BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang
hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah manusia yang terinfeksi bila menelan telur yang mengandung larva.
13,14
Cacing dewasa jantan berukuran 30 sampai 45 mm, sedangkan ukuran cacing dewasa
betina 35 sampai 50 mm.
15
Bagian anterior yang berbentuk seperti cambuk dari cacing dewasa terbenam di dalam dinding usus, dan bagian posterior berada bebas
di lumen usus.
13,15
Cacing betina dewasa akan mulai bertelur dalam 60 sampai 70 hari setelah terinfeksi dan bisa memproduksi 3000 sampai 20.000 telur setiap hari.
Siklus hidup T. trichiura dimulai dari tertelannya telur Trichuris yang infektif. Telur tersebut akan menetas di usus halus dan mengeluarkan larva. Larva kemudian
berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Cacing dewasa betina akan mulai bertelur dalam 60 sampai 70 hari setelah infeksi. Telur yang
belum berlarva akan keluar bersama dengan tinja dan menjadi infektif di tanah dalam 10 sampai 14 hari. Telur yang infekif ini yang selanjutnya menjadi sumber
penularan bagi manusia lain.
15
14-16
Gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Siklus hidup Trichuris Trichiura 2.1.1 Epidemiologi
16
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2005, jumlah anak usia sekolah di Indonesia ada sebanyak 41 568 000 anak dengan seluruhnya dianggap mempunyai
risiko untuk terinfeksi STH.
17
Di seluruh dunia didapati 795 juta orang terinfeksi T.trichiura dan sebanyak 86 juta di antaranya merupakan anak di bawah usia 5
tahun. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh penting dalam proses transmisi dan
iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan bagi perkembangan STH. Akan tetapi adanya perbedaan ekologi di antara daerah Indonesia sendiri menyebabkan ada
perbedaan prevalensi infeksi.
4,18
18
Prevalensi infeksi T.trichiura terendah di Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar 1 sedangkan prevalensi tertinggi di Jakarta Utara
dengan angka 79.64.
2
Untuk Sumatera Utara angka prevalensi T.trichiura didapati sampai dengan 78.6.
3
Universitas Sumatera Utara
Umur yang paling rentan untuk mendapat infeksi T.trichiura adalah 5 sampai 15 tahun.
13,14
Infeksi terjadi setelah tertelan telur infektif dari kontaminasi tangan, makanan sayuran atau buah yang dipupuk dengan tinja manusia, atau minunan.
Transmisi juga bisa secara tidak langsung yakni melalui lalat atau serangga lain.
13
2.1.2 Manifestasi klinis Kebanyakan penderita hanya membawa jumlah cacing yang sedikit dan tidak
menunjukkan gejala.
13
Manifestasi klinis yang bisa muncul termasuk disentri kronik, tenesmus, pucat dan gangguan nutrisi lainnya, gagal tumbuh, gangguan
perkembangan dan kognitif. Pada infeksi berat bisa terjadi prolapsus recti.
13-16,19
2.1.3 Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya telur atau cacing dewasa di tinja.
13-16
Metode yang direkomendasikan ialah pemeriksaan sampel tinja dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur jumlah telur per
gram tinja.
20,21
Untuk mengetahui intensitas infeksi pada setiap individu ialah dengan cara menghitung jumlah telur per gram tinja. Dengan metode Kato-Katz, penghitungan
egg per gram epg didapat dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi tergantung dari luas hapusan yang
digunakan. WHO merekomendasikan hapusan yang menampung 41,7 mg tinja,
Universitas Sumatera Utara
dimana dengan faktor multiplikasinya ialah 24. Intensitas infeksi pada tingkat komunitas dapat dilihat dari :
- Mean epg
21
- Derajat intensitas
Rerata mean epg dapat dihitung dengan arithmetic mean : Arithmetic mean =
n Σ epg
epg adalah jumlah dari epg setiap individu dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa n.
Atau dengan geometric mean : Geometric mean = exp
Σ log epg+1 n
- 1 log epg + 1 adalah jumlah dari logaritma setiap individu. Nilai 1 ditambahkan
karena logaritma tidak bisa dihitung bila epg nilainya nol. WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai berikut .
