xlv untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencaaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek, dan
kegiatan di berbagai bidang kehidupan. Menurut Muhadjir Darwin 2005:63 pengarusutamaan gender adalah
pematangan dari strategi GAD yang bertujuan menjadikan gender sebagai arus utama pembangunan. Sasaran tembaknya adalah kebijakan negara, aksi masyarakat, serta
institusi Negara dan masyarakat. Artinya melalui penerapan strategi ini diupayakan agar setiap kebijakan atau aksi yang dilakukan oleh Negara, masyarakat, ataupun
LSM menjadi sensitif gender atau menjadikan gender sebagai arus utamanya. Kelebihan pendekatan pengarusutamaan gender dibandingkan dengan WID
dan GAD adalah perempuan tidak lagi sekedar obyek pembangunan, tetapi sudah diarahkan
menjadi subyek
dan obyek
pembangunan. Kebijakanprogramproyekkegiatan
dalam pembangunan
tidak lagi
hanya menempatkan
perempuan sebagai
sasaran pembangunan
tetapi sudah
mengikutsertakan perempuan sebagai arus utama dalam pembangunan. Dengan melakukan pengarusutamaan gender, dapat diidentifikasi kesenjangan gender, yang
pada gilirannya menimbulkan kesenjangan gender. Dengan demikian tujuan akhir dari PUG adalah mempersempit bahkan meniadakan kesenjangan gender.
c. Kebijakan Publik yang Responsif Gender
Pembangunan tidak bisa dilepaskan dari kesetaraan gender, karena kesetaraan gender merupakan salah satu tujuan utama dari pembangunan itu sendiri. Menurut
xlvi Ismi Dwi Astuti 2009:155 isu isu gender yang mengemuka saat ini ternyata belum
mampu menjamin terintegrasinya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang pembangunan. Kebijakan pemerintah dalam bentuk Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional belum mampu menempatkan isu-isu gender sebagai isu utama dan belum mampu berkompetisi dengan isu-isu lainnya. Karena itu
perubahan kebijakan dari netral gender menjadi responsif gender merupakan agenda yang penting dan tidak bisa ditunda-tunda.
Lebih lanjut menurut Ismi Dwi Astuti 2009:63 kebijakan responsif gender pada hakekatnya merupakan manifestasi dari salah satu prinsip good governance
yaitu equity. Hal ini terkait dengan upaya kebijakan responsif gender yang secara khusus mempertimbangkan manfaat kebijakan secara adil terhadap perempuan dan
laki-laki, baik menurut kelompok umur, ekonomi maupun kelompok marginal. Berkaitan dengan upaya menghasilkan kebijakan responsif gender,
Tjokrowinoto dalam Ismi Dwi Astuti 2009:67 berpendapat bahwa perencanaan pembangunan harus mengintegrasikan wawasan gender dalam rencana
pembangunan. Perencanaan pembangunan yang berwawasan gender haruslah mengubah status quo hubungan gender yang merugikan perempuan menuju
equilibrium baru dalam hubungan gender yang merefleksikan prinsip-prinsip keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Proses perencanaan berwawasan gender
merupakan suatu upaya nasionalsub nasional untuk mentraformasikan situasi obyektif empiris hubungan gender menuju situasi normatif. Karena itu perencana
xlvii harus benar-benar memahami situasi obyektif empiris hubungan gender sehingga
memungkinkan mengidentifikasikan isu-isu gender yang fundamental. Nugroho dalam Ismi Dwi Astuti 2009:63 menganjurkan empat strategi
pokok untuk menjalankan kebijakan agar tidak bias gender, yaitu: 1.
Pastikan para pelaksana memahami bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang pro gender.
2. Pastikan bahwa ada reward dan punishment bagi pematuh dan
pelanggarnya 3.
Mempunyai ukuran kinerja yang pro gender 4.
Mengevaluasi kinerjanya
d. Model dan Aplikasi Analisis Gender