Lembaga Pendidikan Islamiyah Pada Masa Pemerintahan Jepang Di Sibolga Tahun 1942-1945

(1)

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA

PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : SULISTYA FITRIANI PANGGABEAN

NIM : 070706038

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar persetujuan Ujian Skripsi

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945

Yang diajukan oleh :

Nama : Sulistya Fitriani Panggabean

NIM : 070706038

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh : Pembimbing

Drs. Timbun Ritonga Tanggal:

………. NIP. 195901281984031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal:

………. NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945

Skripsi Sarjana

Yang dikerjakan oleh :

Nama : Sulistya Fitriani Panggabean

NIM : 070706038

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Drs. Timbun Ritonga NIP. 195901281984031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

Disetujui oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN ILMU BUDAYA

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum

NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada

:

Hari

:

Tanggal

:

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A

NIP. 19511013197603100

Panitia Ujian

No

Nama

Tanda Tangan

1 . Drs. Edi Sumarno, M.Hum (……….)

2 . Dra. Nurhabsyah, Msi (……….)

3. Drs. Timbun Ritonga (……….)


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirohmanirrohim..,

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt., atas segala rahmad dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis sejak dimulainya penelitian ini hingga berakhir. Adapun penelitian ini membahas tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di wilayah Sibolga sejak tahun 1942 hingga tahun 1945. Skripsi ini juga akan membahas tentang bagaimana lembaga tersebut bertahan pada masa pemerintahan Jepang yang dikenal sangat kaku dan disiplin.

Lembaga Pendidikan Islamiyah merupakan sebuah lembaga yang didirikan untuk pengembangan agama Islam di tengah-tengah Kota Sibolga pada awal tumbuhnya lembaga tersebut. Selanjutnya melihat situasi dan kondisi masyarakat Sibolga yang semakin ingin mengecap pendidikan maka Lembaga Pendidikan Islamiyah mengambil kebijakan untuk membuka lembaga yang mengajarkan pengetahuan umum. Pengetahuan umum yang diajarkan merupakan pengetahuan dasar dalam hal berhitung dan membaca tulisan Arab Melayu. Selain itu beberapa bahasa pun sempat dipelajari oleh lembaga Islamiyah walaupun bahasa yang dipelajari tersebut tidak sempurna diterapkan dalam pembelajaran. Beberapa bahasa yang dipelajari seperti bahasa Arab, Belanda dan Jepang.

Walaupun Lembaga Pendidikan Islamiyah merupakan sebuah sekolah yang berasaskan Islam, namun pada awal hadirnya lembaga tersebut telah banyak


(7)

memberikan kontribusi bagi perkembangan dunia pendidikan di wilayah Sibolga. Selain itu, lembaga Islamiyah secara tidak langsung turut pula ambil bagian dalam pengenalan Islam di tengah-tengah masyarakat Sibolga.

Penulis menyadari bahwa masih banyak lagi keterangan dan aktifitas Lembaga Pendidikan Islamiyah yang tidak dibahas dalam skripsi ini, untuk itulah penulis berlapang dada menerima segala kritik dan saran dari semua pihak yang bertujuan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih.

Medan, 22 Agustus 2011


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, karunia serta petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Untuk memenuhi syarat menjadi seorang sarjana, maka penulis memilih judul “LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA 1942-1945.” Tentunya sebagai seorang manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan serta kekurangan. Oleh sebab itu dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sehat guna penyempurnaan skripsi ini.

Ucapan teristimewa penulis tujukan kepada orangtua yang sangat saya sayangi Ayahanda Basrun Panggabean dan Ibunda Baenah yang telah membesarkan saya, mendidik dan memberikan motivasi yang tulus serta doa yang tidak putus dalam penyelesaian perkuliahan saya di Universitas Sumatera Utara. Selain itu, tidak lupa ucapan terima kasih kepada kakanda Aspriyunus Panggabean, adinda Raju Muddin Panggabean dan Ardiansyah Panggabean yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan hingga selesai.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah banyak memberikan bantuan, baik


(9)

bantuan secara moril maupun materi, bimbingan, pengarahan, nasehat, dan saran yang tak terhingga nilainya dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibu Mimi , Hera Pratiwi Pasaribu, Bunga dan seluruh keluarga saya yang tidak pernah lelah membantu dan mengingatkan untuk menyelesaikan kuliah saya. 2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan 3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum selaku Ketua Departemen Sejarah dan Ibu Dra.

Nurhabsyah, Msi., sebagai Sekretaris Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat serta pembelajaran yang berharga kepada penulis selama perkuliahan.

4. Drs. Timbun Ritonga selaku pembimbing penulis yang telah banyak memberikan masukan, nasehat, motivasi dan bimbingan yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dra. Fitriaty Harahap S. U. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua dosen sejarah yang telah banyak memberikan pembelajaran selama penulis menjadi mahasiswa, serta kepada seluruh staf di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang banyak membantu penulis.

7. Saya juga ucapkan terima kasih kepada Bpk. Raja Zafar Hutagalung dan instansi terkait dalam penyelesaian skripsi ini yang telah banyak memberikan informasi


(10)

penting tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga serta seluruh informan yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Terima kasih kepada Sarifah Aini dan Resti Budiarti yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan dorongan untuk terus menyelesaikan skripsi ini, serta kepada seluruh teman-teman angkatan 2007, Meisia, Hery, Siti, Okta, Mohan, Astina, Naf’an, Shoji, Intan, April, Andika, Judika, Hendrik, Oli, Bona, Andrey, Iwan, Okky, Togi, Asima, Fasrah, Azmi, Putra, Eta, Santi, David, Anton, dan Usman. Terima kasih atas kebersamaan kita lebih kurang empat tahun dan semoga akan terus seperti itu.

9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi (GEMA PRODEM), teman-teman di aliansi Gerakan Mahasiswa Medan Bersatu (GMMB : FORMADAS, BARSdem, dan FAMUD) atas segala pengetahuan dan pengalaman yang diberikan dan tak lupa pula kepada seluruh angkatan 2005-2010 sejarah USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas dukungannya kepada saya.

Akhirnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu dalam penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terima kasih. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu, khususnya untuk Lembaga Pendidikan Islamiyah.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……….. i

UCAPAN TERIMA KASIH………... iii

DAFTAR ISI………. vi

ABSTRAK……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Rumusan Masalah………... 6

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian………... 7

1.4 Tinjauan Pustaka……….. .. 8

1.5 Metode Penelitian……….. 11

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 2.1 Letak Geografis Kota Sibolga……… 14


(12)

BAB III LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH SEBELUM TAHUN 1942

3.1 Komunitas Islam di Wilayah Sibolga……….. 24

3.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan

Islamiyah Sibolga……… 27

3.3 Lembaga Pendidikan Islamiyah Sebelum Tahun 1942……….. 33

3.3.1 Sistem Rekritmen Guru pada slamiyah School……….... 37

BAB IV LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA

4.1 Kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah Pada

Masa Pemerintahan Jepang………... 37

4.2 Manajemen Lembaga Pendidikan Islamiyah………... 45

4.2.1 Rekritmen Guru di Lembaga Pendidikan

Islamiyah Pada Masa Pemerintahan Jepang……… 47

4.2.2 Kurikulum Lembaga Pendidikan Islamiyah


(13)

BAB V PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH

TERHADAP MASYARAKAT SIBOLGA TAHUN 1942-1945 5.1 Keberadaan Lembaga Pendidikan Islamiyah

Bagi Masyarakat Sibolga……… 57

5.2 Pengaruh Pemerintahan Jepang bagi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga….………. 62

5.2.1 Faktor Ekonomi………. 67

5.2.2 Faktor Politik………. 68

5.2.3 Sistem Keyakinan……….. 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………... 71

6.2 Saran ……… 73

DAFTAR PUSTAKA……….. 74

DAFTAR INFORMAN………... 76 LAMPIRAN


(14)

ABSTRAK

Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan sebuah lembaga yang didirikan di tengah Kodya Sibolga dan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam pertama di tempat tersebut. Lembaga itu telah berkembang dari zaman kolonial Belanda hingga kini dan cukup banyak memberikan kontibusi bagi perkembangan pendidikan di Sibolga. Selain dari munculnya satu warna pendidikan yang berbeda, lembaga tersebut juga mempunyai peranan dalam hal pengembangan dunia pendidikan yang baik.

Penelitian ini membahas tentang bagaimana kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga pada masa pemerintahan Jepang. Selain itu penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana perjalanan serta kondisi pelajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga. Keterkaitan antara dunia pendidikan dan sistem pendidikan militer Jepang turut pula akan digambarkan sebagi suatu hal yang berkaitan dan memberikan warna yang berbada pada sejarah lembaga tersebut.

Mengingat cakupan dan sejarah tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga cukup luas dan panjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1942 hingga tahun 1945, dimana masa tersebut merupakan masa yang cukup suram bagi perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga khususnya Lembaga Pendidikan Islamiyah. Keterkaitan antara kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jepang turut pula memberikan warna yang berbeda bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya daerah Sibolga. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang lembaga tersebut pada masa pemerintahan Jepang.

Penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah ini menggunakan metode wawancara terhadap masyarakat yang mengetahui tentang sejarah lembaga ini. Wawancara ditujukan kepada guru-guru di lembaga ini, masyarakat setempat serta orang-orang yang pernah mengecap pendidikandi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga.

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini akan dapat diketahui bahwa, bagaimana aktifitas Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang serta perkembangan pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah yang diberikan di tengah-tengah Kodya Sibolga yang mempunyai ciri Islam. Selain itu, penelitian ini akan menghasilkan bagaimana sejarah singkat adanya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga.


(15)

ABSTRAK

Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan sebuah lembaga yang didirikan di tengah Kodya Sibolga dan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam pertama di tempat tersebut. Lembaga itu telah berkembang dari zaman kolonial Belanda hingga kini dan cukup banyak memberikan kontibusi bagi perkembangan pendidikan di Sibolga. Selain dari munculnya satu warna pendidikan yang berbeda, lembaga tersebut juga mempunyai peranan dalam hal pengembangan dunia pendidikan yang baik.

Penelitian ini membahas tentang bagaimana kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga pada masa pemerintahan Jepang. Selain itu penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana perjalanan serta kondisi pelajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga. Keterkaitan antara dunia pendidikan dan sistem pendidikan militer Jepang turut pula akan digambarkan sebagi suatu hal yang berkaitan dan memberikan warna yang berbada pada sejarah lembaga tersebut.

