Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Multikultural

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SADUDDIN

108011000052

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Saduddin (NIM: 108011000052) : Peran Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Multikultural (Studi Kasus di SMP Mentari International School)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara empiris mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam khususnya dalam pendidikan Islam di sekolah multikultural yaitu di SMP Mentari International School. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah metode obsevasi, interview, dan dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisis, penulis menggunakan teknik analis diskriptif kualitatif, yaitu berupa data-data yang tertulis atau wawancara secara lisan dari orang yang terlibat dalam sekolah tersebut serta kegiatan yang di amati, sehingga dalam hal ini penulis berupaya mengadakan penelitian yang bersifat menggambarkan secara menyeluruh.

Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan informasi keragaman multikultural di SMP Mentari International School ini berbagai macam siswa dari latar belakang kehidupan yang berbeda. Seperti latar belakang bangsa yakni bangsa Asia dan Eropa, latar belakang suku yakni suku Jawa dan suku Sunda, dan latar belakang Agama yakni Agama Islam, Buddha, Hindu, Katholik, dan Tiong Hoa. Kemudian peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menerapkan Pendidikan Multikultural dengan berbagai kegiatan yaitu pertama, proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang

menggunakan cara khusus “Tupat Sambel” yaitu tukar pendapat sambil belajar.

Kedua, rancangan pembelajaran yang di buat sendiri yaitu memakai kurikulum IB (International Baccalaurate). Ketiga, mengembangkan kesadaran multikultural peserta didik dengan caramencontohkan kepada peserta didik bagaimana bertoleransi antar agama dengan baik.

Dengan demikian keragaman multikultural di SMP Mentari International School adalah perbedaan latar belakang bangsa, suku, dan Agama, sedangkan peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menerapkan Pendidikan Multikultural adalah mencontohkan toleransi kepada sesama tanpa memandang latar belakang mereka.


(6)

ii

kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul "Peran Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Multikultural (Studi Kasus di SMP Mentari International School)".

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil membimbing dan menuntun ummat-Nya ke jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT, begitu pula bagi segenap keluarga, para sahabat serta orang-orang yang meneladani danmengikutinya.

Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis karena dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak dapat terlepas dari uluran tangan berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di kampus UIN Jakarta. 2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di kampus UIN Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Ibu Marhamah Saleh, Lc, MA, selaku wakil ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Dr. M. Dahlan, M.Hum, selaku pembimbing yang telah tulus ikhlas dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. Sungguh sangat terimakasih.


(7)

iii

bantuan secara moril maupun sepiritual. Serta cinta kasihnya yang telah kalian berikan selama ini. Sangat terimakasih.

7. Bapak Aluysius Songki, selaku kepala SMP Mentari International School yang telah memberikan kesempatan saya untuk meneliti di sekolah ini. Terimakasih. 8. Bapak Nurjamil,SS. selaku guru Pendidikan Agama Islam dan Bapak Zul

Iskandar, selaku Kepala Rohis. Terimakasih.

9. Eva Fauziyah, salah satu sahabat terdekat saya yang telah menyemangati, membantu baik materil maupun spiritual selama tiga tahun belakangan ini. Sehingga dapat terselesainya studi saya dan sampai pada tugas akhir skripsi ini. Terimakasih banyak.

10.Openg, Fadil, Rengki, Ubay, Agung, Iswahyudi, Pandi, Lutfi, Nasir, Reren, Fitri, Azwar, dan Ziah. Juga teman-teman yang tidak saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa terimakasih saya. Terimaksih semuanya. Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis, mendapatkan imbalan yang lebih besar dari Allah SWT dan dicatat sebagai amal sholeh, Amin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi mendapatkan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Sekaligus dapat menambah khazanah pengetahuan untuk mengembangkan cakrawala berfikir terutama dalam dunia pendidikan.


(8)

iv

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS

ABSTRAK

……….. i

KATA PENGANTAR

………... ii

DAFTAR ISI

………..………... iv

BAB I:

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Identifikasi Masalah ……… 7

C. Batasan Masalah ………..………... 7

D. Rumusan Masalah ………...……… 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8

BAB II:

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural ……….… 9

B. Peran Guru Pendidikan Agama Islam ……….. 19

C. Kerangka Berfikir ……… 29

D. Penelitian yang Relevan ……….. 29

BAB III:

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu ………... 31


(9)

v

F. Tahap-Tahap Penelitian …………...……… 37

BAB IV:

HASIL PENELITIAN

A. Objek Penelitian ………... 39

B. Penyajian Data ………... 42

C. Analisa Data ………. 54

BAB V:

PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 57 B. Saran ………..…… 58

DAFTAR PUSTAKA

UJI REFERENSI

LAMPIRAN


(10)

1

A multicultural country1 merupakan sebutan yang sangat cocok untuk Indonesia. Betapa tidak, keragaman agama dan kepercayaan, suku yang terpencar di lebih dari 17.000 pulau, keunikan bahasa daerah yang menempati jumlah terbanyak di dunia (lebih dari 500 bahasa daerah). Selain itu penduduk Indonesia juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Kristen protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu serta berbagai aliran kepercayaan.2 Yang semuanya berada dalam satu rumpun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal ini bukanlah sebuah hal yang baru terbentuk dari awal bangsa Indonesia ini berdiri karena sejak Indonesia masih dijajah bangsa kolonial Indonesia sudah terlahir dalam bentuk masyarakat yang memiliki keragaman kepercayaan mulai dari kepercayaan animisme, adat dan keagamaan. Dengan keberagaman ini Indonesia menjadi gambaran contoh kelangsungan hidup masyarakat yang berlatar belakang multikultural.

Sejumlah keragaman tersebut merupakan potensi dan keunikan yang dimiliki oleh Indonesia sebagai bangsa yang besar. Akan tetapi keragaman dan keunikan tersebut selama ini tidak mendapatkan tempat dalam proses pembangunan bangsa, bahkan diakui atau tidak keragaman sering menjadi penyebab timbulnya persoalan yang dihadapi bangsa ini sekarang seperti kolusi, korupsi, nepotisme, premanisme, perseteruan politik, kemiskinan, kekerasan, seperatisme, perusakan

1Multicultural country adalah suatu negeri atau wilayah yang terdiri dari banyak kebudayaan dan antara pendukung kebudayaan saling menghargai satu sama lain, Sumber : Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1985), h.18

2M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), h. 3


(11)

lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain.

Indonesia mempunyai berbagai macam adat-istiadat dengan beragam ras, suku bangsa, agama dan bahasa. Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia.3 Kekayaan dan keanekaragaman agama, etnik dan kebudayaan, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi kekayaan ini merupakan khazanah yang patut dipelihara dan memberikan nuansa dan dinamika bagi bangsa, dan dapat pula merupakan titik pangkal perselisihan, konflik vertikal dan horizontal.4 Keberagaman ini diakui atau tidak, banyak menimbulkan berbagai persoalan sebagaimana yang kita lihat saat ini. Kurang mampunya individu-individu di Indonesia untuk menerima perbedaan itu mengakibatkan hal yang negatif. Sudah banyak sekali kasus-kasus kekerasan di Indonesia yang akarnya ada pada perbedaan tersebut.

