Kestabilan Terhadap Panas Thermal Stability Kelakuan Fasa Phase Behaviour

14 Waterflood pada kondisi water-wet biasanya memiliki nilai Nc berkisar antara 10 -7 -10 -5 . Critical capillary number berada pada kisaran 10 -5 -10 -4 . Namun pada kondisi desaturasi oil-wet nilai Nc berada pada kisaran 10 -2 -10 -1 Emegwalu 2010.

2.5 Uji Kinerja Surfaktan

2.5.1 Kestabilan Terhadap Panas Thermal Stability

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas formula surfaktan selama mengalir dalam media berpori adalah degradasi molekul surfaktan. Salah satu jenis degradasi surfaktan adalah degradasi thermal yang disebabkan oleh suhu yang tinggi Sugihardjo et al. 2001. Menurut Ayirala 2002 secara normal dibutuhkan waktu yang lama untuk surfaktan berpindah melewati pori batuan reservoir dan mengubah wettability permukaan pori batuan. Surfaktan harus menjaga struktur kimia dan tegangan antarmuka. Stabilitas surfaktan pada temperatur reservoir dalam fluida reservoir dapat ditentukan melalui pengukuran interfacial tension di laboratorium.

2.5.2 Kelakuan Fasa Phase Behaviour

Pengamatan di laboratorium terhadap kelakuan fasa fluida campuran antara surfaktan, air injeksi dan minyak dilakukan dengan cara uji tabung, yaitu mencampurkan masing-masing fluida tersebut kedalam tabung reaksi dengan perbandingan volume dan kombinasi konsentrasi tertentu. Campuran yang terbentuk tersebut dikocok dan kemudian dipanaskan dalam oven hingga mencapai suhu reservoir, sehingga terbentuk fasa yang stabil, yang kemudian diamati kondisi fasanya Sugihardjo et al. 2002. Menurut Leviit 2006 transisi pada phase behaviour dapat disebabkan oleh perubahan variabel seperti salinitas, temperatur, struktur surfaktan, atau equivalen alkane carbon number EACN dari minyak. Penentuan kelakuan fasa campuran surfaktan-air-minyak merupakan faktor penting dalam memperkirakan kinerja peningkatan perolehan minyak dengan proses injeksi surfaktan. Proses emulsifikasi dapat menurunkan tegangan antar muka antara fluida pendorong dengan minyak. Pada dasarnya campuran surfaktan-air-minyak dapat membentuk beberapa macam jenis emulsi yang diantaranya dapat menurunkan tegangan antar muka ke tingkat yang sangat rendah, yaitu dengan orde 10 -2 sampai dengan 10 -4 dynecm, yang dapat digunakan dalam injeksi kimia Sugihardjo et al. 2002. Kelakuan fasa larutan surfaktan sangat dipengaruhi oleh salinitas air formasi. Secara umum, meningkatkan kosentrasi salinitas menurunkan kelarutan surfaktan anionik dalam air formasiinjeksi. Surfaktan didorong keluar dari air formasi dengan meningkatnya konsentrasi elektrolit Sheng 2011. Menurut Sugihardjo et al. 2002 secara umum kondisi fasa campuran yang terbentuk dan setelah dilakukan pengamatan secara kasat mata diklasifikasikan dalam 4 kategori. 1. Emulsi fasa bawah: emulsi yang terbentuk dalam fasa air, dalam kondisi dua fasa, berwarna translucent jernih tembus cahaya pada umumnya terbentuk pada kadar salinitas rendah, dan VwVsVoVs. 2. Mikroemulsi atau emulsi fasa tengah: emulsi terbentuk di fasa tengah, dalam kondisi tiga fasa air-mikroemulsi-minyak, berwarna translucent, terbentuk pada kadar salinitas optimum, VwVs=VoVs. 15 3. Emulsi fasa atas: emulsi yang terbentuk di fasa minyak, dalam kondisi dua fasa, berwarna jernih, pada kadar salinitas di atas optimal salinitas cenderung membentuk emulsi di fasa atas, VwVsVoVs. keterangan: Vw= volume air, Vs= volume surfaktan, Vo= volume minyak 4. Makroemulsi: emulsi yang terbentuk kental, berwarna putih susu milky, ukuran makroemulsi sangat besar 2000-100.000 A. Kelarutan fasa dan proses kelarutan dapat digambarkan dalam diagram ternery yang terdiri dari tiga komponen yaitu: minyak, surfaktan dan air injeksibrine. Diagram ternery yang sederhana terdiri dari sistem tiga komponen pseudoternary diagram: surfaktan-minyak-air. Dalam proses EOR, bagian penting diagram ternery adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram ternery tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II -, yaitu emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa minyak; tipe II +, yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa airlarutan surfaktan; dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa tengah. Diagram ternery tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Fasa bawahtipe II - Fasa tengahtipe III Fasa atastipe II + Gambar 8. Diagram ternery air-surfaktan-minyak Pope 2007. Jenis emulsi yang paling diharapkan dalam proses EORinjeksi surfaktan adalah emulsi fasa tengah phase form III atau mikroemulsi atau paling tidak emulsi fasa bawah Sugihardjo et al. 2002. Pada kondisi tersebut nilai tegangan antar muka yang dihasilkan adalah nilai IFT yang sangat rendah sehingga proses pendesakan minyak bumi dapat dipastikan berjalan efektif. Pada penelitian ini digunakan uji tabung untuk mengetahui kelakuan fasa yang terjadi pada campuran minyak-air-surfaktan setelah perlakuan suhu. Sugihardjo et al. 2001 menyatakan dalam fasa campuran yang membentuk mikroemulsi, mempresentasikan kondisi pendesakan terbaur miscible displacement. Sedangkan dalam fasa campuran yang membentuk emulsi fasa atas atau fasa bawah, mempresentasikan kondisi pendesakan tak berbaur immiscible displacement. Kelakuan fasa campuran tersebut, sangat dipengaruhi oleh: salinitas air pelarut, jenis dan konsentrasi alkohol, suhu, jenis dan konsentrasi surfaktan serta jenis minyak. Salinitas rendah Salinitas optimum Salinitas tinggi 16

2.5.3 Uji Filtrasi Filtration Test