Mengingat cakupan dan sejarah tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga cukup luas dan panjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1942 hingga tahun 1945, dimana masa tersebut merupakan masa yang cukup suram bagi perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga khususnya Lembaga Pendidikan Islamiyah. Keterkaitan antara kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jepang turut pula memberikan warna yang berbeda bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya daerah Sibolga. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang lembaga tersebut pada masa pemerintahan Jepang.

Penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah ini menggunakan metode wawancara terhadap masyarakat yang mengetahui tentang sejarah lembaga ini. Wawancara ditujukan kepada guru-guru di lembaga ini, masyarakat setempat serta orang-orang yang pernah mengecap pendidikandi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga.

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini akan dapat diketahui bahwa, bagaimana aktifitas Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang serta perkembangan pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah yang diberikan di tengah-tengah Kodya Sibolga yang mempunyai ciri Islam. Selain itu, penelitian ini akan menghasilkan bagaimana sejarah singkat adanya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan dari suatu individu bahkan komunitas masyarakat tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan teknologi untuk menciptakan berbagai hal yang berguna untuk masyarakat. Hal ini terkait dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui bidang pendidikan. Pendidikan juga merupakan suatu fungsi terpenting dalam pengembangan pribadi seorang individu dan pengembangan kebudayaan nasional.1 Lahirnya pendidikan dalam arti luas bermakna merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. 2

Dalam sejarah Indonesia, masalah pendidikan secara terus-menerus menjadi wacana yang menarik untuk diperbincangkan dan diteliti. Pendidikan yang berkembang di dalam masyarakat belumlah sempurna merata di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa faktor yang melatar belakanginya adalah besarnya biaya yang harus ditanggung oleh sebuah keluarga untuk biaya pendidikan, serta kemiskinan       

1

Kartini Kartono, Tinjauan politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik

Dan Sugesti, Jakarta: Pradya Paramita,1997, hlm. 13

2


(17)

yang menjadi penghambat pertumbuhan pendidikan. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana yang tidak mendukung dalam proses pengajaran di sebuah sekolah ataupun lembaga pendidikan menjadi sebuah problem yang harus diperhatikan. Begitulah kondisi dari pendidikan di Indonesia hingga saat ini, sehingga menjadi sebuah wacana yang menarik untuk diteliti.

Pendidikan di Indonesia khususnya wilayah Sumatera Utara juga menghadapi konsep yang sama. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi kebutuhan rohani. Proses pengadaan pendidikan itu juga membutuhkan banyak dana, waktu, sarana serta keterkaitan politik di dalamnya. Menghadapi keadaan demikian, maka selain peranan pemerintah juga dituntut partisipasi segenap lapisan masyarakat.

Demikian juga halnya dengan wilayah Sibolga yang terletak di pesisir Pantai Barat Sumatera. Perkembangan agama Islam membawa dampak yang cukup besar bagi kemajuan pendidikan di wilayah ini. Hal ini dimulai dengan kedatangan masyarakat dari wilayah Sumatera Barat, Aceh dan berbagai lapisan masyarakat lainnya yang merantau ke daerah Sibolga. Kedatangan mereka yang umumnya beragama Islam, kemudian membentuk suatu lembaga pendidikan agama Islam.

Lembaga atau sekolah yang dimaksudkan adalah Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga. Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah yang ikut serta ambil bagian dalam pengembangan masyarakat melalui pendidikan. Lembaga Pendidikan Islamiyah itu sendiri


(18)

merupakan sebuah sekolah Islam pertama yang didirikan pada tahun 1920 di wilayah Sibolga. 3

Pendirian dari Lembaga Pendidikan Islamiyah itu sendiri diawali dengan dibukanya sebuah lembaga pengajian untuk masyarakat yang beragama Islam di Sibolga. Keberadaan pengajian tersebut diberdayakan untuk memperdalam agama Islam dengan mempelajari cara membaca dan menulis Al-Qur’an. Selanjutnya lembaga pengajian tersebut membuka sebuah sekolah dengan pelajaran umum. Akan tetapi Lembaga Pendidikan Islamiyah ini bukanlah sebuah pesantren yang berbentuk asrama dengan santri-santri yang menetap di dalamnya. Lembaga Pendidikan Islamiyah tersebut mengajarkan bagaimana agama Islam dengan segala hukum-hukumnya serta bagaimana pengamalan dalam kehidupan sehari-hari, di samping belajar membaca dan menulis Al-Qur’an.

Langkah yang dilakukan untuk tetap mempertahankan pelajaran Islam di Lembaga Pendidikan Islamiyah adalah dengan membuka dua kelas yaitu pagi dan sore hari. Pagi hari digunakan untuk pelajaran umum, dan sorenya digunakan untuk pelajaran Islam. Pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat dan keinginan untuk menyeimbangkannya dengan kehidupan akhirat melalui pelajaran agama didapatkan sekaligus di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Akan tetapi, berbeda dengan sekolah pemerintah, Lembaga Pendidikan Islamiyah tidaklah memilih anak       

3

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 5 Januari 2011


(19)

didik dalam melakukan proses pengajaran, serta tidak memandang status sosial, ekonomi maupun agama. Keberadaaan sekolah Islamiyah yang membuka pelajaran umum tersebut ternyata tetap memprioritaskan pelajaran agama Islam, kendati tetap juga melihat perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga yang semakin maju dengan persaingan antar sekolah yang ada.

Jepang masuk ke Indonesia di tahun 1942 setelah berhasil mengalahkan Belanda. Sebelum masuk, Jepang telah terlebih dahulu melontarkan berbagai propaganda yang menyejukkan hati orang-orang Indonesia dan pemeluk agama Islam. Alasannya adalah Jepang dan Indonesia merupakan saudara tua, serta Jepang menolak adanya imperialisme.4

Pada masa Pemerintahan Jepang beberapa kebijakan yang bernilai positif telah dilakukan dalam hal pendidikan. Beberapa di antaranya adalah adanya kebijakan dengan dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda dan adanya sistem pendidikan yang lebih baik dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.5

      

4

Hasan Nasbih, Kedatangan Jepang ke Indonesia, Yogyakarta : Hanindita, 1991, hlm. 7 5

A. H. Hamid Pangggabean, Bunga Rampai TAPIAN NAULI, Jakarta: Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, hlm. 283


(20)

Dalam praktiknya, Pemerintahan Jepang bersikap lunak terhadap pendidikan Islam, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas. Melihat hal tersebut masyarakat yang beragama Islam bersimpati terhadap pemerintah Jepang. Tetapi di balik itu Jepang akhirnya memasukkan unsur-unsur budaya dan agama Jepang dalam aktifitas keseharian dalam Lembaga Pendidikan Islamiyah.6 Unsur-unsur ke-Jepang-an tersebut ske-Jepang-angat bertentke-Jepang-angke-Jepang-an dengke-Jepang-an akidah Islam. Selain itu, Lembaga Pendidikke-Jepang-an Islamiyah mengalami pasang surut karena kondisi yang tidak menentu dalam keadaan perang.

Di samping itu pengurus pendidikan harus menghadapi kehendak pemerintahan Jepang yang mencoba untuk menerapkan budayanya melalui pendidikan. Hal ini dapat dilihat melalui tata cara penghormatan bendera dengan

Kreei (menundukkan kepala ke arah matahari terbit Jepang) yang dilakukan setiap

pagi sebelum memasuki kelas.

Pertentangan inilah yang menyebabkan perkembangan Lembaga Pendidikan Islamiyah menarik untuk dikaji atau diteliti. Selain dari beberapa alasan di atas, masa pemerintahan Jepang juga telah banyak memberikan pengalaman dalam hal militer dan kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang. Atas dasar pemikiran itu timbul rasa ketertarikan bagi penulis untuk melakukan penelitian tentang dinamika pendidikan di

      

6

Dokumen Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga “Lembaga Pendidikan Islamiyah Dari


(21)

salah satu daerah di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh agama dan budaya daerah tersebut.

1.2 Rumusan

Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mempermudah dan menghasilkan penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian yang dilakukan. Maka, dibuatlah pokok permasalahan yang kemudian dirangkum dalam beberapa pertanyaan, antara lain:

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga ?

2. Bagaimana perkembangan Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga tahun 1942-1945 ?

3. Bagaimana pengaruh Lembaga Pendidikan Islamiyah terhadap masyarakat di Sibolga selama kurun waktu 1942-1945 ?

Batasan waktu penelitian yang dilakukan ini adalah tahun 1942-1945. Tahun 1942 merupakan latar belakang awal kedatangan Jepang ke Indonesia, sedangkan tahun 1945 merupakan akhir tahun pemerintahan Jepang di Indonesia.


(22)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Di dalam sebuah penelitian tentunya memiliki suatu tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan, sehingga sedikit banyak dapat menjawab mengapa penelitian tersebut dilakukan. Dalam prosesnya penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga.

2. Untuk mengetahui tentang perkembangan dari Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga tahun 1942-1945.

3. Untuk mengetahui sejauh apa peranan Lembaga Pendidikan Islamiyah terhadap masyarakat di Sibolga pada tahun 1942-1945.

Sedangkan manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teortis, penelitian ini akan memperkaya pengetahuan penulis tentang perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga yang dikhususkan pada Lembaga Pendidikan Islamiyah.


(23)

2. Menambah kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Sejarah yang difokuskan pada perkembangan pendidikan dan menambah khasanah penelitian tentang sejarah pendidikan.

3. Sebagai suatu sarana informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian yang lebih lanjut tentang sejarah pendidikan di Sibolga.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penyelesaian penelitian ini tentunya dibutuhkan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah Pada Masa Pemerintahan Jepang di Sibolga Tahun 1942-1945 sehingga dilakukan tinjauan pustaka. Buku-buku yang digunakan antara lain adalah karya . H. Hamid Panggabean dalam bukunya “Bunga Rampai TAPIAN NAULI”, (1995), Hasan Nasbih dalam bukunya “Kedatangan Jepang Ke Indonesia”, (1991), dan Hasan Langgung dalam bukunya “Pendidikan dan Peradapan Islam”,(1985).

A. H. Hamid Panggabean dalam buku “Bunga Rampai TAPIAN

NAULI”,(1995), menjelaskan tentang sejarah berdirinya Tapian Nauli yaitu Sibolga

dan wilayah sekitarnya. Memberikan keterangan tentang bagaimana sejarah berdirinya Kota Sibolga dan perkembangannya mulai dari masa Pemerintahan Belanda hingga pada Kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini ada beberapa


(24)

keterangan yang menyebutkan tentang keberadaan Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang didirikan pada tahun 1920. Keterangan-keterangan yang diberikan dalam buku ini adalah seputar tentang keberadaan lembaga tersebut dan keberadaan sekolah-sekolah yang pernah didirikan oleh Pemerintahan Belanda dan Zending Kristen di Sibolga.7 Buku ini memberikan penulis inspirasi untuk menulis tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang mana pada masa Pemerintaha Belanda dan Jepang tidak dituliskan secara lebih rinci bagaimana lembaga tersebut ada dan berkembang. Sehingga penulis merasa bahwa menuliskan tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah tersebut sangat menarik disamping faktor-faktor kedatangan Jepang ke Indonesia yang dekat dengan Islam.

