusisi oleh PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1976). Aktivitas produksi PT Frisian Flag Indonesia terbagi menjadi dua plant. Dua plant produksi tersebut yaitu plant Pasar Rebo dan plant Ciracas. Plant Pasar Rebo memproduksi susu bubuk dan susu kental manis kemasan sachet, sedangkan plant Ciracas memproduksi susu kental manis kemasan kaleng serta susu cair kemasan siap minum (sterilized milk).

PT Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISO 9001/9002 sebagai panduan untuk mengatur Quality Management System (QMS). Perusahaan ini juga memperoleh GMP (Good Manufacturing Practice) Award dari pemerintah sebagai salah satu perusahaan terbaik yang menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) dalam pengendalian mutu produk. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia juga memperoleh sertifikat ISO 22000 sebagai panduan untuk Food Safety Management System (FSMS) sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan yang terjamin. Logo PT Frisian Flag Indonesia ditunjukkan oleh Gambar 1.

Prestasi PT Frisian Flag Indonesia mendapat kehormatan meraih sejumlah penghargaan dari berbagai organisasi dan bangga akan apa yang telah tercapai. PT. Frisian Flag percaya kesuksesan ini


(19)

4 akan menjadi motivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Penghargaan( penghargaan yang telah diterima antara lain:

1. Penghargaan sebagai Penanam Modal Asing Terbaik Untuk Industri Skala Besar dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BKPM) pada tahun 2009

2. Indonesian Customer Satisfaction Awards 2007 dari Frontier Consulting Group

3. Indonesia Employer of Choice 2007 dari SWA Magazine

4. Indonesia Platinum Brand 2007 dari SWA Magazine & MARS

5. Indonesia Golden Brand Award 2005/2006 dari SWA Magazine & MARS

6. Indonesia Best Brand Award 2005 dari SWA Magazine & MARS

7. Good Manufacturing Practice Award (GMP) 1996

Gambar 1. Logo PT Frisian Flag Indonesia

2.2

Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Lokasi pabrik PT Frisian Flag Indonesia cabang Pasar Rebo terletak di Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Raya Bogor Km 5, Cijantung, Pasar Rebo, dengan luas area sebesar + 5 Ha. Area tersebut terbagi menjadi 3 bangunan utama. Bagunan pertama terdiri dari ruang kantor staf untuk administrasi perusahaan, gudang dan laboratorium departemen pengendalian mutu. Bangunan kedua terdiri dari ruang proses produksi SKM, ruang CIP (Cleaning in Place), gudang kantor, ruang pengemasan susu bubuk, penerimaan susu murni, ruang evaporasi, ruang spray drier dan laboratorium kecil untuk uji susu murni. Bangunan ketiga terdiri dari ruang pembangkit listrik, kantin, ruang ganti pakaian, dan kamar mandi.

Bagian utara pabrik berbatasan dengan perumahan penduduk, bagian selatan berbatasan dengan perumahan Departemen Sosial, bagian timur berbatasan dengan jalan Raya Bogor, sedangkan bagian barat berbatasan dengan perumahan penduduk.

2.3

Struktur Organisasi Perusahaan

PT Frisian Flag Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur (President Director) yang membawahi lima bagian utama yang masing(masing dipimpin oleh seorang direktur yaitu Direktur Pemasaran (Marketing Director), Direktur Keuangan dan Administrasi (Financial and Administration

Director), Direktur Personalia dan Umum (HRD and Corporate Affair Director), Direktur Penjualan

dan Perdagangan (Sales and Trade Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director). Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktur Operasional dibantu oleh Manajer Pabrik (Plant

Manager). Direktur Operasional juga membawahi beberapa departemen, seperti departemen Research


(20)

5

(Safety, Health, and Environment). Direktur Operasional juga bertanggung jawab atas empat kepala

bagian (Head of Department). Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Kepala bagian dibantu oleh administrator, supervisor, staf senior, dan operator. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia mengikuti jenis organisasi garis dan staff (line and staff organization) yang menganut sistem arah wewenang mengalir dari atasan ke bawahan, sedangkan aliran tanggung jawab mengalir dari bawahan ke atasan.

2.4

Jenis Produk

Produk susu yang diproduksi PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas susu bubuk, susu cair, dan susu kental manis. Susu bubuk dibedakan atas tiga jenis berdasarkan konsumen yang menggunakannya, yaitu infant (0(12 bulan), GUM (susu pertumbuhan untuk anak usia 1(6 tahun), dan main stream (>6 tahun). Produk yang termasuk infant formula antara lain susu bubuk Frisian Flag Tahap 1 dan susu bubuk Frisian Flag Tahap 2. Produk yang termasuk GUM antara lain susu bubuk Frisian Flag 123 dan susu bubuk Frisian Flag 456. Produk yang tergolong main stream antara lain Bendera Bubuk Instan, Bendera Bubuk Full Cream, Bendera Bubuk Madu, dan Bendera Bubuk Cokelat Frisian Flag. Produk susu kental manis antara lain adalah Susu Kental Manis coklat, full cream, gold, dan Fristi. Produk susu cair siap minum antara lain susu cair Frisian Flag dan Yes!.

2.5

Ketenagakerjaan

Jumlah staf dan karyawan PT Frisian Flag Indonesia berjumlah sekitar 2000 orang dan sebagian besar tenaga kerja adalah orang Indonesia. Setiap karyawan akan diuji oleh pihak(pihak yang terkait dengan kedudukan yang diberikan. Karyawan atau analis pada laboratorium mikrobiologi dan kimia hampir semua berlatar pendidikan S1. Sebelum diterima menjadi karyawan tetap terlebih dahulu akan menjalani masa percobaan.

Gaji karyawan diatur berdasarkan golongan, untuk gaji minimum tiap bulannya ditetapkan bagi tiap golongan oleh PT Frisian Flag Indonesia. Pihak perusahaan akan melakukan penilaian untuk kenaikan gaji. Penilaian ini didasarkan atas prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan yang bersangkutan. Selain ketentuan tersebut, kenaikan gaji juga diberikan apabila nilai kerja (job value) di pasar meningkat atau terjadi angka(angka indeks konsumen yang dikeluarkan pemerintah atas dasar kemampuan perusahaan.

Seluruh karyawan memiliki kesempatan untuk mengalami kenaikan jabatan dengan syarat antara lain seseorang harus memiliki kemampuan lebih, jujur, terampil, dan loyal terhadap perusahaan. Untuk posisi atau kedudukan penting akan diutamakan seseorang yang memiliki kepemimpinan yang baik. Jika ada kekosongan kedudukan, maka perusahaan akan mempertimbangkan terlebih dahulu karyawan lama yang memenuhi persyaratan, sebelum menerima dan menempatkan orang baru.

