IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur
selama empat bulan dari 1 Februari 2011 hingga 31 Mei 2011.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku utama yang digunakan adalah susu bubuk yang diproduksi PT Frisian Flag Indonesia. Bahan untuk analisis kadar lemak bebas adalah petroleum benzene, dan etanol. Bahan
untuk analisis bilangan peroksida adalah larutan 1-chlorobutane-methanol, larutan iron II chloride, larutan ammonium thiocyanate, HCl 10 molL, dan aquades. Bahan untuk analisis
indeks non solubilitas adalah aquades. Alat yang digunakan adalah inkubator suhu 30
o
C, 40
o
C dan 55
o
C, neraca analitik, sudip. Alat yang digunakan untuk analisis kadar lemak bebas adalah cawan aluminium, oven 105
o
C, gegep, corong, dan kertas saring. Alat yang digunakan untuk analisis bilangan peroksida adalah
labu takar, pipet mikro, pipet mohr, erlenmeyer, erlenmeyer asah bertutup, air cooler, heater 55
o
C, spektofotometer, kuvet, bulb, gelas ukur, dan kertas saring. Alat untuk analisis indeks non solubilitas adalah homogenizer, gelas piala, sentrifuse, tabung sentrifuse berskala, pipet tetes dan
gelas ukur.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap I adalah analisis fisikokimia untuk menentukan parameter mutu kritis susu bubuk, tahap II adalah analisis sesuai parameter
yang sudah ditetapkan pada tahap I, dan tahap III adalah penentuan laju reaksi penurunan mutu susu bubuk.
1. Analisis fisikokimia awal
Analisis awal dilakukan untuk memastikan bahwa mutu susu bubuk secara fisik dan kimia sesuai dengan spesifikasi produk. Dalam penelitian ini, analisis awal dilakukan
untuk mengetahui parameter yang paling cepat berubah yang kemudian akan ditetapkan sebagai parameter mutu kritis awal. Parameter kerusakan ditunjukkan oleh hasil analisis
terhadap susu bubuk yang melebihi standar atau merupakan parameter yang menjadi tolak ukur penerimaan konsumen. Analisis yang dilakukan, yaitu:
a. Analisis Kimia
1 Kadar air AOAC, 1995
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit, kemudian ditimbang.
14 Sebanyak 2-3 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya. Cawan berisi sampel tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 3 jam. Selanjutnya cawan berisi contoh yang telah
kering dipindahkan ke desikator, didinginkan selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot, yaitu selisih
bobot awal dan bobot akhir. Kadar air g100 g bahan basah =
Kadar air g100 g bahan kering = dimana :
W = bobot contoh sebelum dikeringkan g
W1 = bobot contoh + cawan kering g W2 = bobot cawan kosong g
2 Kadar lemak AOAC, 2006
Metode yang digunakan pada penetapan kadar lemak adalah metode Mojonnier dengan prinsip gravimetri dan alat Mojonnier Tester. Sampel susu
ditimbang sebanyak satu gram dan dimasukkan ke tabung Mojonnier kemudian dilarutkan dengan 9 sembilan ml akuades panas lalu ditambahkan 2 ml amonia
20 dan 10 ml etanol yang dicampur dengan indikator Brom Cresol Purple BCP kemudian diekstrak dengan 20 ml dietil eter dan 25 ml petroleum
benzene, lalu disentrifugasi selama dua menit dengan kecepatan 1000 rpm. Setiap penambahan pereaksi, tabung Mojonnier disumbat lalu dikocok dengan
shaker. Proses sentrifugasi akan menghasilkan dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan bawah akan diekstrak dua kali lagi untuk memperbesar
ketelitian. Tahapan ekstraksi kedua dan ketiga sama seperti ekstraksi pertama hanya berbeda pada penambahan pereaksi, dimana pada ekstrasi kedua, lapisan
bawah hasil ekstraksi pertama ditambahkan 5 ml etanol 96 dan 20 ml dietil eter serta 20 ml petroleum benzene sedangkan pada ekstraksi ketiga ditambahkan 10
ml dietil eter dan 10 ml petroleum benzene. Supernatan dari setiap hasil ekstraksi dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui bobot kosongnya dan
dipanaskan di atas hotplate hingga diperoleh bobot konstan. Berat residu dinyatakan sebagai berat lemak dalam contoh.
Lemak =
100 sampel
bobot kosong
cawan bobot
- lemak
cawan bobot
x
3 Kadar protein AOAC, 1990
Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl. Metode ini menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung
berdasarkan kadar nitrogennya. Persen protein dihitung dengan mengalikan hasil
15 analisis dengan faktor konversi 6.38. Nilai faktor konversi 6.38 berdasarkan
pada protein murni yang mengandung 15.67 nitrogen pada produk susu Winarno, 2008. Prinsip metode ini adalah destruksi, destilasi dan titrasi.
