Latar Belakang Kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia (1942-1945)
4
serta Hakko Iciu delapan Benang dibawah satu atap yang intinya adalah pembentukan lingkungan yang meliputi bagian besar dunia dibawah dominasi
Jepang.
11
Jepang menyadari pentingnya pendidikan, karena melalui pendidikan mentalitas dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas
Eropa kepada alam pikiran Jepang. Melalui pendidikan, tercipta kader-kader khusus para pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang.
12
Oleh karena itu Jepang membuat Shumubu yang merupakan kantor urusan Agama, yang salah satu tugasnya yaitu mengawasi pendidikan masyarakat
Indonesia, melakukan kursus-kursus atau pelatihan ulama, dan lain-lain. Pihak Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama di bawah pimpinan Kolonel
Horie, ia meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik.
13
Oleh karena itu kegiatan umat Islam hanya sebatas masalah agama, sosial, dan pendidikan.
Pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar, merupakan salah satu aspek yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah militer Jepang sebagai sarana untuk
mengindoktrinisasi massa. Ketika pendudukan dimulai, sebagian besar sekolah yang ada ditutup, dan baru pada akhir april 1942 diputuskan untuk membuka
kembali sekolah dasar pribumi dengan kurikulum baru.
14
Tidak hanya berlangsung pembukaan kembali bekas-bekas sekolah-sekolah pemerintahan
Belanda, sekolah-sekolah swasta pun diizinkan dibuka kembali, misalkan sekolah
11
Imran, Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian ad, Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 75.
12
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia 1942-1998 edisi pemutakhiran, Jakarta: PT. Balai
Pustaka, 2011 h. 95.
13
Ibid, h. 38.
14
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h.199.
5
Agama Islam, sekolah Taman Siswa, dan sekolah Muhammadiyah.
15
Sekolah- sekolah Islam dan taman siswa diberikan kemudahan oleh pemerintah Jepang
sedangkan sekolah-sekolah swasta Kristen mendapatkan kesulitan memperoleh izin dari pemerintah Jepang.
16
Meskipun sekolah-sekolah Islam diberikan kebebasan tidak begitu dibatasi, namun harus memasukkan bahasa Jepang,
olahraga, kerja bakti dalam kurikulumnya.
17
Golongan pemuda sangat mendapat perhatian dari pemerintah Jepang. Perhatian Jepang dicurahkan kepada kaum muda ini karena mereka pada
umumnya memiliki sifat yang giat, penuh semangat, dan biasanya masih diliputi idealisme. Mereka dianggap belum sempat dipengaruhi alam pikiran Barat. Oleh
karena memiliki sifat-sifat yang demikian, segala propaganda dari pihak Jepang diduga akan mudah ditanamkan kepada mereka. Salah satu yang dipakai untuk
mempengaruhi kaum muda ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan khusus seperti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh
Jepang.
18
Jepang mengubah sistem pendidikan yang berdasarkan kelas sosial buatan Belanda dengan sistem integrasi pendidikan buatan Jepang.
19
Pada zaman Belanda hanya anak-anak pejabat desa dan keluarga kaya yang mampu bersekolah, tetapi
pada zaman Jepang, setiap orang bisa bersekolah karena tidak dipungut biaya.
20
Dalam pengajaran di sekolah-sekolah dilarang menggunakan bahasa Belanda maupun bahasa Inggris, dan Jepang pun berusaha mempromosikan bahasa
15
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia h. 95.
16
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
17
A.B. Lapian, penyunting, Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang Mengalami, h. 92.
18
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 42-43.
19
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X.
20
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
6
Jepang
21
dan budaya Jepang melalui pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan Jepang tidak terlepas dari maksud dan tujuan pendidikan untuk
kepentingan militernya. Jepang mengawasi kurikulum sekolah secara ketat demi menegakkan perjuangannya. Peraturan sekolah pada masa pemerintahan Jepang
sangat keras.
22
Karena menggunakan sistem militer pada kegiatan-kegiatan di sekolah.
Jepang memperkenalkan kebijakan pendidikan yang demokratis, egaliter sederajat, dan adil. Kebijakan Belanda yang diskriminatif dalam bidang
pendidikan telah diubah oleh Jepang. Undang-undang yang membatasi gerak- gerik para guru agama dan da’i Islam dihapuskan oleh Jepang, sehingga para guru
dan da’i dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh leluasa.
23
Jepang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan
menggantikan bahasa Belanda. Tetapi para tokoh Islam tidak begitu saja menerima kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang, mereka mempunyai senjata
moral, dan dengan itu, para tokoh Islam bisa mengemukakan prasyarat kerjasama dengan Jepang, asalkan agama Islam tidak diganggu.
24
Meski demikian, keadaan tersebut hanya sebuah taktik belaka untuk mendapatkan hati rakyat Indonesia. Jepang mulai menunjukkan sifat penjajahnya
dan fasisnya kepada bangsa Indonesia, saat kekalahan yang terus-menerus dalam peperangan dengan Tentara Sekutu. Jepang melakukan hal tersebut karena Jepang
amat membutuhkan dukungan sumber daya manusia dan logistik untuk keperluan
21
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X.
22
Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, Pekanbaru: Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004 h. 63.
23
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group, 2014 h. 305.
24
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 138.
7
perangnya.
25
Kebijakan terhadap pendidikan muslim di Indonesia yang dibuat Jepang semata-mata hanya untuk kepentingan Jepang saja, yaitu untuk
memobilisasi umat Islam terutama yang ada di desa-desa untuk membantu Jepang mencapai cita-citanya memenangkan perang dunia II. Kebijakan tersebut bukan
untuk membantu Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.