Hasan Nasbih dalam buku “Kedatangan Jepang Ke Indonesia”, (1991), merupakan buku yang memberikan keterangan-keterangan tentang kedatangan Jepang ke Indonesia. Buku ini menggambarkan bagaimana proses kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia dengan berbagai propaganda yang dilakukan guna mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia. Melalui buku ini kita dapat mengetahui bagaimana kedatangan Jepang dan kebijakan-kebjijakan yang pernah dilakukan Jepeng selama berada di Indonesia. Tidak hanya itu, buku ini memberikan kebijakan Jepang terhadap pendidikan yang pernah di selenggarakan di wilayah Indonesia serta

      

7


(25)

keterkaitan Jepang dengan Islam.8 Kebijakan yang dilakukan dalam pendidikan diantaranya adalah dengan dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda dan adanya sistem pendidikan yang lebih baik dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.

Buku yang ketiga adalah Buku yang ketiga oleh Hasan Langgung dengan judul “Pendidikan dan Peradapan Islam”(1985), memberikan keterangan tentang pendidikan di Indonesia yang menyangkut perkembangan Islam. Makdusnya adalah keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang tradisional seperti perantren mengajarkan tentang membaca Al-Qur’an serta menuliskannya. Hal itu merupakan pengajaran yang tradisional dalam perkembangan agama Islam di Indonesia dengan bertujuan pada pengetahuan agama itu sendiri. Perkembangan dunia pendidikan Islam yang dilakukan dalam bentuk sebuah pesantren merupakan bentuk dari pengamalan ilmu di bidang agama yang kemudian berkembang seiring dengan zaman.9 Pada perkembangan selanjutnya diberikan keterangan tentang keberadaan sistem pengajaran Islam pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia. Buku ini banyak memberikan pengetahuan kepada penulis tentang kebijakan-kebijakan apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Jepang terhadap dunia pendidikan di wilayah Indonesia

      

8

Hasan Nasbih, op. cit., hlm.37 9


(26)

pada zamannya. Sehingga penulis merasa buku ini sangat penting guna memperkaya wawasan dan memberikan keterangan seputar lembabaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh Islam di Indonesia.

1.5 Metodologi Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.10 Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

1. Heuristik, yaitu tahap awal untuk mencari data-data melalui berbagai sumber dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu :

• Studi lapangan (field research). Data-data dapat diperoleh melalui wawancara. Wawancara dilakukan secara terbuka dengan berbagai informan baik itu secara perorangan maupun lembaga. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diharapkan penelitian ini akan

      

10

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: IU Press, hlm. 32


(27)

lebih mendalam dan objektif. Wawancara ditujukan kepada guru-guru yang ada di Pendidikan Islamiyah, baik mereka yang masih aktif sebagai guru maupun para alumni yang sudah bekerja di sektor lain sejauh mengetahui tentang sejarah Pendidikan Islamiyah itu sendiri. Informan yang dimaksudkan adalah Ketua Yayasan Islamiyah, masyarakat sekitar lembaga Islamiyah yang mengetahui tentang lembaga tersebut, dan orang-orang yang dulunya pernah bersekolah di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Selain itu data-data wawancara dilakukan juga ke berbagai instansi pemerintahan seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Departemen Agama.

• Studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan informasi diperoleh dengan membaca berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya yang mendukung penulisan ini. Buku-buku yang digunakan berasal dari Perpustakaan Daerah Sibolga, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan Daerah Sumatera Utara sedangkan arsip ataupun dokumen diperoleh melalui Sekolah Dasar Islamiyah itu sendiri dan dari instansi pemerintah terkait.

2. Verifikasi, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif (fakta). Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul kritik,


(28)

baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuain data dengan permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini peneliti akan mempertanyakan beberapa hal mengenai keabsahan data tersebut yaitu kapan data itu dibuat, dimana data itu dibuat, siapa yang membuat data tersebut, serta apakah data tersebut asli. Sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran malaui penyesuaian data dari berbagai sumber baik itu sumber tertulis maupun hasil wawancara.

3. Interpretasi, yaitu tahap dimana peneliti berusaha untuk menghubungkan fakta-fakta sehingga menimbulkan pemahaman dan penafsiran. Melaui pemahaman dan penafsiran inilah melahirkan suatu karya dalam bentuk penulisan sejarah.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dimana peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis, sehingga didapatkan penjelasan mengenai perkembangan Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga secara rinci dan objektif.


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

2.1 Letak Geografis Kota Sibolga

Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344 km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota ini berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya adalah 8.520 km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk dijadikan lahan pemukiman.

Wilayah pemerintahan Kodya Sibolga seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari 889,16 Ha (82,5 %) daratan, 187,84 Ha (17,44 %) daratan Kepulauan dan 2.171,6 Ha lautan. Daratan kepulauan yang termasuk dalam kawasan Sibolga yaitu Pulau Panjang, Pulau Sarudik, Pulau Poncan Gadang (Besar), dan Pulau Poncan Ketek (Ketek). Melihat kondisi geografis kota Sibolga yang mempunyai lautan yang luas tersebut, dapat dipastikan bahwa mayoritas mata pencaharian dari penduduk Sibolga adalah nelayan. Di samping itu, mata pencaharian dari penduduk kota Sibolga adalah pertanian. Sementara itu, sungai-sungai yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga


(30)

antara lain, Sungai Aek Doras, Sungai Sihopo-hopo, Sungai Muara Baiyon, dan Sungai Aek Horsik. 11

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai, lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2 % sampai dengan 40 %.12 Dari aspek topologinya berdasarkan lahan seluas 1077,00 Ha yang bersatu dengan Sumatera, keberadaan wilayah Sibolga dengan kemiringan lahan dapat digambarkan dengan komposisi sebagai berikut:

- Datar dengan kemiringan 0-150 : 36,14%

- Miring dengan posisi 15-400 : 26,50%

- Curam dengan kemiringan 400 : 32.52%

Topologi kemiringan tanah (km) yaitu :

- Kemiringan 0-2% seluas : 3,12 km persegi

- Kemiringan 2-15% seluas : 0,95 km persegi

      

11

Erwin J. V Nababan, Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Sumber Daya Alam Pesisir Pada

Masyarakat Sibolga), Medan : Tanpa Penerbit, 2009, hlm. 35

12


(31)

- Kemiringan 15-40% seluas : 0,31 km persegi

- Kemiringan 40% seluas : 6,31 km persegi13

Berdasarkan kemiringan lahan tersebut, dapat disimpulkan yang paling dominan adalah kemiringan yang lebih dari 40 persen. Sehingga dapat pula disimpulkan wilayah kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena kecuraman tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu, pelabuhan Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau Nias. Hal tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari luar Kota Sibolga yang datang merantau ke daerah ini. 14

Secara astronomi, Sibolga terletak pada 10 44-10 46 LU dan 980 44-980 48 BT. Kondisi iklim Sibolga tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Sumatera Utara. Iklim Sibolga terbagi atas dua kondisi, yaitu:

• Musim kemarau yang terjadi pada bulan Januari hingga bulan Agustus

• Musim hujan yang terjadi pada bulan September hingga bulan Desember

Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan       

13

Pemerintahan Kota Sibolga bekerja sama dengan Pusat Informasi Bisnis dan Promosi Indonesia, SIBOLGA NAULI Dalam Aneka Pesona dan Peluang Investasi, Sibolga : Gandewa Divo, 2005, hlm. 15

14


(32)

tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 526,1 mm sedangkan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas. Temperatur udara di Sibolga antara 220-330 C kondisi ini cenderung tetap dan tidak berubah. 15

Batas-batas wilayah Kota Sibolga antara lain :

- Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Barat : Teluk Tapian Nauli

Wilayah administrasi pemerintahan Kodya Sibolga terdiri dari 4 (empat) Kecamatan dan 16 (enam belas) Kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah, Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan luas area 3,333 Km2, Kecamatan Sibolga Kota dengan empat kelurahan luas area 2,7732 Km2, Kecamatan Sibolga Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga Sambas dengan empat kelurahan luas area 1,566 Km2. 16

      

15

Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Sibolga Dalam Angka, Sibolga : BPS, 2010, hlm 2 16


(33)

2.2 Kondisi Mayarakat Kota Sibolga Pada Masa Kolonial

Sibolga merupakan sebuah kota bahari yang terletak di pantai barat Sumatera. Dahulu, Sibolga hanyalah sebuah dusun kecil yang berada di pinggir sungai Aek Doras. Tetapi seiring perjalanan waktu, Sibolga tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan. Adapun hasil bumi yang diperdagangkan meliputi, karet, kopi, kemenyan, rotan, rempah-rempah dan komoditi lainnya. Barang-barang perdagangan ini berasal dari Sibolga maupun dari daerah di sekitarnya. Wilayah ini merupakan suatu tempat yang sering dikunjungi oleh para pelaut yang datang dari dalam maupun luar pulau Sumatera untuk melakukan perdagangan. Jelasnya Sibolga merupakan sebuah kota pelabuhan.

Perdagangan yang terjadi di wilayah Sibolga tidak hanya dengan orang-orang yang berasal dari wilayah Sibolga atau luar wilayah Sumatera, akan tetapi juga dengan bangsa asing yang datang ke Sibolga. Perdagangan itu semakin berkembang dan ramai dengan singgahnya kapal-kapal asing dari Eropa, di antaranya, Portugis, Inggris, Tiongkok, Siam, dan Birma untuk membeli rempah-rempah dan komoditas pertanian lainnya.17

      

17

Syahril Alam, Bandar Dagang Di Pantai Barat Sumatera, Jakarta : Bumi Akasara. 1993, hlm. 38


(34)

Untuk lebih jelas data penduduk Sibolga pada tahun 1930 adalah sebagai berikut :

 Masyarakat pribumi berjumlah 839.515 orang yang terdiri dari laki-laki (421.365 orang) dan perempuan (418.150 orang)

 Asing Timur berjumlah 3.307 orang yang terdiri dari laki-laki (2.001 orang) dan perempuan (1.306 orang)

 Eropa berjumlah 763 orang yang terdiri dari laki-laki (302 orang) dan perempuan (461 orang18

Perdagangan yang terjadi antara orang Sibolga dan masyarakat yang berasal dari pedalaman Sumatera telah terjadi sejak lama. Orang-orang yang berasal dari wilayah pedalaman membutuhkan hasil laut seperti garam dan ikan yang didapatkan dari masyarakat di sekitar pantai Sibolga. Sebaliknya, masyarakat pesisir pantai memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan, sayuran dan hasil hutan lainnya.19 Rute perjalanan yang ditempuh oleh orang-orang dari Batak Toba ke daerah Pantai Barat Sumatera yaitu dengan melakukan perjalanan dari Silindung-Aek Raisan-Bonan Dolok-Mela-Poncan-Mursala dengan pulang pergi.20 Perdagangan inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat Batak, Aceh, Minang dan lainnya yang datang ke daerah Sibolga, sehingga mendapat julukan Negeri Berbilang Kaum.