Dekomposisi senyawa nitrogen organik melalui tahap destruksi dengan asam sulfat pekat dan katalis membentuk ammonium sulfat, kemudian didestilasi
dengan natrium hidroksida membentuk gas ammonia yang bereaksi dengan asam borat. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
melalui tahap titrasi menggunakan larutan asam klorida dengan indikator Conway Brom Cresol Green : Metil Merah 1:1. Titik akhir titrasi ditandai
dengan terbentuknya warna merah muda. Sebanyak 0.6 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung pedal dan
diletakkan pada digestion block, kemudian ditambahkan 2 butir tablet kjeldahl mengandung K
2
SO
4
dan CuSO
4
dan 20 ml asam sulfat pekat, larutan dikocok hingga larut dan didiamkan selama 5 menit. Scrubber cup dipasangkan pada
digestion block dan digestion block diletakkan pada FOSS Digestor, kemudian sampel didestruksi selama 3 jam 1 jam pada suhu 200
o
C dan 2 jam pada suhu 400
o
C. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades. Tahap selanjutnya yaitu destilasi dilakukan dengan penambahan natrion hidroksida 40. Gas ammonia
yang dihasilkan ditampung dengan menggunakan larutan asam borat 3. Sampel dititrasi menggunakan HCl 0.1 N dan hasil titrasi ditampilkan di layar. Penetapan
blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa menggunakan sampel. Adapun perhitungan kadar protein:
protein=
100 sampel
mg FK
x BM
x HCl
N x
blanko -
sampel HCl
Vol x
FK = Faktor konversi untuk produk susu bubuk = 6.38
4 Kadar lemak bebas ISO, 2008
Analisis kadar lemak bebas dilakukan dengan metode gravimetri. Sebanyak 2-3 gram sampel susu bubuk ditimbang dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 100 ml petroleum benzene sambil dikocok agar terekstrak. Kemudian larutan disaring dan ke dalam erlenmeyer ditambahkan lagi 20 ml
petroleum benzene untuk membilas kemudian disaring ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan berisi sampel
dipanaskan hingga seluruh petroleum benzene habis menguap. Cawan yang telah didinginkan pada desikator selama 15 menit kemudian ditimbang bobotnya.
Kadar lemak bebas dihitung berdasarkan selisih bobot awal dan akhir cawan. Kadar lemak bebas =
dimana: W
= bobot contoh g W1 = bobot cawan kosong g
W2 = bobot lemak bebas + cawan g
16
5 Keasaman IDF, 1988
Analisis keasaman dilakukan dengan pengukuran pH. Sampel susu bubuk sebanyak 10 gram dilarutkan dengan 100 ml aquades sehingga konsentrasinya
10 kemudian diukur keasamannya menggunakan pH-meter.
6 Bilangan peroksida IDF, 1991
Analisis dilakukan menggunakan metode spektrofotometri. Pengukuran bilangan peroksida diawali dengan pembuatan kurva standar FeCl
3
. Larutan induk diencerkan hingga konsentrasi 10, 20, 30, 40,
50 μgml. Masing – masing ditambahkan larutan ammonium thiocyanate dengan perbandingan 1:1.
Campuran larutan dipanaskan pada suhu 55
o
C selama 5 menit dan didinginkan pada desikator selama 8 menit untuk kemudian diukur dengan spektrofotometri
pada panjang gelombang 510nm. Hasil pengukuran dibuat persamaan garisnya. Untuk pengukuran sampel, sebanyak 1.25 gram sampel ditimbang ke
dalam erlenmeyer asah kemudian ditambahkan 25 ml larutan 1-chlorobutane- methanol dan diaduk selama satu menit. Sampel dipanaskan pada suhu 55
o
C selama lima menit kemudian didinginkan pada desikator selama 10 menit dan
disaring dengan kertas saring ke dalam erlenmeyer sehingga diperoleh ekstrak sampel. Sebanyak 3 ml ekstrak sampel dipipet ke dalam erlenmeyer yang lain
dan 3 ml larutan 1-chlorobutane-methanol ke dalam erlenmeyer lainnya sebagai blanko. Tujuh ml larutan 1-chlorobutane-methanol ditambahkan ke dalam
sampel dan blanko. Sebanyak 0.1 ml campuran larutan iron II chloride ammonium thiocyanate dipipet ke dalam sampel dan blanko. Sampel dan blanko
dipanaskan pada suhu 50
o
C selama dua menit dan didinginkan pada desikator selama 8 menit kemudian diukur nilai peroksidanya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. Hasil pengukuran diplotkan ke kurva standar FeCl
3
untuk menghitung bilangan peroksidanya.
b. Analisis Fisika
1 Sieve test IDF, 1988
Analisis sieve test dilakukan menggunakan penyaring dengan ukuran mesh tertentu untuk mengetahui besaran partikel dari produk susu bubuk.
