44
tua pada penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 11 orang, sedangkan hanya ada satu orang informan laki-laki. Hal ini dikarenakan peneliti mengalami
kesulitan untuk mencari informan laki-laki yang bersedia untuk diwawancarai. Latar belakang pekerjaan informan orang tua sangat beragam mulai dari ibu
rumah tangga, wiraswasta hingga karyawan swasta. Ibu rumah tangga merupakan pekerjaan terbanyak informan orang tua yaitu 6 orang, diantaranya informan yang
merupakan ibu rumah tangga adalah informan Irma, Maryati, Nurkomariah, Nuraini, Ristianti dan Roinah.
Profesi wiraswasta sebanyak 4 orang yaitu informan Leni Puspita memiliki usaha salon, informan Evvy Nursanti memiliki usaha penjualan catering, informan
Kristianti mempunyai usaha kedai bakso yang dijalankan bersama dengan suaminya dan informan Cut mempunyai usaha penjualan makanan ringan.
Kemudian 2 orang berprofesi sebagai karyawan swasta yaitu informan Milla Kartika bekerja di perusahaan PT Gelael Supermarket dan informan M. Arif
bekerja di perusahaan Indosat. Peneliti sengaja memilih enam informan yang berkerja di ranah publik dan enam orang yang berkerja di ranah domestik untuk
mengetahui perbedaan pola asuh anak ketika di rumah. b.
Profil Santri
Subjek dalam penelitian ini adalah santri kelompok A dan B. Alasan pemilihan santri dari kelompok tersebut karena santri tersebut berusia antara
empat sampai lima tahun. Selain itu, santri tersebut dipilih karena merupakan santri yang aktif dalam berbicara sehingga memudahkan peneliti dalam menggali
45
informasi dari subjek penelitian. Jumlah santri yang dipilih yaitu 12 anak. Terdiri dari enam orang santri laki-laki dan enam orang santri perempuan. Jumlah ini
seimbang antara informan santri laki-laki dan informan santri perempuan. Berikut data mengenai informan dalam penelitian ini :
Tabel II.G.2 Profil Informan Anak No
Nama Jenis Kelamin
Usia Kelompok
1. M. Alfa Fahrizy
Leandi Laki-laki
4 A 1
2. M. Bil Davin
Laki-laki 4
A 1 3.
Rehana Dzulfiandini Perempuan
4 A 1
4. Teuku M. Azhaky
Laki-laki 4
A 1 5.
Davi Pratama Putra Laki-laki
6 B 1
6. Hunnafa Alillah
Perempuan 6
B 1 7.
Selfa Adesti Rahmawati
Perempuan 6
B 1
8. Siti Hilyatul Faizah
Perempuan 5
B 1 9.
Zakyy Arya Tamam Laki-laki
6 B 1
10. Farril Choir Laki-laki
5 B 2
11.. Nayla Putri Kamila Perempuan
5 B 2
12. Raisa Maulidina Sofa Jintang
Perempuan 5
B 2
Sumber : Wawancara dengan Informan Berdasarkan tabel di atas, terdapat empat anak yang berusia 4 tahun yaitu
M. Alfa Fahrizy Leandi, Teuku M Azaky, M. Bil Davin dan Rehana Dzulfiandini yang duduk di kelompok A, kemudian terdapat empat anak yang berusia 5 tahun
yaitu Farril Choir, Siti Hilyatul Faizah, Raisa Maulidina Sofa Jintang dan Nayla
46
Putri Kamila yang duduk di kelompok B, serta terdapat empat anak yang berusia 6 tahun yaitu Davi Pratama Putra, Zakky Arya Tamam, Hunnafa Alillah dan Selfa
Adesti Rahmawati yang juga duduk di kelompok B. Perbedaan umur informan anak dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui pola pikir anak berdasarkan
umurnya. c.
Profil Guru
Dalam penelitian ini, terdapat dua orang guru TKA Al-Ihsan yang menjadi subjek penelitian. Berikut data mengenai informan guru :
Tabel II.G.3 Profil Informan Guru No Nama
Pendidikan Terakhir Jabatan
1. Mayani, S.Pd.I
S 1 PAUD Wakil Kepala Sekolah Guru
kelompok B 1 2.
Nurlaela, S.Pd.I S 1 PAUD
Guru kelompok B 2 Sumber : Wawancara Pribadi dengan Informan
Kedua informan dalam penelitian ini sama-sama berlatar belakang pendidikan Srata 1 PAUD. Bunda Mayani atau yang lebih akrab dipanggil Bunda
Yani menjabat sebagai wakil kepala sekolah sekaligus sebagai wali kelas kelompok B1, sementara Bunda Nurlaela atau yang lebih akrab disapa Bunda Ela
menjabat sebagai wali kelas kelompok B2. Kedua informan ini dipilih karena memenuhi kriteria telah mengabdi selama lebih dari lima tahun di TKA Al-Ihsan
sehingga sudah tahu betul seluk beluk di TKA Al-ihsan
47
BAB III SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK
A. Pandangan Orang Tua Terhadap Peran Gender Pada Anak
Istilah gender gender sering diartikan secara rancu yaitu sebagai seks atau jenis kelamin. Padahal pengertian kedua istilah itu jelas-jelas berbeda. Oleh
karena itu, dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender, terdapat lima istilah dalam gender yaitu :
1. Buta gender gender blind, yaitu kondisi atau keadaan seseorang yang
tidak memahami tentang pengertian atau konsep gender karena ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan.
2. Sadar gender gender awareness, yaitu kondisi atau keadaan seseorang
yang sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
3. Peka atau sensitif gender gender sensitive, yaitu kemampuan dan
kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender disesuaikan kepentingan
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. 4.
Mawas gender gender perspective, yaitu kemampuan seseorang memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.