      

18

Landsdrukkerij wekteureden, Regerings-Alamak voor Nederlandsch indie 1930 (wilayah dan stuktur penduduk dari pemerintahan Hindia Belanda), Jakarta : Arsip Nasional Indonesia, hlm. 17

19

Wawancara dengan Bpk. Zulkifli pada tangal 10 April 2011 20

Panitia Hari Jadi Kota Sibolga ke-307, Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, 2007, dalam makalah tanggal 2 April 2007, hlm. 2


(35)

Julukan “Negeri Berbilang Kaum” menggambarkan kondisi masyarakatnya yang majemuk. Ada beberapa etnis yang terdapat di wilayah Sibolga, sehingga kota tersebut mendapat julukan itu. Etnis yang terdapat di Sibolga antara lain Toba, Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat beberapa pendatang asing seperti etnis Tionghoa, India, dan Arab yang hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati adat istiadat masing-masing. Akan tetapi masyarakat di kota Sibolga lebih dominan adalah orang Batak. Hal ini juga menggambarkan bahwa kota Sibolga merupakan suatu wilayah yang multi-etnik.

Etnik Batak yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas berasal dari Silindung yang bernama Tuanku Dorong dan bermarga Hutagalung. Diperkirakan bahwa marga inilah yang memasuki Sibolga pada tahun 1700. Hal ini berdasarkan bukti bahwa keturunan marga Hutagalung masih berdiam di Sibolga hingga saat ini dan telah sampai sembilan keturunan. Selain marga-marga Hutagalung, marga Batak lainnya datang secara bergerombol dan bermukin di sebahagian wilayah Sibolga.21 Marga-marga Batak lain yang pertama sekali mendiami kota Sibolga antara lain Simatupang, Panggabean, Hutabarat, Pohan, Batubara, Nadeak, Pasaribu dan marga Tambunan.22

      

21

Wawancara dengan Bpk. L. Simbolon pada tanggal 24 Maret 2011 22


(36)

Dalam masyarakat Sibolga bahasa daerah atau bahasa Batak sangatlah jarang dipergunakan untuk pengucapan sehari-hari, khususnya masyarakat yang berada di pesisir pantai. Masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa pesisir. Bahasa pesisir ini adalah suatu alat komunikasi masyarakat pesisir dalam menyampaikan maksud dan tujuan, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa pesisir tersebut banyak digunakan oleh masyarakat yang berada di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Peranan bahasa pesisir telah menjadi bahasa pengantar dalam berbagai kegiatan masyarakat Sibolga, seperti dalam upacara pernikahan adat Sumando.

Pada saat terjadinya perdagangan yang dilakukan antara orang-orang pedalaman dan masyarakat pesisir pantai Sibolga seorang Ompu Hurinjom Hutagalung yang berasal dari Silindung membentuk suatu permukimam di daerah Simaminggir. Simaminggir merupakan suatu kawasan yang dekat dengan Bonan Dolok yang terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat melihat ke Teluk Tapian Nauli. Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari Silindung ke Pantai Barat. Ompu Datu Hurinjom Hutagalung berperawakan besar yang dalam bahasa Batak disebut balga, para pedagang pribumi sering berkata : ‘Beta singga tu inganan


(37)

kemudian melekat hingga ke anak cucunya. Inilah yang kemudian menjadi asal kata Sibolga yang diambil dari kata Balga (besar).23

Sejak ditetapkannya Sibolga menjadi sebuah ibukota keresidenan Tapanuli pada tanggal 7 Desember 184224 , maka penduduk Pulau Poncan Ketek25 beserta dengan tokoh masyarakatnya pindah ke wilayah Sibolga. Penduduk yang berada di Sibolga sebelum kedatangan penduduk dari Pulau Poncan Ketek disebut sebagai orang “daratan”.26 Masyarakat Sibolga pada saat itu masih banyak yang menganut agama Palbegu yaitu suatu kepercayaan yang banyak mengandung unsur-unsur animisme ataupun dinamisme. Sebaliknya masyarakat yang datang dari Pulau Poncan Ketek telah cukup lama menganut agama Islam. Demikian pula masyarakat pendatang ke wilayah Sibolga dari kawasan Minangkabau dan pesisir Pantai Barat Sumatera lainnya.

Pada awal kedatangan masyarakat Pulau Poncan Ketek sebagai pendatang dan masyarakat Sibolga sebagai yang lebih dahulu menetap, mengalami berbagai masalah dalam adat istiadat yang menimbulkan perbedaan-perbedaan. Selain dari perbedaan agama yang dianut oleh kedua masyarakat tersebut, terdapat perbedaan dalam pemakaian atribut-atribut kebesaran adat. Dalam hal ini hanya penduduk penetap       

23

Ibid., hlm. 18 24

Sultan Parhimpunan, Kerajaan Sibolga (1700-1842), Depok: Tanpa Penerbit, 2008, Hlm.63 25

Dalam bahasa Sibolga ketek berarti kecil 26

Lukman Ahmadi dkk.,Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di


(38)

yang dibenarkan memakai atribut kebesaran adat27. Apabila seorang masyarakat dari Pulau Poncan Ketek ingin memakai atribut kebesaran adat tersebut harus terlebih dahulu meminta izin kepada para tokoh-tokoh adat setempat.

Pada perkembangan selanjutnya antara masyarakat penetap dan masyarakat pendatang ini kemudian telah menyatu dalam adat istiadat yang mempunyai ciri tersendiri yaitu adat pesisir.28 Penyatuan adat pesisir ini selanjutnya lebih ditopang setelah masyarakat penetap yang berasal dari pedalaman Tapanuli menganut agama yang sama dengan masyarakat pendatang, yaitu agama Islam. Kemudian antara masyarakat pendatang dan penetap terjalin perkawinan, di mana pemuda pendatang mengawini wanita penetap, atau sebaliknya yang senantiasa memakai adat istiadat pesisir atau yang lebih dikenal dengan nama “Adat Sumando”.29 Selanjutnya, kebudayaan tersebut menjadi sebuah ciri penduduk yang berdiam di kawasan pesisir atau Pantai Barat Tapanuli. Keindahan dari pulau-pulau, riak laut serta keadaan alam Sibolga sering menjadi inspirasi masyarakat dalam berkesenian atau melakukan perkawinan. Berpantun atau bertalibun sering menggambarkan cara kecintaan masyarakat Sibolga terhadap dunia kebaharian itu.30

      

27

Ibid.,hlm. 257 28

A. H. Hamid Panggabean,op.cit. ,hlm. 228 29

Sultan Parhimpunan, 0p.cit., hlm. 258 30


(39)

BAB III

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH SEBELUM

TAHUN 1942

3.1 Komunitas Islam di Wilayah Sibolga

Persebaran agama Islam ke wilayah Sibolga, menurut beberapa pendapat, awalnya datang dari wilayah Barus. Barus merupakan suatu Bandar dagang yang sangat terkenal dengan produksi kapur barusnya. Barus tidak berada jauh dari wilayah Sibolga sekitar 60 Km.31 Persebaran agama Islam ke wilayah Sibolga dilakukan melalui jalur darat. Jalur persebaran agama Islam yang terjadi ke wilayah Sibolga antara lain, Barus-wilayah Sosorgadong-Sorkam- Kolang-Sibolga.32

Dalam buku yang berjudul Sejarah Raja-raja Barus dinyatakan bahwa seorang sahabat Nabi Muhammad melakukan perjalanan sambil berdagang ke wilayah Tiongkok lalu mendarat di Kanton. Hal itu terjadi empat tahun sebelum wafatnya nabi Muhammad. Sahabat nabi yang bernama Wahab Bin Abu Kasbah itu kemudian singgal di pulau Mursala yang berada dekat dengan wilayah Sibolga dan Barus. Beliau membeli 10 orang budak Nias untuk dijadikan ulama Islam. Dalam pelayarannya misi dari Wahab Bin Abu Kasbah tersebut membebaskan para budak-      

31

Wawancara dengan Bpk. Syahril Pasaribu pada tanggal 22 Maret 2011 32

Dada Meuraxa, Sejarah Masuknya Islam Ke Bandar Barus Sumatera Utara, Medan : Sastrawan, 1963, hlm. 37


(40)

budak dan menjadikannya Islam.33 Kemudian, beliau menempatkan seorang kadi yang bernama Zaka untuk menyebarkan Islam di Pulau tersebut. Akan tetapi belumlah jelas dinyatakan apakah persebaran Islam ke wilayah Sibolga juga berasal dari Pulau Mursala. Adapun kata Mursala bberasal dari bahasa Arab yaitu, Mur yang artinya Arab dan Sala yang artinya Sembahyang. Oleh sebab itu orang-orang sering menyatakan bahwa Mursala merupakan pulau tempat utusan nabi.34

Walaupun dengan tegas dinyatakan bahwa persebaran agama Islam berasal dari wilayah Barus, kenyataan bahwa peran dari masyarakat yang berasal dari daerah lain, seperti Aceh dan Minangkabau, juga besar dalam persebaran agama tersebut. Banyak masyarakat Minangkabau ataupun Aceh yang datang merantau atau berdagang ke wilayah Sibolga sekaligus menyiarkan agama Islam. Kedatangan masyarakat Minangkabau ke daerah Sibolga kemudian mempunyai keterkaitan erat dengan munculnya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga.