Pengujian dilakukan dengan menyaring susu bubuk dengan rentang ukuran saringan yang telah ditentukan. Ukuran partikel ini akan mempengaruhi densitas
kamba dari susu bubuk. Tiap penyaring pada alat shaker ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 50 gram sampel susu bubuk ditempatkan di penyaring
paling atas yang sudah dipasang pada alat shaker. Kunci susunan penyaring pada alat shaker dan nyalakan alat agar bergoncang selama 5 menit. Setiap
penyaring ditimbang lagi bobotnya yang berisi sampel dan usahakan tidak ada partikel bubuk yang menempel di bagian bawah saringan. Persentase susu bubuk
yang tertinggal di saringan paling atas dihitung sebagai persen sieve test.
17
2 Densitas kamba IDF, 1988
Analisis densitas kamba dilakukan untuk mengetahui ruang dalam kemasan yang dibutuhkan oleh produk dengan berat tertentu. Tabung silinder
kosong dipasangkan pada alat tapping dan ditimbang bobot kosongnya kemudian diisikan sampel susu bubuk sebanyak 100 gram ke dalam tabung. Tapping
dilakukan sesuai dengan jenis susu bubuk yang akan diukur yaitu antara 100 –
1250 ketukan. Setelah tapping, tabung silinder ditimbang kembali bobot akhirnya dan nilai densitas kamba akan tertera pada layar.
3 Indeks non solubilitas ISO, 2005
Analisis kelarutan dilakukan dengan metode sentrifugasi untuk melihat fraksi yang tidak larut. Sebanyak 13 gram susu bubuk dilarutkan dalam 100 ml
akuades pada suhu 25
o
C kemudian dihomogenasi selama 10-20 detik dan ditambahkan 2 tetes defoaming agent. Sebanyak 50 ml susu yang telah
direkonstitusi dituang ke dalam tabung sentrifugasi berskala. Tabung berisi sampel disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 150 rpm. Bagian
supernatan pada tabung sentrifuse dibuang dengan menggunakan pipet tetes setelah itu endapan pada bagian dasar tabung diukur dalam skala ml yang tertera
pada tabung kemudian dibandingkan dengan standar dan disebut indeks non- solubilitas.
4 Kemampuan dispersi IDF, 1988
Analisis ini untuk mengukur kemudahan susu bubuk bersatu dalam larutan pada kondisi campuran normal. Sebanyak 34 gram susu bubuk dilarutkan
dalam 250 ml akuades pada suhu 25
o
C dan diaduk secara manual selama 20 detik. Susu bubuk yang telah direkonstitusi kemudian disaring menggunakan
kertas saring yang telah ditimbang bobotnya dan penyaring vakum. Kertas saring hasil saringan kemudian ditimbang bobotnya. Jumlah susu bubuk yang
terdispersi yaitu susu bubuk yang melewati saringan dalam bentuk terlarutnya ditetapkan dengan menentukan total solid dalam filtrat dan disebut persen
dispersibilitas.
5 Scorched particle IDF, 1988
Merupakan uji untuk mengetahui adanya partikel hangus yang terdapat pada susu. Sebanyak 32.5 gram susu bubuk dilarutkan dalam 250 ml akuades
suhu 25
o
C dan dihomogenisasi selama 1 menit serta ditambahkan 2 tetes defoaming agent. Larutan susu kemudian disaring dengan kertas saring dan
penyaring vakum. Hasil saringan akan dibandingkan dengan standar dan diklasifikasikan dengan huruf mutu A, B, C, dan D sesuai intensitas dan warna
partikel yang tertinggal di kertas saring.
18 Gambar 2. Standar Scorched particle untuk susu bubuk
6 Kadar oksigen dalam kemasan
Analisis kadar oksigen dalam kemasan dilakukan dengan menusukkan jarum syringe pada bagian atas kemasan primer kemudian alat akan secara
otomatis membaca kadar oksigen yang terkandung didalamnya. Adapun alat ukur kadar oksigen dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alat Ukur Oksigen Spesifikasi alat lihat Lampiran 1
2. Analisis fisikokimia secara berkala sesuai parameter yang telah
ditetapkan untuk penghitungan kinetika penurunan mutu
Setelah analisis fisikokimia awal dilakukan dan diperoleh parameter yang paling mempercepat kerusakan, analisis dilanjutkan dengan fokus pengujian terhadap parameter
yang telah ditetapkan tersebut. Sampel susu bubuk disimpan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 30
o
C, 40
o
C, dan 55
o
C kemudian dianalisis setiap minggunya selama enam minggu.