Jika karyawan melakukan pelanggaran, maka karyawan tersebut dapat dikenai tindakan disiplin yang wujudnya berupa peringatan lisan atau peringatan tertulis tingkat satu, dua, atau tiga. Tindakan terhadap pelanggaran dilihat juga berdasarkan bobot kesalahan yang dilakukan. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapat uang pesangon atau uang pensiun dari PT ASTEK. Tunjangan yang diberikan kepada karyawan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh.

Semua karyawan berhak mendapat cuti tahunan selama 12 hari kerja dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja 12 bulan terus(menerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan harus diambil


(21)

6 dalam setahun yang menjadi haknya untuk digunakan. Karyawan wanita berhak mendapatkan cuti hamil sebagaimana diatur dalam undang(undang.

Jumlah jam kerja setiap karyawan adalah 40 jam kerja dalam setiap minggu, dengan 5 hari kerja ( 1 hari = 8 jam kerja). Untuk karyawan adminitrasi dikantor, hari dan jam kerja mulai hari Senin sampai Jum’at dari pukul 08.00 WIB sampai 16.30 WIB, sedangkan untuk karyawan pabrik terbagi atas 3 shift yang berkerja dari hari Senin sampai Jum’at dengan ketentuan shift pagi mulai pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB, shift siang mulai pukul 15.00 WIB sampai 23.00 WIB, dan shift malam mulai dari pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.


(22)

7

III. TI JAUA PUSTAKA

3.1

Susu Bubuk

Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Selain mengandung air dan padatan susu, susu segar memiliki lebih dari 100 komponen lain yang penting bagi tubuh antara lain protein, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B (terutama riboflavin dan vitamin B12), dan vitamin lainnya.

Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 01(2970 2006). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk

Sumber: Chandan, 1997.

Susu bubuk terdiri dari susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak. Susu bubuk juga sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke, 2008). Persyaratan mutu susu bubuk di Indonesia secara komposisi, uji, dan secara keseluruhannya diatur oleh SNI 01( 2970 tahun 2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan mendapatkan susu bubuk dengan kadar air yang rendah. Pengurangan kadar air pada susu segar memberikan keuntungan dalam hal mengurangi volume penyimpanan, biaya transportasi, dan dapat memperpanjang umur simpan produk (Fernandez, 2008). Selain itu pengeringan juga bertujuan menurunkan aktivitas air (aw) sehingga dapat mengurangi risiko degradasi kimia dan menekan pertumbuhan mikroba. Kapang dan khamir terhambat petumbuhannya pada aw 0.65 sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0.75 (Early, 1998).

Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengeringan drum (drum drying), pengeringan oven vakum (vaccum oven drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan semprot (spray drying). Pengeringan semprot merupakan proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk (Walstra, 1983; Spreer, 1995; dan Fernandez, 2008). Alat pengeringan semprot yang digunakan biasanya disebut spray dryer.

Komponen (%)

Kadar air 3.0

Kadar lemak 27.5

Kadar protein 26.4

Kadar laktosa 37.2


(23)

8 Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak

No Jenis Satuan Persyaratan 1 Keadaan

Bau Rasa ( ( Normal Normal

2 Air b/b, % Maks. 5.0

3 Lemak b/b, % Min. 26.0

4 Protein b/b, % Min. 23.0 5 Cemaran Logam

Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks. 40.0 Maks. 40.0/ 250.0* Maks. 0.03

6 Arsen mg/kg Maks. 0.1

7 Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri Coliform E. coli Salmonella S.aureus Koloni/g APM APM/g Koloni/100g Koloni/g

Maks. 5x104 Maks. 10 <3 Negatif 1x102 *Untuk kemasan kaleng

Sumber : SNI 01(2970(2006

Prinsip pengeringan semprot didasarkan pada proses penyemprotan produk dalam bentuk droplet cairan ke dalam suatu ruangan yang dihembus dengan udara panas sehingga terjadi proses pengeringan. Pada umumnya suhu proses yang digunakan adalah 170°C – 220°C untuk suhu inlet dan 75°C – 100°C untuk suhu outlet (Spreer, 1995). Bahan masukan pada metode pengeringan semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi cairan. Aliran udara panas akan menaikkan suhu permukaan droplet sehingga air dalam droplet akan terevaporasi. Air yang terevaporasi akan keluar bersama aliran udara sedangkan droplet dengan kadar air rendah akan turun ke dasar chamber dengan bantuan cyclone. Setelah proses tersebut terbentuklah susu bubuk dengan kadar air sebanyak 6% dengan ukuran diameter partikel <0.1 mm. Tahapan pengeringan terjadi dalam dua langkah atau lebih yaitu laju periode konstan (constant rate priod) yang terjadi selama permukaan droplet masih dapat terbasahi dan laju periode jatuh (falling rate priod), adalah laju penguapan yang terus menurun selama pengeringan seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Wiratakusumah et al., 1992). Proses pengeringan berikutnya dilakukan dengan mengalirkan udara panas untuk menghilangkan air sehingga produk susu bubuk tersebut memiliki kadar air 2( 4%.

Beberapa kelebihan metode pengeringan semprot antara lain adalah tidak banyak merusak mutu produk dibandingkan dengan metode pengeringan drum serta biaya pengeringan relatif terjangkau dibandingkan dengan metode freeze drying dalam menghasilkan kualitas produk yang relatif setara (Fernandez, 2008). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Walstra et al., 1999).

Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan.


(24)

9 Produk hasil pengeringan semprot sangat mudah menggumpal. Gula susu yang terbentuk pada proses pengeringan semprot merupakan gula amorphous yang sangat higroskopis dan sangat cepat menyerap kelembaban. Penyerapan kelembaban menyebabkan rekristalisasi dan biasanya disertai dengan perubahan warna dan pembentukan off – flavor. Hal tersebut merupakan penyebab caking pada kebanyakan produk susu bubuk selama penyimpanan. Peningkatan kelembaban produk dapat meningkatkan risiko mikrobiologis karena memperbesar peluang tumbuhnya mikroba.

3.2

Vitamin C (Asam Askorbat)

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida.Vitamin C atau dikenal juga dengan nama asam askorbat memiliki rumus empiris C6H8O6 dengan bobot molekul (BM) 176,1. Vitamin C memiliki sifat umum, yaitu dalam bentuk murninya berupa kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada kisaran suhu 190oC(192oC, mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat (Ball, 2006). Sifat(sifat vitamin C tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya struktur enadiol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Al(Ghannam dan Al(Olyan, 2005).

