11 pendesakannya baik.Sedangkan yang menggunakan bahan kimia yang dicampur dengan air dilakukan
pada tertiary recoveryEOR Wahyono 2009.
2.4 Formula Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery
Pemilihan surfaktan merupakan proses terpenting yang mempengaruhi keberhasilan proses injeksi surfaktan. Sebelum proses implementasi, pengkajian laboratorium secara ekstensif diperlukan
dalam rangka memastikan surfaktan yang dipilih tepat untuk suatu reservoir. Juga, parameter seperti konsentrasi surfaktan, laju injeksi, dan kelakuan surfaktan pada kondisi reservoir, harus diuji dan
dipastikan. Ini memberikan pengetahuan terhadap kelebihan dan kekurangan surfaktan dengan memperhatikan keuntungan terhadap reservoir, dan dapat membantu dalam prediksi perolehan
minyak. Beberapa uji dapat digunakan dalam rangka pemilihan surfaktan diantaranya: uji kelarutan minyak, pengaruh elektrolit, uji densitas larutan surfaktan, uji viskositas larutan surfaktan, uji waktu
kelarutan, identifikasi formulasi optimal surfaktan-co-solvent, dan core flood Lake 1989. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan recovery minyak, sejumlah penelitian di
laboratorium harus dilaksanakan, uji kompatibilitas, pengukuran IFT sebagai parameter terpenting, uji kelakuan fasa, injektifitas, dan adsorbsi surfaktan oleh batuan, sebelum implementasi surfaktan di
lapangan Eni et al. 2007. Adapun karakteristik formula surfaktan yang diharapkan untuk EOR menurut BPMIGAS 2009 adalah sebagai berikut:
Kompatibilitas : Positif Adsorpsion
: 400 µggr batuan IFT
: 10
-2
– 10
-4
dynecm Temperatur
: stabil, sesuai suhu reservoir pH
: 6-8 Bentuk fasa
: tipe III fasa tengah atau minimal tipe II - Recovery oil
: 10-20 incremental Filtration Rate : 1.2
Subjek penting lainnya pada surfaktan untuk enhanced water flooding adalah adsorpsi surfaktan. Adsorpsi surfaktan merupakan pertimbangan penting dalam semua penerapan dimana
surfaktan akan kontak dengan permukaan padat. Banyak surfaktan teradsorpsi pada sela batuan hingga terjadi interaksi elektrostatik antara lokasi aplikasi pada permukaan padat dan surfaktan. Faktor yang
mempengaruhi adsorpsi surfaktan dalam sebuah reservoir meliputi temperatur, pH, salinitas, tipe surfaktan, dan tipe batuan. Seperti biasa, satu-satunya faktor yang dapat dimanipulasi untuk tujuan
enhanced oil recovery adalah tipe surfaktan, yang disesuaikan dengan kondisi reservoir Ayirala
2002. Surfaktan dapat menghasilkan ultra-low IFT antara air dan minyak, yang dapat menarik
minyak yang terperangkap di batuan. Kinerja surfaktan tergantung pada berbagai kondisi seperti sifat minyak, temperatur reservoir dan kondisi ionik. Oleh karena itu formulasi surfaktan harus dirancang
dan diuji secara spesifik pada kondisi reservoir, tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk menyebarkan surfaktan dan bahan kimia lain yang diperlukan melalui media berpori dalam tekanan
rendah dan mempertahankan kontrol mobilitas Leviit 2006. Sugihardjo et al. 2002 menambahkan bahwa efektifitas surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka minyak-air dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya jenis surfaktan yang digunakan, konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang digunakan, kadar garam larutan dan adsorpsi larutan co-surfaktan.
Menurut Nuraini et al. 2004 dengan turunnya tegangan antarmuka minyak-air, maka tekanan kapiler yang bekerja pada daerah penyempitan pori-pori akan berkurang, sehingga sisa minyak yang
12 terperangkap dalam pori-pori batuan mudah didesak dan diproduksikan. Surfaktan bila dilarutkan di
dalam air atau minyak, akan membentuk micelle yang merupakan mikroemulsi dalam air atau minyak. Micelle
berfungsi sebagai media yang bercampur miscible baik dengan minyak maupun air secara serentak. Untuk mendapatkan nilai tegangan antarmuka minyak-air yang lebih rendah, maka
ditambahkan co-surfaktan. Pada umumnya co-surfaktan yang digunakan adalah alkoholROH C4, C5 dan C6. Menurut Ayirala 2002 co-surfaktan yang ditambahkan ke dalam surfaktan dapat
berinteraksi dengan surfaktan didalam larutan untuk memperbaiki karakteristik surfaktan. Beberapa alkohol dapat menurunkan tegangan antarmuka. Pencampuran surfaktan seperti anionik dan non
anionik dapat menurunkan adsorpsi surfaktan. Penurunan nilai IFT yang timbul dari penambahan surfaktan ke suatu larutan akan mengurangi
pengaruh gaya kapiler. Jika IFT dapat diturunkan mencapai nilai yang cukup, mobilisasi minyak secara fisik dapat terjadi. Nilai IFT antar minyak dan air berada pada kisaran nilai 35-36mNm
1mNm = 1dynecm, dengan menambahkan surfaktan ke dalam system, nilai tersebut dapat diturunkan secara signifikan mencapai ultra-low IFT 1 x 10
-3
mNm Nasiri 2011. Tegangan antarmuka IFT antara minyakair merupakan salah satu parameter utama dalam
EOR. Pengukuran nilai IFT menggunakan alat spiningdrop interfacial tension pada suhu sekitar 70°C. Indikasi dari kinerja surfaktan adalah menurunnya tegangan antar muka minyak-air, semakin rendah
semakin baik. Nilai IFT yang diyakini agar surfaktan tersebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10
-3
dynecm Eni et al. 2007. Leviit 2006 menyatakan bahwa ultra-low IFT pada nilai 10
-3
dynecm diperlukan untuk memobilisasi residual oil yang terdapat dalam batuan reservoir dan mengurangi jumlah residual oil
yang jenuh menuju nol pada reservoir. Ditambahkankan oleh Drelich et al. 2002 produksi minyak dengan menggunakan proses surfactant flooding sangat dipengaruhi oleh kemampuan surfaktan dalam
menurunkan tegangan antarmuka IFT. Menurut Technology Assessment Board 1978 larutan yang diinjeksikan pada umumnya
mengandung 95 air formasiair injeksi brine, 4 surfaktan, dan 1 aditif. Aditif biasanya berupa alkali yang ditambahkan untuk mengatur viskositas larutan.
