Bab VI tentang Peserta Musrenbangkel, Musrenbangcam, Forum SKPD dan Musrenbangkot

lxxxvi kesetaraan gender seringkali membuat program yang dilaksanakan menjadi program yang netral atau bahkan buta gender. Dan untuk mengetahui apakah pelaksanaan Musrenbangkel sudah responsif gender atau belum hal yang pertama kali dilakukan adalah analisis gender pada kebijakan yang bersangkutan. Beberapa pasal dalam Peraturan Walikota nomor 17 tahun 2006 yang dapat dianalisis apakah sudah responsif gender atau belum antara lain;

1. Bab VI tentang Peserta Musrenbangkel, Musrenbangcam, Forum SKPD dan Musrenbangkot

Pada pasal ini ditetapkan bahwa peserta Musrenbangkel adalah komponen masyarakat baik individu maupun perwakilan kelompok, termasuk komuniitas sektoral yang berada di Kelurahan, yang keikutsertaannya pada Musrenbangkel dilakukan dengan cara mendaftar atau diundang oleh panitia penyelenggara. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta Musrenbangkel ditetapkan oleh panitia penyelenggara. Tata cara menentukan peserta Musrenbangkel lebih jelas lagi diterangkan pada lampiran II peraturan Walikota Surakarta Nomor 17 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbangkel bagian E, nomor 2. dituliskan bahwa peserta Musrenbangkel terdiri dari: 1. Pemerintah Kelurahan 2. LPMK 3. Unsur pengurus RTRW atau perwakilan resmi 4. Wakil organisasi sosial lxxxvii 5. Komunitas sektoral yang ada di tingkat kelurahan 6. Wakil organisasi kesenian 7. Karang Taruna dan organisasi pemuda 8. Sektor privat seperti pengusaha, investor, dan pedagang 9. Organisasi perempuan 10. Tokoh-tokoh masyarakat. Dalam petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbangkel tersebut juga ditetapkan bahwa keterwakilan perempuan diupayakan minimal 30 dari jumlah peserta Musrenbangkel. Jabaran peserta Musrenbangkel di atas bisa di kelompokkan menjadi dua bagian pokok yaitu: 1. Kelompok pemerintahan terdiri dari unsur kelurahan, LPMK, pengurus Rt dan RW 2. Kelompok di luar pemerintahan organisasi-organisasi seperti PKK, karang taruna serta organisasi sektoral lainnya Berdasarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 17 Tahun 2006 ditambah dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musarenbangkel yang telah diterangkan sebelumnya, kebijakan terkait peserta Musrenbangkel bisa dikatakan telah responsif gender. Perempuan maupun laki-laki mempunyai hak yang sama dalam mengikuti Musrenbangkel, tidak ada satu kebijakan yang membatasi perempuan untuk mengikuti rangkaian acara Musrenbangkel. Perempuan yang menjadi bagian dari kelompok pemerintahan seperti anggota LPMK, atau pengurus Rt dan RW bisa memanfaatkan akses masuk lewat jalur perwakilan kelompok pemerintahan ini. lxxxviii Sedangkan perempuan yang tidak menjadi bagian kelompok pemerintahan bisa memanfaatkan akses dari kelompok di luar pemerintahan seperti organisasi- organisasi sektoral yang berada di lingkup kelurahan. Tingkat keterwakilan dan partisipasi perempuan dalam proses Musrenbangkel makin terakomodir dengan adanya pengupayaan keterwakilan perempuan minimal 30 seperti yang sudah diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musarenbangkel. Dari kebijakan yang mengatur keterwakilan perempuan minimal 30 tersebut tampaknya Pemerintah Kota Surakarta mulai sadar bahwa keterwakilan perempuan merupakan hal yang penting dan tidak bisa dikesampingkan, dalam setiap kegiatan baik itu dalam lingkup privat maupun dalam lingkup publik. Berdasarkan kebijakan yang mengatur keterwakilan perempuan tersebut panitia penyelenggara dituntut untuk mengusahakan kuota