Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor

(1)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. Pradja Pharin (Prafa)

Citeureup-Bogor

Disusun Oleh:

Rima Elfitra Rambe S.Farm. 083202068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

di

PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) CITEUREUP-BOGOR

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun oleh:

Rima Elfitra Rambe, S. Farm. 083202068

PT. PRADJA PHARIN Citeureup-Bogor

Drs. Budi Handoyo, Apt.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Bangun Muda Siregar, SSi. Apt.

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 131 283 716


(3)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri Farmasi PT. Prafa dengan baik dan lancar.

Laporan ini disusun berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Prafa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Februari - 9 April 2009, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Plant Manager PT. Prafa, Drs. Ariyono W. Ardi, Apt., yang telah memberi izin pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menempatkan penulis untuk melaksanakan PKP di PT. Prafa.

3. Manager produksi, Drs. Budi Handoyo, Apt., selaku pembimbing di PT. Prafa. 4. Supervisor produksi betalaktam Bangun Muda Siregar, S.Si., Apt., selaku dan

pembimbing lapangan di PT. Prafa.

5. Supervisor Produksi Solid Non-Betalaktam, Endang Pudjiati yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas khusus.

6. Seluruh Manager, Supervisor, Staff PT. Prafa yang telah banyak membantu dan membimbing, sehingga penulis banyak mendapat ilmu selama mengikuti kegiatan PKP.


(4)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

7. Mbak Erih Kastirih yang telah memberikan kasih sayang yang tulus kepada penulis selama penulis melaksanakan PKP di PT. Prafa.

8. Semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan kepada penulis selama kegiatan ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian laporan ini oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Demikian laporan ini penulis susun dengan harapan dapat bermanfaat bagi dunia kefarmasian, khususnya mahasiswa farmasi dan apoteker, rekan sejawat, dan PT. Prafa.

Citeureup, 17 April 2009


(5)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN viii RINGKASAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) ... 3

2.1 Sejarah ... 3

2.2 Visi dan Misi ... 6

2.3 Lokasi dan Sarana Produksi ... 6

2.4 CPOB ... 7

2.4.1 Manajemen Mutu ... 8

2.4.2 Personalia ... 9

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 10

2.4.4 Peralatan ... 10

2.4.5 Sanitasi dan Higiene ... 11 2.4.6 Produksi ... 11

2.4.7 Pengawasan Mutu ... 13


(6)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

2.4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 14

2.4.9 Penanganan Diri terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat,

dan Obat Kembalian ... 15

2.4.10 Dokumentasi ... 16

2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 16

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi ... 16

BAB III KEGIATAN INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) ... 18

3.1 Keterlibatan dalam Produksi ... 18

3.1.1 Produksi Sediaan Solid Non-Betalaktam ... 20

3.1.2 Produksi Sediaan Steril Non-Betalaktam ... 22

3.1.3 Produksi Sediaan Betalaktam-Cephalosporin ... 23

3.1.4 Kemas Sentral (Central Packaging) ... 24

3.1.5 Line P&G ... 25

3.2 Tinjauan ke Bagian-bagian Lain ... 27

3.2.1 Material Management Department (Departemen MM) ... 27

3.2.1.1 PPIC-Dispensary ... 27

3.2.1.1.1 PPIC (Planning Production and Inventory Control) ... 27

3.2.1.1.2 Dispensary ... 30

3.2.1.2 Warehouse (Gudang) ... 32

3.2.2 Quality Assurance/Quality Control Department (Departemen QA/QC) ... 35

3.2.2.1 Pemeriksaan Kimia ... 36

3.2.2.2 Pemeriksaan Mikrobiologi ... 38

3.2.2.3 Validasi ... 40


(7)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2.2.5 DCC (Document Control Center) dan

