Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional saat ini menjadi topik menarik dari beberapa penelitian. Salah satu hal yang menarik untuk diteliti dalam penelitian ini bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang amat penting dalam mencapai keberhasilan artinya keberhasilan karir dan kinerja yang dicapai seseorang banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada bidang pekerjaan saja tetapi juga dalam perkembangan belajar seseorang. Kenyataan yang terjadi dalam pekerjaan bahwa seseorang yang memiliki Intelligence Quotient IQ tinggi tetapi tidak dapat mencapai prestasi secara memuaskan, sebaliknya seseorang dengan IQ yang sedang tetapi mampu meraih keberhasilan dengan memuaskan. Sebagai contoh Sosrodjojo yang SD saja tidak lulus tetapi berhasil dalam membangun kerajaan bisnis Teh Botol Sosro Martin dalam Bisnis Indonesia, 2007. Fenomena ini membuktikan bahwa kecerdasan emosional dipakai sebagai salah satu tolok ukur faktor sukses bahkan dianggap lebih penting dari kecerdasan intelektual. Kenyataan ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma keberhasilan karir dari Intelligence Quotient menuju Emotional Intelligence. Dalam dunia kerja, kecerdasan emosional dipahami sebagai kemampuan mengetahui apa yang diri sendiri dan orang lain rasakan, termasuk cara yang tepat dalam menangani masalah. Orang lain disini bisa atasan, rekan kerja, bawahan maupun pelanggan. Untuk memajukan kecerdasan emosional karyawan dengan pelatihan formal saja tidak cukup tetapi juga dengan menyelaraskan seluruh iklim perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 2 perusahaan pada nilai positif emosi tersebut sehingga karyawan dapat meningkatkan kinerjanya. Kurangnya pengelolaan kecerdasan emosional sering menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman maupun konflik antar pribadi dalam perusahaan. Realita dalam dunia kerja menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual hanya membawa seorang karyawan melewati gerbang perusahaan namun kecerdasan emosionallah yang membawa seorang karyawan ke jenjang posisi lebih tinggi. Pada posisi tertentu dalam perusahaan yang terkait dengan banyak orang, karyawan yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi lebih mampu berempati, komunikatif, selera humor yang tinggi dan peka pada kebutuhan orang banyak. Mereka mampu menyeimbangkan rasio dan emosi sehingga tidak mudah emosi, tidak kaku dan menang sendiri serta mampu menanggung stres di tempat kerja karena biasa dan leluasa mengungkapkan perasaan daripada memendamnya. Dalam hal keberhasilan kerja, 75 kesuksesan karyawan lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya dan hanya 4 yang ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya. Hendrick dan Ludeman Asnawi, 2005, keduanya konsultan manajemen senior yang mengadakan penelitian pada 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani selama 25 tahun dan hasilnya para manajer yang sukses ternyata lebih mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan emosi atau perasaan dan hubungan personal seperti kemauan, keuletan mencapai tujuan, kemauan mengambil inisiatif baru, kemampuan bekerja sama dan kemampuan memimpin tim daripada kemampuan teknis dan analisis semata. Penelitian Daniel Goleman tahun 1995 dan tahun 1998 menyatakan bahwa 20 kesuksesan seseorang ditentukan olah kecerdasan intelektual perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 3 sedangkan 80 kesuksesan ditentukan oleh kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Goleman mempertegas kompetensi kecerdasan emosional dalam lima dimensi yang saling mempengaruhi, yaitu: kesadaran diri self awareness, pengaturan diri self management, motivasi diri self motivation, kesadaran sosialempati social awareness, dan ketrampilan sosial social skill. Kelima dimensi inilah yang menjadi faktor penting dalam kesuksesan karyawan di dunia kerja Goleman, 2001: 44. Penelitian lain yang memperkuat bahwa kecerdasan emosional seorang karyawan akan dapat menghantarkan mereka kepada kinerja yang tinggi adalah penelitian Cavallo 2001 yang meneliti dimensi-dimensi kecerdasan emosional sebagai prediktor dalam menentukan pemimpin dengan potensi kerja tinggi di perusahaan Johnson Johnson dengan partisipan 358 orang manajer pada seluruh bagian perusahaan yang hasilnya manajer yang memiliki potensi kerja tinggi lebih unggul dalam kecerdasan emosionalnya daripada manajer yang berpotensi kerja biasa saja. Penelitian Hardian dan Suyono 2003 yang meneliti pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi kerja pimpinan unit pada tiga kantor cabang bank pemerintah di Jawa Timur, yang hasilnya kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, ketrampilan sosial secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dan diantara dimensi-dimensi kecerdasan emosional tersebut, ketrampilan sosial memberikan