Sebenarnya, keberagaman dalam suatu komunitas bisa memberikan energi positif apabila digunakan sebagai modal untuk bisa bersama membangun bangsa dalam hubungan yang saling memberi dan menerima, dan sebaliknya apabila keberagaman masih dibingkai oleh penafsiran yang bersumber pada sebuah simbol yang mengikat atau menekan di mana prasangka, kecurigaan, bias dan reduksi terhadap kelompok di luar dirinya maka ia hanya akan menjadi bom penghancur struktur dan pilar kebangsaan.5 Islam sebagai agama, kebudayaan dan peradaban besar di dunia sudah sejak awal masuk ke Nusantara pada abad ke 7 dan terus berkembang hingga sekarang. Ia telah memberi sumbangsih bagi keanekaragaman kebudayaan lokal Nusantara. Islam tidak saja hadir dalam bentuk tradisi agung (grand tradition) bahkan memperkaya pluralitas dengan Islamisasi kebudayaan dan pribumisasi Islam yang pada gilirannya banyak

3

Ibid., h. 3

4

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: PT. Gelora Aksa Pratama, 2005), h. 21

5

Masdar Hilmy, Menggagas Paradigma Pendidikan Berbasis Multikulturalisme, Jurnal


(12)

melahirkan tradisi-tradisi kecil Islam. Berbagai warna Islam (dari Aceh, Melayu, Jawa, Sunda dan lain sebagainya) telah memberi corak dan keragaman. Namun, hal ini menyebabkan agama Islam berwajah ambigu.6

Di satu sisi dengan keragamannya Islam berjasa bagi penciptaan landasan kehidupan bersama dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menawarkan norma-norma, sikap dan nilai yang dapat memperluas relasi damai di antara komunitas-komunitas etnik, budaya dan agama. Sisi yang lain menampakkan keragaman Islam juga dapat menyumbangkan api konflik dan ketegangan antar kelompok yang terus membesar. Tantangan Islam tidak hanya sebatas pada konflik-konflik yang berdasarkan agama, tetapi juga tantangan globalisasi yang disadari atau tidak terus mendesak ke permukaan. Kehidupan modern menawarkan banyak pilihan. Siapa pun yang hidup di Era Iptek sekarang ini, tak terkecuali umat Islam, harus sepenuhnya menyadari ia hidup dalam ruang dan waktu yang tidak sama persis seperti 25 atau 50 tahun yang lalu. Internet atau dunia maya, telepon seluler, peralatan Hi-Tech, dan industri hiburan yang ramai telah menjadi makanan sehari-hari masyarakat. Kehadiran Islam di tengah kehidupan berbangsa dalam masyarakat Indonesia yang beragam perlu diredefinisikan dengan menawarkan harapan dan perspektif keagamaan yang baru, bahwa Islam adalah seraut wajah yang tersenyum (smilling face of Islam), damai dan anti kekerasan. Islam perlu memberi nuansa paradigmatik bagi rekonstruksi dan pembangunan karakter bangsa.7

Diperlukan strategi khusus dalam upaya menampilkan wajah baru Islam melalui berbagai bidang, seperti; sosial, politik, budaya, ekonomi dan pendidikan. Dunia pendidikan menjadi pilihan yang potensial. Pendidikan selain sebagai aktivitas transfer of knowledge juga merupakan media dan aktivitas membangun kesadaran, kedewasaan dan kedirian peserta didiknya, sebagaimana

6

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 44

7


(13)

dikemukakan Freire8 bahwa pendidikan harus dianggap sebagai kunci perubahan menuju arah yang lebih baik.

Pendidikanlah yang mampu menstimulus perubahan sosial ke arah terbentuknya suatu kondisi masyarakat yang dicita-citakan. Asumsi bahwa untuk mencapai kemajuan peradaban maka salah satu alternatif faktor pendidikan. Hal ini disebabkan masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, bukan saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan negara itu. Pengajaran agama berkaitan dengan proses pendidikan dalam lembaga pendidikan formal dan nonformal. Pengajaran agama dengan jelas telah diatur di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 12 ayat (1a) dengan jelas menyebutkan bahwa pengajaran agama (di dalam undang-undang tersebut disebutkan pendidikan agama) harus diberikan di semua satuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Bahkan di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah asing harus memberikan pelajaran agama dari pengajar yang seagama dengan peserta-didik.9

Menurut Mudjia Raharjo di antara fungsi pendidikan yang menonjol adalah sebagai wahana proses alih nilai. Maka nampak sekali bahwa pendidikan agama adalah sebuah kemestian bagi upaya perbaikan kehidupan agama dan moral demi masa depan bangsa yang lebih baik. Melalui pendidikanlah penanaman nilai-nilai moral dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan agama yang selama ini seolah mengalami alienasi di tengah realitas kependidikan nasional harus segera diusahakan penataannya kembali. Hal ini juga berarti bahwa upaya reaktualisasi pendidikan agama yang sesuai dengan realitas sosial

8

Ibid,, h. 47

9

Undang-undang Republik Indonesia. No.22 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. (Bandung: Citra Umbara, 2003). h. 11


(14)

menjadi hal yang tidak dapat dinafikan tanpa usaha tersebut sangat sulit untuk menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu soko guru pembangun kehidupan moral yang senyatanya sangat diperlukan di negeri ini.10

Bila bangsa ini ingin kuat, maka diperlukan adanya sikap saling menghargai, menghormati, memahami dari sikap saling menerima dari tiap individu yang beragam itu, sehingga dapat saling membantu bekerjasama dalam membangun negara menjadi lebih baik. Selain itu jika memang bangsa ini sudah menjadi kuat karena sudah menanamkan sikap menghargai dan menghormati yang di junjung bersama maka tugas setiap individu adalah mempertahankannya karena setiap zaman ke zaman akan ada perubahan yang dapat menimbulkan kembali gesekan konflik antar bangsa yang timbul akibat sifat egois dari salah satu bangsa yang ada. Jadi setiap individu harus memiliki tanggung jawab atas diri dan anggota keluarga di masyarakat yang harus memepertahankan sikap saling menghormati dan menghargai tanpa batas waktu.

Untuk mempunyai individu-individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan menghormati individu lainnya diperlukan adanya pemahaman, bahwa perbedaan bukanlah menjadi satu persoalan. Yang lebih penting adalah bagaimana menjadikan perbedaan-perbedaan itu menjadi indah, dinamis dan membawa berkah.

Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk kehidupan publik, selain itu juga diyakini mampu memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk politik dan kultural. Dengan demikian pendidikan sebagai media untuk menyiapkan dan membentuk kehidupan sosial, sehingga akan menjadi basis institusi pendidikan yang syarat akan nilai-nilai idealisme.11

Pendidikan Islam berwawasan multikultural ditawarkan untuk menjawab pertanyaan seputar membangun kesadaran menerima perbedaan sebagai bentuk

10

Mudjia Raharjo (ed). Quo Vadis Pendidkan Islam Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Social Dan Keagamaan, (Malang: UIN Press, 2006), h. 49

11

M. Agus Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis Menyikap Relasi Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Rasist Book, 2008), h. 81


(15)

kesadaran multikultural. Pendidikan sampai saat ini masih terus dikembangkan termasuk pendidikan Islam dengan seiring kemajuan zaman, lembaga penyelenggara pendidikan semakin ikut berkembang pula, seperti lembaga pendidikan yang makin modern dan canggih baik fasilitasnya sampai tenaga pengajarnya, seperti banyak didirikannya sekolah-sekolah internasional di Jakarta khususnya yang kebetulan sekolah ini menampung peserta didik dari berbagai kultur (budaya) serta berbagai agama, karena keadaan ini maka akan timbulnya kemajemukan dalam pendidikan khususnya pendidikan agama peserta didik, maka dari itu pendidikan agama harus mampu menanamkan sikap dan pengetahuan peserta didik dalam menghadapi kemajemukan agama di lembaga sekolah, maka bisa dikatakan pendidikan yang berjalan di sekolah tersebut menjadi pendidikan yang berwawasan multikultural.