Vitamin C berada di alam terutama dalam bentuk L(asam askorbat. Vitamin C memiliki dua pasang enantiomer yaitu L( dan D( asam askorbat serta L( dan D( iso asam askorbat (Gambar 2). D(asam askorbat hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Tubuh dapat menyimpan vitamin C hingga 1500 mg bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg per hari (Almatsier, 2001). Sedangkan, RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989).

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kekurangan asam askorbat dapat menyebabkan sariawan, penyakit liver, alergi, arteriosclerosis dan beberapa penyakit lain yang masih diidentifikasi (Hossu dan Magearu, 2004).

Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, peran(peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat, dan diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol. (Winarno, 2004).

Vitamin C bersifat mudah rusak jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam(logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Karena sifat vitamin C yang mudah tereduksi oleh hal(hal tersebut, maka kadar vitamin C pada makanan dan minuman menjadi salah satu parameter kualitas yang harus dijaga baik saat proses produksi maupun saat penyimpanan (Pisoschi et al, 2008). Sifat vitamin C yang paling utama adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalisis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag. Vitamin C sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam eter, benzena, kloroform, minyak dan sejenisnya (Andarwulan dan Koswara, 1992).


(25)

10

Gambar 2. Struktur asam askorbat (vitamin C)

Lebih lanjut Andarwulan dan Koswara (1992), mengemukakan bahwa asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh(pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator, dan logam. Oksidasi vitamin C biasanya terjadi pada pH 3(7 dalam bentuk larutan. Vitamin C tidak stabil dalam keadaan basa.

Sumber vitamin C di dalam bahan makanan terdapat pada buah(buahan segar dan sayuran segar (dengan kadar vitamin C yang lebih rendah). Di dalam buah, vitamin C terdapat pada konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, konsentrasi agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah dan konsentrasi yang lebih rendah lagi di dalam bijinya (Sediaoetama, 2000).

Selain pada buah(buahan dan sayuran segar vitamin C juga terkandung di dalam produk susu. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu ( ational Dairy

Council, 1993). Vitamin C pada susu bubuk biasanya terdapat dari bahan baku pembuatan susu bubuk

itu sendiri dan dapat ditambahkan dari luar atau enrichment. Penambahan vitamin C juga banyak dilakukan oleh industri susu bubuk karena sifat vitamin C yang mudah rusak karena panas saat proses pasteurisasi dan pengeringan dengan spray dryer.

Vitamin A, D, E dan K serta beberapa vitamin larut air seperti vitamin C berada dalam jumlah sedikit pada produk susu, sehingga perlu ditambahkan dari luar produk atau difortifikasi. Penambahan vitamin biasanya ditambahkan dari luar untuk membantu proses pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi. Menurut Miller et al. (2000), terdapat beberapa jenis vitamin larut lemak dan larut air pada berbagai produk susu yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Selanjutnya, vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang banyak ditemukan pada produk susu diantara vitamin larut air lainnya yang ditunjukkan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 3, dapat terlihat bahwa kandungan vitamin A (IU) pada produk susu murni dengan kadar lemak 2% lebih banyak dibandingkan susu rendah lemak dan susu murni dengan kadar lemak 3.25%. Seharusnya, susu murni dengan kadar lemak 3.25% memiliki jumlah vitamin A yang lebih banyak daripada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak karena jumlah vitamin A yang larut pada lemak lebih banyak. Adanya jumlah vitamin A yang lebih banyak pada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak disebabkan karena fortifikasi vitamin A pada kedua produk tersebut karena produsen tetap ingin memenuhi kebutuhan vitamin A walaupun jumlah lemak pada susu tersebut rendah (Miller et al., 2000).


(26)

11 Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C pada susu memiliki jumlah cukup banyak dibandingkan vitamin larut air lainnya. Tetapi, kandungan vitamin C dalam susu tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan vitamin C dalam tubuh manusia sehingga biasanya ditambahkan dari luar produk atau sebagai bahan tambahan pangan.

Tabel 3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu

Sumber: USDA (1998) diacu dalam Miller et al. (2000) Tabel 4. Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu

Sumber: ational Dairy Council (1993) diacu dalam Miller et al. (2000)

Susu Susu murni (kadar lemak 3.25%) Susu murni (kadar lemak 2%) Susu rendah lemak (kadar lemak 1%) Susu tanpa lemak Susu coklat Susu coklat dengan pengurangan lemak Susu coklat rendah lemak

utrien Satuan 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup

Asam askorbat

Mg 2.29 2.32 2.45 2.47 2.28 2.30 2.33

Tiamin Mg 0.09 0.10 0.10 0.10 0.09 0.09 0.10

Riboflavin Mg 0.40 0.40 0.42 0.43 0.41 0.41 0.41

Niasin Mg 0.21 0.21 0.22 0.22 0.31 0.32 0.32

Asam Pantotenat

Mg 0.77 0.78 0.82 0.83 0.74 0.75 0.76

Vitamin B6

Mg 0.10 0.11 0.11 0.11 0.10 0.10 0.10

Folat Mcg 12.20 12.44 12.99 13.23 11.75 12.00 12.00

Vitamin B12

Mcg 0.87 0.89 0.94 0.95 0.84 0.85 0.85

Vitamin A, IU

IU 307.44 500.20 499.80 499.80 302.50 500.00 500.00 Vitamin

A, RE

Mcg, RE

75.64 139.08 149.45 149.45 72.50 142.50 147.50 Vitamin E Mg,

ATE

0.24 0.17 0.10 0.10 0.23 0.13 0.07

Vitamin Per 100 gr susu murni Per cup (8 oz, 224 gr) susu

murni

Asam askorbat, mg 0.94 2.29

Tiamin, mg 0.038 0.093

Riboflavin, mg 0.162 0.395

Niasin 0.084 0.205

Niasin ekuivalen, mg 0.856 2.088 Asam pantotenat, gr 0.314 0.766

Vitamin B, mg 0.042 0.102

Folat, mcg 5 12


(27)

12

3.3

Validasi Metode Analisis

Validasi metode direkomendasikan untuk memastikan bahwa suatu metode dapat menghasilkan data yang akurat dan dapat dipercaya. Validasi dipergunakan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Selain itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi analisis dan kondisi pada saat validasi metode terdahulu, atau terjadi perubahan metode dari metode standar. Beberapa manfaat validasi metode analisis yaitu untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin keakuratan dan kedapat ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul (EURACHEM, 1998).