Adapun rumah peribadatan yang terdapat di Sibolga terdiri dari Mesjid, Musolah, Gereja dan Viara. Secara rinci dapat dilihat dari tabel berikut:

      

33

Ibid., hlm. 102 34


(41)

Tabel II

Sarana Peribadatan Di Kota Sibolga Gereja

Kota Mesjid Musolah Protestan Khatolik Viara

Sibolga 4 18 6 1 1

Sumber : Sensus penduduk kota Sibolga pada tahun 2000

Berdasarkan pada keterangan- keterangan diatas mayoritas penduduk Sibolga merupakan agama Islam. Walaupun agama Islam merupakan agama yang paling dominan di daerah tersebut, kerukunan antar umat beragama selalu terjaga dengan baik. Masyarakat Sibolga menyadari arti dari perbedaan agama bukanlah menjadikan antar umat beragama saling bermusuhan. Bahkan perbedaan yang ada dijadikan sebagai suatu hal untuk saling menjaga dan saling berinteraksi demi kedamaian bersama. Keberagaman agama dan multi etnik yang terdapat di kota Sibolga dimana semuanya hidup saling berdampingan, memberikan gambaran bahwa kota Sibolga merupakan suatu tempat yang aman dan damai. Hal ini merupakan suatu nilai lebih dari kota tersebut.

Agama Islam di Sibolga terus berkembang dengan melihat kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh masyarakat ataupun pemerintah Kodya Sibolga. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti perlombaan Musadakoh Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Kodya Sibolga ataupun tingkat Sumatera Utara pernah dilakukan di Sibolga.


(42)

Selain itu melakukan kegiatan penyambutan bulan suci Ramadhan dengan membuka bazar ataupun kegiatan yang berhubungan dengan amal. Hal ini dilakukan guna mempererat hubungan silaturrahmi antar umat yang beragama Islam di kota Sibolga.

Keterkaitan agama Islam dengan adat istiadat di kota Sibolga juga sangat erat. Dimana adat istiadat pesisir Sibolga yaitu adat Sumando menggunakan agama Islam sebagai salah satu syarat sebagaimana halnya dengan adat Melayu. Adat Sumando merupakan adat istiadat yang lahir di kota Sibolga seiring dengan perkembangan Islam di kota tersebut.35 Sehingga yang menggunakan adat pesisir di kota Sibolga adalah mereka yang beragama Muslim.36 Dalam adat istiadat pesisir Sibolga kentalnya nuansa Islam juga terlihat melalui upacara ataupun keberagaman warna di dalam peralatan yang digunakan.

3.2 Latar belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah

Sibolga.

Sebelum berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang bernama Islamiyah School, pemerintahan Belanda telah membuka beberapa sekolah yang mengajarkan pelajaran umum. Pada dasarnya sekolah-sekolah tersebut didirikan untuk kepentingan Belanda sendiri. Sekolah-sekolah saat itu, mengajarkan       

35

Jane Drakard, op.cit., hlm. 95 36


(43)

pengetahuan umum terhadap anak-anak yang ada di kota Sibolga. Pelajaran-pelajaran umum yang diajarkan adalah cara membaca, menulis dan berhitung.

Pendidikan umum yang ada di Sibolga pada masa pemerintahan Belanda antara lain :

ELS yang dibuka pada tahun 1910

Ambachts School yang dibuka pada tahun 1922

Meisjes School yang dibuka pada tahun 1924

Hollands Indishe Vereniging School (AMS) yang dibuka pada tahun 1925

Katholieke Holland Inlandshe School yang dibuka pada tahun 1929

Islamiyah School yang dibuka pada tahun 1929

Christelijke Holland Inlandshe School dibuka pada tahun 193237

Meskipun demikian peranan pendidikan ini sangat tertutup hanya diperuntukkan terhadap kalangan-kalangan tertentu. Murid-murid yang dapat belajar di sekolah Belanda ini hanyalah mereka yang berasal dari status sosial tertentu. Selain itu terdapat sekolah-sekolah zending yang dikelola oleh penganut agama Kristen di Sibolga. Pelajaran yang disajikan pun bermuatan umum dan agama Kristen. Hal ini tidak memberikan kepuasan sekaligus memenuhi tuntutan hidup masyarakat di       

37


(44)

Sibolga yang pada umunya berlatar belakang agama Islam. Beberapa sekolah yang didirikan oleh zending Kristen turut pula memberikan dorongan kepada Islamiyah School. Sekolah yang didirikan oleh zending hanya menerima siswa yang beragama Kristen sehingga muncul keinginan untuk membuka sekolah umum di Islamiyah

School. Sekolah milik pemerintah Belanda pada saat itu mengajarkan pengetahuan

umum yang bersifat duniawi, sedangkan Islamiyah School mengajarkan pengetahuan yang berguna untuk penghayatan agama.

Penyebaran Islam di wilayah Sumatera Utara terkhususnya di Sibolga menjadi sebuah pendorong dalam perkembangan pendidikan yang berbau Islam. Hal ini dimulai dengan datangnya masyarakat perantau dari Minangkabau, Aceh dan wilayah-wilayah lainnya seperti Barus dan Mandailing. Pada tahun 1924 seorang guru dari Sumatera Barat bernama H. Abdul Manam untuk pertama kalinya membuka pengajian di Sibolga dan merupakan embrio dari Perguruan Islamiyah.38 Dengan dibukanya pengajian di tengah kota Sibolga diharapkan masyarakat lebih mengenal Islam serta mengetahui cara membaca dan menulis. Dalam hal ini, membaca dan menulis lebih ditujukan kepada membaca dan menulis Al-Qur’an.

Lembaga pendidikan Islamiyah adalah sebuah bentuk perkumpulan atau pengajian yang diadakan untuk mengajarkan Islam. Berbeda dengan sebuah pesantren       

38

Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal 27 Maret 2011


(45)

yang merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat.39

Pada awalnya H. Abdul Manam melakukan kunjungan ke keluarga-keluarga yang beragama Islam di sekitar Sibolga. H. Abdul Manam tersebut menyampaikan niat beliau membentuk sebuah pengajian demi terjaganya silahturahmi antar umat Islam dan pengamalan ajaran agama Islam itu sendiri.40 Hal ini kemudian disambut baik oleh masyarakat yang beragama Islam di Sibolga.

Pengajian yang diadakan H. Abdul Manam merupakan pengajian bergilir yang dilakukan dari satu rumah ke rumah yang lain. Awalnya pengajian tersebut hanya diikuti oleh orang tua saja tanpa melibatkan anak-anak yang dianggap belum pandai membaca Al-Qur’an. Lalu muncul pula usul untuk membuka pengajian yang mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an kepada anak-anak. Usulan ini disambut baik oleh H. Abdul Manam yang kemudian membuka pengajian untuk mengajarkan Islam kepada anak-anak di Sibolga.41

      

39

Masuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, hlm. 6 40

Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal 27 Maret 2011

41


(46)

Pengajian yang dibuka untuk pertama kalinya didirikan di tangah kota Sibolga dengan bangunan yang sederhana dan terbuka.42 Bangunan dari pengajian tersebut berbentuk persegi dengan lantai tanah dan digelar tikar yang terbuat dari daun pandan yang dianyam. Untuk atap dari bangunan tersebut digunakan dari bahan yang terbuat dari pelepah rumbia dan dindingnya di biarkan terbuka.43 Bentuk bangunannya merupakan bangunan pertama dari pengajian yang didirikan oleh masyarakat Sibolga.

Pada tahun 1926 seorang guru yang juga berasal dari Sumatera Barat bernama H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi menggabungkan diri dengan H. Abdul Manam dalam pengajian ini. Bersama dengan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi, H. Abdul Manam mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an serta memberikan pelajaran tentang cara sholat dan hukum-hukum agama Islam kepada anak-anak di Sibolga. Antusias dari anak-anak yang ingin belajar tentang agama Islam ternyata sangat baik. Selain mereka belajar tentang agama, mereka juga mendapatkan teman-teman yang baru di pengajian. Hal ini juga didorong oleh sistem pengajaran dari kedua guru tersebut yang tidak terlalu kaku dan keras terhadap anak-anak.

      

42

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011

43

A. H. Hamid Pangggabean, Bunga Rampai TAPIAN NAULI, Jakarta: Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, hlm. 320


(47)

Perkembangan lembaga pengajian tidaklah berjalan mulus. Proses awal pengajian tersebut dibuka oleh H. Abdul Manam yang kemudian berkembang mengalami beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut timbul akibat adanya perbedaan paham tentang pola pengajaran perguruan Islam di antara H. Abdul Manam dengan H Muhammad Kasim Al-Mahmudi. H. Abdul Manam menginginkan pola pengajaran dilakukan secara serentak terhadap semua siswa di pengajian tersebut sehingga tidak akan banyak membuang waktu, sedangkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi menginginkan pola yang bertolak belakang dengan H. Abdul Manam. Pola yang ditawarkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi dalam pengajaran dilakukan dengan membagi siswa pengajian, mengingat kemampuan siswa dalam mempelajari cara membaca dan menulis berbeda-beda.44

Perbedaan pola pandang serta pola pengajaran tersebut mengakibatkan H. Abdul Manam mengundurkan diri dari pengajian tersebut sebagai seorang guru. Hal ini mengakibatkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi harus mengajarkan anak-anak di pengajian seorang diri. Kebijakan pertama yang dilakukan beliau adalah dengan membuka pengajian pada sore hari sehingga dapat mengajari seluruh anak-anak. Pagi hari digunakan untuk mengajari anak-anak yang baru belajar mengaji dan menulis Al-Qur’an, sedangkan pada sore dilakukan pengajian untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam selain memperlancar membaca Al-Qur’an. Kebijakan ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam perkembangan       

44


(48)

pengajian itu sendiri. Pada akhirnya terpikirkan pula untuk memberikan nama pada pengajian yang mulai berkembang di tengah-tengah kota Sibolga, yaitu Islamiyah.

3.3 Lembaga Pendidikan Isamiyah Sebelum Tahun 1942

Kata Islamiyah yang dipilih oleh H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi itu mempunyai makna bahwa pengajaran tersebut merupakan pengajian dengan pengajaran yang mengutamakan syariat Islam dan hukum-hukum Islam.45 Dengan harapan bahwa setiap siswa yang menyelesaikan pendidikannya di Islamiyah mengamalkan pelajaran yang mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran hukum dan syariat Islam dilakukan di sela-sela pelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an di pengajian Islamiyah.

Pemerintahan Belanda di wilayah Sibolga ataupun di wilayah lain di Indonesia diberikan kesempatan kepada masyarakat pribumi untuk mengecap pendidikan. Hal ini berkaitan dengan politik etis atau politik balas budi yang dilakukan Belanda berkaitan dengan transmigrasi, edukasi dan irigasi. Masa pemerintahan Belanda di wilayah Sibolga pengajian Islamiyah berganti nama menjadi Islamiyah School. Islamiyah School menjadi sebuah sekolah yang mengajarkan pelajaran umum di dalamnya. Pelajaran umum yang dimaksudkan       

45

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011


(49)

adalah belajar menghitung yang sederhana dan membaca tulisan aksara Melayu dan Arab.