Bagi pendidikan agama Islam gagasan multikultural bukanlah sesuatu yang baru dan ditakuti, setidaknya ada tiga alasan untuk itu. Pertama, bahwa Islam mengajarkan menghormati dan mengakui keberadaan orang lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada satu sekte atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi seorang hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan pendekatannya dengan Tuhan. oleh karena itu seorang guru PAI diharapkan mampu memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai multikultural dalam tugasnya sehingga mampu melahirkan peradaban yang toleransi, demokrasi, tenggang rasa, keadilan, harmonis serta nilai kemanusiaan lainnya.12

Jakarta tidak hanya mempunyai penduduk lokal. Jakarta mempunyai masyarakat yang multikultural, karena banyak sekali pendatang, baik dari kalangan siswa maupun mahasiswa, yang menuntut ilmu sambil mencari nafkah. Melihat adanya masyarakat yang multikultur ini, Jakarta rawan akan terjadinya perseteruan, karena perbedaan kultural masyarakat tersebut. Untuk membina

12


(16)

kerukunan antar pendatang dan masyarakat setempat, diperlukan adanya satu kesepahaman tentang nilai-nilai multikultural, agar tercipta masyarakat yang saling menghormati, menghargai, memahami dan tolong menolong.

Seperti yang telah disebutkan di atas, sekolah adalah skala kecil dari masyarakat. salah satu bentuk pendidikan dalam masyarakat adalah pendidikan formal (sekolah). Sekolah inilah yang menjadi salah satu media pemahaman tentang nilai-nilai multikultural. Oleh karena itu proses pendidikan di sekolah harus menanamkan nilai-nilai multikultural.

Pendidikan Islam berwawasan multikultural ditawarkan untuk menjawab pertanyaan seputar membangun kesadaran menerima perbedaan sebagai bentuk kesadaran multikultural. Hal-hal semacam inilah yang mendasari penulisan skripsi dengan mengangkat sebuah topik permasalahan dengan judul

“Peran Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Multikultural (Studi

Kasus di SMP Mentari International School)”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dalam skripsi ini identifikasi masalahnya adalah:

1. Memaparkan dan menganalisa peran guru mulai dari konsep mengajar menghadapi siswa yang berbeda kultur

2. Mengetahui keterampilan siswa yang mulikultural dalam memahami ajaran Islam

3. Mengetahui sikap toleransi siswa yang diajarkan dalam agama Islam.

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terfokus dan terarah maka penulis menganggap perlu membatasi akar masalah atau lingkup penulisan dan penelaahan, yaitu seperti :


(17)

1. Sistem pembelajaran yang digunakan guru untuk siswa multikultural

2. Keterampilan siswa dalam memahami fiqih, sejarah dan muamalah dalam Islam yang diajarkan di sekolah berwawasan multikultural

3. Sikap toleransi siswa dalam berinteraksi dengan siswa lain sesuai yang diajarkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, rumusan masalah yang hendak dikaji dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaman multikultural yang ada di SMP Mentari International School?

2. Bagaimana peran guru agama Islam di sekolah Multikultural di SMP Mentari International School?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui realitas keberagaman multikultural yang ada di SMP Mentari International School.

b. Mengetahui peran guru pendidikan agama Islam dalam menerapkan pendidikan multikultural di SMP Mentari International School.

2. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang multikultur.

b. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya.

c. Berguna bagi guru agama Islam sebagai acuan pertimbangan dalam


(18)

(19)

9

A.

Peran Guru Pendidikan Agama Islam

1.

Pengertian Peran

Sebelum penulis membahas tentang pengertian guru agama Islam, penulis akan membahas tentang pengertian peranan. Peranan adalah kata

dasar “peran” yang ditambah akhiran ”an”. Peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Setelah

mendapatkan akhiran “an”, kata peran memiliki arti yang berbeda, di

antaranya:

a. Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.

b.Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. c. Peranan adalah lakon yang dimainkan oleh seorang pemain.1

Peranan juga memiliki makna “Suatu bagian memegang pimpinan yang

terutama (terjadinya suatu hal atau peristiwa) misalnya tenaga ahli dan buruh

yang memegang peranan penting dalam pembangunan negara”.2

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peranan

merupakan “seperangkat tingkat yang diharapkan untuk dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam masyarakat atau yang merupakan bagian

utama yang harus dilakukan”.3

Adapun peranan yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah peran atau keikutsertaan guru agama dalam membina sikap atau tingkah laku

1Adi Gunawan, Kamus Cerdas Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2003 ), h. 640 2Adi Gunawan, Op. Cit., h. 655

3

WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 333


(20)

siswanya, ke tingkat yang lebih baik dan sempurna. Dengan kata lain diartikan bahwa pengertian peranan adalah peran serta atau usaha guru agama dalam mendidik, membina, membimbing serta mengarahkan siswa kepada

yang lebih baik dan sempurna.4

2.

Pengertian Guru

Guru merupakan variabel terpenting dalam proses pembelajaran. Sesulit apapun materi yang akan diajarkan, guru hendaknya mampu mentransfer pengetahuan kepada anak didik dengan semudah-mudahnya. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk mempunyai intelektualitas yang memadai akan tetapi juga kepekaan emosional untuk membaca keadaan murid.5

Menurut Zakiah Darajat, guru adalah pendidik profesional, karena

secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Selain itu guru juga sebagai pendidik yang berkepribadian baik, karena kepribadian guru juga bagian faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan bahwa disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu anak didik untuk mencapai kedewasaan, guru juga sebagai panutan.6

Manurut Ahmad Tafsir, guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.7 Sementara itu, Moh. Uzer memandang guru sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru

4

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 667

5

Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural…, h. 54

6

Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h. 39

7

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20070, Cet. VII, h. 75


(21)

profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan penjabatan.8

Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru adalah: a. Seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi dengan tujuan

untuk memandu dan menunjukkan pengalaman pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan, negeri maupun swasta. b. Seseorang yang karena kekayaan, pengalaman luar biasa, pendidikan,

keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu

mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain yang mengadakan kontrak dengannya.

c. Seseorang yang dilengkapi dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.9

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, dan sertifikasi

8

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi kedua, h. 5

9

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. III, h. 6


(22)

pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.10

Dalam pendidikan multikultural, guru dan murid mempunyai kedudukan yang sama yaitu sebagai obyek.11 Guru tidak boleh mendominasi proses pembelajaran. Y.B. Mangunwijaya menegaskan bahwa pendidikan di sekolah harus dikembalikan menjadi milik anak didik. Oleh karena itu, anak didik harus dianggap, dinilai, didampingi, dan diajari sebagai anak, bukan sebagi orang tua mini atau prajurit mini. Anak didik diberikan kesempatan sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak didik diberikan kesempatan sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak.12

Tugas pendidik adalah memilih metode dan strategi yang tepat dalam mengawetkan, memelihara, melanggengkan, mengalihgenerasikan, serta mewariskan ilmu pengetahuan, kebenaran, dan tradisi yang diyakini sekaligus juga menyadari sepenuhnya keberadaan tradisi lain.13 Selain itu guru juga bertugas memberikan bimbingan dan arahan. Terkait dengan materi yang akan dipelajari, ke mana mereka harus mencari informasi, mengolah informasi tersebut, dan menghadirkannya sebagai sebuah kesimpulan.

Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, informal dan nonformal.