Sugihardjo et al. 2002 menyatakan bahwa alkaliaditif yang boleh dipergunakan adalah natrium hidroksida NaOH dan natrium karbonat Na
2
CO
3
dengan batas maksimal penggunaan 1 untuk memaksimalkan kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka. Menurut Jackson
2006 penggunaan alkali juga harus mempertimbangkan sifat kimia dari reservoir. Bahkan ketika natrium karbonat memiliki kinerja yang baik pada phase behaviour, tetap harus diuji dengan contoh
batuan reservoir karena reaksi kimia yang rumit dapat terjadi dengan mineral-mineral batuan. Menurut Sheng 2011 terdapat 6 alkali yang dapat digunakan untuk menurunkan IFT adalah
NaOH, Na
2
SiO
3
, Na
4
SiO
4
, Na
3
PO
4
, NaHCO
3
, dan Na
2
CO
3
. Alkali dalam terkait injeksi kimia, penambahan alkali seperti natrium karbonat meningkatkan kekuatan ion salinitas. Konsentrasi alkali
meningkat, menyebabkan salinitas optimum menurun. Hal tesebut membuat anjuran untuk mengurangi salinitas optimal.
Menurut Hirasaki dan Zhang 2009 alasan memilih natrium karbonat sebagai alkali dalam formulasi surfaktan diantaranya adalah:
1. pH yang cukup tinggi menghasilkan surfaktan alami dari reaksi penyabunan in situ dari
kandungan asam naftenat dalam minyak mentah. 2.
Natrium karbonat menekan konsentrasi ion kalsium Ca
2+
. 3.
Natrium karbonat lebih dapat mengurangi tingkat pertukaran ion dan pelepasan mineral dalam batu pasir dibandingkan dengan natrium hidroksida.
4. Adsorpsi surfaktan anionik rendah dengan penambahan alkali, khususnya dengan natrium
karbonat.
13 5.
Endapan karbonat tidak mempengaruhi permeabilitas dibandingkan dengan hidroksida dan silikat.
6. Natrium karbonat adalah alkali yang tidak mahal.
Selain itu Jackson 2006 juga menyatakan bahwa penambahan natrium karbonatsodium carbonate
digunakan karena dapat menurunkan adsorpsi surfaktan anionik pada batuan reservoir. Karenanya, perambatanaliran surfaktan dapat lebih cepat dan memungkinkan lebih sedikit surfaktan
yang diinjeksi. Besarnya nilai pH yang dihasilkan dari penambahan natrium karbonat telah membantu menjaga kestabilan beberapa surfaktan dan dapat pula digunakan dalam memperbaiki hidrasi polimer.
Surfaktan diharapkan dapat menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air sehingga tekanan kapiler minyak dan batuan berkurang. Menurut Emegwalu 2009
tekanan kapiler yang tinggi menyebabkan recovery factor yang rendah. Tekanan kapiler yang rendah diperlukan untuk me-
recovery sebagian besar sisa minyak yang masih terjebak setelah waterflooding. Dengan turunnya
tegangan antarmuka tersebut, minyak akan terkonsentrasi pada permukaan batuan. Pada akhirnya, surfaktan dapat mengikat minyak dan minyak dapat diproduksi.
Pengaruh dari IFT dalam recovery minyak dimodelkan oleh kurva capillary desaturation, dimana saturasi residual oil berkorelasi dengan fungsi capillary number. Capillary number Nc
didefinisikan sebagai rasio viskositas dan gaya kapiler. Capillary number secara umum dapat dihitung dari persamaan di bawah ini:
� = �
� cos ø
Keterangan: v = laju alir efektif cms
µ = viskositas larutan pendesak cp σ = tegangan antarmuka dynecm
Ø
= sudut kontak kebasahanwetting angle Menurut Emegwalu 2010 peningkatan nilai capilary number mengindikasikan peningkatan
recovery minyak sisaresidual oil. Peningkatan viskositas dari fluida menyebabkan peningkatan
kecepatan perpindahan yang tidak efektif. Namun, nilai Nc yang besar dapat dicapai dengan cara mengurangi tegangan antarmuka IFT antara air dan minyak dengan menggunakan surfaktan.
Korelasi antara minyak yang dapat diperoleh dan nilai capillary number dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan capillary number dengan oil recovery Chatzis dan Morrow 1994.
14 Waterflood
pada kondisi water-wet biasanya memiliki nilai Nc berkisar antara 10
-7
-10
-5
. Critical
capillary number berada pada kisaran 10
-5
-10
-4
. Namun pada kondisi desaturasi oil-wet nilai Nc
berada pada kisaran 10
-2
-10
-1
Emegwalu 2010.
2.5 Uji Kinerja Surfaktan