26 kesempatan rileks bagi mereka dari kebosanan dan keletihan kerja selama di
tempat rekreasi Wahab, 1992. Pariwisata rekreasi lebih ke arah mencari hiburan. Soekadijo 2000 menjelaskan bahwa untuk menjalani hidupnya menurut
alam, manusia dibekali dengan kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, yang dapat diklasifikasikan menjadi kebutuhan fisik, psikis, dan sosial.
Kebutuhan fisik itu antara lain makan, dan minum, beristirahat, kesehatan, mandi, dan sebagainya. Diantara kebutuhan psikis dapat disebut hasrat ingin tahu, hasrat
untuk menyelidiki, kebosanan yang menimbulkan keinginan untuk mencari kesenangan, dan lainnya. Mengenai kebutuhan sosial, Plato sudah mengatakan
bahwa manusia itu suatu ”zoon politicon”, makhluk sosial dengan hasrat untuk berkawan dan yang hanya dapat mencapai kesempurnaannya dalam pergaulan
dengan sesama manusia. Manusia merasa perlu atau merasa terdorong untuk mengadakan
perjalanan ke suatu tempat dimana hasratnya secara konkret diharapkan akan dapat dipenuhi. Hasrat pembawaan dalam bentuknya yang konkret, yang berupa
keperluan atau dorongan atau alasan tertentu itulah yang dimaksud dengan motif perjalanan atau motif wisata. Sudah tentu motif perjalanan itu berbeda menurut
tingkat kebudayaan orang yang mengadakan perjalanan. Makin tinggi kebudayaannya, makin beraneka ragam kebutuhan orang dan makin beraneka
ragam pula motif perjalanannya. Sedangkan apa yang diharapkan akan dapat memenuhi keperluan atau motif itu disebut atraksi wisata Soekadijo, 2000.
2.2 Konservasi Eksitu
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53MENHUT-II2006 tentang Lembaga Konservasi dijelaskan bahwa konservasi eksitu adalah
konservasi tumbuhan dan atau satwa yang dilakukan di luar habitat alaminya.
27 Muntasib 2003 menjelaskan bahwa bentuk-bentuk konservasi eksitu
antara lain kebun binatang, kebun raya, arboretum, taman hutan raya, taman safari, kebun botani, taman burung, taman kupu-kupu, dan berbagai penangkaran
satwa. Konservasi eksitu dimaksudkan untuk ikut mendorong pengembangan konservasi flora dan fauna dengan cara :
1. Pada periode tertentu flora dan fauna hasil konservasi eksitu dapat dilepaskan
kembali ke habitat alaminya untuk memelihara jumlah dan variabilitas genetik terpeliharanya keanekaragaman genetik di dalam populasinya di
alam atau biasa disebut restocking. 2.
Hasil-hasil penelitian dari populasi eksitu dapat memberikan manfaat sebagai dasar-dasar biologi untuk menentukan strategi atau upaya-upaya konservasi
baru. 3.
Populasi eksitu dapat digunakan untuk atraksi satwa, seperti di kebun binatang atau taman safari.
4. Hasil pengembangan populasi di kawasan konservasi eksitu dapat digunakan
untuk berbagai keperluan penelitian sehingga tidak perlu mengganggu populasi di alam.
5. Kawasan konservasi eksitu juga dapat digunakan sebagai tempat atau media
pendidikan dan penelitian bagi masyarakat. Selanjutnya Muntasib 2003 juga menjelaskan meskipun konservasi eksitu
memberikan manfaat dalam membantu perlindungan jenis, namun ada beberapa keterbatasankekurangan jika dibandingkan dengan konservasi insitu, yaitu :
1. Ukuran populasi dalam kawasan konservasi eksitu biasanya terbatas.
2. Variasi genetis keanekaragaman genetis terbatas karena populasi yang kecil.
28 3.
Kemampuan spesies jenis agar tetap bertahan hidup berkurang karena biasanya segala kebutuhan hidupnya tersedia sehingga tidak ada kemampuan
mencari berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 4.
Mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan buatan sehingga ketika dilepas ke alam yang sebenarnya maka daya hidupnya sangat menurun.
5. Biasanya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu saja, sehingga lebih
tahan terhadap gangguan dan mudah terancam akan perubahan atau tekanan lingkungan
6. Untuk menjaga keberlanjutan konservasi eksitu, maka diperlukan dana dan
biaya yang besar, fasilitas yang memadai, dan tenaga terlatih. Ketiga hal tersebut seringkali menjadi masalah utama pelaksanaan konservasi eksitu,
terutama biaya pengelolaannya yang sangat besar.
2.3 Kebun Binatang