perempuan minimal 30 dari peserta. Tentunya usaha yang dilakukan panitia tersebut harus dengan kerangka pemikiran bahwa 30 keterwakilan perempuan tersebut benar-benar dalam upaya untuk bisa menjaring aspirasi perempuan sepenuhnya, bukan keterwakilan perempuan yang hanya berupa angka belaka. Dalam hal ini panitia harus benar-benar selektif dalam menentukan siapa saja yang akan diundang untuk mengikuti Musrenbangkel. Semua elemen dan kepentingan perempuan dalam lingkup kelurahan harus benar- benar terwakili dan bisa mengeluarkan aspirasinya. lxxxix 2. Lampiran II Peraturan Walikota Surakarta nomor 17 tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbangkel. Pada bagian A tentang organisasi penyelenggara disebutkan Musrenbangkel diselenggarakan oleh Panitia Ad Hoc yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kelurahan, pada tahapan persiapan pelaksanaan Musrenbang. Panitia ini sendiri terdiri dari Panitia Pengarah Steering Committee dan Panitia Pelaksana Organizing Committee. Dalam bagian ditetapkan bahwa Panitia Pengarah SC terdiri dari unsur LPMK, tokoh masyarakat dan unsur pemerintah kelurahan. Sedangkan panitia pelaksana terdiri dari anggota masyarakat selain yang telah duduk di panitia pengarah. Pemilihan dan penempatan susunan anggota panitia pelaksana adalah wewenang dari panitia pengarah, dengan pertimbangan beberapa tokoh masyarakat. Susunan panitia pelaksana Musrenbangkel diusahakan mewakili seluruh kepentingan yang ada di Kelurahan Setabelan ini. Petunjuk teknis terkait susunan panitia pengarah maupun panitia penyelenggara diakhiri dengan kalimat yang cukup menarik. Yaitu “Keterwakilan perempuan minimal 30 dari jumlah keanggotaan panitia.” Hal ini menjadi menarik karena partisipasi dan peran serta perempuan dalam mengikuti Musrenbangkel semakin terbuka lebar. Perempuan tidak hanya diberi akses sebagai peserta saja, bila dipercaya kredibilitasnya, kesempatan menjadi panitia pada pelaksanaan Musrenbangkel juga besar dengan jaminan tempat 30 pada susunan panitia tersebut. Petunjuk teknis tentang rekruitmen paitia pengarah dan panitia penyelenggra Musrenbangkel yang memberikan tempat 30 bagi keterwakilan perempuan bisa xc dikatakan sebagai suatu langkah yang responsif gender. Dengan keterwakilan perempuan minimal 30 diharapkan langkah-langkah dan usaha yang akan dilakukan terkait pelasanaan Musrenangkel benar-benar responsif gender. Kebutuhan-kebutuhan serta isu seputar perempuan yang selama ini kurang mengemuka di ruang publik dalam hal ini di lingkup Musrenbangkel diharapkan mendapat perhatian. Dengan kebijakan yang sudah memberikan ruang bagi perempuan untuk menyalurkan aspirasinya ini maka diperlukan kebijaksanaan dari dua pihak, yaitu panitia Ad Hoc yang membentuk panitia penyelenggara dan panitia pelaksana serta pihak perempuan yang berada di lingkup kelurahan. Panitia Ad Hoc harus benar- benar selektif dalam menentukan perempuan yang tepat menempati posisi sebagai panitia baik penyelenggra maupun panitia pengarah Musrenbangkel. Diharapkan perempuan yang ditunjuk adalah perempuan yang kapabel, dipercaya kredibilitasnya serta mampu membawa aspirasi perempuan dan tentunya mengerti benar permasalahan perempuan di wilayahnya. Sedangkan bagi pihak perempuan harus benar-benar memanfaatkan ruang yang terbuka lebar tersebut. Perempuan harus tahu apa posisinya dan apa saja hak yang mereka dapat terkait posisi mereka tersebut, jangan sampai perempuan hanya menjadi penggenap dari kuota 30 itu saja tanpa mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab mereka.

3. Pasal-pasal lainnya