Validasi metode dilakukan dengan cara melakukan kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektifitas (specificity), linearitas dan rentang, batas deteksi atau limit of detection (LOD), batas kuantitasi atau limit of quantitation (LOQ), ketangguhan metode (ruggedness), dan uji kekuatan (robustness). Terdapat beberapa rujukan validasi metode seperti International Organization for Standardization (ISO), United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopoeia (BP), Association of Official Analytical Chemistry (AOAC), International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) dan International Conference on Harmonizaton (ICH). Penelitian ini mengacu pada petunjuk validasi metode dari AOAC meliputi kecermatan, keseksamaan, linearitas, batas deteksi dan batas kuantitasi.

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan juga dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat bergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat dan sesuai prosedur (Harmita, 2004).

Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked3placebo recovery) atau metode adisi (standard addition method). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo, maka dapat dipakai metode adisi. Dalam metode adisi, sampel dianalisis untuk diketahui komposisi awal analitnya, kemudian sampel ditambahkan sejumlah tertentu standar dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang ditambahkan).

Hasil uji recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya, sehingga akan diketahui nilai analisis error sistematisnya. Analisis dilakukan pada kondisi yang sama antara sampel dan sampel yang ditambahkan standar. Kesalahan sistematis adalah sama dengan minus kesalahan acak dan penyebab dari kesalahan ini tidaklah diketahui.

Uji keseksamaan atau presisi digunakan untuk mengevaluasi tingkat kedekatan antara hasil tes individu sampel tertentu sehingga diketahui kesalahan acak analisis (Harmita, 2004). Uji keseksamaan dapat berupa uji keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji keseksamaan tidak berhubungan dengan nilai benar atau tidaknya nilai tersebut. Ukuran keseksamaan biasanya diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi).

Uji keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dilakukan dengan menggunakan sampel yang identik dari batch yang sama, sehingga dapat memberikan ukuran


(28)

13 keseksamaan pada kondisi yang normal. Sedangkan uji ketertiruan adalah keseksamaan metode yang dikerjakan pada kondisi berbeda. Analisis dilakukan dalam laboratorium(laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel(sampel yang diduga identik serta dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda (Harmita, 2004).

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). Jika terdapat hubungan yang linear, hasil uji harus dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y= a+ bx. Linieritas yang baik adalah persamaan yang memiliki R2 lebih dari 0,99. Dalam penentuan linieritas, direkomendasikan untuk menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA,1995).

Uji batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan oleh alat (Harmita, 2004), tetapi konsentrasi tersebut belum tentu dimiliki oleh sampel yang diujikan. Pengujian LOD dilakukan dengan 7 kali ulangan, kemudian dihitung standar deviasinya. LOD, dinyatakan oleh persamaan:

= + 3

keterangan:

LOD : Limit of Detection atau batas deteksi x : Rata(rata hasil pembacaan blanko SD : Standar deviasi

Uji batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) menurut Harmita (2004) adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Harmita selanjutnya menyatakan bahwa prinsip uji LOQ pada metode yang menggunakan instrumen dilakukan dengan membuat sederet blanko contoh sebanyak 7 – 10 kali ulangan. LOQ dinyatakan oleh persamaan:

= 10

keterangan:

LOQ : Limit of Quantitation atau batas kuantitasi SD : Standar deviasi

Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara akurat dan presisi walaupun terdapat komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004). Selektifitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode terhadap sampel yang mengandung cemaran seperti hasil urai atau senyawa sejenis atau senyawa asing lainnya, kemudian dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung cemaran.

Ketangguhan metode (ruggedness) adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium dan antar analis.


(29)

14 Uji kekuatan (robustness) dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan metodologi yang kecil yang terjadi terus menerus. Uji kekuatan juga berfungsi untuk mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Identifikasi sekurang(kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah.

3.4

Potensiometri

Potensiometri merupakan suatu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan (Basset, 1994). Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol. Persamaan Nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dengan larutan. Dengan pengukuran potensial reversible suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukan.

Prinsip potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara elektroda indikator dan elektroda yang dicelupkan pada larutan. Untuk mengukur potensial pada elektroda indikator harus digunakan elektroda standar yang berfungsi sebagai pembanding yang mempunyai harga potensial tetap selama pengukuran (Gandjar, 2007). Elektroda pembanding yang diambil sebagai baku international adalah elektroda hidrogen baku. Harga potensial elektroda ini ditetapkan nol pada kesadahan baku ( H+ )= 1 M, tekanan gas H2 = 1 atm dan suhu 25o C, sedangkan gaya gerak listrik ( GGL ) pasangan elektroda itu diukur dengan bantuan potensiometer yang sesuai, dan sering digunakan peralatan elektronik ( volt meter ).

Pada dasarnya setiap titrasi (asam–basa), kompleksiometri, ataupun titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometri dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai (Ramsey dan Colichman, 1942). Dengan demikian diperoleh kurva titrasi yang menggambarkan grafik potensial volume penitran yang ditambahkan dan mempunyai kenaikan yang tajam disekitar titik kesetaraan (Gambar 3).

Gambar 3. Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulletin no.98/3)

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara satuan potensial yang dinyatakan dalam millivolt (mV) dan volume titran yang dikeluarkan alat dalam milliliter (ml). Grafik tersebut menunjukkan potensial berada pada titik paling tinggi ketika belum ada volume titran yang dikeluarkan untuk

300 U[mV]

700

500

100

0 1 2 3 4


(30)

15 mentitrasi. Seiring dengan bertambahnya volume titran yang dikeluarkan, maka mV yang ditunjukkan alat potensiometer akan turun hingga mencapai titik keseimbangan yang akan menyebabkan mV turun secara drastis hingga 0 mV dan tidak ada lagi titran yang dikeluarkan oleh alat. Hasil dari grafik tersebut yang ditunjukkan oleh titik hitam disebelah kanan kurva dapat diperkirakan merupakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri cocok untuk menentukan titik akhir titrasi jika dalam percobaan tidak ada indikator yang cocok, misalnya saja analisa untuk larutan yang keruh atau bila daerah kesetaraannya sangat pendek (Rivai, 1995). Kelebihan potensiometri sebagai metode dalam menentukan kadar vitamin C adalah metode ini dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat pada jus, tanaman dan material lainnya (Abdullin et al, 2001).