5. Peduli atau responsif gender gender concernresponcive, yaitu
kebijakanprogramkegiatankondisi yang sudah dilakukan dengan memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin BKKBN:2007,9.
48
Dalam penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar informan orang tua pernah mendengar istilah gender yaitu sebanyak 7 orang, baik mendengar dari
percakapan sehari-hari maupun dari media seperti televisi ataupun koran. Tetapi, sayangnya tidak satupun informan yang pernah mendengar istilah gender
mengetahui pengertiannya. Beberapa informan orang tua yang pernah mendengar istilah gender bahkan mengartikan gender sebagai jenis kelamin atau pengertian
lainnya. Informan Nurkomariah mengatakan bahwa “gender kan anuan jenis kelamin
bukannya...gender kan bahasa gaul, kita mah gak ngerti hehe ” Nurkomariah,
Depok, 23 Januari 2014. Jawaban lainnya oleh informan Irma yaitu
“gender yang punya kelamin dua kan mbak?
” Irma, Depok, 23 Januari 2014. Jawaban berbeda juga dituturkan oleh
informan Leni Puspasati “gender ya, laki-laki ke perempuanan, perempuan ke laki-lakian. Kalo menurut saya sih seperti itu
” Leni Puspasari, Depok, 23 Januari 2014.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa informan orang tua dalam penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam kelompok buta gender gender
blind karena tidak mengetahui dengan benar pengertian dari istilah gender, sehingga pandangan peran gendernya pun masih tradisional. Namun, tidak semua
orang tua menganut peran gender tradisional, beberapa informan orang tua pun sudah menganut peran gender yang egaliter atau sederajat walaupun tidak
mengetahui istilah gender. Hal ini terlihat dari pandangan orang tua terhadap pandangan gender anak yang beragam.
49
Pandangan terhadap peran gender anak khususnya pada anak laki-laki diantaranya diungkapkan oleh informan M. Arif yaitu :
Anak laki-laki ya, ya harus berani karena nantinya kan dia jadi pemimpin jadi harus berani hadapin apapun, harus berani ambil resiko, jangan jadi
pengecut...harus kuat ya, karena kan biasanya perempuan atau istri suka minta bantuin ke laki-laki ya, angkat barang ini itu, kita sebagai laki-laki
harus bisa disegala bidang Mbak kaya benerin mesin aer, genteng bocor, masa minta tolong istri. M. Arif, Depok, 24 Januari 2014
Berdasarkan penuturan di atas dapat diketahui bahwa informan M.Arif menganut pandangan gender tradisional yang menstereotipekan bahwa anak laki-
laki harus kuat, berani dan bertanggung jawab. Strereotipe seperti ini merupakan hal yang lazim dialamatkan pada sosok anak laki-laki. Berbeda dengan yang
dikatakan oleh informan Nurkomariah : Kalo ada adenya bisa mendidik adenya, jagain adenya, itu kalo punya ade
tapi kalo dia nggak punya ade harus mandiri misalnya aku takut terus dibilangin pergi sendiri dong kan anak laki, gitu misalnya. Harus
jantanlah. Nurkomariah, Depok, 23 Januari 2014
Informan Nurkomariah tidak hanya menganut pandangan gender tradisional yang menstereotipekan laki-laki harus mandiri dan pemberani. Namun, juga
menganut pandangan gender egaliter karena menuturkan bahwa laki-laki harus mendidik dan menjaga adiknya. Dalam lingkungan masyarakat, tugas ini biasanya
diberikan kepada anak perempuan bukan anak laki-laki. Selain itu, terdapat pula pandangan peran gender yang bersifat negatif
terhadap anak laki-laki yang menstereotipekan anak laki-laki keras, nakal dan sulit untuk diatur. Seperti yang diungkapkan oleh informan Kristianti bahwa
“anak laki-laki ya, emm gimana ya, biasanya sih nakal, susah diatur
” Kristianti, Depok, 27 Januari 2014. Dipertegas oleh informan Cut yaitu
“keras sama bandel
50
kayanya, beda sama anak perempuan yang agak kalem ” Cut, Depok, 27 Januari
2014. Selanjutnya pandangan informan orang tua terhadap peran gender anak
perempuan. Diantaranya sikap yang dianggap tepat dengan anak perempuan menurut informan Nuraini yaitu
“lemah lembut, lebih gimana ya?...iya, lebih diem, lebih nurutlah dibanding anak laki-laki
” Nuraini, Depok, 23 Januari 2014. Informan Milla Kartika menambahkan bahwa
“lebih cerewet sama cengeng kali ya, kalo anak laki-laki kan biasanya nggak
” Milla Kartika, Depok, 24 Januari 2014. Mengenai pandangan peran gender anak perempuan yang diungkapkan
oleh informan orang tua tidak berbeda dengan yang telah distereotipekan di lingkungan masyarakat yaitu lemah lembut, pasif, penurut, keibuan, cerewet serta
cengeng.
B. Cara Orang Tua Mensosialisasikan Peran Gender Pada Anak
Ada banyak cara bagi informan orang tua dalam mensosialisasikan peran gender pada anak, diantaranya melalui penjelasan sikap anak, pemilihan pola
pengasuhan yang tepat, permainan, teman sebaya, perlengkapan kebutuhan anak seperti model pakaian, tas dan lainnya, pemilihan warna, pemberian aksesoris,
sistem pembagian kerja dalam keluarga serta pemilihan tayangan televisi untuk anak. Semua hal tersebut didasarkan pada jenis kelamin sang anak dan sesuai
dengan konstruk budaya masyarakat. Sosialisasi peran gender yang pertama yaitu para orang tua umumnya
memberi penjelasan bagaimana anak bersikap sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing. Informan orang tua yang memiliki anak laki-laki memberikan