Keberadaan Islamyah School yang membuka pelajaran umum tidaklah mendapat hambatan dari pemerintahan Belanda. Hal ini dikarenakan Islamiyah School hanyalah sebuah pengajian yang membuka pelajaran umum dengan pelajaran menghitung dan membaca tulisan aksara Melayu dan Arab saja. Pelajaran menghitung yang didapatkan di Islamiyah School juga hanya mengenal angka serta beberapa pelajaran seperti penambaan dan pengurangan. Itu sebabnya pemerintahan Belanda menganggap tidak akan berdampak besar terhadap perkembangan pendidikan di wilayah tersebut.46

Lembaga Pendidikan Islamiyah, yang pada saat itu bernama Islamiyah

School, dikelola oleh masyarakat muslim Sibolga, khususnya yang berada di sekitar

lingkungan Islamiyah School. Hanya karena pada masa itu latar belakang masyarakat dalam pendidikan masih terbatas maka Islamiyah School dikelola secara sederhana. Menjelang akhir dari pemerintahan Belanda, lembaga pendidikan ini mendapat pengawasan dari pemerintah kolonial karena dikhawatirkan akan menjadi sebuah gerakan kemerdekaan. Itu sebabnya Islamiyah School pada saat itu hanya melakukan kegiatan seperti pengajian rutin dan sekolah umum yang jam belajarnya dikurangi.

      

46

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011


(50)

Lahirnya suatu sistem pendidikan yang ada bukanlah merupakan suatu perencanaan melainkan suatu dorongan oleh kebutuhan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi dan politik. Islamiyah School lahir menjadi sebuah sekolah dengan pelajaran umum pada tahun 1929 dikarenakan kebutuhan masyarakat akan pendidikan mulai timbul. Hal itu juga tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya serta pengaruh politik. Keberadaan sekolah Islamiyah yang membuka pelajaran umum tersebut ternyata tetap memprioritaskan pelajaran agama Islam. Pada masa pemerintahan Belanda, Islamiyah School merupakan sebuah sekolah bercorak Islam pertama yang ada di Sibolga. Keberadaan Islamiyah School memberikan angin segar kepada masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan. Islamiyah School pada masa pemerintahan Belanda berjalan dengan cukup baik, hal ini ditandai dengan pesentase dari siswa yang meningkat dari waktu ke waktu. Pesentase siswa tersebut walaupun tidak meningkat secara drastis, tetapi pertambahannya di Islamiyah School tetap ada.

Dengan tidak melupakan langkah awal untuk memberikan pengetahuan tentang Islam maka lembaga pendidikan Islam ini kemudian membuka satu kelas dengan dua sesi pembelajaran. Pagi hari digunakan untuk pelajaran umum sedangkan sore hari digunakan untuk pelajaran Islam. Pelajaran mengaji yang sebelumnya dilakukan pada pagi dan sore hari, kemudian diadakan pada sore hari saja.

Pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat dan keinginan untuk menyeimbangkannya dengan kehidupan akhirat diharapkan akan diperoleh melalui


(51)

pelajaran agama sekaligus pelajaran umum di Islamiyah School. Inilah yang membedakan dengan sekolah pemerintah. Sekolah pemerintah pada umumnya hanya menyajikan pembelajaran yang bersifat umum dan duniawi, tetapi di Islamiyah School mencoba menyajikan keduanya (dunia dan akhirat). Dengan hadirnya Islamiyah school memberikan peluang seluas-luasnya kepada anak-anak untuk mendapatkan proses belajar. Hal ini tercermin melalui Islamiyah School yang tidak memilih anak didik dalam melakukan proses pengajaran dengan tidak memandang status sosial, ekonomi maupun agama. Berbeda dengan pendidikan zaman Belanda yang memilih peserta didiknya tergantung pada status sosial dan ekonomi dalam masyarakat.

Perkembangan yang dialami oleh Islamiyah School pada masa pemerintahan Belanda memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap masyarakat di sekitarnya. Contohnya adalah perkembangan pendidikan yang semakin baik dengan hadirnya lembaga tersebut di tengah-tengah masyarakat Sibolga. Selain itu masyarakat juga dapat mengecap pendidikan yang mampu memberikan nuansa baru bagi pengetahuan masyarakt selain dari pada agama yang mereka anut.


(52)

3.3.1 Sistem Rekritmen Guru pada Islamiyah School

Dalam sebuah sekolah maupun lembaga pendidikan tentunya mempunyai tenaga pengajar sebagai seorang panutan bagi anak didiknya. Pada Islamiyah School rekritmen guru tidaklah dilakukan secara terbuka. Sebab anak didik yang belajar d tempat itu masihlah sedikit, akan tetapi seiring dengan perkembangannya Islamiyah School mendaangkan guru dari wilayah Sumatera Barat sebagai tenaga bantuan untuk mendidik anak-anak di sana.

Tenaga pengajar yang ada di Islamiyah School pada awalnya tidaklah banyak, hanya terdiri dari tiga orang tenaga pengajar. Secara bertahap ketiga pengajar ini datang dari wilayah Sumatera Barat untuk mengajar di Islamiyah School. Untuk masyarakat yang belajar di Islamiyah School atau telah menamatkan pelajaran tentang agama di sekolah itu, dijadikan tenaga pengajar untuk pelajar pemula. Hal ini dilakukan karena kebijakan dari pengurus Islamiyah School menganggap untuk pelajaran lanjutan akan sedikit lebih sulit untuk diajarkan dan membutuhkan tenaga pengajar yang telah mempunyai cukup ilmu dan pengalaman yang baik.47

Tenaga-tenaga pengajar di Islamiyah School tidaklah direkrit secara terbuka oleh sekolah tersebut. Hal ini dilakukan guna menjaga kualitas sekolah dan terjaganya bentuk pengajaran yang merata disetiap anak didik.

      

47


(53)

BAB IV

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA

PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA

4.1 Kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada Masa

Pemerintahan Jepang Tahun 1942- 1945

Kedatangan Jepang pada tanggal 15 Maret 1945 ke wilayah Sibolga disambut dengan baik oleh masyarakat.48 Masyarakat Indonesia umumnya dan Sibolga khususnya yakin bahwa Jepang dapat menggantikan pemerintahan Belanda dengan cara yang lebih baik. Awal kekuasaan Jepang di Sibolga, Jepang menyatakan kedatangan bala tentara mereka adalah untuk membantu rakyat Asia sebagai saudara tua. Untuk itu masyarakat Indonesia harus membantu terwujudnya keinginan Jepang. Atas dasar itulah Jepang membentuk Gerakan 3 (tiga) A yang berisikan:

• Jepang Pemimpin Asia

• Jepang Pelindung Asia

• Jepang Cahaya Asia

      

48


(54)

Gerakan 3 (tiga) A tersebut dibentuk Jepang dengan tujuan untuk menghimpun kekuatan masyarakat membantu Jepang dalam perang di Asia Timur Raya. Segala propaganda tersebut diucapkan oleh Jepang dalam setiap kesempatan yang ada. Hal seperti ini juga dilakukan pada saat Jepang datang ke wilayah Sibolga. Implementasi dari propaganda tersebut diharapkan segala daya upaya rakyat diperuntukkan membantu Jepang. Oleh karena itu, seluruh aspek kehidupan diprogramkan untuk membantu aktifitas Jepang, dan yang bersifat bertentangan dihapuskan. Dengan demikian corak pemerintahan pun diubah sesuai dengan pola-pola Jepang. Perubahan pola-pola-pola-pola itu dapat terlihat dari sistem pemerintahan, politik, ekonomi bahkan pendidikan. Khusus dalam bidang pendidikan, kebijakan awal yang dilakukan oleh Jepang adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar menggantikan bahasa Belanda dan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial.

Perubahan yang dilakukan Jepang ini menghasilkan dampak positif. Dalam beberapa hal perubahan yang dilakukan oleh pemerintahan Jepang dalam dunia pendidikan ternyata mampu meningkatkan jumlah masyarakat yang ingin mengecap pendidikan. Hal ini terjadi pada awal kedatangan Jepang ke wilayah Sibolga. Dengan kebijakan itu masyarakat dapat mengecap pendidikan secara bebas. Terlebih untuk beberapa sekolah yang masih mempunyai kaitan erat dengan pemerintahan Belanda


(55)

tidak diaktifkan. Bahkan, untuk sekolah-sekolah zending Kristen pemerintahan Jepang bersikap dingin dengan membatasi aktifitas dalam sekolah tersebut.49

Lembaga Pendidikan Islamiyah saat itu diberikan keleluasaan dalam beraktifitas. Alasan pemerintahan Jepang adalah keinginan untuk mempersatukan Asia Timur Raya yang diwujudkan dengan paham imperialisme. Untuk mewujudkannya pemerintahan Jepang membatasi aktifitas yang berhubungan dengan orang-orang Eropa termasuk Belanda. Itu berarti untuk persebaran agama Islam termasuk dalam bidang pendidikan yang ada di wilayah Sibolga pemerintahan Jepang bersikap lunak.50

Pada dasarnya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga dibuka untuk pendidikan yang mengutamakan agama Islam. Selanjutnya pada awal masa pemerintahan Jepang lembaga tersebut telah berkembang dengan tiga tingkatan, yaitu:

- Tingkat Pertama, dibuka pada malam hari yang mengajarkan pelajaran dasar yaitu cara membaca dan menulis Al-Qur’an

- Tingkat Kedua, dibuka pada siang hari yang mengajarkan pelajaran Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Lughoh, Nahwu Sharaf, Tarikh, Khat,       

49

Wawancara dengan Bpk. Muhammad Zailani pada tanggal 29 Maret 2011 50

Aririfin Bey, Perang Jepang Dalam Pasca Abad Amerika Serangkai Bunga Rampai, Jakarta: Antarkarya, 1990, hlm. 97


(56)

Akhlak, dan pelajaran umum seperlunya yaitu cara menulis dan membaca bahasa Indonesia dan berhitung.