Dari pengertian di atas walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekadar

10

E. Mulyasa, (ed.), Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h. 246.

11

Abdurrahman, Meaningful Learning Re-Invensi Kebermaknaan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 121

12

Y.B. Mangunwijaya (ed.),, Beberapa Gagasan tentang SD Bagi 20 Juta Anak dari Keluarga Kurang Mampu. Dalam “Pendidikan Sains Humanis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 18

13


(23)

pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia yang berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didk menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didk agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melelui proses belajar tersebut.

3.

Pengertian Peran Guru

Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini:



























































































“Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Baqarah: 129)14

Ayat di atas dapat dipahami bahwa umat Islam dianjurkan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi seorang guru kepada orang lain

14

Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 20


(24)

atau siswa, mendidiknya dengan akhlak Islam dan membentuknya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT ke muka bumi dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengenal Allah SWT, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.

Hal di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk menjadi seorang guru yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan melurusknnya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.15

Sementara itu, menurut Paul Suparno, guru mempunyai peran yang penting dalam pendidikan multikultural. Guru harus mengatur dan mengorganisasi isi, proses, situasi, dan kegiatan sekolah secara multikultural, di mana tiap siswa dan berbagai suku, gender, dan ras berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan saling menghargai perbedaan itu. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa guru perlu menekankan keragaman (diversity) dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan antara lain dengan cara: (1) mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa, (2) mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apa pun ternyata juga menggunakan hasil kerja orang lain dari

15

H. Ihsan Hamdani, H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 93.


(25)

budaya lain. Dalam pengelompokan siswa di kelas maupun dalam kegiatan di luar kelas guru diharapkan melakukan keragaman itu.16

a.

Komponen-komponen Peran Guru Sebagai Pendidik

1) Materi Pendidikan

Materi dapat diketagorikan menjadi dua yakni, teks dan konteks. Teks berisi materi pelajaran yang bersifat normatif dan general, sementara konteks merupakan realitas empiris–faktual yang bersifat partikular. Sumber materi tidak hanya dihasilkan dari guru, tetapi juga berasal dari realitas yang ada di sekitarnya. Peran guru di sini hanya sekedar fasilitator, mediator, dan memberdayakan sarana pembelajaran agar dapat dijadikan untuk mengoptimalkan pengetahuan dan pemahaman.17

Karakteristik materi potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain meliputi:18

a) Menghormati perbedaan antar teman (gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan budaya)

b) Menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-masing

c) Kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

d) Membangun kehidupan atas dasar kerjasama umat beragama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan

e) Mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antar bangsa-bangsa

f) Tanggung jawab daerah (lokal) dan nasional g) Menjaga kehormatan diri dan bangsa

16

Paul Suparno, Pendidikan Multikultural, Kompas, 7 Januari 2003

17

Ngaiman Naim dan Achmad Saoqi, Op. Cit.,, h. 204

18


(26)

h) Mengembangkan sikap disiplin diri, sosial dan nasional i) Mengembangkan kesadaran budaya daerah dan nasional j) Mengembangkan perilaku adil dalam kehidupan

k) Membangun kerukunan hidup

l) Menyelenggarakan „proyek budaya’ dengan cara pemahaman dan sosialisasi terhadap simbol-simbol identitas nasional, seperti bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera merah putih, lambang negara Garuda Pancasila, bahkan budaya nasional yang menggambarkan puncak-puncak budaya di daerah dan sebagainya.

Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan multikultural harus mengajarkan kepada siswa nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).

2) Metode Pendidikan

Terkait dengan metode yang digunakan dalam pendidikan multikultural harus mencerminkan nilai-nilai demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis). Yang mana guru menjadi penengah dan penetralisir faham antara pemahaman siswa yang berbeda, sesuai dari informasi siswa yang dia dapat.

Metode yang bisa diterapkan di sini adalah dengan menggunakan model komunikatif dengan menjadikan aspek perbedaan sebagai titik tekan. Metode dialog sangat efektif, apalagi dalam proses belajar mengajar yang sifatnya kajian perbandingan agama dan budaya. Selain dalam bentuk dialog, perlibatan siswa dalam pembelajaran

dapat dilakukan dalam bentuk “belajar aktif” yang dapat dikembangkan dalam bentuk collaborative learning, atau biasa disebut juga proses belajar kelompok yang setiap anggota


(27)

menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan ketrampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.

Collaborative Learning juga dilandasi oleh pemikiran bahwa kegiatan belajar hendaknya mendorong dan membantu peserta didik untuk terlibat secara membangun pengetahuan sehingga mencapai pemahaman yang mendalam. Selain itu Collaborative Learning dapat meningkatkan motivasi dan minat peserta didik, serta meningkatkan dan mengembangkan cara berpikir kreatif. Hal ini terkait dengan peningkatan tanggungjawab peserta didik dalam belajar secara berkelompok sehingga dapat menciptakan seseorang yang berpikir kreatif.19

Beberapa pilihan strategi dilaksanakan secara simultan, dan

harus tergambar dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian, masing-masing strategi pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang berbeda. Strategi pencapaian konsep digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam melakukan kegiatan eksplorasi budaya lokal untuk menemukan konsep budaya apa yang dianggap menarik bagi dirinya dari budaya daerah masing-masing, dan selanjutnya menggali nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah asal tersebut. Salah satunya jenis strategi Cooperative Learning yang merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa. Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial yang digunakan

19


(28)

untuk menandai adanya perkembangan kemampuan siswa dalam belajar bersama-sama mensosialisasikan konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman atau. 3) Media Pendidikan Berwawasan Multikultural

Media merupakan sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dan pada akhirnya dapat menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar.

Ada beberapa manfaat media pembelajaran, yakni: a) Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan b) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik c) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif

d) Efisiensi dalam waktu dan tenaga

e) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

f) Memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja

g) Menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar

h) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.20 Dalam konteks pendidikan multikultural, Enndha, misalnya, memberi dua contoh media pendidikan multikultural, yakni puisi Bhinneka Tunggal Ika dan gambar benda budaya daerah (diusahakan

20

Ardiana Mustikasari, Mengenal Media Pembelajaran, http://edu-articles.commengenal-media-pembelajaran/. Diakses pada 20 februari 2015


(29)

yang tidak sama dengan kebudayaan daerah siswa di kelas pembelajaran, agar pelakonan siswa lebih bersifat alamiah).21

Selain itu, pendidikan multikultural dapat juga memanfaatkan berbagai produk teknologi pendidikan sebagai media. Teknologi pendidikan dikembangkan berdasarkan pada sejumlah asumsi, di

antaranya “pendidikan dapat berlangsung secara efektif, baik di

dalam kelompok yang homogen, heterogen, maupun perseorangan

(individualized)”, dan “belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa

saja, baik yang disengaja dirancang maupun yang diambil

manfaatnya”.22

Dari uraian di atas tampak bahwa teknologi pendidikan dapat menjadi sarana untuk mendorong terjadinya proses pendidikan multikultural yang berlangsung di Indonesia. Teknologi pendidikan dengan berbagai inovasinya akan dapat melayani pendidikan bagi semua (education for all), tanpa harus terganggu oleh perbedaan latar belakang budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam.23

B.

Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural

Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan agama Islam, perlu kiranya untuk mengetahui pengertian multikultural, pendidikan multikultural, pendidikan agama Islam sebagai titik tolak untuk mendapatkan pengertian pendidikan agama Islam berwawasan multikultural.

1.