19 3.
Penetapan laju penurunan mutu
Laju perubahan mutu setiap parameter pada produk susu bubuk dapat berbeda- beda. Jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara konstan atau linier maka
mengikuti ordo reaksi nol, sedangkan jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara eksponensial atau logaritmik maka mengikuti ordo reaksi satu.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU BUBUK
Menurut Chandan 1997, susu segar secara alamiah mengandung 87.4 air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak 12.6. Padatan susu terdiri dari lemak susu 3.6 dan padatan
susu tanpa lemak 9 yang mengandung mineral 0.7, laktosa 4.9 dan protein 3.4. Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil
dengan kandungan solid tinggi. Selain dikonsumsi dengan cara direkonstusi menjadi susu cair, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pengolahan pangan
contohnya untuk pembuatan produk bakery. Susu bubuk digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dan sifat fungsionalnya seperti penerimaan sensori dan tekstur. Susu bubuk sering diaplikasikan
sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan
diproses menjadi suatu produk pangan Augustin dan Clarke 2008. Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi ww pada beberapa susu bubuk Chandan 1997 Komponen
Kadar air 3.0
Kadar lemak 27.5
Kadar protein 26.4
Kadar laktosa 37.2
Kadar mineral 5.9
Kandungan air yang tinggi pada susu segar menyebabkan perlu dilakukan pemekatan terlebih dahulu untuk menghasilkan susu dengan kadar air yang lebih rendah. Proses pemekatan
awal ini melibatkan evaporasi sehingga terjadi perubahan kadar air menjadi 50 diikuti dengan pengeringan semprot sehingga dihasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah, sekitar 3
Widodo 2003. Standar Nasional Indonesia SNI untuk produk susu bubuk ditunjukkan pada Tabel 2. Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan.
Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan cara pengeringan drum drum drying atau dengan pengeringan semprot spray drying. Pengeringan semprot merupakan proses
proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk dimana terjadi atomisasi susu evaporasi dengan menggunakan udara panas 180-220
o
C. Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik Walstra et
al. 1999. Pada pengeringan drum, susu evaporasi dikontakkan langsung dengan permukaan drum yang panas hingga menjadi kering. Proses ini akan menghasilkan mutu yang kurang baik
karena akan memicu karamelisasi laktosa, reaksi Maillard, dan denaturasi protein pada susu bubuk yang dihasilkan Walstra et al. 1999. Reaksi-reaksi yang terjadi akan meningkatkan
partikel hangus dan menurunkan kelarutan dari susu bubuk sehingga proses pengeringan drum ini jarang digunakan di industri susu bubuk Watson Dairy Consulting 2011.
Menurut BPOM 2006, komposisi lemak total pada susu bubuk maksimal 40 dan minimal 26 dengan kadar air maksimal 5. Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi
lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga
8 flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain
seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Fennema 1985 memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan
pangan dengan umur simpannya. Pengurangan kadar air dengan pengeringan membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara mengurangi kerusakan mikrobiologis
maupun kerusakan kimiawi. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah dua tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu
bubuk berlemak full cream milk powder, susu bubuk rendah lemak partly skim milk powder, dan susu bubuk tanpa lemak skim milk powder.
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak No
Jenis Satuan
Persyaratan 1
Keadaan Bau
Rasa -
- Normal
Normal 2
Air bb,
Maks. 4.0 3
Abu bb,
Maks. 6.0 4
Lemak Min. 26.0
5 Protein
Min. 25.0 6
Pati Tidak terdapat
7 Cemaran Logam
Tembaga Cu Timbal Pb
Seng Zn Timah Sn
Raksa Hg mgkg
mgkg mgkg
mgkg mgkg
Maks. 20.0 Maks. 0.3
Maks. 40.0 Maks. 40.0250.0
Maks. 0.03 8
Arsen mgkg
Maks. 0.1 9
Cemaran mikroba Angka lempeng total
Bakteri Coliform E. coli
Salmonella S. aureus
kolonig APM
kolonig koloni100g
kolonig Maks. 5x10
5
Maks. 20 Negatif
Negatif 1x10
2
untuk kemasan kaleng Sumber : SNI 01-2970-1999
B. PENURUNAN MUTU PRODUK PANGAN