pengaruh paling dominan diantara dimensi yang lainnnya. Hasil penelitian tersebut disempurnakan oleh hasil penelitian Harsono dan Untoro 2004 yang menguji kerangka kerja dimensi-dimensi kecerdasan emosional Daniel Goleman 1995 dan perbandingannya berdasarkan karakteristik demografis responden pada mahasiswa Program Magister Manajemen Universitas Surakarta yaitu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 4 pengembangan alat ukur kecerdasan emosional berdasarkan kerangka kerja konseptual Goleman 1995 mempunyai validitas konstruk dan reliabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Dari 25 indikator yang dikemukakan Goleman 1995 22 diantaranya bisa dipakai sebagai indikator pengukuran dimensi-dimensi kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Beberapa pendapat mengenai konsep kecerdasan emosional menekankan bahwa Emotional Intellegence kecerdasan emosional dapat diperbaiki melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman sedangkan kepribadian bersifat statis dan sifatnya berlaku seumur hidup. Faktor sumber daya manusia sangat dominan pengaruhnya untuk mencapai prestasi kerja pimpinan. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari hasil kerjanya, dalam kerangka profesionalisme kinerja yang baik adalah bagaimana seorang pimpinan mampu memperlihatkan perilaku kerja yang mengarah pada tercapainya maksud dan tujuan perusahaan, misalnya bagaimana caranya mengelola sumber daya manusia agar mengarah pada hasil kerja yang baik, karena manusia bisa menjadi pusat persoalan bagi perusahaan ketika potensi mereka tidak dikembangkan secara optimal. Sebaliknya manusia bisa menjadi pusat keberhasilan perusahaan manakala potensi mereka dikembangkan secara optimal. Mengingat pemimpin dalam perusahaan sangat penting, maka setiap perusahaan banyak berlomba-lomba memperdayakan potensi kepemimpinan guna mencapai prestasi kerja yang tinggi. Tingkat keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari prestasi kerjanya dalam mengelola sumber daya yang miliki. Perusahaan dengan kinerja yang baik, mempunyai efektifitas dalam menangani produksi, menangani sumber daya manusianya, menentukan sasaran yang harus perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 5 dicapai baik secara individual maupun organisasional. Sehingga kinerja yang dicapai pimpinan pada akhirnya akan memperbaiki kontribusi terhadap kinerja perusahaan. Mengingat begitu besarnya peran dan kedudukan pimpinan dalam kegiatan usaha perusahaan, maka diperlukan kecerdasan emosional yang baik. Keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif artinya orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya, semakin komplek pekerjaan, makin penting kecerdasan emosi, apalagi bila karena kekurangan dalam menggunakan kemampuan ini orang dapat terganggu dalam menggunakan keahlian teknik atau keenceran otak yang mungkin dimilikinya. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi bodoh, tanpa kecerdasan emosi orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Fokus permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan pergeseran paradigma keberhasilan karir dari Intelligence Quotient menuju Emotional Intelligence. Beberapa hasil penelitian mengenai kecerdasan emosional merefleksikan adanya pergeseran paradigma berpikir dimana faktor penentu keberhasilan karir tidak lagi hanya terletak pada Intelegence Quotient yang selalu dianggap sebagai faktor genetis tetapi juga menuju Emotional Intelegence. Goleman mengatakan bahwa peran IQ dalam keberhasilan dunia kerja hanya menempati posisi kedua sesudah EI dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam pekerjaan. Presepsi bahwa IQ adalah anugerah dan bawaan genetis sehingga tanpa IQ tinggi tidak akan ada kesuksesan sudah menjadi asumsi yang tidak realistis walalupun memang IQ dan EI bukan merupakan suatu keterampilan yang bertentangan akan tetapi sedikit terpisah Hardian dan Suyono, 2003 : 49. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 Hal ini diartikan bahwa EI atau kecerdasan emosional memegang kunci dalam mencapai kesuksesan karir para manajer perusahaan. Uraian diatas mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin dalam bidang apapun, mulai dari tingkat paling atas sampai dengan tingkat paling bawah selain didukung kecerdasan intelektual perlu mengembangkan kecerdasan emosional. Semakin tinggi jenjang suatu jabatan, semakin kurang peran ketrampilan teknis dan kemampuan kognitif, sementara kecerdasan emosi semakin penting peranannya. Apabila kelima dimensi kecerdasan emosional tersebut semakin meningkat, maka pemimpin akan memperoleh dukungan dan lebih mudah menjalankan tugas-tugas manajerial sehingga dapat mendukung tingginya kinerja perusahaan. Dengan memperhatikan beberapa penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA KINERJA PIMPINAN PT. GRAHA FARMA SURAKARTA”

B. Rumusan Masalah