secara optimal pada kelembaban relatif antara 50-90 Las 1982. Kelembaban yang terlalu
rendah dapat menyebabkan kekeringan pada tanaman akibat transpirasi yang tinggi,
sedangkan apabila terlalu tinggi dapat mengganggu persarian akibat menggumpalnya
tepung sari Tanaka 1976 dalam Suhartatik et al. 2008.
2.4. Konsumsi Air Tanaman Padi
Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya
berbeda untuk
setiap fase
pertumbuhan. Variasi
kebutuhan air
tergantung juga pada varietas padi dan sistem pengelolaan lahan sawah. Varietas padi akan
tumbuh baik pada lingkungan dengan curah hujan terbatas dan merupakan tanaman ideal,
apabila : 1 pertumbuhan tanaman sesuai dengan ketersediaan air yang memungkinkan
tanaman terhindar dari kekeringan pada akhir pertumbuhan, 2 potensi hasil tinggi pada
lingkungan yang cocok serta tanaman tidak terlalu tinggi dan indeks panen tinggi, 3
toleran terhadap kekeringan dan mampu mempertahankan kehijauan tanaman selama
kekeringan Fukai 1998.
Vergara 1976
menyatakan bahwa
peranan air sangat penting pada saat pembentukan
anakan dan
awal fase
pemasakan, sebaliknya bila terjadi pada akhir fase vegetatif dan akhir fase pemasakan
Gambar 3.
Kebutuhan air
tanaman dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Faktor
cuaca seperti radiasi surya, suhu, jelajah angin dan kelembaban udara menentukan evaporasi.
Kebutuhan air tanaman umunya meningkat dengan semakin tua tanaman tersebut sampai
mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum dan kemudian menurun kembali sampai
panen. Kebutuhan air tanaman berkisar antara 60 mm pada awal pertumbuhan sampai 120
mm pada pertumbuhan paling aktif Oldeman dalam Bey 1991.
2.5. Neraca Air
Nasir 1993 mendefinisikan neraca air sebagai selisih antara jumlah air yang diterima
oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman beserta
tanah melalui
evapotranspirasi. Sedangkan Ayoade 1983 menyimpulkan
bahwa neraca air adalah suatu ungkapan kuantitatif dari siklus hidrologi dan berbagai
komponennya di atas suatu daerah yang spesifik pada periode tertentu. Persamaan
neraca air secara umum adalah :
CH + I = ETP + r + p + dKAT
Keterangan : CH
= Curah Hujan mm I
= Irigasi mm ETP = Evapotranspirasi Potensial
mm r
= runoff dKAT = Perubahan kadar air tanah mm
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa neraca air merupakan perimbangan
antara masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode waktu tertentu. Neraca
air dapat dibuat pada selang waktu harian, mingguan,
bulanan maupun
musiman tergantung kebutuhan. Komponen neraca air
meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan
permukaan serta komponen lainnya Handoko 1994.
2.5.1. Evapotranspirasi
Tiga istilah
evaporasi yang
sering digunakan di dalam studi agroklimatologi
adalah 1 evaporasi, yang menggambarkan jumlah air menguap dari permukaan air
langsung ke atmosfir misalnya dari danau dan sungai, 2 evapotranspirasi aktual ETa,
yang menggambarkan jumlah air pada permukaan tanah bervegetasi yang berubah
menjadi uap air pada kondisi normal, dan 3 evapotranspirasi
potensial ETp
adalah kehilangan air yang terjadi untuk memenuhi
kebutuhan vegetasi yang terjadi pada saat kondisi air tanah jenuh Xu and Chen 2005.
Evapotranspirasi merupakan banyaknya air yang hilang pada permukaan lahan dan
ditambah air yang hilang melalui tanaman Arsyad 1983. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi evaporasi,
antara lain
Wisnubroto et al. 1986: a.
Kecepatan angin : semakin cepat kecepatan angin, maka semakin besar
penguapan. b.
Suhu : semakin tinggi suhu, semakin besar penguapan.
c. Kelembaban relatif : udara yang semakin
besar kelembaban relatif, penguapan yang terjadi semakin besar.
Kadar air tanah yang berkurang hingga mencapai
titik layu
permanen akan
mempengaruhi laju transpirasi, sedangkan laju evapotranspirasi menurun saat kadar air tanah
lebih rendah dari titik layu permanen. Saat kadar air tanah mendekati kapasitas lapang
laju transpirasi tidak terpengaruh secara nyata, tetapi pada saat tanah jenuh oleh air hingga
melewati kapasitas lapang pertumbuhan dapat terganggu Haridjaja et al. 1990.
