Permintaan Wisata Penawaran Wisata

24 menguntungkan sampai yang negatif, yakni merugikan. Hal ini dapat menjadi sumber permasalahan penelitian pariwisata yang potensial. Oleh karena keberadaannya memiliki banyak dimensi, maka untuk dapat memahaminya secara menyeluruh dapat menggunakan berbagai pendekatan ilmu, antara lain manajemen, sosiologi, sejarah, politik, antropologi, psikologi, lingkungan, hukum, dan lain-lain. Terdapat sepuluh pendekatan yang digunakan dalam penelitian pariwisata, yaitu pendekatan institusional, pendekatan produk, pendekatan historis, pendekatan manajerial, pendekatan ekonomis, pendekatan sosiologis, pendekatan hukum, pendekatan geografis, pendekatan budaya, dan pendekatan interdisipliner.

2.1.1 Permintaan Wisata

Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata menurut Damanik dan Weber 2006 adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya produk dan jasa wisata. Basis utamanya adalah ketersediaan waktu dan uang pada kelompok tersebut. Waktu luang, uang, sarana dan prasarana merupakan permintaan potensial wisata. Permintaan potensial ini harus ditransformasikan menjadi permintaan riil, yakni pengambilan keputusan wisata. Pengambilan keputusan berlangsung secara bertahap, mulai dari tahap munculnya kebutuhan, kesediaan untuk berwisata, sampai keputusan itu sendiri. Masing- masing fase ini mempunyai kegiatan yang spesifik. Faktor kepribadian, daya tarik ODTW Obyek dan Daya Tarik Wisata, ketersediaan sumberdaya, jarak dan kondisi lingkungan wisata, semuanya ikut menentukan keputusan tersebut. Namun, terkadang dalam beberapa kasus diketahui bahwa keputusan wisatawan untuk berwisata kerap kali tidak terpengaruh oleh jarak obyek wisata dengan tempat tinggal Ross, 1994. 25

2.1.2 Penawaran Wisata

Elemen penawaran wisata sering disebut sebagai triple A’s yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata baik yang bersifat tangible maupun intangible yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan alam, udara sejuk dan bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Singkatnya, pemandangan alam, kekayaan flora dan fauna. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti candi dan adat-istiadat masyarakat. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor, Taman Safari, Taman Margasatwa Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, Disneyland, dan sebagainya. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya Damanik dan Weber, 2006. Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata Inskeep, 1994 dalam Damanik dan Weber, 2006. Lebih lanjut Damanik dan Weber menjelaskan bahwa amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan rental, penerbit dan penjual buku panduan wisata, seni pertunjukan teater, bioskop, pub, dan lain- lain dapat digolongkan ke dalam bagian ini. Pariwisata rekreasi adalah pariwisata yang maksud kepergiannya untuk memulihkan kemampuan fisik dan mental setiap peserta wisata dan memberikan 26 kesempatan rileks bagi mereka dari kebosanan dan keletihan kerja selama di tempat rekreasi Wahab, 1992. Pariwisata rekreasi lebih ke arah mencari hiburan. Soekadijo 2000 menjelaskan bahwa untuk menjalani hidupnya menurut alam, manusia dibekali dengan kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, yang dapat diklasifikasikan menjadi kebutuhan fisik, psikis, dan sosial. Kebutuhan fisik itu antara lain makan, dan minum, beristirahat, kesehatan, mandi, dan sebagainya. Diantara kebutuhan psikis dapat disebut hasrat ingin tahu, hasrat untuk menyelidiki, kebosanan yang menimbulkan keinginan untuk mencari kesenangan, dan lainnya. Mengenai kebutuhan sosial, Plato sudah mengatakan bahwa manusia itu suatu ”zoon politicon”, makhluk sosial dengan hasrat untuk berkawan dan yang hanya dapat mencapai kesempurnaannya dalam pergaulan dengan sesama manusia. Manusia merasa perlu atau merasa terdorong untuk mengadakan perjalanan ke suatu tempat dimana hasratnya secara konkret diharapkan akan dapat dipenuhi. Hasrat pembawaan dalam bentuknya yang konkret, yang berupa keperluan atau dorongan atau alasan tertentu itulah yang dimaksud dengan motif perjalanan atau motif wisata. Sudah tentu motif perjalanan itu berbeda menurut tingkat kebudayaan orang yang mengadakan perjalanan. Makin tinggi kebudayaannya, makin beraneka ragam kebutuhan orang dan makin beraneka ragam pula motif perjalanannya. Sedangkan apa yang diharapkan akan dapat memenuhi keperluan atau motif itu disebut atraksi wisata Soekadijo, 2000.

2.2 Konservasi Eksitu