Pengertian Multikuturalisme

21

Enndha, http://enndha,wordpress.com/2009/07/31/pembelajaran-multikultural-multicultural-education. diakses pada 30 November 2009

22

Ngaiman Naim & Achmad Saoqi, Op. Cit., h. 37

23

Khairudin, Kontribusi Teknologi Pendidikan dalam Membangun Pendidikan Multikultural.


(30)

Kata culture, artinya sama dengan “kebudayaan” berasal dari kata Latin colere yang berarti “mengelola atau mengerjakan” terutama mengelola tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam.24

Sedangkan kata budaya berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu

bentuk jama’ dari “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat

diartikan: “Hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya,

yang berarti “daya dari budi” karena itu mereka membedakan “budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah “budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta. Karsa

dan rasa itu.25

Menurut Ki Hadjar Dewantara26 kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat). Sedangkan kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan artinya di dalam kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Di dalam proses pemanusiaan tersebut yang penting bukan hanya prosedur dan teknologi, tetapi juga jangan dilupakan isi atau materi dari perubahan dan perkembangan. Setiap proses pemanusiaan selalu didasarkan kepada suatu visi mengenai tujuan proses tersebut. Proses pemanusiaan diarahkan kepada apa yang pantas diinginkan, apa yang pantas dilaksanakan. Sikap tersebut akan berlawanan dengan sikap fanatisme dan dogmatisme yang tidak mengakui adanya perbedaan pendapat

24H.A.R. Tilaar. Kekuasaan dan pendidikan “Suatu tinjauan dari perspektif studi kultural “ (

Indonesiatera, Magelang, 2003), hal.167.

25

Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Inspeal, 2006), h. 60.

26

H.A.R. Tilaar, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 41.


(31)

dan usaha untuk mencari kesepakatan. Hidup demokrasi adalah hidup yang diarahkan kepada suatu yang diinginkan.27

Istilah multikultural sebenarnya merupakan kata dasar yang mendapat awalan. Kata dasar itu adalah kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan. Sedangkan awalannya adalah multi yang berarti banyak, ragam, atau aneka. Dengan demikian multikultural berarti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan atau banyak pemeliharaan. Namun dalam tulisan ini lebih diartikan sebagai keragaman budaya sebagai keragaman latar belakang seseorang.28

Menurut Alo Liliweri, multikulturalisme merupakan suatu paham atau situasi-situasi masyarakat yang tersusun dari banyak kebudayaan. Multikulturalisme merupakan perasaan nyaman yang dibentuk manusia berpengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses komunikasi yang efektif, dari setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui alam setiap situasi yang melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakangnya. Rasa aman yang diciptakan adalah suatu suasana tanpa kecemasan, tanpa mekanisme pertahanan diri dalam pengalaman dan perjumpaan lintas budaya.29

Multikultural seringkali diartikan sebagai pengakuan terhadap kelompok-kelompok kecil untuk menjalankan kehidupannya, baik yang berkaitan dengan urusan publik maupun privat. Secara etimologis, multikulturalisme sesungguhnya berumur lama. Istilah multikulturalisme marak digunakan pada tahun 1950-an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah

“multicultural”. Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada,

27

Zamroni, A. Pendidikan Kecakapan Hidup dan Kesadaran Budaya, (Jakarta: MPA, 2006) h. 36

28

Ainurrofiq Dawam., Op. Cit., h. 72.

29

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 16.


(32)

Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai

masyarakat “multi-kultural dan multi-lingual”.30

2.

Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa hidup berdampingan dalam keragaman watak kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnis mayoritas dan minoritas, dan dapat membangun bersama-sama kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity31 yang kuat. Pendidikan multikultural pada jenjang pendidikan menengah, dapat dilakukan secara komprehensif melalui pendidikan kewargaan dan pendidikan agama Islam. Pendidikan multikultural melalui pendidikan agama Islam, dapat dilakukan melalui penambahan atau perluasan kompetensi hasil belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia dengan memberi penekanan pada berbagai kompetensi dasar.

Pendidikan multikultural melalui pendidikan agama Islam juga harus dilakukan dalam pendekatan deduktif diawali dengan kajian ayat dalam tema-tema yang relevan, kemudian dikembangkan menjadi norma-norma keagamaan, baik norma hukum maupun etik. Sehingga dapat dikembangkan berbagai kompetensi dasar sebagai berikut:32

i. Menjadi warga negara yang menerima perbedaan-perbedaan etnis, agama, bahasa dan budaya dalam struktur masyarakatnya.

ii. Menjadi warga negara yang bisa melakukan kerja sama multietnis, multikultur, dan multireligi dalam konteks pengembangan ekonomi dan kekuatan bangsa.

30

Majalah Inovasi, Kurikulum Berbasis Multikulturalisme, (Jakarta: 2003), edisi 4, h. 14.

31

Nation Dignity ialah harkat dan martabat sebuah Bangsa

32


(33)

iii. Menjadi warga negara yang mampu menghormati hak-hak individu warga negara tanpa membedakan latar belakang etnis, agama, bahasa dan budaya dalam semua sektor sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan lainnya, bahkan untuk memelihara bahasa dan mengembangkan budaya mereka.

iv. Menjadi warga negara yang memberi peluang pada semua warga negara untuk terwakili gagasan dan aspirasinya dalam lembaga-lembaga pemerintahan, baik legislatif maupun eksekutif.

v. Menjadi warga negara yang mampu mengembangkan sikap adil dan mengembangkan rasa keadilan terhadap semua warga negara tanpa membedakan latar belakang etnis, agama, bahasa dan budaya mereka.

Menurut seorang pakar pendidikan dari Barat, Prudence Crandall sebagaimana dikutip Ainurrofig Dawam, pendidikan multikultural secara epistemologis terdiri atas dua terma, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik. Sedangkan istilah multikultural berasal dari kata dasar “kultur” yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan yang mendapat

awalan “multi” yang berarti banyak, ragam, atau aneka.

Secara terminologis, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama).33 Pengertian pendidikan multikultural yang demikian tentu mempunyai implikasi yang sangat luas dalam pendidikan. Karena pendidikan

33


(34)

sendiri secara umum dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat.34

Melihat dan memperhatikan pengertian pendidikan multikultural di atas, maka dapat diambil pemahaman bahwa pendidikan multikultural bertujuan menawarkan satu alternatif melalui implementasi strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang terdapat dalam masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti pluralitas etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan supaya siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, namun juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar senantiasa berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.

Jadi menurut penulis dapat disimpulkan bahwa multikultural adalah semua buah pikir dan budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri untuk saling menghargai dan menghormati berbagai perbedaan, seperti bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, pencarian hidup, religi, kesenian dan sebagainya. Yang semuanya itu menjadi tatanan hidup dan bagian dari pluralitas ciptaan Tuhan yang manusia harus nikmati sebagai makhluk-Nya, karena jika manusia tidak diciptkan dalam keragaman maka manusia sulit untuk saling mengenal dan berinteraksi dalam keragaman yang mewarnai kehidupan. Dengan adanya sikap yang baik terhadap kehidupan yang multikultural maka harapan hidup yang damai dalam keragaman akan tercipta.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap multikultural adalah kecenderungan untuk berperilaku yang selalu diarahkan untuk menghormati dan menghargai kepada semua pikiran dan budi manusia yang merupakan

34

Mey. S dan Syarifuddin M., Pendidikan Berwawasan Multikultural di Madrasah,


(35)

hasil perjuangan manusia terhadap kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri seperti bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, pencarian hidup, religi, kesenian dan sebagainya. Dan yang semua ini pada intinya adalah saling menerima kemajemukan dalam kelangsungan hidup masyarakat demi terciptanya mobilitas atau terlaksananya masyarakat yang rukun damai ditenga perbedaan.

