23
Menurut Pitowarno Endra 2006, penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik. Walaupun dalam
aplikasi dasar sederhana, kontrol P mampu untuk mencapai konvergensi meskipun error keadaan tenangnya steady-state error relatif besar.
2.9.2 Kontrol Proporsional Integral Proportional Integral Control
Menurut Bolton W 2004, kontrol integral merupakan kecepatan perubahan keluaran kontrol I yang proporsional dengan kesalahan masukan dari
sinyal e. menurut Pitowarno Endra 2006 bahwa kontrol integral berfungsi untuk menurunkan steady-state error yang dihasilkan oleh kontrol proporsional,
sehingga kontrol I selalu dikombinasikan dengan kontrol P.
= ∫
…................................ .......................4
Ki adalah konstanta Integral, sehingga,
=
…………………………………………………...5 Jika eT mendekati konstan maka ut akan menjadi sangat besar sehingga
diharapkan dapat memperbaiki kesalahan, jika et mendekati nol maka efek kontrol I semakin kecil.
Kontrol I dapat memperbaiki respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyeabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi dapat menyebabkan keluaran akan berosilasi Pitowarno Endra, 2006
Gambar 11 Diagram blok kontrol Integral kontrol I Dengan sifat dasar kontrol P yang cenderung konvergen dan I yang dapat
memperbaiki respon steady-state maka kombinasi P-I dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam diagram blok dapat dinyatakan seperti pada Gambar 12,
Sehingga persamaan keluaran ontrolnya dapat dinyatakan dalam,
= . +
∫
……………………………………6
Kis Hs
r e
+ -
u y
24
Gambar 12 Diagram blok kontrol proporsional-integral P-I
2.9.3 Kontrol PID Proportional Integral Derivative Control
Menurut Pitowarno Endra 2006, kontrol PID merupakan kombinasi dari kontrol proporsional P, integral I dan Derivative D sehingga akan diperoleh
kontrol yang dapat menghasilkan respon yang terbaik.
Gambar 13 Diagram blok konrol PID Sistem umpan balik feedback didesain untuk menghasilkan sebuah
kemampuan untuk melakukan koreksi terhadap proses yang dikontrol sehingga
diperoleh sebuah variable proses output yang terukur c mendekati sebuah nilai yang diinginkan r atau nilai set-point seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.
Hampir semua keluaran kontrol berumpan balik ditentukan oleh nilai error antara set-point dan nilai variabel proses yang terukur. Error terjadi ketika terjadi
perubahan pada set-point secara sengaja atau ketika terjadi perubahan variabel proses akibat terjadinya perubahan beban proses secara tiba-tiba.
Error et adalah perbedaan antara set-point SPt dan hasil pengkuran PVt dan dapat dituliskan et = SPt – PVt. Algoritma PID digunakan untuk
sistem kontrol loop tertutup dan juga menjadi dasar untuk banyak algoritma kontrol tingkat lanjut. PID di dalam kontroller digunakan untuk mengatur
beberapa variabel proses sehingga mendekati nilai set-point. Secara teori, keluaran kontrol Ct dapat ditulis sebagai berikut:
= +
∫ +
+
…………………………7
Kp
Kis Hs
r e
+ -
+ +
u y
Kp
Kis Hs
r
et
+ -
+ +
u c
Kp
25
Bentuk khusus algoritma PID dikenel dengan istilah ‘posisional’ PID kontrol karena signal kontrol dihitung berdasarkan referensi dari data sebelumnya Co.
jika variabel proses berubah-ubah secara cepat terhadap waktu seperti yang sering terjadi pada metering granular fertilizer, persamaan 7 tidak dapat digunakan
karena derivative error detdt akan menjadi variabel yang kacau dan menyebabkan performa sistem menjadi buruk. Oleh karena itu, dalam aplikasi
biasanya lebih sering menggunakan penurunan variabel proses PVt daripada error et, sehingga dapat dituliskan dalam persamaan
= +
∫ −
+
………………………..8 Dalam persamaan 8 melibatkan tiga konstanta yang dapat diatur nilainya dan
ditambahkan secara bersamaan untuk menghasilkan keluaran kontrol Ct. dalam persamaan ini, Kp adalah konstanta proporsional, K
I
adalah konstanta integral dan K
D
adalah konstanta derivative. Jika error yang dihasilkan besar atau error berubah-ubah secara cepat maka kontroller akan berusaha untuk membuat koreksi
dengan menghasilkan sebuah nilai keluaran yang besar. Sebaliknya jika variabel proses sudah sama dengan set-point untuk beberapa waktu maka kontroller akan
berhenti dengan sendirinya. Jika T
S
adalah interval sampel, maka persamaan PID untuk kecepatan kontrol dapat di tulis dalam bentuk persamaan 9 Tham, 1999
dalam Radite P.A.S, 2001:
= − 1
[ − − 1] + −
……...
9
26
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai November 2010 di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan antara lain: 1. Hardware :
o laptop
o DT-51 minimum system
o Smart Peripheral Motor Controller SPC motor controller
o EMC 30 A H-Bridge
o Motor DC servo
o Optic rotary encoder
o Kabel USB to RS232
o Timbangan digital
2. Software: o
MicroC-51 o
DT-51 windows downloader 3. Prototipe:
o Metering device
o Hopper
4. Alat bantu: o
Wadah o
Rangkaian elektronika pendukung o
Stop watch
3.3 Tahapan Penelitian
Secara umum, prosedur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan, yaitu pemrograman mikrokontroller, pengujian awal, desain
hopper dan pengujian akhir, seperti ditunjukkan pada Gambar 15.
