Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan Internasional

Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 batas-batas semua negara beyond jurisdiction dengan variasi, pertama, pencemaran yang bersumber pada kegiatan yang dilakukan di luar wilayah negara tertentu dan kedua, dilakukan diluar wilayah negara dengan dampak langsung terhadap wilayah tersebut.

B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan Internasional

dengan Hukum Lingkungan Nasional Indonesia pun seperti negara-negara lain baru bangkit memperhatikan limgkungan, setelah Konferensi Stockholm 1972. Bahkan Undang-Undang tentang ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai peraturan payung untuk lingkungan baru tercipta setelah lewat sepuluh tahun, yaitu tahun 1982. Undang-undang itu ialah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. sekarang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 48 48 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005. hlm.30 Pengaturan dan prinsip-prinsip yang terkandung didalam Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup selain berdasarkan oleh falsafah negara tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional. Karena pengelolaan lingkungan hidup nasional juga di pengaruhi lingkungan global maka dalam pengelolaan lingkungan hidup pun tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip dalam hukum lingkungan internasional bahkan dalam penyelesaian sengketa lingkungan pun tidak jauh berbeda dari penyelesaian sengketa lingkungan internasional. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Menurut pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut dengan UUPLH menyatakan bahwa sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa menurut pasal 30 ayat 1 ini sesuai dengan pasal 33 Piagam PBB apakah itu melalui litigasi atau melalui non litigasi. Upaya-upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup nasional : 1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan Sebagaimana diatur dalam pasal 31, 32 dan 33 UUPLH. Dalam hal ini dapat dipergunakan jasa baik pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan, atau dibentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak oleh pemerintah danatau masyarakat. Timbulnya pemikiran untuk menyelesaikan sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilatar belakangi oleh sangat lambannya penanganan perkara oleh pengadilan yang dapat memakan waktu yang cukup lama. Kemudian dengan berkembangnya ADR Alternative Disputes Resolution yang telah banyak dipergunakan di negara-negara maju untuk menyelesaikan sengketa lingkungan dengan cepat. Dalam kepustakaan lingkungan ADR mendiskripsikan berbagai bentuk mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup, yaitu meliputi proses negosiasi, konsiliasi, mediasi, angket maupun melaui arbitrase Pasal 31 UUPLH menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 bentuk dan besarnya ganti rugi danatau tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak. Penjelasan dari pasal 32 UUPLH untuk memperlancar jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk: 49 a. Pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan. Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para para pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Pihak ketiga netral ini harus disetujui oleh para pihak yang bersengketa, tidak memiliki hubungan keluarga danatau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa, memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan, tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya. b. Pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai arbiter dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 33 UUPLH ditentukan : “Pemerintah danatau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak “. 49 Penjelasan dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik. Dengan demikian, UUPLH telah membuka kesempatan didirikannya lembaga baru tempat bernaung profesi di bidang penyelesaian sengketa lingkungan yang berupa Lembaga Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan LPPSL. Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah dan atau masyarakat. Di Jepang, lembaga serupa yang di bentuk pemerintah dikenal dengan nama the Environmental Dispute Coordination Commission untuk tingkat nasional dan the Environmental Dispute Council pada tingkat daerah. 50 2. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan merupakan jalan terakhir setelah upaya-upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan menemui jalan buntu atau tidak ditemukannya kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan tersebut. Ada beberapa hal yang terdapat dalam upaya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan menurut UUPLH. Dalam bidang keperdataan akan terkait 50 Kosnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta , 2002 , Hal. 403 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 dengan masalah ganti kerugian dan tanggung jawab perdata. Sedangkan dalam bidang pidana akan terkait dengan pidana penjara dan denda. 51 1 Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu. Pasal 34 UUPLH menentukan : 2 Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Dari pasal ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar danatau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk : 1. Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; 2. Memulihkan fungsi lingkungan hidup; 3. Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. Penjelasan ayat 2 dari pasal 34 UUPLH tentang pembebenan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan adanya ketentuan ini, maka penanggung jawab usaha danatau kegiatan berusaha agar secepat mungkin menyelesaikan tindakan tertentu itu untuk menghindari diri dari pembayaran uang paksa tersebut. 51 Suhaidi, Perlindungan TerhadapLlingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Peraiaran Indonesia. Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 262 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 35 UUPLH menyatakan : 1 Penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, danatau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. 2 Penanggung jawab usaha danatau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud dari ayat 1 jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini : a. adanya bencana alam atau peperangan; atau b. adannya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. 3 Dalam hal terjadi yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi Penjelasan Pasal 35 ayat 1 menyatakan bahwa pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Pasal 37 UUPLH memberikan pengaturan tentang gugatan perwakilan. Dengan adanya ketentuan tentang gugatan perwakilan ini, maka yang dapat mewakili masyarakat dalam jumlah besar class members adalah kelompok kecil class representatives di dalam kelompok besar itu, bukan pihak luar. Gugatan perwakilan ini dimana suatu kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. Tujuan dengan adanya gugatan perwakilan ini adalah 52 1. Proses berpekara yang bersifat ekonomis judicial economy Dengan gugatan perwakilan berarti mencegah pengulangan repetition gugatan-gugatan serupa secara individual. Tidaklah ekonomis bagi pengadilan apabila harus melayani gugatan-gugatan sejenis secara individual satu persatu. Manfaat ekonomis ini juga ada pada diri tergugat, sebab dengan gugatan perwakilan hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan masyarakat korban. 2. Akses pada keadilan access to justice .. Apabila gugatan diajukan secara individual, maka hal tersebut mengakibatkan beban bagi calon penggugat, seringkali beban semacam itu menjadi hambatan bagi seseorang untuk memperjuangkan haknya di pengadilan. Terlebih lagi apabila biaya gugatan yang kelak akan dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan yang akan diajukan. Melaui prosedur gugatan perwakilan, kendala yang bersifat ekonomis ini dapat teratasi dengan cara para korban menggabungkan diri bersama dengan class members lainnya dalam satu gugatan. 3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran behavior modification. Dengan diterapkannya prosedur gugatan perwakilan berarti memberikan akses yang lebih luas pada pencari keadilan ntuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency. Akses gugatan perwakilan ini dengan demikian berpeluang 52 Ibid, hlm. 428 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 mendorong perubahan sikap dari mereka yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas. Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain yang sesuai dengan penjelasan pasal 38, yaitu : 1. Memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup; 2. Menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup; 3. Memerintahkan seseorang yang melakukan usaha danatau kegiatan untuk membuat memperbaiki unit pengolah limbah. Tidak semua organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan berupa organisasi tersebut harus berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar. Dengan adanya persyaratan tersebut keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Dari perumusan tersebut, tersurat kehendak awal UUPLH bahwa setiap organisasi lingkungan berhak mengatasnamakan lingkungan, sebab organisasi lingkungan otomatis bergerak di bidang lingkungan hidup. Ini berbeda dengan LSM yang tidak seluruhnya bertujuan melestarikan fungsi lingkungan kecuali LSM lingkungan. Contoh kasus lingkungan hidup yang diselesaikan melalui pengadilan adalah kasus pencemaran sungai belumai. Dari kasus ini masyarakat menuntut pabrik-pabrik yang membuang limbahnya kesungai belumai sehingga menyebabkan sungai belumai yang tadinya bersih mendadak menjadi kotor, berbau, keruh dan warnanya berubah menjadi antara coklat, hitam kekuning- kuningan, berminyak dan berlendir, dapat menimbulkan penyakit kulit gatal- gatal, dan ikan-ikan biasanya terdapat disungai banyak yang mati. Hal ini sangat mengganggu kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang sangat bergantung terhadap sungai tersebut. Kasus tersebut diajukan ke pangadilan oleh masyarakat agar dapat dapat pabrik-pabrik yang membuang limbahnya kesungai belumai untuk tidak membuang lagi limbahnya kesungai dan mengganti kerugian masyarakat. Akan tetapi putusan dari pengadilan bahwa pabrik-pabrik tersebut tidak bersalah karena perusahaan tersebut telah memiliki UPL, alat bukti yang diajukan penelitiannya tidak dilakukan secara seksama, teliti, dan tidak dilakukan oleh yang berwenang dan air sungai belumai belum tercemar, masih dapat dipergunakan sesuai peruntukkannya. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009

C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan Pencemaran Lintas