3.

Pendidikan Agama Islam

a.

Pengertian Pendidikan Agama Islam

Memperbincangkan pendidikan agama Islam tentu saja tidak dapat dilepaskan dari pendidikan secara umum. J. Sudirminta mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila.35

Pendidikan menurut Abuddin Nata adalah “upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik. Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan

berguna bagi masyarakat”.36

Menurut KI Hajar Dewantara, sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata, menyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan. Pendidikan berarti memelihara hidup ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam

35

J. Sudarminta, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma, 1990), h. 12.

36

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), Cet.1, h. 10.


(36)

kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yaitu memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.”37

Kata pendidikan, menurut Zakiyah Daradjat,38 sinonim dengan kata tarbiyah (dalam bahasa Arab). Pendidikan Islam yang merupakan terjemahan dari tarbiyah Islamiyah, dipahami sebagai proses untuk mengembangkan fitrah manusia, sesuai dengan ajarnya (pengaruh dari luar). Sedangkan, Bassam Tibi mendefinisikan pendidikan sebagai sistem sosial yang dapat membentuk subsistem-subsistem dalam sistem sosial secara total. Interaksi terjadi antara subsistem dan institusi-institusi lain dari sistem sosial masing-masing. Dalam sistem pendidikan, orang-orang tersosialisasikan sesuai dengan orientasi yang ditentukan secara budaya. Sistem semacam ini kadangkala juga dipengaruhi secara eksternal, khususnya dalam konteks interaksi dengan lingkungan baik nasional maupun internasional.39 Menurut Redja Mudyaharjo, pendidikan adalah

“segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan

sepanjang hidup”.40

Berdasarkan pengertian tentang pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan seorang pendidik untuk memberi bimbingan kepada yang terdidik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya menuju arah kehidupan yang lebih baik, baik bersifat formal, informal maupun nonformal. Yang juga bertujuan

37

Abuddin Nata, Op. Cit., h. 11

38

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A.H. Ba’adillah Press, 2002),

Cet. I, h. 11

39

Sutrisno, Fazhur Rahman, Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 27

40

Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan diIndonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 3


(37)

membangun dan memperbaiki akhlaq budi pekerti dalam pekembangan mental dan jiwa terdidik.

Pendidikan agama sendiri adalah “pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan”.41 Dengan kata lain, pendidikan agama merupakan

“pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan

peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama

dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”.42 Menurut Hasan Langgulung, pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi, yaitu: 1) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri. 2). Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. 3) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.43

Sedangkan pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat adalah

“suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa

41

http://www.depdiknas.co.id, Di akses pada: 18 November 2014

42

http://www.depag.co.id, Di akses pada: 18 November 2014

43

Starawaji, Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Beberapa Pakar,

http://starawaji.wordpress.com/2009/05/02/pengertian-pendidikan-agama-islam-menurut-berbagai-pakar.htm. Di akses pada 30 November 2009.


(38)

dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai

pandangan hidup”.

Pendidikan Agama Islam juga diartikan sebagai pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yakni berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan, ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.44

Pendidikan merupakan aktivitas kultural yang sangat khusus dan fundamental dalam kehidupan manusia karena tanpa pendidikan mustahil sebuah kebudayaan atau peradaban dapat bertahan hidup.45 Hal ini mengandung arti bahwa fungsi kultural pendidikan meliputi fungsi konservatif (melestarikan kultur) dan perkembangan progresif (memajukan kultur). Perkembangan budaya akan mengalami stagnasi manakala fungsi

“melestarikan” budaya amat dominan. Sebaliknya, perkembangan budaya akan sangat dinamis manakala fungsi “memajukan dan merekonstruksi”

dalam epistemologi budaya juga dominan.

b.

Fungsi Pendidikan Agama Islam

Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani,46 pendidikan Agama Islam di sekolah dan madrasah berfungsi untuk memotivasi siswa melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan serta

44

Zakiah Darajat, Op. Cit., h.37

45

Hilmy Masdar, Menggagas Paradigma Pebdidikan Berbasis Multikulturalisme,

(Jakarta: Jurnal Ulumuna, 2003), h. 68

46

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Implementasi 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 134-135


(39)

memberikan pengetahuan agar siswa paham mengenai ajaran-ajaran agama. Lebih rinci lagi, pendidikan agama Islam berfungsi sebagai wahana untuk:

1) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya.

2) Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

3) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan mulai dari dalam lingkungan keluarga agar terus berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.

4) Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan agama Islam.

5) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.

6) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. 7) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam ajaran sehari-hari.47

Dari penjelasan di atas, fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah atau madrasah yakni untuk mengembangkan pemahaman siswa mengenai ajaran agama Islam yang telah mereka dapatkan dalam

47


(40)

lingkungan keluarga serta memperbaiki dan mencegah dari kesalahan-kesalahan pemahaman dan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

C.

Kerangka Berfikir

Pendidikan agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipungkiri bagi anak didik khususnya di Indonesia. Sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk yang mengakui agama, hal ini terbukti dari falsafah bangsa Indonesia sendiri yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga kehidupan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan seseorang sebenarnya bukan sekadar mempercayai seperangkat aqidah dan melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja, tetapi merupakan usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama siswa sehingga mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai mahluk individu, mahluk sosial, serta mahluk yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

D.

Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

1. Resdhia Maulana Pracahya, dengan judul Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural. Penelitian ini menyatakan bahwa pendidikan Islam multikultural lebih menekankan pada aspek psikomotorik ditambah dengan aspek spiritual dan humanisme. Aspek tersebut akan mencapai dimensi aspek-aspek lainnya secara naturalistik. Tahun 2013 di


(41)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Akhwani Subkhi, dengan judul Pendidikan Berperspektif Multikultural. Penelitian ini menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses yang harus terus menerus dikembangkan dan diperhalus oleh para ahli pendidikan. Tahun 2010 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(42)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian kualitatif atau dengan kata lain penelitian yang bersifat non statistik. Jenis penelitian kualitatif ini mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang dapat diamati.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan tentang Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menerapkan Pendidikan Multikultural Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mentari International School Jakarta.

A.

Tempat dan Waktu

Tempat yang dijadikan objek penelitian adalah di SMP Mentari International School yang beralamat Jl. H. Jian RT 004 RW 03 Cipete Utara. Adapun pelaksanaannya dilaksanakan pada bulan Februari 2015.

B.

Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1

Pengertian metode penelitian adalah anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Misalnya, peneliti mengajukan asumsi bahwa sikap seseorang dapat diukur dengan menggunakan skala sikap. Dalam hal ini, ia tidak perlu membuktikan kebenaran hal yang diasumsikannya itu, tetapi dapat langsung memanfaatkan hasil pengukuran sikap yang diperolehnya. Asumsi dapat bersifat substantif atau

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,


(43)

metodologis. Asumsi substantif berhubungan dengan permasalahan penelitian, sedangkan asumsi metodologis berkenaan dengan metodologi penelitian.2

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.3 Penelitian skripsi ini menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variable yang diteliti bisa tunggal (satu variable) bisa juga lebih dari satu variable.4

C.

Teknik Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan metode yang sekiranya sesuai dengan masalah yang diteliti Dalam hal ini penulis menggunakan:

1.

