18 Surfaktan mendesak lebih sedikit minyak dari batuan pasir yang bersifat sangat oil-wet karena
tiga sampai lima kali lebih banyak jumlah sulfonat teradsorpsi pada batuan pasir yang bersifat oil-wet
daripada batuan pasir yang bersifat water-wet. Menurut Kristanto 2010 prinsip dasar dari soaking surfaktan ini adalah
menginjeksikan sejumlah tertentu chemical ke dalam reservoir dengan anggapan minyak yang dapat terdorong oleh air waterflooding akan bergerak menjauhi lubang sumur dan yang akan
bereaksi hanya residual oil yang tidak terkurastersapu oleh air, setelah itu surfaktan yang diinjeksikan akan bekerja dan bereaksi dengan menurunkan tegangan antarmuka pada saat
perendamansoaking dilakukan karena surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka IFT.
2.6.2 Fluida Reservoir
Menurut Rachmat 2008 fluida reservoir terdiri dari minyak, gas dan air formasi. Minyak dan gas kebanyakan merupakan campuran rumit dari berbagai senyawa hidrokarbon,
yang terdiri dari golongan naftan, paraffin, aromatik dan sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang. Sheng 2011 menambahkan bahwa komposisi minyak sangat penting
untuk alkali-surfaktan flooding karena surfaktan yang berbeda harus dipilih untuk minyak yang berbeda.
Air formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan terangkat bersama minyak bumi kepermukaan, bersifat asin dengan salinitas rata-rata diatas air laut, kandungan utama air
formasi adalah unsur Ca kalsium, Na natrium, dan Chlor Cl yang dapat ditemukan dalam jumlah besar. Sedangkan air injeksi adalah air yang memiliki komposisi dan konsentrasi yang
berbeda dengan air formasi. Air injeksi merupakan air yang telah diolah untuk diinjeksikan kembali ke dalam batuan reservoir melalui sumur injeksi untuk meningkatkan perolehan
minyak pada fase sekunderwaterflooding. Perbandingan Air formasi dan air injeksi secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh Kandungan Mineral Air FormasiInjeksi Lapangan X
Jenis Air Air Formasi
Air Injeksi
Kation mgL
mgL Sodium
Kalsium Magnesium
Ferrum 5763
296.6 41.3
6.7 9862
256.5 1079.8
6.7 Anion
Klorida Bikarbonat
Sulfat Karbonat
9041.5 842
- -
17019.4 134.2
2317.3 -
Total 15,991.10
30,675.90
Sumber: Sugihardjo et al. 2002.
Menurut Sugihardjo et al. 2002 air formasi sumur minyak di Indonesia memiliki kadar garam bervariasi antara 2000 sampai dengan 30.000 ppm NaCl bb. Salinitas adalah besarnya
kandungan garam-garam yang terdapat di dalam air formasi. Menurut Koesoemadinata dan
19 Speight 1980 secara garis besar minyak bumi mempunyai komposisi seperti terlihat pada
Table 5. Tabel 5. Komposisi minyak bumi secara umum
Komponen Bobot
Karbon 83,9-86,8
Hidrogen 11,4-14,0
Belerang 0,06-0,08
Nitrogen 0,11-1,70
Oksigen ± 0,50
Logam ± 0,03
Menurut Danesh 1998 fluida hidrokarbon minyak bumi pada reservoir dapat terdiri dari ribuan komponen. Komponen tersebut tidak bisa semua didentifikasi dan diukur. Namun,
konsentrasi komponen hidrokarbon memiliki struktural kelas yang sama dan kadang-kadang di ukur dan dilaporkan sebagai suatu kelompok.
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari hingga Agustus 2011, dilakukan di Laboratorium Surfaktan dan Polimer - Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Surfactant and Bioenergy Research
Center -IPB, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Pada penelitian ini terdapat 3 pengelompokan alat yang digunakan yaitu peralatan formulasi larutan surfaktan, peralatan pengujian kinerja surfaktan, dan peralatan core flooding test. Pada tahapan
formulasi surfaktan digunakan neraca analitik, sudip, magnetic stirrer, pipet, gelas piala, botol vial dan tabung erlenmeyer. Pada pengujian kinerja surfaktan peralatan yang digunakan adalah spinning
drop interfacial tensiometer model TX500C, pH meter, density meter Anton Paar DMA 4500,
viscometer brookfield DV-III Ultra, oven, vakum filter, pompa vakum 1.5 bar. Sementara itu pada pengujian core flooding peralatan yang digunakan adalah seperangkat core holder apparatus, soxhlet
extraction cleaning system , pressure gauge, gelas ukur, pencetak core sintetik, labu pemisah, dan
kompresor. Bahan yang digunakan adalah MES metil ester sulfonat dari stearin sawit, NaCl, NaOH,
Na
2
CO
3
, pasir kuarsa, semen, minyak mentah crude oil lapangan Ty, air formasi lapangan Ty, air injeksi lapangan Ty, toluene, core sintetik, gas nitrogen N
2
, filter 500 mesh, membran 0.45 µm, membran 0.22 µm.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pembuatan Surfaktan MES dari Stearin Sawit
Pembuatan surfaktan MES stearin ini mengacu pada metode sulfonasi yang telah dikembangkan oleh Hambali et al. 2009 dimana proses sulfonasi dilakukan dengan
menggunakan Singletube Falling Film Reactor STFR dengan tinggi 6 meter dan sistem kontinyu. Gas SO
3
yang digunakan merupakan produk antara yang dihasilkan pada proses produksi di PT. Mahkota Indonesia. Produk antara yang dihasilkan ini memiliki konsentrasi
26, sehingga dilakukan pencampuran gas SO
3
dengan udara kering dry air untuk menghasilkan campuran gas SO
3
dengan konsentrasi 5-7 vv, gas SO
3
dengan konsentrasi 5-7 diinputkan ke dalam reaktor. Proses sulfonasi dilakukan dengan rasio mol metil ester dan
gas SO
3
yaitu 1:1.3 dan suhu sufonasi 100°C. proses sulfonasi ini berlangsung selama ± 3-4 jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses aging pada suhu 90°C selama 60 menit dan
pengadukan 150 rpm hingga diperoleh methyl ester sulfonic acid MESA. MESA kemudian dinetralisasi dengan NaOH 50 hingga dihasilkan MES dengan pH netral. Diagram alir
pembuatan MES dapat dilihat di Lampiran 4.
3.3.2 Formulasi Larutan Surfaktan MES Stearin untuk EOR
Sampel surfaktan MES stearin yang diperoleh dari tahapan pembuatan surfaktan diformulasikan pada tahap ini. Formulasi ini ditujukan untuk memperoleh formula larutan