27
Gambar 14 Bagan alir tahapan penelitian
3.3.1 Studi Pustaka
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan berbagai informasi baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan lingkup penelitian yang akan
dilakukan, seperti: Karakteristik pupuk granular dan cara pengaplikasiannya
Jenis dan mekanisme sistem metering device dan hopper Jenis dan komponen-komponen sistem pengendalian
Studi pustaka Inventarisasi peralatan dan
pembuatan rangkaian pendukung Perancangan dan pemrograman mikrokontrol
Pengujian tanpa beban: 1. Pengujian dengan loop tertutup
2. Tuning: Kp, Ki, Kd 3. Pengujian dengan stair-step
response Identifikasi sistem: K, T, d
Pengujian dengan beban: 1. Pengujian modul pada metering device
2. Pengujian dengan pupuk granular tanpa kontrol dan dengan kontrol
Pengujian dengan loop terbuka
Menentukan konstanta PID Kp, Ki, Kd
Disain metering device dan hopper
Pengolahan data Mulai
Selesai
28
3.3.2 Inventarisasi Peralatan dan Pembuatan Rangkaian Pendukung
Peralatan yang akan digunakan terdiri dari peralatan utama dan peralatan pendukung. Peralatan utama seperti modul SPC motor controller, modul DT-51
minimum system, modul EMS 30A H-Bridge. Sedangkan peralatan pendukung seperti power supply dan peralatan bengkel. Pembuatan rangkaian pendukung
antara lain rangkaian optic rotary encoder dan sistem pensaklaran.
3.3.3 Pendekatan Disain Fungsional
Pengembangan perancangan sistem pengendalian pemupukan diawali dengan melakukan pendekatan disain fungsional. Prototipe alat yang akan dibuat
diharapkan mampu melakukan pengendalian keluaran pupuk sesuai yang dikehendaki dan harus dapat diaplikasikan untuk pupuk granular seperti urea, SP-
36 dan NPK. Untuk memperoleh sistem yang dapat melakukan kerja seperti di atas,
maka diperlukan tiga unit komponen utama, yaitu 1 Unit penjatah pupuk granular, 2 Unit pengendalian dan 3 Unit pemrosesan data
Unit penjatah pupuk granular.
Unit penjatah pupuk granular berfungsi untuk menjatah pupuk granular sesuai dengan kebutuhan. Komponen-komponen
yang digunakan antara lain: Motor DC jenis servo berfungsi untuk menggerakkan metering device
Metering device berfungsi untuk mengatur penjatahan pupuk granular sesuai dengan kebutuhan. Fungsi ini diperoleh dengan mengatur kecepatan putaran
motor DC Hopper berfungsi untuk menampung pupuk granular sebelum masuk ke
metering device
Unit pengendalian. Unit pengendalian berfungsi untuk mengendalikan
sistem sesuai dengan tujuan pengendalian yang dikehendaki, unit ini terdiri dari: DT-51 minimum system merupakan development tools yang terdiri dari 2
bagian terintegrasi yaitu perangkat keras dan perangkat lunak yang berfungsi untuk mengontrol arah dan putaran motor DC
Modul SPC motor controller merupakan sebuah modul pengendali motor DC dan motor stepper yang mampu digunakan untuk mengendalikan kecepatan
29
dan arah putaran 4 buah motor DC atau 2 buah motor stepper. Modul ini dilengkapi dengan pengendali PID Proportional Integral Differential untuk
kendali motor DC yang bisa diatur tuning sendiri oleh pengguna EMS 30A H-Bridge merupakan driver H-Bridge berbasis VNH3SP30 yang
berfungsi sebagai driver motor DC. Rangkaian Rotary encoder berfungsi untuk mengukur kecepatan putar RPM
motor DC
Unit pemrosesan data. Unit pemrosesan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebuah laptop yang berfungsi untuk mengirim program ke modul microkontroller DT-51 minsys, menerima, memproses dan menampilkan
data kecepatan putar motor dari hasil pengujian.
3.3.4 Pendekatan Disain Struktural
Pendekatan disain struktural digunakan untuk menentukan bentuk dan dimensi dari metering device dan hopper yang akan dibuat. Metering device dan
hopper harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat karena akan diaplikasikan dengan pupuk granular yang memiliki keasaman yang tinggi. Oleh
karena itu, bahan yang digunakan untuk membuat metering device dan hopper adalah akrilik.
3.3.3.1 Rotor
Rotor dirancang dengan menggunakan bahan akrilik setebal 5 mm. Panjang rotor yang dirancang adalah 20 mm yang diperoleh dari empat susunan akrilik. Rotor
memiliki 6 alur pupuk. Dimensi dan ukuran rancangan rotor ditunjukkan pada Gambar 15. Ukuran diameter luar rotor 5.8 cm dan diameter dalam 3.26 cm. rotor
yang dirancang sebanyak dua buah dengan bentuk dan ukuran yang sama. Kedua rotor tidak dipasang dalam satu garis tetapi bergeser sekitar setengah dari sudut
rotor, sehingga mempunyai fase tunda sekitar 30
o
. Hal ini bertujuan untuk mengurangi puncak torsi dari motor dan fluktuasi keluaran pupuk ketika kedua
rotor dioperasikan bersamaan. Dalam pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan satu rotor dan dua rotor sekaligus dengan cara menutup atau
membuka sekat yang terpasang di atas lubang rotor. Berdasarkan hasil