xl Muhadjir,2005:58. Fokus dari perjuangan gender adalah tidak menjadikan
perbedaan tersebut sebagai alasan untuk menciptakan hierarki dalam relasi sosial antara keduanya Kesetaraan gender dalam perencanaan pembangunan partisipatif
adalah perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam setiap alur kegiatan Perencanaan Pembangunan Partisipatif, dalam hal ini adalah pelaksanaan
Musrenbangkel. Perempuan maupun laki-laki tidak mendapat hambatan dalam keikutsertaan mereka dalam Musrenbangkel. Dalam memahami kesetaraan gender
dalam perencanaan pembangunan partisipatif ini ada beberapa konsep yang mendapat perhatian antara lain konsep gender, pembangunan gender, alat analisis
gender, dan partisipasi perempuan.
a. Konsep Gender
Hal pertama yang perlu mendapat perhatian utama dalam pemahaman konsep gender ini adalah perbedaan antara gender dengan sex jenis kelamin. Masyarakat
pada umumnya masih menganggap sama antara gender dengan jenis kelamin. Menurut Mansour Fakih 2004:8 sex jenis kelamin merupakan pensifatan atau
pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang
memiliki penis, jakala kala menjing, dan memproduksi sperma. Adapun perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi
telur, memiliki vagina, dan alat menyusui. Sedangkan gender sendiri adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya
xli bahwa perempuan itu lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-
laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sehingga sifat pada gender bisa dipertukarkan satu sama lain sementara sifat pada sex tidak bisa dipertukarkan satu
sama lain. Pada kenyataannya ternyata perbedaan anatomi tubuh dan genetika antara
laki-laki dan perempuan tersebut dipersepsikan secara keliru oleh masyarakat luas sehingga seolah-olah secara substansial perempuan dinilai lebih rendah daripada laki-
laki. Persepsi atau anggapan tersebut menjadi lebih kuat karena oleh masyarakat didukung dengan berbagai mitos, kepercayaanadat istiadat maupun budaya dan
tafsiran yang menyatakan perempuan sebagai ciptaan yang kedua. Persepsianggapan ini secara tidak sadar diterima oleh kaum perempuan, sehingga mereka rela untuk
menerima perbedaan peran gender yang dinilai kurang adil. Perbedaan gender tersebut pada proses berikutnya melahirkan peran gender gender role dan dianggap
tidak menimbulkan masalah. Yang sebenarnya menjadi permasalahan dan perlu segera diperbaiki adalah struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender
dan perbedaan tersebut. Ketidakadilan gender yang mengemuka menurut Fakih 2004:75-76 ada
lima. Lima bentuk ketidakadilan gender yang ditemui dan menonjol dalam masyarakat adalah Marginalisasi yaitu proses peminggiran atau penyingkiran
terhadap suatu kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu dalam kasus ini adalah perempuan. Marginalisasi bisa
terjadi karena banyak hal seperti agama, budaya, keyakinan, kebijakan publik, bahkan
xlii oleh asumsi ilmu pengetahuan sekalipun. Yang kedua adalah Subordinasi, yaitu
merupakan penempatan kaum tertentu pada posisi kurang pentingdinomor duakan. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa perempuan adalah kaum
yang irasional dengan demikian dampak langsung dari anggapan tersebut perempuan sering kali dianggap tidak bisa memimpin. Ketiga adalah Stereotipe, Stereotipe
adalah pelabelanpenandaan kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang bersifat negatif terhadap keadaan
perempuan. Ketidak adilan berikutnya adalah Violence kekerasan berbasis gender. Kekerasan dalam hal ini adalah serangan fisik maupun integritas mental kepada
psikologis seseorang. Kekerasan tersebut terjadi karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dan yang terakhir adalah Beban Kerja Ganda Double
Burden. Beban kerja ganda sebagai bentuk ketidakadilan didasari sebagai anggapan bahwa perempuan lebih cocok mengurusi dan bertanggungjawab atas pekerjaan
domestik. Konsekuensi tersebut harus diterima oleh perempuan yang bekerja. Di satu sisi perempuan harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan di
sisi lain perempuan masih harus tetap bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangganya. Hal ini yang menyebabkan perempuan menanggung beban kerja ganda
b. Pembangunan Gender