Prinsip potensiometri dengan titrasi (asam(basa) dapat dilakukan untuk menentukan kadar vitamin C pada produk susu bubuk. Penentuan kadar vitamin C susu bubuk dengan prinsip potensiometri dilakukan dengan menggunakan alat titrasi dengan merk Metrohm 702 SM. Alat ini menggunakan 2,6(dichlorophenol indophenol (DPIP) sebagai titran untuk menentukan kadar vitamin C dalam produk susu bubuk. Dibantu dengan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial dan EDTA sebagai pereaksi. Penambahan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial berfungsi untuk membuat larutan dalam keadaan asam dan sebagai penstabil karena larutan ini lebih stabil dalam keadaan asam (Andarwulan dan Koswara, 1992). EDTA berfungsi sebagai pengkelat logam terutama Fe dan Cu. Titik akhir titrasi dideteksi oleh alat potensiometer dengan menggunakan elektroda logam atau emas. Terjadinya perubahan warna menjadi warna merah muda menandai telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999). Potensiometri dapat dilakukan untuk produk susu bubuk karena larutan susu bubuk yang berwarna keruh (Rivai, 1995).

3.5

(SPC)

Salah satu teknik pengendalian mutu yang dapat digunakan suatu industri adalah pengendalian mutu secara statistik (statistical process control). Statistical process control adalah suatu cara pengendalian proses yang dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data kuantitatif selama berlangsungnya proses produksi. Selanjutnya dilakukan penentuan dan interpretasi hasil(hasil pengukuran yang telah dilakukan, sehingga diperoleh gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan mutu produk agar memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (Gasperz, 1998).

Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus (continuous improvement). Perbaikan mutu dapat dilakukan dengan baik jika indikator keberhasilannya merupakan suatu nilai yang terukur. Ketidaksesuaian karakteristik mutu seperti bobot bersih produk akan berdampak kerugian pada salah satu pihak, yaitu produsen atau konsumen.

Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang, dan mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk (Hubeis, 1997).

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi,sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakan( tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk


(31)

16 mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan, 1989).

Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz, 1998).

Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special3 causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common3causes variation) (Gaspersz, 2001).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan kendali (control chart) merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki sumbu X melambangkan nomor contoh, sumbu Y melambangkan karakteristik output, garis tengah atau Central Line (CL), dan sepasang batas pengendali, yaitu Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control

Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL).

Untuk membuat Control chart diperlukan pendugaan terhadap variasi yang diakibatkan oleh penyebab umum. Terdapat beberapa jenis Control chart menurut jenis data pengukuran yang dipakai (data variabel atau data atribut) serta tujuan penggunaannya. Data variabel menunjukkan karakteristik kualitas yang mempunyai dimensi kontinyu yang dapat mengambil nilai(nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, seperti : panjang, kecepatan, bobot, volume dan lain(lain. Dalam setiap Control chart, batas kontrol dihitung dengan menggunakan formulasi berikut :

UCL = (nilai rata(rata) + 3 (simpangan baku) LCL = (nilai rata(rata) ( 3 (simpangan baku)

Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.

Gambar 4. Bagan kendali (Muhandri dan Kadarisman, 2005)

Kegunaan bagan kendali yaitu untuk meningkatkan produktivitas, mencegah produk cacat, mencegah pengaturan proses yang tidak perlu,memberikan informasi tentang proses, dan memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Tujuan utama control chart berguna untuk mengetahui penyebab variasi spesifik hasil produksi (Dahlgaard et al., 1998). Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik(titik contohnya berada dalam batas(batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian, apabila nilai(nilai yang ditebarkan


(32)

17 pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gaspersz, 1998).

Menurut Montgomery (1996), bila proses terkendali, hampir semua titik contoh akan berada diantara kedua batas pengendali. Titik yang berada diluar batas pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali, dalam hal ini perlu diadakan penyelidikan untuk menemukan penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk menghilangkan penyebab tersebut. Menurut Gaspersz (2001), bagan kendali dapat digunakan sesuai kebutuhan seperti ditunjukkan melalui diagram alir penggunaan bagan(bagan kendali dalam Gambar 5.

Bagan kendali memiliki dua tipe, yaitu bagan kendali variabel dan bagan kendali atribut (Tapiero, 1996). Menurut Soekarto (1990), bagan kendali variabel digunakan untuk mengendalikan sifat(sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya berat satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis, dan sebagainya. Bagan kendali atribut digunakan untuk mengendalikan sifat(sifat yang dihitung seperti kemasan bocor, pecahan permen (hard candy), atau jumlah produk pangan kaleng yang underprocessed.

Menurut Gaspersz (1998), pengendalian proses statistikal adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data mutu, serta penentuan dan interpretasi pengukuran(pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam sistem suatu industri untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi atau kepuasan pelanggan.

Gambar 5. Diagram alir penggunaan bagan(bagan kendali (Gazpersz, 2001)

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi, perusahaan membuat produk atau jasa karakteristik standar sesuai konsumen syarat kebutuhan keinginan menetapkan permintaan sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakan(tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan, 1989).


(33)

18 Menurut Gaspersz (1998), teknik(teknik pengendalian proses yang dapat digunakan berupa: 1) lembar pemeriksaan (check sheet), 2) stratifikasi, 3) diagram Pareto, 4) diagram pencar (scatter diagram), 5) diagram sebab(akibat, 6) histogram, dan 7) bagan kendali (control chart).

Apabila suatu proses telah terkontrol maka dapat dilakukan analisis kapabilitas proses. Kapabilitas proses adalah ukuran statistik dari variasi inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil. Biasanya didefinisikan sebagai lebarnya proses (variasi normal) yang dibagi oleh enam sigma dan diukur dengan menggunakan indeks kapabilitas (capability indeks, Cp), dengan kata lain Cp diartikan sebagai kesanggupan proses tersebut untuk mencapai hasil tertentu (Brue, 2002).

Menurut Gaspersz (1998), kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas(batas spesifikasi. Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang tidak baik, proses itu akan menghasilkan banyak produk yang berada diluar batas(batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang ditolak. Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak, hal itu mengindikasikan bahwa proses produksi memiliki kemampuan proses yang rendah untuk menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Apabila kapabilitas proses tidak dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, perlu dibuat perubahan baik pada batas spesifikasi atau pada proses itu sendiri (Gaspersz, 1998).

Untuk menganalisis kapabilitas proses dibutuhkan Indeks kapabilitas proses (Cp) dan Indeks performansi Kane (Cpk). Indeks kapabilitas proses (Cp) adalah rasio perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses. Nilai Cp digunakan untuk mengindikasi jumlah produk cacat atau yang harus dikerjakan ulang (rework) dalam satuan part per million. Indeks performansi Kane (Cpk) adalah indeks yang mengukur kecenderungan pergerakan grafik ke arah tengah (central tendency) dilihat dari spesifikasinya. Semakin tinggi nilai Cp dan Cpk, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen (Fryman, 2002).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian adalah sebagai berikut : Cp > 1.33, maka proses memiliki kapasitas baik; 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, dan Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik (Gasperz, 1998).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian Cpk : Cpk > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas; 1.00 < Cpk < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, dan Cpk < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas atau bawah (Gasperz, 1998).


