Pertanyaan Penelitian Tujuan dan Manfaat Penelitian
12
lebih baik, ramah, sopan sedangkan laki-laki tidak harus. Permainan laki-laki identik dengan membutuhkan tenaga dan kecerdikan seperti sepak bola, layang-
layang sedangkan perempuan identik dengan sikap keibuan dan lemah lembut seperti boneka, rumah-rumahan. Pembagian kerja pada perempuan selalu
disosialisasikan akan kewajiban membantu ibu di rumah atau kegiatan reproduksi sosial sedangkan anak laki-laki tidak.
Penelitian kedua dilakukan oleh Dewi Ashuro Itouli Siregar dan Sri Rochani 2010 yang berjudul Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan Prasangka Gender
pada Anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi gender oleh orang tua dengan prasangka gender pada remaja. Penelitian ini
menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 200 responden dari SMUN
27 Jakarta Pusat, SMUN 39 Jakarta Timur, SMUN 90 Jakarta Selatan, SMUN 65 Jakarta Barat dan SMUN 13 Jakarta Utara. Sebanyak 94 orang berjenis kelamin
pria 47 dan 106 orang berjenis kelamin perempuan 53. Hasil menunjukkan bahwa orang tua yang paling dominan mensosialisasikan peran gender adalah ibu
73,5 berdasarkan responden pria sebanyak 56,4 dan responden perempuan sebanyak 84,9. Konsep prasangka gender erat hubungannya dengan identitas
jenis kelamin karena konsep prasangka gender merupakan bentuk penerimaan atau penolakan gender seseorang. Para orang tua cenderung membedakan
perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, anak dari orang tua tersebut tidak selalu berpandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah
daripada laki-laki. Anak perempuan juga tidak kemudian menganggap dirinya
13
hanya pantas untuk menjadi istri atau ibu rumah tangga dan begitu pula sebaliknya dengan anak laki-laki. Sehingga berdasarkan analisis korelasi Pearson,
tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orangtua berhubungan dengan prasangka gender secara umum, baik penerimaan maupun dengan penolakan
gender pada remaja pria dan perempuan. Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jatininggsih dan
Kartikasari 2010 dengan judul Upaya Menyemaikan Nilai-Nilai Kesetaraan Melalui Pendidikan Gender di Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini dilaksanakan
di PG-TK di Surabaya yaitu TK Dharma Wanita UNESA, TK Tadika Puri Wiyung, TK Al Madani, TK Kartini Jagir. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Subjek penelitiannya adalah guru-guru TK yang dipilih secara purposif. Jumlah subjek
dalam penelitian ini adalah 11 guru TK. Fokus penelitian ini adalah konstruksi gender guru dan sosialisasi gender yang terjadi di sekolah. Terdapat tiga teori
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori identifikasi, teori belajar sosial dan teori perkembangan sosial atau kognitif. Hasil penelitian menunjukkan,
mengenai konstruksi gender, para guru TK masih tradisional namun mulai bergeser ke arah yang egalitarian. Subjek lebih menuntut anak perempuan untuk
dapat mengadopsi stereotipe maskulin yang positif seperti berani memimpin, tegas, dan tanggung jawab, sementara tidak demikian halnya kepada anak laki-
laki. Tuntutan terhadap anak laki-laki untuk mengadopsi stereotipe feminin tidak sekuat tuntutan terhadap perempuan. Sosialisasi peran gender di sekolah terlihat
dari perbedaan model seragam antara anak laki-laki dan anak perempuan, muatan
14
materi yang bias gender serta kegiatan baris berbaris yang dibedakan berdasarkan jensi kelamin anak. Serta masih terdapatnya perilaku guru yang bias gender ketika
mereka berinteraksi dengan anak didiknya. Penelitian keempat yaitu penelitian Fardus A. Angkah 2011 yang berjudul
Peranan Gender Dalam Keluarga Studi Kasus Etnis Mandar di Pesisir Pantai Tonyaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitiannya, Fardus menjelaskan bahwa salah satu aspek penting dalam memahami konsep gender adalah kehidupan dalam keluarga agar tidak terjadi
ketimpangan gender. Peranan gender dalam keluarga Mandar di pesisir Pantai Tonyaman dalam tugas-tugas keluarga, pemeliharaan anak, dan perkawinan pada
umumnya tidak bias gender. Namun masih ada peran-peran tertentu yang masih didominasi peran perempuan, seperti merawat anak pada saat sakit. Pengambilan
keputusan dalam hal masalah-masalah dalam rumah tangga keluarga Mandar di pesisir Pantai Tonyaman sudah tercipta kesetaraan dan kemitraan terpadu antara
suami dan isteri. Adapun nilai sosial budaya dan status sosial ekonomi tidak menjadi penghalang untuk terjadinya kesetaraan dan kemitraan terpadu antara
suami dan isteri. Konsep gender yang menonjol dalam keluarga Mandar adalah konsep Sibali Parri. Sibali Parri bermakna susah senangnya dalam
berumahtangga ditanggung bersama oleh suami dan istri. Dengan konsep Sibali Parri, ruang domestik dan ruang publik sudah menjadi hal yang tidak
dipertentangkan. Penelitian yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariane Utomo,
Iwu Dwisetyani Utomo, Anna Reinmondos dan Peter McDonald 2012 dengan