GMP Compliance ... 42

3.2.3 Technical Service Department (Departemen TS) ... 44

3.2.4 Personnel and General Affairs Department (Departemen PGA) ... 50

3.2.4.1 Fungsi Dasar ... 50

3.2.4.2 Hubungan Organisasi ... 50

3.2.4.3 Tugas Utama dan Tanggung Jawab ... 50

3.2.5 Product Development Department (Departemen PDD) ... 51

3.2.6 Penanganan Limbah ... 53

BAB IV PEMBAHASAN ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

4.1 Kesimpulan ... 64

4.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 66


(8)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Bangunan PT. Prafa ... 66

Lampiran 2. Bagan struktur organisasi PT. Prafa ... 67

Lampiran 3. Bagan struktur organisasi Departemen produksi ... 68

Lampiran 4. Bagan struktur organisasi Departemen MM ... 69

Lampiran 5. Bagan struktur organisasi Departemen QA/QC ... 70

Lampiran 6. Bagan struktur organisasi Departemen TS ... 71

Lampiran 7. Bagan struktur organisasi Departemen PGA ... 72

Lampiran 8. Bagan struktur organisasi PDD ... 73

Lampiran 9. Bagan alur proses granulasi basah sediaan solid ... 74

Lampiran 10. Bagan alur proses granulasi kering sediaan solid ... 75

Lampiran 11. Bagan alur proses produksi sediaan steril ... 76

Lampiran 12. Bagan alur aktifitas kemas sentral ... 77

Lampiran 13. Bagan alur aktifitas Departemen MM ... 78

Lampiran 14. Bagan alur proses pembuatan HPW ... 79

Lampiran 15. Bagan alur proses pembuatan WFI ... 80

Lampiran 16. Bagan alur proses destruksi limbah betalaktam-cephalosporin .. 81 Lampiran 17. Bagan alur proses pengolahan IPAL


(9)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut sarana kesehatan. Industri farmasi merupakan salah satu sarana untuk mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan tersebut. Tuntutan konsumen dalam hal kualitas suatu produk menjadi semakin kuat. Disamping itu, globalisasi juga menimbulkan kecenderungan untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu yang berlaku secara internasional dan dapat diterima di banyak negara. Industri farmasi sebagai produsen perlu untuk memperhatikan hal-hal tersebut.

Untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/MENKES/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik yang menjadi pedoman wajib bagi industri farmasi dalam penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Upaya tersebut diikuti oleh Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dengan mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional Penerapan CPOB.

Berkaitan dengan penjaminan mutu produk obat di industri farmasi, farmasis (Apoteker) sebagai tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, dibutuhkan Apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam memahami


(10)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

kenyataan di lapangan industri. Dengan demikian, Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon apoteker.

Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) bekerja sama dengan PT. Prafa untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi. Adapun Praktek Kerja Profesi di industri PT. Prafa untuk

tahun ajaran 2008/2009 ini dimulai pada tanggal 9 Februari 2009 hingga 9 April 2009. Dengan adanya Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini

diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat menambah wawasan dan memberikan pengalaman di industri farmasi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri PT. Prafa ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker di industri farmasi.

2. Memperoleh pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang penerapan CPOB di PT. Prafa


(11)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

BAB II

TINJAUAN UMUM

PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah

PT. Prafa yang sekarang berlokasi di jalan Lanbaw Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Bogor-Jawa Barat merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. Sejak didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto Pusposuharto, PT. Prafa telah berkembang dari sebuah industri rumah tangga menjadi perusahaan farmasi besar yang memproduksi lebih dari 100 jenis sediaan obat.

PT. Prafa mulai beroperasi di areal berukuran 325 m2 sebagai perusahaan dagang berbagai industri obat rumah tangga dengan 20 karyawan. Pada tahun 1968 PT. Prafa ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia bagi Meiji Seika Jepang. Pada tahun 1971, PT. Prafa menjadi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk meningkatkan fasilitas produksi yang lebih besar dengan membangun pabrik di areal seluas 2300 m2 di Jalan Bandengan Selatan 58 A Jakarta Utara. Sejak saat itu PT. Prafa mulai memproduksi berbagai jenis sediaan yang jumlahnya semakin besar.