(34)

19

IV. METODOLOGI PE ELITIA

4.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC) PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta. PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pusat berlokasi di Jalan Raya Bogor Km 5, kelurahan Gedong, Cijantung, Jakarta Timur.

4.2

Alat dan Bahan

Bahan(bahan yang digunakan antara lain susu bubuk jenis FF2 dan susu bubuk merk X (sebagai sampel acuan untuk validasi), asam metafosfat, asam asetat glasial, Na2(EDTA (Tritriplex III Merck 8418), 2,6 dichlorophenol(indophenol, asam askorbat (JT Baker L(ascorbic acid dengan kemurnian 100%), laktosa dan air destilata.

Alat(alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik dengan akurasi 0.001 dan 0.0001 gr, labu ukur 1000 ml, gelas beaker 100 ml, pipet 1(10 ml, kertas saring diameter 27 cm (Whatman 595 ½ REF. No. 10211652), stirer magnetik, alat titrasi potensiometer (Metrohm 702 SM) yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan elektroda emas (Metrohm 6. 9903. 044).

Gambar 6. Alat potensiometer Metrohm 702 SM

4.3

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan standarisasi 2,6 dichlorophenol(indophenol (DPIP). Penelitian utama terdiri dari serangkaian proses validasi yang meliputi penetapan beberapa parameter antara lain kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (limit of detection), dan batas kuantitasi (limit of quantification). Setelah proses validasi selesai, maka dilakukan penelitian tambahan mengenai aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan membuat control chart.


(35)

20

4.3.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol;indophenol

Standarisasi DPIP dilakukan dengan cara menimbang 30 mg asam askorbat dengan ketelitian 0.1 mg. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran asam metafosfat/asam asetat (60 gr asam metafosfat dan 160 ml asam asetat glasial dalam 1L larutan) dan larutan EDTA hingga volume 100 ml lalu larutkan hingga larut. Selanjutnya, pipet 2 ml dari larutan tersebut lalu ditambahkan 30 ml aquades, 10 ml asam metafosfat/asam asetat dan 10 ml EDTA. Ukur konsentrasi asam askorbat tersebut dengan potensiometer dan lakukan sebanyak 3 kali (triplo). Standar deviasi dari penentuan ini tidak boleh lebih dari 0.008 gr/L. Jika standar deviasi lebih besar dari 0.008 gr/L, maka prosedur diulangi dari awal. Rumus konsentrasi 2,6 dichlorophenol(indophenol:

keterangan:

c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol(indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr

50 : faktor pengenceran (2 ml dari 100 ml)

V : volume 2,6 dichlorophenol(indophenol yang diperlukan dalam ml

Vb : 2,6 dichlorophenol(indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb= 0 ml)

4.3.2 Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel

Kadar vitamin C diukur dengan cara menimbang 1 gr sampel susu bubuk dengan ketelitian 0.001 gr pada gelas beaker. Lalu ditambahkan 30 ml aquades dan dilarutkan hingga benar(benar larut. Selanjutnya ditambahkan 10 ml campuran asam meta(fosfat/asam asetat dan 10 ml larutan EDTA pada larutan sampel. Stirer larutan dan mulai untuk titrasi dengan menggunakan metode VITCFAST pada alat potensiometer Metrohm untuk penentuan vitamin C. Diagram alir pengukuran kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7. Rumus vitamin C dalam produk (mg/Kg):

keterangan :

c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol(indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr

V : volume 2,6 dichlorophenol(indophenol yang diperlukan dalam ml

Vb : 2,6 dichlorophenol(indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb=0 ml)

liter

per

askorbat

asam

gr

1000

*

Vb)

(V

*

50

m

c

=

1000

m

c

)

V

(V

)

/

(

bl

×

×

=

Kg

mg

VitC


(36)

21

Gambar 7. Diagram alir pengukuran sampel

4.3.3 Kecermatan (akurasi)

Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar(nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya.

Uji akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan dengan membuat larutan standar dengan konsentrasi 1000 mg/Kg menggunakan asam askorbat murni. Selanjutnya, larutan standar ini diukur kadar konsentrasi vitamin C(nya dengan menggunakan alat potensiometer sebanyak enam kali ulangan. Kemudian dihitung nilai recovery larutan standar dengan menggunakan rumus berikut:

% = Konsentrasi sampel hasil percobaan

Kadar sampel teoritis x 100%

Timbang 1 gr sampel bubuk ke dalam beaker gelas 100 ml

Tambahkan 30 ml air destilata dan larutkan hingga benar(benar larut

Tambahkan 10 ml larutan EDTA Tambahkan 10 ml campuran asam meta(fosfat dan asam asetat glasial

Stirer larutan dan mulai untuk titrasi

Gunakan metode VITCFAST pada alat Potensiometer Metrohm

Bacalah kadar vitamin C yang tertera pada alat dan jumlah 2,6 dichlorophenol(indophenol (ml) yang digunakan.


(37)

22 Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% ± 2% atau 98%(102% (EURACHEM, 1998).

Uji akurasi dengan sampel acuan menggunakan sampel susu bubuk merk X, dilakukan dengan cara mengukur sampel tersebut sebanyak minimal enam kali ulangan dan dihitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

&'(') *%+ = ,-./- 012/3 4/25627/2 /2/.-8 5/./9 :/9;1. /<6/2=4/5/3 >/:-. ;13<?0//2

,-./- 012/3 4/25627/2 /2/.-8 5/./9 :/9;1. /<6/2 x 100%

@AB 'CD *%+ = 100% − &'(') *%+

Hasil akurasi dengan sampel acuan memiliki hasil yang semakin baik apabila nilai persen galat yang dihasilkan semakin mendekati nilai 0.

4.3.4 Keseksamaan (presisi)

Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Kemudian dihitung SD, RSD dan RSD Horwitz dari masing(masing parameter tersebut. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan parameter ketertiruan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz (Harmita, 2004). Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1

n

)

Χ

Σ(Χ

SD

2

=

X

100

x

SD

RSD

=

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+

keterangan:

SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif

X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata(rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan

c = rata(rata konsentrasi vitamin C

4.3.5 Linearitas

Uji linearitas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500 mg/Kg, 1000 mg/Kg, 1500 mg/Kg, 2000 mg/Kg, dan 2500 mg/Kg. Linearitas diukur dengan nilai R2 dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenol(indophenol yang dikeluarkan alat (sebagai


(38)

23 sumbu y) dan konsentrasi larutan standar (sebagai sumbu x) dengan konsentrasi dalam mg/Kg. Linearitas yang baik memiliki R2 yang lebih dari 0.99.

