BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik
nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau
pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis. Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia
adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus
daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah. Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi
daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur
mengenai pemilihan kepala daerah langsung Pilkada. Sebagaimana yang tertulis pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala
Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh wakil rakyat di daerah bersangkutan.
1
1
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU No. 322004 ini demokrasi di tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi.
Sebelum UU No. 322004 dibuat pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal.
Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di
daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 51974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD
hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah ada di tangan pemerintah pusat.
Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan
tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung Pilkadasung merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang
luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari
pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut
dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping
adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka.
2
2
Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54.
Selain itu Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan
rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga melihat adanya partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya sesuai dengan alam
Universitas Sumatera Utara
demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya
massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan-
kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu.
3
Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian
sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang
sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses
demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.
Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah
tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi
pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari
rakyat.
4
Sama seperti halnya dengan pemilihan umum Pemilu, melalui azas-azas yang terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka
pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi. Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga
3
Ibid, hal. 32-33.
4
Phenie Chalid ed, Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Partnership Kemitraan, 2006, hal.2
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan, mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban
publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak
lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya.
Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara
rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di
dalam UU No.322004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU
No. 322004 pasal 56 ayat 2 bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang
memenuhi persyaratan.” Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara
pemilihan kepala daerah langsung pilkadasung dengan pemilihan umum pemilu legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam
Pilkada pemilih memilih orang kandidat. Dalam Pilkadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana.
Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik.
5
5
Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707
, diakses tanggal 30 November 2008
Universitas Sumatera Utara
Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan
atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan
partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan
kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik
masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama
proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.
6
Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih
Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan
kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan
kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah
mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk
mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.
6
Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707
, diakses tanggal 30 November 2008
Universitas Sumatera Utara
konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal.
Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional Presiden, Wapres, Anggota Parlemen. Calon kepala daerah dalam berkampanye
tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang
bersangkutan. Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik
dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 322004 pasal 59 ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang
dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 dari jumlah kursi DPRD atau 15 dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226 daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau
keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukka n
Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.
7
Pemilihan Umum, baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat III pertama kali
berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun
7
Amirudin, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, hal xi
Universitas Sumatera Utara
2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
. Dalam undang-undang ini, Pilkada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah TK III belum dimasukkan dalam rezim Pemilihan Umum
Pemilu. Pilkada dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni 2006
. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD.
Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat 1 pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK III.
Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan
Komisi Pemilihan Umum KPU No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang
Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan
Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau. Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang
merupakan pemilihan eksekutif tingkat terendah yang ada di Indonesia. Maka setiap
Universitas Sumatera Utara
parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum KPU No. 7 tahun 2006.
Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon;
kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon. Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai
tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai
tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan
luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari partai Golkar tersebut.
Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati
Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan, ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing
calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke
alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan
Hilir 2006. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan
adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati, keniscayaan pemasaran politik political marketing bagi sebagian calon Bupati
Universitas Sumatera Utara
adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang
dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa
audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada
penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.
Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam
rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung ke akar rumput grass root guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah
yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi
target 35 perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006. Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin
berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap
mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun
untuk mengantisipasi lawan-lawan rival politiknya di daerah pemilihan dan mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya.
H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di Partai Golkar dan memahami sejauh mana perkembangan peta politik lokal
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi
kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB,
PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon yang mereka usulkan.
Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H. Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif
bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan
yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada
melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol.
Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap
mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang
mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik
yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan
Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs. H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka,
PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Partai Pelopor, Partai
Universitas Sumatera Utara
Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang
didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh
daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir
8
• Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai
koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi?
yang diusung oleh Partai Golongan Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi.
Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun – H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan
calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang
mendukung pasangan tersebut.
I.2. Perumusan masalah