- Tingkat Ketiga, dibuka pada pagi hari yang mengajarkan pelajaran-pelajaran Tafsir, Mahfuzhat, Ilmu Kalam51

Tingkatan-tingakatan ini sebenarnya dapat digambarkan dalam bentuk sekolah Diniyah, Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah. Akan tetapi, penggunaan istilah Diniyah lahir pada tahun 1990, Ibtidaiyah pada tahun 1955, dan istilah Tsanawiyah lahir pada tahun 1980-an, maka Lembaga Pendidikan Islamiyah menggunakan tingkatan dalam membedakan pengajaran yang diberikan. 52

Kenaikan pada setiap jenjang pendidikan dalam lembaga tersebut tidak dilakukan berdasarkan pada sebuah ketetapan seperti semester ataupun caturwulan, tetapi berdasarkan pada kemampuan setiap siswa dalam menyerap pelajaran. Artinya bahwa apabila seorang siswa dapat menguasai ilmu yang diajarkan pada tingkat kedua dengan baik dan cepat dibandingkan dengan siswa lain, maka siswa tersebut berhak untuk naik ke jenjang berikutnya, yaitu tingkat ketiga. Hal ini dilakukan agar tidak menghambat kemampuan siswa untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini merupakan pola pengajaran tradisional dalam sebuah pengajian.

      

51

---, Perguruan Islamiyah Dari Masa Ke Masa, Sibolga: Tanpa Penerbit, 1995, hlm. 43

52

M. Padli, Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Tunas Bangsa. 1999, hlm. 24


(57)

Perlakuan yang didapatkan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah tersebut hanya terjadi sampai akhir tahun 1943. Menjelang awal tahun 1944 dalam masa pendudukan Jepang banyak mata pelajaran yang tidak sempurna diajarkan. Maksudnya adalah bahwa setiap pelajaran yang diadakan untuk murid-murid tidak mampu diajarkan oleh guru-guru di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Hampir setiap hari masyarakat khususnya pemuda-pemuda di Sibolga harus belajar kewiraan Jepang. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh perang yang akan dilakukan Jepang yaitu Perang Asia Timur Raya.53 Pada masa pendudukan Jepang di Sibolga, Jepang melakukan penyeragaman pada pendidikan dasar, yang pada masa kononial mempunyai beberapa bagian. Penyeragaman ini dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi dalam pendidikan yang pernah dilakukan oleh Belanda dengan melihat status sosial masyarakat itu. Hal ini juga merupakan upaya Jepang untuk mengkontrol pendidikan yang berjalan di Sibolga. Penyeragaman yang dilakukan Jepang juga terjadi pada Lembaga Pendidikan Sibolga, dimana tingkatan pendidikan yang pernah dibentuk oleh pengurus dari lembaga tersebut kemudian dilebur menjadi satu, seperti Sekolah Rakyat, atau yang disebut Kokumin Gakko pada masa Jepang. 54

Pemuda-pemuda Sibolga yang berusia 13 tahun diwajibkan untuk mengikuti bela diri, kedisplinan militer Jepang dan ilmu ke-Jepangan. Para pemuda dilatih

      

53

Sultan Parhimpunan, op.cit., hal. 64 54


(58)

menjadi calon muda pasukan dengan menanamkan ideologi Jepang. Oleh karena itu banyak remaja yang meninggalkan bangku sekolah dengan istilah istirahat, lalu dengan kelihaian Jepang mereka ditarik masuk menjadi anggota militer Jepang. Sebahagian remaja yang seharusnya berada di bangku sekolah, karena keharusan mengikuti militer Jepang seperti GYUGUN, KAIGUN, dan HEIHO, menyebabkan banyaknya generasi muda yang kehilangan kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan untuk masa depannya.55

Kondisi yang sama juga terjadi pada Lembaga Pendidikan Islamiyah yang harus ditinggalkan peserta didiknya karena mengikuti latihan militer Jepang. Masa pendudukan Jepang, khususnya di Lembaga Pendidikan Islamiyah, adalah masa yang suram dengan terganggunya proses belajar mengajar yang sudah mulai dirubah ke arah yang lebih baik. Intervensi pemerintahan Jepang juga terjadi pada dunia pendidikan, khususnya pada Lembaga Pendidikan Islamiyah. Jepang memasukkan berbagai macam program pengajaran seperti bahasa Jepang, teori-teori kemiliteran Jepang, dan berbagai tata karma dalam pergaulan Jepang yang sebenarnya tidak dikuasai oleh tenaga pengajar. Dalam hal lain tidak terdapat buku pedoman dalam pengajaran yang dilakukan, serta pendidikan yang diajarkan tidak sesuai dengan usia

      

55

Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Perguruan Islamiyah Ibu Syamsiah pada tanggal 12 Maret 2011


(59)

perkembangan anak didik. Akhirnya proses pengajaran terganggu, tidak terarah dan tujuan pendidikan tidak jelas. 56

Melalui bahasa, Jepang menanamkan Ideologinya. Penguasa militer Jepang bermaksud untuk melakukan Japanisasi yaitu men-Jepangkan Indonesia. Jepang memaksakan orang Indonesia tunduk dan patuh dengan aturan-aturan Jepang secara komplit. Hal ini terlihat pada setiap pagi. Masyarakat disuruh untuk menghadap ke timur tempat matahari terbit selanjutnya diberi aba-aba “Kreei” dan semua penduduk harus tunduk. Hal ini dilakukan seolah-olah tunduk kepada kaisar Jepang dan penghormatan ini dilakukan setelah terlebih dahulu menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo, Ki Oni O Sajare”.57

Selain dari latihan militer yang diwajibkan bagi penduduk pribumi, seperti latihan ketangkasan dengan bahasa komandan Jepang yang bersikap tegas, suara yang keras dan dengan sanksi yang berat bagi pelanggar aba-aba, Jepang juga mengajarkan lagu-lagu Jepan. Ini dilakukan guna membiasakan masyarakat pribumi agar merasa dirinya adalah orang Jepang. Salah satu lagu yang diajarkan di Lembaga Pendidikan Islamiyah yaitu:

      

56

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011

57


(60)

Oo Tete Cunai

Dengan Koyo Sikoyoshi O Ci Ceware Ware Naa Ki Kamaruku

Ajia’ Aji Anno

Kioo Wei Kengno….58

Pada awal tahun 1944 masa pendudukan Jepang di Sibolga, sarana gedung Lembaga Pendidikan Islamiyah diratakan oleh pemerintahan Jepang untuk landasan pesawat kecil “capung”, karena lokasi gedung lembaga Islamiyah merupakan tempat yang cukup stategis, berada ditengah kota dan dekat dengan pelabuhan. Untuk proses belajar di lembaga tersebut harus melakukannya secara berpindah-pindah.59 Dalam hal ini jumlah tenaga pengajar dan siswa lembaga tersebut semakin berkurang. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keharusan pemuda-pemuda mengikuti latihan militer Jepang sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk belajar dan kondisi kehidupan yang sangat memprihatikan. Sulitnya masyarakat memperoleh kebutuhan hidup dan situasi yang mencekam akibat perang menjadikan pendidikan semakin terabaikan.

Jumlah siswa yang belajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah dapat dilihat melalui tabel berikut :

      

58

Wawancara dengan Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 25 Mei 2011 59

Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011


(61)

Tabel II

Tingkat Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga

Tahun Tingkat Pendidikan

Jumlah ruangan Belajar

Jumlah Guru Jumlah

Siswa/tahun

1926-1931

Tingkat Pertama 2 lokal 2 orang 20 orang

1931-1934 Tingkat Pertama Tingkat Kedua 1 lokal 1 lokal 2 orang 2 orang 45 orang 15 orang 1934-1942 Tingkat Pertama Tingkat kedua Tingkat Ketiga 1 lokal 1 lokal 1 lokal 4 orang 2 orang 1 orang 75 orang 15 orang 10 orang 1943-1950

Tingkat pertama 1 lokal 1 orang 25 orang

Sumber : Arsip Perguruan Islamiyah Sibolga

4.2 Manajemen Lembaga Pendidikan Islamiyah

Kedatangan Jepang ke wilayah Sibolga memberikan banyak implikasi terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pemerintahan, ekonomi, politik, budaya dan juga pendidikan. Usaha-usaha Jepang untuk melakukan perubahan terlihat dari dihapuskannya seluruh pengaruh Belanda dengan mengganti nama yang berbau Belanda dan diganti dengan berbahasa Jepang. Dalam dunia


(62)

pendidikan, di Sibolga pada masa pemerintahan Jepang banyak mengalami perubahan.

Sekolah zending pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga tetap beroperasi meskipun nama-nama untuk sekolah tersebut telah berganti. Begitu pula dengan Lembaga Pendidikan Islamiyah pada saat itu, di mana Lembaga Pendidikan Islamiyah hanya melakukan kegiatan yang terbatas, seperti pengajian rutin pada malam hari. Sedangkan pada siang hari masyarakat difokuskan untuk melakukan kegiatan militer Jepang.

Kenyataannya, kesibukan masyarakat yang harus melakukan kegiatan pada siang hari dengan beban yang berat menyebabkan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah tersebut pada malam hari tidak efektif. Banyak siswa dari lembaga tersebut akhirnya tidak mengikuti kegiatan akibat kelelahan pada siang harinya. Dalam prosesnya lembaga kemudian tentunya akan mengalami berbagai kebutuhan seperti rekruitmen guru, fasilitas sekolah dan berbagai hal lain yang menyangkut kelancaran dari pengajaran. Berkaitan dengan itu berbagai usaha-usaha pun dilakukan untuk mewujudkan terciptanya sebuah sistem pendidikan yang baik.

Berbagai usaha untuk mengembangakan mutu pendidikan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah dengan mendatangkan guru-guru dari wilayah Sumatera Barat. Hal ini dilakukan karena masyarakat yang berada di Sibolga kurang mampu untuk mengajarkan beberapa bagian ilmu Islam secara mendalam kepada


(63)

murid-murid di lembaga ini. Bentuk-bentuk usaha lain yang dilakukan oleh lembaga ini adalah dengan memberdayakan murid-murid untuk mengjarkan `Islam kepada masyarakat lain diluar Lembaga Pendidikan Islamiyah sehingga ajaran Islam tidak hanya terpusat di lembaga ini saja, tetapi menyebar ke wilayah lainnya.

4.2.1 Rekruitmen Guru di Lembaga Pendidikan Islamiyah pada

Masa Pemerintahan Jepang

Proses belajar mengajar dalam sebuah sekolah tentunya menghadirkan pengajar dan yang diajarkan. Seorang tenaga pengajar akan melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kemajuan dari siswanya. Maka dari itu proses rekruitmen di dalam sebuah sekolah ataupun lembaga pendidikan haruslah dilakukan. Pada Lembaga Pendidikan Islamiyah rekruitmen guru yang dilakukan adalah dengan melihat kemampuan dari seseorang.

Proses rekruitmen guru yang ada pada lembaga Pendidikan Islamiyah sejak berdirinya hingga pada akhir pendudukan Jepang di Sibolga dilakukan secara terbuka. Apabila seseorang dianggap mampu melakukan tugas sebagai pengajar di dalam lembaga tersebut maka dia akan diminta untuk mengajar di lembaga itu. Oleh kerena itu tidak terbatas kemungkinan apabila seseorang bisa mengaji ataupun mengetahui tentang cara membaca aksara Arab dan Melayu dijadikan guru.