Tahun 1975, PT. Prafa semakin melibatkan diri dengan prinsipal-prinsipal multinasional untuk memperoleh peningkatan teknologi dan keahlian manajerial yang lebih baik. Antara tahun 1975-1978, PT.Prafa ditunjuk sebagai wakil tunggal OXOID dan BDH dari Inggris, Cutter Laboratories dari Amerika Serikat dan Flow Laboratories dari Australia. Pada tahun 1979 didirikan PT. Pradja Hoslab


(12)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

sebagai distributor seluruh produk PT. Prafa di Wilayah Indonesia sehingga PT. Prafa dapat lebih terfokus pada pengembangan produksi.

Tahun 1981 PT. Prafa ditunjuk sebagai agen tunggal Indonesia untuk Kabivitrum-AB Swedia. Dan pada tahun 1984 berhasil memperoleh lisensi untuk memproduksi tablet effervescent dari UPSA Laboratories. Tahun 1986, PT. Prafa mulai mengekspor 9 jenis sediaan dari berbagai kategori seperti intramuscullar injectables, antibiotic, stimulant pertumbuhan dan Vitamin C sweetlets.

Mulai tahun 1988 PT. Prafa tumbuh menjadi suatu industri farmasi dengan ± 1000 karyawan, 200 jenis sediaan obat berkualitas dengan penanaman modal total mencapai lebih dari 10 miliar rupiah, dengan mulai mengembangkan pabrik modern diatas areal seluas ± 12 hektar, dengan luas bangunan 17.208 m2 yang terletak di daerah Citeureup-Bogor. Pembangunan pabrik baru ini diselesaikan pada tahun 1990. Pabrik dirancang dan dibangun sesuai dengan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta efisien dalam sistem produksi. Semua fasilitas dibangun dengan teknologi mutakhir dalam produksi steril, pembuatan

soft capsule dan lain sebagainya.

Pada tahun 1995 PT. Prafa dibeli oleh First Pacific Investment Hongkong dibawah manajemen Darya Varia Laboratory Group (DVL-Group). Pada tahun 2001, PT. Prafa diambil alih oleh United Laboratory Philiphine-Manila dengan membentuk United Laboratory-Indonesia dimana didalamnya terdapat 3 pabrik yaitu Prafa, Darya Varia dan Medifarma.

PT. Prafa melakukan kerja sama dalam proses produksi (Toll Manufacture

Agreement) dengan perusahaan-perusahaan Farmasi seperti P&G, PT. LAPI, PT.


(13)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

PT. Mersi Farma, PT. Guardian serta perusahaan lainnya. Sejak tahun 2003, PT. Prafa mulai diaudit oleh P&G, poin yang didapat saat itu adalah 44. Kemudian setelah dilakukan audit kembali oleh P&G tahun 2004, point yang diaudit bertambah menjadi 72. Dengan perjuangan dan komitmen yang tinggi, akhirnya hanya dalam waktu satu tahun kemudian, PT. Prafa yang diaudit kembali oleh P&G berhasil menaikkan pointnya menjadi 92. Sejak saat itu PT. Prafa telah dipercaya penuh oleh P&G untuk melakukan toll manufacturing terhadap produk P&G seperti Vicks Formula 44, Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler. Pada tahun 2008, P&G memberikan point 100 untuk audit yang dilakukan terhadap PT. Prafa. PT. Prafa memperoleh Peringkat A untuk Mapping yang dilakukan badan POM pada tahun 2005. Hingga kini PT. Prafa senantiasa berusaha meningkatkan kualitas sarana, prasarana dan SDM-nya untuk memenuhi cGMP. PT. Prafa terus mengusahakan peningkatan kualitas kerja demi kualitas produk diantaranya dengan membuat SOP (Standard Operating Procedures) sebagai prosedur operasional pelaksanaan kerja.