Observasi

Metode observasi adalah metode yang digunakan dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap objek yang diteliti sebagaimana yang diungkapkan Sutrisno Hadi: “Metode observasi bisa dikatakan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki, dalam arti yang luas, observasi tidak hanya terbatas pada

pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung”.5

2

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 254

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 2

4

Ibid., h. 34

5


(44)

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.6

Tindakan observasi dilakukan peneliti pada umumnya menpunyai tujuan agar dapat mengamati dan mencatat fenomena yang muncul dalam variabel terikat sebagai akibat dari adanya kontrol dan manipulasi variabel.7 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi yaitu topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respons, stimulus kontrol (kondisi di mana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.8

2.

Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara meneliti terhadap buku-buku, catatan, arsip-arsip tentang suatu masalah yang ada hubungannya dengan hal-hal yang diteliti, Suharsimi Arikunto mengatakan: “Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, artikel, agenda dan sebagainya”.9

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga member peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail, bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu

6

Sugiyono., op. cit., h. 145

7

Juliansyah., op. cit., h. 114

8

Ibid., h. 141

9

Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 57


(45)

autobiografi, surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data server dan flashdisk, dan data tersimpan di website.10

Dengan demikian metode ini dipakai untuk memperoleh data tentang sekolah Mentari, meliputi kepala sekolah, kurikulum, peran tenaga pendidik, dan peserta didik.

3.

Interview (Wawancara)

Salah satu yang menjadi keharusan dalam penelitian kualitatif adalah penggunaan metode dalam bentuk interview (wawancara). Interview (wawancara) adalah tanya jawab, antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewee.11

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.12

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.13

10

Juliansyah, lop. cit., h. 141

11

Usman., op. cit., h. 57

12

Lexy J. Meleong., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 186

13


(46)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden yaitu intonasi suara, kecepatan berbicara, dan sensitivitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesis (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesisi (wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat melakukan wawancara yaitu mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building report, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.14

D.

Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data digunakan untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan.15

Dalam hal ini ada beberapa cara yang dilakukan, di antaranya adalah :

1.

Triangulasi

Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan menggunakan sumber lainnya.16 Pada penelitian ini, penulis membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui

14

Juliansyah, op. cit., h. 139

15

Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistic Kualitatif, (Bandung: Trsito,1988), h.126

16


(47)

pengecekan tersebut ternyata data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan beberapa sumber yang diwawancarai.

2.

Diskusi Teman Sejawat

Dalam hal ini peneliti melakukan diskusi analitik dengan beberapa teman sejawat. Dengan melakukan sebuah diskusi yang sering dilakukan oleh peneliti, diharapkan peneliti bisa bersikap terbuka dalam mengungkapkan peristiwa yang terjadi, mampu bersikap jujur dan lapang dada dalam menerima kritik dan saran dari teman-teman sejawat.

3.

Kecukupan Referensi

Kecukupan referensi di sini artinya ada data pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan di lapangan. Sebagai contoh, hasil wawancara perlu didukung dengan rekaman hasil wawancara. Data tentang interaksi manusia atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto.17

E.

Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah: 1. Guru Pendidikan Agama Islam

Subyek kedua yang dipilih adalah informasi pengelola, yaitu informasi sebagai pengajar yang dipandang mampu menyampaikan aspek-aspek yang akan diteliti.

2. Kepala Sekolah

Subjek pertama yang dipilih adalah informasi kunci, yaitu informasi yang dipandang sangat menguasai aspek-aspek yang diteliti, dengan pertimbangan tersebut, yang dipilih sebagai informan kunci adalah Kepala Sekolah, karena beliau dianggap subjek yang paling mengetahui dalam sistem pendidikan di sekolah.

17


(48)

3. Peserta Didik

Untuk mencari data dari para peserta didik peneliti hanya mengambil sebagian populasi yang dipandang bisa mewakili. Sedangkan yang diambil sebagai sampelnya adalah random sampling. Yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak.

F.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengatagorikannya. Pengorganisasian dan pengolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansif.18

Dalam penelitian ini penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, menggabungkan data utama dengan data pendukung. Kemudian, gabungan tersebut yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi, dideskripsikan, diterjemahkan, dan dianalisa hingga memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian.

G.

Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian memberikan gambaran keseluruhan tentang perencanaan pelaksanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis dan penafsiran data (temuan) sampai pada penulisan laporan. Tahap-tahap penelitian itu ada tiga sebagaimana penulis kutip dalam buku “Metode Penelitian

Kualitatif” karangan Dr. J. Meleong, M.A. adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra-lapangan

18


(49)

Ada tujuh kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, kegiatan tersebut yaitu:

a. Menyusun rancangan penelitian b. Memilih lapangan penelitian c. Mengurus perizinan

d. Menjajaki dan menilai lapangan e. Memilih dan memanfaatkan informan f. Menyiapkan perlengkapan penelitian g. Etika penelitian lapangan

2. Tahap pekerjaan lapangan

Tahap kegiatan lapangan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

b. Memasuki lapangan, seperti keakraban hubungan, mempelajari bahasa, dan peranan penelitian

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data 3. Tahap analisis dan interpretasi data

Tahap analisis data meliputi tiga pokok persoalan, yaitu:

a. Konsep dasar analisis data, maksudnya adalah proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam sebuah polo, kategori, dan satuan uraian dasar.

b. Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.19

19


(50)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Objek Penelitian

1.

Latar Belakang Berdirinya SMP Mentari International School

Sebelum berkembang seperti sekarang Sekolah Mentari dahulu hanya memiliki satu lembaga atau jenjang pendidikan yaitu Mentari Preschool (PAUD) dibawah naungan Yayasan Perkembangan Anak Indonesia (YPAI) yang dimulai pada tahun 1994.Lalu dengan hasil kesepakatan direksi yayasan dimulailah Sekolah Mentari didirikan pada bulan Juni 1999 oleh Yayasan Perkembangan Anak Indonesia.Sekolah Mentari dimulai dengan kelas pertama atau Sekolah Dasar (SD) dan sejak itu tingkat kelas baru ditambahkan setiap tahun.Sejak saat itu sekolah dibangun menjadi Sekolah Dasar (SD) dengan tingkatan kelas (Grade 1-6). Lalu pada tahun 2004, SD Mentari secara resmi diakreditasi oleh Departemen Pendidikan dan lulus dengan baik, memungkinkan sekolah untuk melakukan ujian nasional untuk angkatan pertama dari siswa kelas 6.

Dengan keinginan pihak yayasan untuk terus mengembangkan lembaga pendidikannya, pada tahun 2005 Yayasan Perkembangan Anak Indonesia (YPAI) resmi membuka Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mentari . dan pada 2008 sekolah ini resmi dibantu kerjasama oleh IB (International Baccalaurate).IB adalah kualifikasi yang diakui secara internasional dan mempersiapkan siswa untuk melanjutkan kuliah di universitas papan atas di berbagai belahan dunia. Program IB memiliki dasar yang solid dalam konsep pemahaman dan pengertian dengan skala global.IB juga bertujuan untuk membangun rasa keingintahuan dari para remaja serta membantu menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih damai melalui pemahaman antar budaya dan saling menghormati.


(1)

guru bertugas menambahkan pendapat-pendapat anak didik saya tentang argumentasi yang mereka berikan. Dan apabila ada kesalahan dalam persepsi mereka, maka tugas saya meluruskan atau membetulkan tentang persepsi mereka yang salah

Pewawancara : apakah ada syarat khusus atau kualifikasi tertentu yang bapak harus lampaui dalam mengajar di sekolah Multikultural ini pak? Dan apakah bapak menanmkan sifat toleransi seperti apa ya pak metode bapak?