4.3.6 Batas deteksi (Limit of Detection)

Batas deteksi (LOD) ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran tersebut di ukur kadar vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. Konsentrasi terendah yang masih dapat dideteksi dihitung rata(rata, SD, RSD dan RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1

n

)

Χ

Σ(Χ

SD

2

=

X

100

x

SD

RSD

=

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+

Perhitungan LOD secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

= + 3

keterangan:

SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif

X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata(rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan

c = rata(rata konsentrasi vitamin C

4.3.7 Batas Kuantitasi (Limit of Quantification)

Batas kuantitasi (LOQ) ditentukan dengan menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Kemudian sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, rata(rata sampel, dan RSD Horwitz. Data LOQ dapat diterima apabila data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai teoritis. Akurasi dapat diterima apabila data tersebut memiliki recovery 95% (±5%). Kriteria presisi dapat diterima apabila memenuhi syarat presisi keterulangan, yaitu nilai RSD lebih kecil dibandingkan 0.67 kali nilai RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1

n

)

Χ

Σ(Χ

SD

2

=


(39)

24

X

100

x

SD

RSD

=

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+

Perhitungan LOQ secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

= 10

keterangan:

SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif

X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata(rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan

c = rata(rata konsentrasi vitamin C

4.3.8 Aplikasi

(SPC)

Analisis statistical process control (SPC) dapat dilakukan dengan membuat control chart. Pembuatan control chart kadar vitamin C pada produk susu bubuk FF2 dengan alat potensiometer dilakukan setelah proses validasi metode selesai. Pengambilan sampel pada produk FF 2 dilakukan selama satu siklus produksi. Pengambilan sampel dilakukan satu kali penarikan/ batch. Dari sampel tersebut dianalisis vitamin C dengan potensiometer produk susu bubuk tersebut secara duplo. Setelah data diperoleh, maka data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan X bar(R control chart dan dianalisis kapabilitas prosesnya.

4.3.8.1 Pembuatan control chart X;bar R

Parameter control chart untuk X(bar terdiri dari central line yaitu nilai tengah (rataan), batas atas USL dan batas bawah LSL. Nilai batas atas dan batas bawah ini biasanya berpatokan pada nilai simpangan baku atau standar deviasi yaitu ± 3 x σ. Langkah(langkah untuk membangun Control chart X(Bar adalah :

a. Tentukan ukuran contoh. b. Kumpulkan sejumlah set contoh.

c. Hitung nilai rata(rata (X(Bar) dari setiap set contoh.

d. Hitung nilai rata(rata dari semua X(Bar, yaitu X(Double Bar yang merupakan garis tengah (central line) dari Control chart X(Bar.

e. Hitung batas(batas kontrol 3(sigma dari Control chart X(Bar. Cara perhitungan:

Garis pusat CL (Control line) = X(bar=V WX 9 9 -YM

Batas kendali atas USL (Upper Spec Limit) = X(bar + A. R(bar Batas kendali bawah LSL (Lower Spec Limit) = X(bar – A. R(bar

f. Buatkan Control chart X(Bar dengan menggunakan batas(batas control 3(sigma di atas.


(40)

25 g. Apabila proses berada dalam pengendalian statistical (proses stabil), hitung

indeks kapabilitas proses (Cp), dan indeks performansi Kane (CpK).

h. Gunakan Control chart terkendali dari X(Bar untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu.

Sedangkan langkah(langkah pembuatan bagan kendali R adalah :

a. Kumpulkan data. Data dan cara pengambilannya harus sama dengan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.

b. Masukkan data ke dalam subgrup. Subgrup dapat sesuai dengan pengukuran atau urutan lot dan masing(masing harus terdiri dari dua sampai lima sampel.Data tersebut harus dibagi ke dalam subgrup dengan kondisi:

1. Data diperoleh dengan kondisi teknik yang sama harus membentuk satu subgrup.

2. Sebuah subgrup tidak boleh memasukkan data dari lot atau sifat yang berbeda.

c. Cari kisaran R (selisih terbesar dan terkecil).

d. Hitung harga rata(rata R yaitu jumlah R seluruh subgroup dibagi dengan k. e. Hitung batas(batas pengendalian.

Bagan kendali R :

Garis pusat CL (Control Limit) = R

Batas kendali atas UCL (Upper Control Limit) = D4 R Batas kendali bawah LCL (Lower Control Limit) = D3 R

Angka(angka koefisien A2, D3 dan D4 yang digunakan dapat dilihat pada tabel. f. Susun bagan kendali.

g. Gambar titik(titik R untuk setiap subgrup pada garis vertikal yang sama. h. Tulis informasi yang diperlukan.

4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses dihitung dengan menggunakan rumus untuk menghitung Cp dan CpK yang dihasilkan. Perhitungan Cp dan CpK dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

∁[ =

\

6^

^ =

_

`

a

*2+

_ =

V

| *) = 1+ − *)+

,YM 8YM

c − 1

d[e = min*df , df\+

df =

h_ −


(41)

26

df\ =

\

− h_

3^

keterangan:

Cp : Kapabilitas proses (Capability Index)

CpK : Indeks performansi Kane (Kane Performance Index) USL : Batas spesifikasi atas ( Upper Spesification Limit) LSL : Batas spesifikasi bawah (Low Spesification Limit) CPL : Indeks performansi bawah (Lower Performance Index) CPU : Indeks performansi atas (Upper Performance Index) 6 σ : Enam simpangan baku populasi

R : Range

d2 : Koefisien untuk menduga simpangan baku yang besarnya tergantung dari subgrup

N : Jumlah data

Menurut Gasperz (1998), kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut :

1. Cp > 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik,

2. 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00,

3. Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK :

1. CpK > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas,

2. 1.00 < CpK < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas,

3. CpK < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas.


(42)

27

V.

HASIL DA PEMBAHASA

Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula dan validasi yang dilakukan merujuk pada AOAC dan SNI ISO/IEC 17025:2005. Sebelum proses validasi dilakukan, harus dilakukan penelitian pendahuluan yaitu standarisasi 2,6 dichlorophenol(indophenol (DPIP) agar konsentrasi DPIP yang digunakan sebagai pereaksi stabil dan menghasilkan pengukuran yang akurat. Setelah dilakukan standarisasi dapat dilakukan validasi metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk dengan menggunakan potensiometer dan penelitian tambahan aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan pembuatan bagan kendali.