(64)

Stuktur kepengurusan yang ada pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga pada masa pemerintahan Jepang yaitu :

Ketua : H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi Wakil Ketua : Ibnu Hajib

Sekretaris : Qamaruddin Bendahara : Siti Rajin Pohan

Anggota : Jamahulkahar

Chadijah Pohan M. Kamil 60

Seperti sebelumnya, kepengurusan dari lembaga merangkap sebagai pengajar di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Keterbatasan tenaga pengajar pada lembaga ini menyebabkan seorang guru harus menguras tenaga serta waktunya dalam menjalankan tugas sebagai seorang tenaga pengajar yang baik. Seorang guru harus mampu membagi waktu antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya akibat keterbatasan yang ada.

Kegiatan belajar mengajar untuk tingkatan pertama pada Lembaga Pendidikan Islamiyah dimulai pagi hari pada pukul 08.00 hingga pada pukul 11.00 siang. Untuk tingkatan kedua dimulai pada pukul 12.00 siang hingga pada pukul 16.00 sore,

      

60

---, Perguruan Islamiyah Dari Masa Ke Masa, Sibolga: Tanpa Penerbit, 1995, hlm. 54


(65)

sedangkan untuk tingkatan ketiga dimulai dari pukul 18.00 hingga pada pukul 21.00 malam. Dalam proses belajar mengajar yang terjadi pada lembaga tersebut tidak terdapat istilah istirahat seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Hal ini dilakukan untuk dapat mengajarkan seluruh siswanya secara merata dalam setiap pertemuan. Selain itu, pihak Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pendudukan Jepang membagi waktu dengan maksud agar dapat melakukan sholat berjamaah di masjid dengan siswa-siawanya, sehingga pembagian waktu belajar dilakukan berdekatan dengan waktu sholat.61

Kebanyakan tenaga pengajar dari Lembaga Pendidikan Islamiyah pada awalnya berasal dari Minangkabau, seperti H. Abdul Manam dan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi. Akan tetapi untuk perekrutan guru atau tenaga pengajar dalam lembaga tersebut dilakukan terhadap masyarakat sekitar dan alumni yang dianggap mampu untuk mengajar. Jika seseorang bisa membaca ataupun menulis Al-Qur’an dengan baik, serta dianggap mampu menjadi seorang pengajar maka dia dapat dijadikan sebagai pengajar. Hal ini terjadi pada pengajaran tingkat dasar di Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga.62

Pada tingkat selanjutnya, yaitu tingkatan kedua dari Lembaga Pendidikan Islamiyah untuk rekruitmen guru dilakukan terhadap orang-orang yang mengetahui dengan baik beberapa mata pelajaran yang diajarkan. Tenaga pengajar lebih banyak       

61

Wawancara dengan Ibu Nur Hasanah pada tanggal 29 Maret 2011 62


(66)

didatangkan dari Minangkabau sendiri mengingat masyarakat Sibolga belum mempunyai pengetahuan yang luas tentang Islam.63 Pelajaran-pelajaran seperti Hadits, Fiqih, Lughoh, Nahwu Sharaf, Tarikh, Khat, Akhlak, Tafsir, Mahfuzhat,dan Ilmu Kalam adalah pelajaran utama yang diajarkan pada saat itu. Untuk itu diperlukan tenaga pengajar yang memang benar-benar mengetahui tentang pelajaran itu, sehingga tenaga pengajar atau guru didatangkan dari Minangkabau guna memberikan pengajaran yang lebih baik tentang pelajaran-pelajaran yang disebutkan diatas.

4.2.2 Kurikulum Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa

Pemerintahan Jepang

Pendidikan pada masa pemerintahan kolonial merupakan suatu hal yang sullit untuk didapatkan bagi masyarakat pribumi. Hal itu terkait dengan kedatangan kolonial yang hanya ingin menguras kekayaan alam Indonesia. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, muncul pula politik etis yang merupakan politik balas budi terhadap negara jajahan. Munculnya suatu kebijakan yang melahirkan politik etis tersebut kemudian membuka jalam masyarakat untuk dunia pendidikan,

      

63

Wawancara dengan Ketua Yayasan Perguruan Islamiyah Sibolga Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011


(67)

walaupun sangat terbatas. Dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan sumbangan dari pemerintahan Belanda terhadap masyarakat jajahannya di Indonesia.

Perkembangan pendidikan di wilayah Indonesia pada awalnya membuka sekolah-sekolah milik pemerintahan Belanda kemudian muncul pula sekolah-sekolah zending Kristen. Di Sibolga hal serupa juga terjadi. Hanya terdapat sekolah milik Belanda dan Zending Kristen di daerah ini. Hingga pada tahun 1926 muncul sekolah yang berbeda, yaitu Islamiyah School yang kemudian berubah menjadi Lembaga Pendidikan Islamiyah.

Pada awalnya setelah Jepang berkuasa di wilayah Sibolga dengan sifat fasismenya, Jepang meleburkan sekolah-sekolah milik pemerintahan Belanda yang penuh dengan kelas-kelas sosial itu menjadi satu. Semua sekolah hanya terdiri dari satu, yaitu sekolah rakyat dengan lama pendidikan 6 (enam) tahun. Orang Jepang menyebut sekolah tersebut Zintyo Koto Syogakko yang artinya sekolah milik pemerintah. Penghapusan sistem kelas dalam pendidikan ini ditujukan untuk mengurangi pengaruh yang diberikan pemerintahan Belanda yang lebih dahulu berkuasa di Sibolga. Selain dari penghancuran sistem kelas, pemerintahan Jepang menekankan pemakaian bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai pengganti bahasa Belanda bertujuan untuk penghapusan secara menyeluruh terhadap pengaruh Belanda serta menciptakan paradigma baru terhadap Jepang.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Legeo Wacana, 1999. Ahmadi, Lukman, dkk., Sejarah Perkembangan Pemerintah Departemen Dalam

Negeri di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Medan : Diklat

Propsu, 1991.

Alam, Syahril, Bandar Dagang di Pantai Barat Sumatera, Jakarta : Bumi Aksara, 1993.

A.Steenbrink, Karel, Pesantern Madrasah Sekolah, Jakarta : LP3ES, 1994.

Bey, Arifin, Perang Jepang Dalam Pasca Abad Amerika Serangkai Bunga Rampai, Jakarta : Antarkarya, 1990.

Dokumen Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga, “Pendidikan Islamiyah Dari

Masa Ke Masa”, Sibolga : Tanpa Penerbit dan Tahun Terbit.

Djojonegoro, Wardiman, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996.

Drakard, jane, Sejarah Raja-raja Barus. Bandung : Angkasa, 1988. Freire, Paolo, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta : LP3ES, 1995

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto, Jakarta : UI Press, 1985

H. Federick, William dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1982.

Kartini, Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sisten Pendidikan Nasional Beberapa

Kritik dan Sugesti, Jakarta : Pradya Paramitha, 1997.

Langgung, Hasan, Pendidikan dan Peradapan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husnah, 1995.


(2)

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994.

M. D. Sagiman, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pasukan Jepang, Jakarta : Inti Idayu Press, 1985.

M. Panggabean, Berjuang dan Mengabdi, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Meuraxa, Dade, Sejarah Masuknya Islam ke Bandar Barus Sumatera Utara, Medan : Sastrawan, 1936.

Nasbih, Hasan, Kedatangan Jepang ke Indonesia, Yogjakarta : Hanindita, 1991.

Nasution, S., Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2001.

Padli, M., Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Tunas Bangsa, 1999.

Panggabean, A.H. Hamid, Bunga Rampai : TAPIAN NAULI, Jakatra : Nadhilah Ceria Indonesia, 1995.

Panitian Hari Jadi Kota Sibolga ke-307, Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, Sibolga : Pemko Sibolga, 2007.

Parhimpunan, Sultan, Kerajaan Sibolga (1700-1842), Depok : Tanpa Penerbit, 2008.


(3)

DAFTAR INFORMAN

Nama : Hasanuddin Sitompul Pekerjaan : Petani

Umur : 76 Tahun

Alamat : Jln. Horas No. 105 Sibolga

Nama : Khairuddin Panggabean Pekerjaan : Wiraswasta

Umur : 72 Tahun

Alamat : Jln. Tandean No. 45 Batu Harimau, Sibuluan Raya, Tapteng

Nama : Nur Asimah Hutagalung Pekerjaan : Wiraswasta

Umur : 58 Tahun

Alamat : Jln. Gambolo No. 38 Sibolga

Nama : Mangala Panggabean Pekerjaan : Petani

Umur : 78 Tahun


(4)

Nama : Marolop Lumban Tobing Pekerjaan : Ketua RT

Umur : 65 Tahun

Alamat : Jln. Sisingamangaraja No. 79 Sibolga

Nama : Muhammad Zailani Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 87 Tahun

Alamat : Jln. A. Yani No. 89 Sibolga Julu

Nama : Nur Hasanah Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 87 Tahun

Alamat : Jln. Sibuluan Raya No. 76 Pandan, Tapteng

Nama : Nurkasminah Panggabean Pekerjaan : Petani

Umur : 69 tahun


(5)

Nama : Parlindungan Halomoan Simatupang Pekerjaan : Petani

Umur : 81 Tahun

Alamat : Jln. Tukka Lestari No. 38 Tapanuli Tengah

Nama : Raja Zafar Hutagalung

Pekerjaan : Ketua Yayasan Islamiyah Sibolga Umur : 69 Tahun

Alamat : Jln. Lumba-lumba No. 12 Sibolga

Nama : Sahat Sitinjak Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 74 Tahun

Alamat : Jln. Malaka No. 56 Sibolga

Nama : Sonang Pakpahan Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 79 Tahun

Alamat : Jln. Lumba-lumba No. 32 Sibolga

Nama : Syahril Pasaribu Pekerjaan : Wiraswasta


(6)

Alamat : Jln. Sisingamangaraja No. 98 Aek Habil, Sibolga

Nama : Syamsyiah

Pekerjaan : Kepala Sekolah Yayasan Islamiyah Sibolga Umur : 62 Tahun

Alamat : Jln. Simaremare No. 32 Sibolga

Nama : Tumpak Panggabean Pekerjaan : Guru

Umur : 57 Tahun

Alamat : Jln. Patuan Anggi No. 14 Sibolga

Nama : Zainah Ramadhan Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 83 Tahun

Alamat : Jln. Ketapang No. 35 Sibolga

Nama : Zulkifli

Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 87 Tahun