Narasumber : Ya sebelum saya resmi menjadi guru di sekolah ini, saya diberi syarat dan kualifikasi yang terinci yang diberikan oleh kepala sekolah, termasuk bagaimana sikap saya terhadap siswa. Dan kepala sekolah memberikan wacana bahwa guru PAI wajib memiliki sikap toleransi yang tinggi, hal ini dikarenakan sebagaimana kita ketahui saya akan menghadapi siswanya yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda jadi saya juga berusaha untuk menjadi penumbuh kesadaran dalam bertoleransi seperti memberikan wejangan-wejangan yang menjelaskan tentang pentingnya bertoleransi dan hikmah adanya perbedaan, seperti halnya yang tercakup dalam surat Al-Kafirun “Lakum diinukum Waliyadiin” dan juga saya memberikan penggalan hadis Nabi Muhammad SAW yaitu “Ikhtilafu Ummati Rahmatun” yang mana hadis tersebut menjelaskan perbedaan itu adalah rahmat dari Allah yang harus disikapi dengan baik, akan tetapi sesungguhnya yang saya alami di sekolah ini Alhamdulillah siswa siswi di SMP Mentari ini sudah tertanam jiwa bertoleransinya dari sebelum dia masuk ke sekolah Mentari ini atau sudah terbina sikap toleransinya dari lingkungan keluarga siswa dan siswi


(2)

Pedoman Wawancara Siswa

Nama Siswa : Steven Andrew Kelas : 8 / VIII

Tanggal : 11 februari 2015 Waktu : 09.30 wib

Pewawancara : Bagaiamana menurut kamu sekolah di smp mentari ini apakah ada diskriminasi atau bagaimna yang kamu rasakan, oiya memang kamu berasal dari mana de ? Narasumber : Saya senang sekolah di sini, karena tidak didiskriminasi apapun oleh pihak sekolah ataupun siswa-siswi disini, walaupun saya siswa dari bangsa yang berbeda. Saya berasal dari Australia yang bersekolah di Indonesia karena orang tua saya bekerja di Indonesia

Pewawancara : lalu bagaimana tanggapan kamu dengan siswa siswi muslim di sekolah ini? Narasumber : Mereka semua baik pak, buat saya semua disini tak ada masalah kami selalu bergaul dengan biasa-biasa saja pak

Nama Siswa : Adrian Siregar Kelas : 8 / VIII

Tanggal : 26 februari 2015 Waktu : 09.30 wib

Pewawancara : Berasal dari daerah mana kamu? Oiya mengapa kamu memilih sekolah di SMP mentari ini, lalu bagaimna kamu menyikapi perbedaan yang ada disini?

Narasumber : Saya berasal dari Medan ka, sudah sembilan tahun saya tinggal di Jakarta dari awal Sekolah Dasar di Jakarta. Saya mengikuti orang tua saya yang bekerja di Jakarta, bagian Konsultan Hukum. Saya dimasukkan sekolah di sini karena pilihan ayah saya, setelah saya sekolah di sini saya memiliki teman dari berbagai suku, bangsa, dan agama. Namun kami berteman tidak memandang itu, di sini semuanya sama, yakni sama-sama siswa siswi SMP Mentari International School

Pewawancara : lalu bagaimana sikap kamu dengan siswa siswi lain yang berbeda dengan kamu?


(3)

Narasumber : kami disini semua selalu bersama pak, kami selalu rukun dalam kebersamaan pak, belajar bersama dan menemukan hal baru bersama kami tak pernah pernah

bersinggungan baik agama ataupu ras tertentu di sekolah ini pak

Nama Siswa : Safitri Zahrani Kelas : 8 / VIII

Tanggal : 5 Maret 2015 Waktu : 09.30 wib

Pewawancara : Safitri apa kamu termasuk siswa yang berasal dari luar Jakarta? kamu berasal dari mana de? Kenapa sekolah di Mentari ini? Lalu bagaimna menurut kamu sekolah ini?

Narasumber: Asal saya dari Sukabumi ka, saya di Jakarta ikut sama nenek saya karena orang tua saya tinggal di luar negeri. Mereka tugas di sana.Ayah kerja di Abudabi bekerja di salah satu Rumah Sakit sebagai Kepala Rumah Sakit. Ibu bekerja di Kedutaan Indonesia di Abudabi juga sebagai penerjemah. Saya sekolah di SMP Mentari ini karena kemauan saya sendiri ka, soalnya dekat juga dengan rumah saya, ditambah juga sekolah ini bertaraf internasional. Siswa siswinyapun beraneka ragam budaya, bangsa, dan agama. Walaupun saya pendatang tapi di sekolah ini saya dihargai, tidak ada diskriminasi apapun dari pihak sekolah, teman-temannya juga baik-baik ka, jadi bikin saya nyaman bersekolah di sini.

Nama Siswa : Irvan Naufal Kelas : 8 / VIII

Tanggal : 12 maret 2015 Waktu : 09.30 wib

Pewawancara : apa kamu salah satu siswa muslim di sekolah ini? Sudah berapa lama kamu sekolah disini? Lalu bagaimana interaksi kamu sesama teman yang berbeda dengan kamu di sekolah ini?

Narasumber : Iya saya salah satu siswa muslim disini ka, saya sekolah disini sudah 2 tahun bersekolah di Mentari ini, saya dimasukan kesini oleh ayah saya, saya merasakan pertemanan yang sangat nyaman disini kak, meski banyak dari teman saya yang memiliki keyakinan non-muslim kami selalu kompak tanpa ada prilaku diskriminasi atau dibedakan perlakuannya, teman sekelas saya juga banyak yang taat pada agamanya masing-masing akan tetapi mereka


(4)

selalu menjaga sikap dan saling menghargai saya dan teman saya yang muslim dan saya rasa kita jarang membahas masalah keagaaan kita pak kita selalu membahas tentang ilmu eksak atau ilmu pasti dan teknologi yang kita pelajari di sekolah setiap harinya


(5)

LATAR BELAKANG NARASUMBER

A.

Latar Belakang Guru dan Kepala Sekolah

1. Guru Pendidikan Agama Islam

Nama : Nur Jamil, SS

Alamat : Jl. Parung Bojong Sari Kel. Sawangan, Parung Bogor Jawa Barat

Tempat, Tanggal Lahir : Bantul, 12 November 1983

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

- SDN 09 Bantul

- Mts. Negeri Bantul Kota - MAN Sabdodadi Bantul

- Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jabatan : Guru Pendidikan AgamaIslam

2. Kepala Sekolah

Nama : Aliysius Songki, S. Pd

Alamat : Jl. Komplek Bintaro Sektor 2, Tangerang Selatan

Tempat, Tanggal Lahir : Solo, 19 februari 1972

Agama : Kristen

Riwayat Pendidikan :

- SDN Tarakanita Solo Baru - SMP Tarakanita Solo Baru - SMA 1 Penabur Jakarta - Universitas Indonesia

Jabatan : Kepala Sekolah

B.

Latar Belakang Murid

a. Steven Andrew

Tempat Tanggal Lahir : Canbera, 15 April 2001


(6)

Selatan

Kelas : VIII

Agama : Kristen

b. Adrian Siregar

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 10 Desember 2000

Alamat : Jl. Gedung Hijau Pondok Indah Jakarta Selatan

Kelas : VIII

Agama : Islam

c. Irvan Nauval

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Oktober 2001

Alamat : Jl. Cilandak Barat Jakarta Selatan

Kelas : VIII

Agama : Islam

d. Safitri Zahrani

Tempat Tanggal Lahir : Garut, 26 Februari 2001

Alamat : Jl. Kemang Utara Jakarta Selatan

Kelas : VIII