•
Derajat ringan : 1 – 999 epg
21
•
Derajat sedang : 1000 – 9999 epg
•
Derajat berat : 10.000 epg Pada daerah dengan derajat intensitas infeksi yang rendah, pemeriksaan
sampel tunggal bisa tidak mendeteksi adanya telur cacing di tinja. Penelitian melaporkan peningkatan sensitivitas teknik pemeriksaan Kato-Katz bila sampel tinja
Universitas Sumatera Utara
diperiksa tiga hari berturut-turut yaitu sensitivitas pemeriksaan tiga sampel sebesar 95.1 dibanding 63.4 bila dilakukan pemeriksaan sampel tunggal.
22
2.1.4 Penatalaksanaan Obat pilihan untuk pengobatan T. trichiura :
1. Mebendazole 100 mg, dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Dosis tunggal 500 mg biasa diberikan pada pengobatan massal.
13-16,19,23
2. Albendazole 400 mg dosis tunggal untuk anak di atas usia 2 tahun. Untuk anak usia 1 sampai 2 tahun diberikan setengahnya.
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi lingkungan seperti penyediaan toilet, cuci tangan, pemakaian alas kaki, dan mengkonsumsi makanan yang matang
juga diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah oleh tinja manusia yang terinfeksi dengan cacing. Ini penting untuk mencegah transmisi lebih
lanjut.
13,14,19
2.2 Albendazole Albendazole adalah antihelmintik golongan benzimidazole dengan nama kimia
methyl [5-propylthio-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate. Albendazole termasuk
antihelmintik dengan spektrum luas, yang efektif terhadap berbagai cacing intestinal dan infeksi cacing jaringan.
10,24
Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Infeksi parasit yang bisa diterapi dengan albendazole Penyakit
24
Terapi lini pertama Pilihan terapi lainnya
Microsporidiosis pada AIDS Albendazole
Giardiasis Tinidazole, metronidazole
Albendazole, mepacrine, furazolidine
Ascariasis, enterobiasis, infeksi cacing tambang
Albendazole, mebendazole Piperazine, pyrantel
Trichuriasis Mebendazole
Albendazole Strongyloidiasis
Ivermectin Albendazole, thiabendazole
Penyakit kista hidatit Albendazole, pembedahan
Mebendazole, praziquantel Penyakit alveolar hydatid
Albendazole, pembedahan Mebendazole
Neurocycticercosis Albendazole, praziquantel,
pembedahan
Efek antihelmintik albendazole terutama intraintestinal dan bisa bekerja sebagai larvasidal, ovisidal, dan vermisidal. Albendazole bekerja dengan cara
menghalangi polimerisasi tubulin dan pengambilan glukosa oleh sel parasit. Kekurangan energi yang terjadi inilah yang selanjutnya akan membunuh cacing.
24
Albendazole tersedia dalam bentuk tablet kunyah 200 dan 400 mg, serta sediaan sirup.
20
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Farmakokinetik Setelah pemberian per oral, albendazole langsung bekerja sebagai antihelmintik di
saluran cerna. bila diberikan dalam dosis tinggi, sejumlah albendazole diserap dan dimetabolisir menjadi albendazole sulphoxide yang aktif terhadap parasit jaringan.
24
2.2.2 Efek samping Berikut ini adalah efek samping yang mungkin muncul pada pemberian albendazole
termasuk nyeri abdomen yang paling sering dikeluhkan. Diare, mual, muntah, pusing, gatal-gatal danatau ruam kulit bisa dijumpai. Efek samping yang jarang
dijumpai termasuk nyeri tulang, protenuria, dan penurunan eritrosit.
10
2.2.3 Efikasi WHO pada tahun 2001 membentuk Partners for Parasites Control PPC yang
bertujuan mengatasi infeksi STH dan schistosomiasis di seluruh dunia. Pada tahun yang sama WHO bersama PPC memulai kampanye anti cacing di seluruh dunia dan
obat yang direkomendasikan adalah albendazole 400 mg dan mebendazole 500 mg.
6,7
Meta-analisis pada tahun 2008 mendapatkan keefektivan albendazole 400 mg dosis tunggal terhadap T. trichura hanya sebesar 28 dengan angka penurunan
Akan tetapi terdapat kekhawatiran pemberian antihelmintik skala besar bisa menyebabkan timbul dan tersebarnya nematoda yang resisten.
Universitas Sumatera Utara
telur yang bervariasi dari 0 sampai 89.7. Peneliti menyimpulkan bahwa regimen pengobatan T. trichura dengan albendazole 400 mg dosis tunggal tidak memuaskan.