Gambar 4 Skema neraca air pada lahan sawah beririgasi sumber : Yoshida, 1981
dengan modivikasi dalam Suhartatik et al. 2008
2.5.2. Pendugaan Evapotranspirasi Beberapa metode pendugaan ETp yang
sering digunakan adalah metode Thornthwaite 1948, 1951, Priestly-Taylor 1972, Blaney
Criddle, Penman, evaporasi panci Doorenbos and Pruitt, 1977, Brutsaert dan Stricker
1979, Morton 1983, dan Penman-Monteith Allen et al. 1998. Metode tersebut
dirumuskan berdasarkan parameter iklim daerah sub tropis yang sangat berbeda dengan
kondisi di Indonesia. Jensen et al. 1990 telah menguji-cobakan
dua puluh
persamaan pendugaan ETp berdasarkan peubah iklim dan
menyatakan bahwa metode Penman-Monteith merupakan yang terbaik sedangkan Lee et al.
2004 menyebutkan, bahwa metode terbaik yang digunakan untuk menghitung estimasi
evapotranpirasi
adalah Penman-Monteith,
Blaney-Criddle dan Pan. Pendugaan
evapotranspirasi potensial
dengan metode
Penman -
Monteith menggunakan beberapa parameter cuaca.
Parameter cuaca yang digunakan adalah radiasi surya, kecepatan angin pada ketinggian
2 meter, suhu udara, dan kelembaban relatif. Setelah evapotranspirasi potensial tanaman
diketahui, dapat diduga besar kebutuhan air tanaman
dengan menghitung
nilai evapotranspirasi
tanaman ETc
dengan menggunakan
nilai koefisien
tanaman berdasarkan
umur tanaman.
Koefisien tanaman dapat dibedakan dalam empat
tingkatan Susilawati 2004: I.
Tingkatan awal initial stage dari awal tanam sampai permukaan tanah ditutupi
tanaman Sc sekitar 10 . II.
Tingkatan pertumbuhan tanaman crop development stage yaitu dari Sc = 10
sampai Sc = 70 – 80 .
III. Tingkatan pertengahan mid-season stage
yaitu dari Sc = 70 – 80 sampai tanaman
dewasa. IV.
Tingkatan akhir late season stage yaitu dari tanaman dewasa sampai berbuah atau
panen. Koefisien tanaman untuk padi menurut
FAO 1979
dalam Susilawati
2004 ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai koefisien
tanaman Kc
berdasarkan umur menurut FAO 1979 dalam Susilawati, 2004
Umur Bulan Kc
0,5 1,1
1 1,1
1,5 1,1
2 1,1
2,5 1,05
3 1,05
3,5 0,95
4
2.6 Heat Unit
Heat Unit adalah ukuran jumlah energi panas tanaman yang terakumulasi selama
musim tanam
dan digunakan
untuk menggambarkan
perkembangan tanaman
Peng et al. 1989 dalam Esparza et al. 2007. Newman and Blair dalam Ismail et al. 1981
menyatakan bahwa Heat Unit merupakan hubungan antara laju pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dengan akumulasi suhu rata-rata harian di atas suhu dasar.
Tabel 3. Heat Unit dua varietas padi berbagai fase pertumbuhan pada ketinggian 30
mdpl Handoko et al. 1994 dalam Algas Project 1997
Fase Pertumbuhan
IR-64 Ciliwung
S – T
230 230
T – Pr
310 310
Pr – Pn
440 540
Jumlah 980
1080 Ket : S = Semai; T = Tanam; Pr = Primordia;
Pn = Panen
Nilai Heat Unit atau disebut juga Degree Day pada hari tertentu dihitung dari suhu
maksimum dan suhu minimum harian. Peng et al. 1989 dalam Ezparza et al. 2007
mengatakan bahwa, konsep Heat Unit dihasilkan dari pengamatan bahwa tanaman
tidak dapat tumbuh dibawah suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum
dimana tanaman tidak dapat berkembang.
Handoko et al. 1994 dalam Algas Project 1997 menyebutkan bahwa suhu dasar
tanaman padi untuk daerah tropis adalah sebesar 17
C. Konsep Heat Unit menurut Bey 1991