Latar Belakang Masalah Peran Partai Politik Dalam Pemenangan Pilkada (Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis. Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah. Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur mengenai pemilihan kepala daerah langsung Pilkada. Sebagaimana yang tertulis pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh wakil rakyat di daerah bersangkutan. 1 1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No. 322004 ini demokrasi di tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 322004 dibuat pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah. Universitas Sumatera Utara Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal. Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 51974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah ada di tangan pemerintah pusat. Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung Pilkadasung merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka. 2 2 Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54. Selain itu Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga melihat adanya partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya sesuai dengan alam Universitas Sumatera Utara demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan- kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu. 3 Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya. Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat. 4 Sama seperti halnya dengan pemilihan umum Pemilu, melalui azas-azas yang terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi. Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga 3 Ibid, hal. 32-33. 4 Phenie Chalid ed, Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Partnership Kemitraan, 2006, hal.2 Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan, mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya. Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di dalam UU No.322004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU No. 322004 pasal 56 ayat 2 bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.” Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara pemilihan kepala daerah langsung pilkadasung dengan pemilihan umum pemilu legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pilkada pemilih memilih orang kandidat. Dalam Pilkadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik. 5 5 Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707 , diakses tanggal 30 November 2008 Universitas Sumatera Utara Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer. 6 Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya. 6 Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707 , diakses tanggal 30 November 2008 Universitas Sumatera Utara konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal. Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional Presiden, Wapres, Anggota Parlemen. Calon kepala daerah dalam berkampanye tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang bersangkutan. Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 322004 pasal 59 ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 dari jumlah kursi DPRD atau 15 dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226 daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukka n Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat. 7 Pemilihan Umum, baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat III pertama kali berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun 7 Amirudin, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, hal xi Universitas Sumatera Utara 2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah . Dalam undang-undang ini, Pilkada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah TK III belum dimasukkan dalam rezim Pemilihan Umum Pemilu. Pilkada dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni 2006 . Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD. Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat 1 pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK III. Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan Komisi Pemilihan Umum KPU No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau. Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang merupakan pemilihan eksekutif tingkat terendah yang ada di Indonesia. Maka setiap Universitas Sumatera Utara parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum KPU No. 7 tahun 2006. Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon; kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon. Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari partai Golkar tersebut. Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan, ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati, keniscayaan pemasaran politik political marketing bagi sebagian calon Bupati Universitas Sumatera Utara adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung ke akar rumput grass root guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi target 35 perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006. Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun untuk mengantisipasi lawan-lawan rival politiknya di daerah pemilihan dan mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya. H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di Partai Golkar dan memahami sejauh mana perkembangan peta politik lokal Universitas Sumatera Utara Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB, PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon yang mereka usulkan. Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H. Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol. Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs. H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka, PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Partai Pelopor, Partai Universitas Sumatera Utara Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir 8 • Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi? yang diusung oleh Partai Golongan Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi. Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun – H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang mendukung pasangan tersebut.

I.2. Perumusan masalah

Dokumen yang terkait

KOALISI PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA (Study Kasus Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)

2 21 35

PERAN PARTAI GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK KADER (Studi Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kabupaten Paser Kalimantan Timur)

0 9 37

STRATEGI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DALAM PEMENANGAN PILKADA (Studi Pada Pilkada di Kabupaten Bangkalan 2008-2013)

0 8 2

Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan Yuro dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018)

0 6 7

Analisis Manajemen Isu Partai Politik Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan YURO dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018).

0 1 13

Analisis Manajemen Isu Partai Politik Analisis Manajemen Isu Partai Politik (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Isu Tim Pemenangan YURO dalam Pilkada Karanganyar Periode 2013-2018).

0 0 18

PERAN PARTAI POLITIK GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen) Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

0 1 17

PENDAHULUAN Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

2 11 6

PERAN PARTAI POLITIK GOLKAR DALAM PENDIDIKAN POLITIK (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen) Peran Partai Politik Golkar Dalam Pendidikan Politik (Studi Kasus di DPD Partai GOLKAR Kabupaten Sragen).

0 1 12

PILKADA SERENTAK EKSKLUSI PARTAI POLITIK

0 0 11