Bahkan risiko untuk tetap menderita trichuriasis setelah mendapat terapi ini hanya berkurang 28.
Sedangkan systematic review tahun 2007 melaporkan albendazole 400 mg dosis tunggal mampu menurunkan prevalensi T.trichura dari 51.9 menjadi 31.9.
Pada penelitian ini disimpulkan albendazole memuaskan karena dengan pemberian satu jenis obat bisa menjangkau lebih dari satu jenis cacing.
5
Penelitian tentang keefektifan albendazole 400 mg dosis tunggal di Uganda hanya mendapatkan angka penyembuhan yang dicapai sebesar 8 dan angka
penurunan telur geometrik sebesar 89. Pada studi ini juga diperlihatkan bahwa telur kembali ditemukan pada semua anak pada hari ke 14 pemantauan dengan
jumlah yang telur lebih banyak secara bermakna.
25
Suatu studi lain di RRC melaporkan efektivitas albendazole dosis tunggal yang juga rendah terhadap T.trichura dengan angka kesembuhan 11.7.
9
26
Penelitian di Kenya juga melaporkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang rendah yaitu 18.2 dan 24.5.
27
Penelitian lain di Afrika Selatan yang menggunakan albendazole 400 mg, mendapatkan angka kesembuhan sebesar 12.7 dengan sekali pengobatan dan
33.3 setelah pengobatan kedua dengan jarak enam bulan. Peneliti ini juga menyarankan perlunya pertimbangan untuk mencari pengobatan alternatif untuk T.
trichura.
28
Universitas Sumatera Utara
Penelitian di Sumatera Utara pada tahun 1995 mendapatkan angka kesembuhan sampai dengan 93.48 dan angka penurunan telur sebesar 99.69.
Beberapa penelitian terakhir yang mandapatkan angka kesembuhan maupun angka penurunan telur yang tidak memuaskan. Hal ini diperkirakan akibat sudah
mulai munculnya parasit yang resisten terhadap obat ini. Ini dikarenakan luasnya pemakaian albendazole pada pengobatan masal di berbagai negara beberapa tahun
terakhir.
3
Ada beberapa peneliti yang mendapatkan bahwa pemberian albendazole dengan dosis lebih tinggi dan regimen yang lebih panjang seperti pengulangan dua
atau tiga hari akan memberikan efektivitas yang lebih baik.
29
10,28
Data pada hewan menunjukkan peningkatan efektivitas akan didapatkan dengan memperlama durasi
pemberian antihelmintik karena sifat kerja antihelmintik yang tergantung pada lama kontak obat dengan parasit.
Suatu uji klinis acak yang dilakukan di Thailand pada tahun 2001 juga mendapatkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang lebih baik bila
albendazole diberikan 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
30
31
Peneliti yang sama kembali melakukan uji klinis yang lebih besar untuk membandingkan pemberian
albendazole 3, 5 dan 7 hari berturut-turut, dan mendapatkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang semakin baik sebanding dengan lama pemberian
albendazole. Penelitian sebelumnya di Bangladesh juga membuktikan pemberian
albendazole 400 mg selama 3 hari memberikan hasil yang lebih baik yaitu angka
32
Universitas Sumatera Utara
kesembuhan sebesar 80 dibanding 30 bila albendazole diberikan dengan dosis tunggal.
Di Sumatera Utara sendiri juga sudah terdapat penelitian yang menggunakan regimen ini. Angka kesembuhan dan penurunan telur yang didapatkan juga lebih
baik pada regimen albendazole 3 hari.
33
Suatu uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan pemberian albendazole 400 mg selama satu, dua, dan tiga hari berturut-turut mendapatkan
angka kesembuhan yang lebih tinggi sebanding dengan lama pemberian obat, yaitu 23 dalam satu hari pemberian, 56 dua hari, dan 67 tiga hari. Peningkatan
angka penurunan telur juga memberikan hasil yang sama yaitu 96.8 dengan satu hari pemberian, 99.3 dua hari, dan 99.7 tiga hari.
34
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut di atas, pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut akan menunjukkan efektivitas yang lebih baik
dan bermakna bila diberikan pada penderita trichuriasis berat.
12
12,31-35
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODE PENELITIAN