5.1

Standarisasi 2,6 dichlorophenol;indophenol (DPIP)

Standarisasi 2,6 dichlorophenol(indophenol (DPIP) dilakukan setiap hari sebelum pengujian validasi dilakukan. DPIP memiliki bobot molekul (BM) 290.8 gr/mol, berbentuk bubuk padat berwarna hijau gelap, dan berubah menjadi warna biru ketika dilarutkan dan diencerkan. DPIP mudah larut di dalam air dan metanol. Sifat DPIP tidak stabil apabila terpapar cahaya dan mudah teroksidasi oleh cahaya. DPIP digunakan sebagai titran dalam penentuan asam askorbat atau vitamin C. Metode ini berdasarkan reduksi DPIP dengan asam askorbat dalam larutan asam (Hossu dan Magearu, 2011).

Standarisasi ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi yang tidak stabil karena sifat DPIP yang mudah berubah konsentrasinya saat penyimpanan akibat terpapar cahaya dan teroksidasi udara. Standarisasi DPIP dilakukan secara triplo dengan standar deviasi (SD) setiap ulangan tidak melebihi 0.008 gr/L. Apabila hasil standarisasi yang dihasilkan lebih besar dari 0.008 gr/L, maka standarisasi diulang dari langkah awal. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol(indophenol (DPIP) yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol(indophenol (DPIP)

Uji Validasi Konsentrasi 2,6 dichlorophenol;indophenol (DPIP) (gr/L) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata(rata SD Akurasi 0.1792 0.1806 0.1810 0.1803 0.001 Presisi 0.2524 0.2532 0.2548 0.2535 0.001 0.2320 0.2328 0.2340 0.2329 0.001 Linearitas 0.1595 0.1631 0.1645 0.1624 0.003 LOD 0.2373 0.2375 0.2368 0.2372 0.000 LOQ 0.1989 0.1983 0.1981 0.1984 0.000

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi DPIP dapat berubah pada setiap analisis. Perubahan konsentrasi dilihat dari nilai rata(rata konsentrasi DPIP pada setiap uji validasi yang dilakukan. Nilai standar deviasi (SD) juga menjadi parameter untuk menentukan standarisasi DPIP yang akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C, berdasarkan nilai SD yang dihasilkan dari tiga ulangan (triplo) tersebut tidak lebih dari 0.008 gr/L.

Perubahan konsentrasi yang dilihat dari nilai rata(rata pada setiap standarisasi cenderung naik dan turun atau tidak stabil. Hal ini mungkin disebabkan karena saat akan melakukan standarisasi larutan DPIP dalam botol berwarna coklat (amber) tidak homongen karena tidak dikocok terlebih dahulu. Perubahan konsentrasi DPIP juga dapat disebabkan perubahan selama penyimpanan yang


(43)

28 disebabkan karena sifat kimiawi DPIP yang mudah rusak akibat teroksidasi dan terpapar cahaya. Untuk mencegah rusaknya DPIP akibat penyimpanan maka DPIP ditempatkan pada botol berukuran 1L berwarna amber (coklat) yang berfungsi untuk mencegah rusaknya DPIP karena cahaya dari lampu laboratorium. Potensi tidak stabilnya DPIP juga dapat berasal dari selang titrasi yang berwarna bening, sehingga menyebabkan konsentrasi menjadi tidak stabil dan rusak apabila terpapar cahaya. Tindakan lain yang dilakukan sebelum melakukan standarisasi DPIP adalah membuang semua DPIP yang tersimpan pada selang titrasi sebelum melakukan standarisasi dan analisis agar DPIP yang diduga rusak dan tidak stabil akibat terpapar cahaya tidak mempengaruhi hasil standarisasi dan analisis kadar vitamin C.

Oleh karena itu, sebaiknya standarisasi DPIP dilakukan setiap hari atau setiap pereaksi tersebut akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C. Konsentrasi DPIP sangat mempengaruhi perhitungan penentuan kadar vitamin C, sehingga apabila konsentrasi tidak tepat maka hasil kadar vitamin C yang dihasilkan tidak akurat. Berdasarkan data standarisasi tersebut dapat dilihat bahwa standar deviasi (SD) yang dihasilkan tiap ulangan tidak lebih dari 0.008 gr/L, sehingga konsentrasi DPIP yang digunakan untuk uji validasi dapat dikatakan akurat.

5.2

Uji Kecermatan ( Akurasi)

Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar(nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% (±2%), sedangkan akurasi yang dibandingkan dengan sampel acuan dapat diterima dengan menghitung persen galat, semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi metode tersebut (Harmita, 2004).

Tabel 6. Hasil uji akurasi persen perolehan kembali (recovery) pada konsentrasi vitamin C 1000 mg/Kg

Hasil recovery dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji akurasi dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan pada konsentrasi 1000 mg/Kg dan diulang sebanyak sembilan kali ulangan. Dari hasil tersebut dapat

Ulangan Jumlah vitamin C yang

ditambahkan (mg/Kg)

Jumlah vitamin C yang

terbaca oleh alat (mg/Kg) Recovery (%)

1 1000 1013.5695 101.36

2 1000 1021.4993 102.15

3 1000 1001.6749 100.17

4 1000 1040.6028 104.06

5 1000 1032.6731 103.27

6 1000 998.0704 99.81

7 1000 1003.4771 100.35

8 1000 1014.2904 101.43

9 1000 1037.3588 103.74

Rata(rata 1018.1351 101.81

SD 15.89


(1)

Lampiran 5. Data Uji Batas Deteksi (LOD)

Uji Batas Deteksi (LOD) pada Konsentrasi 130 mg/Kg

Berat sampel (gr) Jumlah DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz


(2)

Lampiran 6. Data Uji Batas Kuantitasi (LOQ) Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 237.5 mg/Kg

Data Berat

Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD H Ailai Aktual (mg/Kg) Ailai Teoritis (mg/Kg)

Penerimaan (%) Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 317 mg/Kg

Data Berat

Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD H Ailai Aktual (mg/Kg) Ailai Teoritis (mg/Kg)


(3)

Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 476 mg/Kg

Data Berat

Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD H Ailai Aktual (mg/Kg) Ailai Teoritis (mg/Kg)


(4)

Lampiran 7. Data Pengukuran Kadar Vitamin C Produk FF2 (Satu Siklus Produksi)

Totebin Ulangan Berat

Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)


(5)

Totebin Ulangan Berat Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)


(6)

Totebin Ulangan Berat Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)