Motivasi dan dedikasi yang tinggi merupakan falsafah perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam logo perusahaan dengan inisial yang berbentuk segitiga yang memiliki sisi yang sama panjang dan tajam. Segitiga tersebut diimplikasikan ke lambang-lambang huruf awal nama perusahaan. Bentuk segitiga itu sendiri melambangkan kemajuan dan budaya perusahaan yang modern. Pertemuan antara segitiga pada logo tersebut melambangkan kerjasama, kebersamaan dan komitmen. Sisi sama panjang mencerminkan bahwa Prafa terdiri dari elemen yang memiliki kepentingan bersama serta saling menunjang dan mendukung sehingga tidak ada yang dapat berdiri sendiri tanpa dukungan


(14)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

kekuatan elemen yang lain. Warna biru pada logo Prafa melambangkan semangat, rasa aman, bersih dan kepercayaan melalui produk-produk yang dihasilkannya akan memberikan kesan yang berlangsung lama di hati para konsumennya.

2.2 Visi dan Misi

Visi dan Misi PT. Prafa dituangkan dalam Motto: We Commit to Speed, Quality and Cost”. PT. Prafa bertekad untuk mencapai tingkat kualitas tertinggi dalam pengembangan, produksi dan distribusi produk untuk memenuhi harapan pelanggan internal dan eksternal. Jaminan dan kontrol kualitas menjadi bagian tak terpisahkan dalam semua kegiatan yang mendukung kinerja bisnisnya, mulai dari desain, konstruksi dan instalasi fasilitas dan peralatan untuk proses dan operasi manajemen serta perekrutan, pelatihan dan pengembangan karyawan.

2.3 Lokasi dan Sarana Produksi

PT. Prafa menempati areal seluas 12 hektar dengan kawasan produksi seluas 17.208 m2 yang relatif terpisah dari lokasi pemukiman penduduk di desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sarana produksi yang dimiliki PT. Prafa antara lain:

1. Bangunan Utama, merupakan bangunan dengan tiga gedung besar, yaitu: a. Gedung pertama, digunakan untuk ruang kantor, ruang produksi

non-betalaktam, ruang PDD (Product Development Departement), ruang kemas sentral, ruang Produksi P&G, masjid dan kantin.

b. Gedung kedua terdiri dari ruang QA/QC (Quality Assurance/Quality

Control), kantor Manager Produksi, kantor Material Management, Gudang


(15)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

c. Gedung ketiga terdiri atas Gudang bahan kemas Prafa, ruang produksi dan Gudang bahan baku betalaktam-cephalosporin dan Gudang non-infentory. 2. Bangunan penunjang lain yang meliputi Gedung Technical Service, instalasi

listrik, area parkir, pos satpam, unit laundry, unit pengolahan air limbah dan unit pengolahan air.

3. Bangunan Gudang Obat Jadi (GOJ) dan Gudang Api. Peralatan produksi yang dimiliki adalah:

1. Peralatan produksi non-betalaktam meliputi peralatan produksi tablet dan tablet salut selaput, tablet salut gula, kapsul, serbuk injeksi, krim dan sirup.

2. Peralatan produksi Betalaktam dan Cephalosporin meliputi peralatan tablet, kaplet, kapsul, tablet salut selaput, kapsul, injeksi dan sirup kering.

Denah bangunan PT. Prafa dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.4 CPOB

CPOB merupakan bagian dari sistem Pemastian Mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan produk disamping persyaratan lainnya, sehingga produk tersebut aman dikonsumsi dan diterima oleh masyarakat. Penerapan CPOB di industri farmasi dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses produksi obat sehingga tidak membahayakan jiwa manusia.

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan yang sangat cepat dalam konsep serta persyaratan CPOB. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri


(16)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

farmasi nasional, Badan POM RI selaku regulator industri farmasi nasional, telah memberlakukan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini/cGMP).

Dalam Pedoman CPOB tahun 2006, terdapat dua belas aspek yang harus dipenuhi dalam penerapan CPOB, yaitu:

2.4.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.

Unsur dasar manajemen mutu adalah sistem mutu dan pemastian mutu. Sistem mutu mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaanya. Sedangkan pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.

Dalam bab manajemen mutu, dijelaskan pula mengenai pengkajian mutu produk. Pengakajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk ekspor dengan tujuan membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi untuk


(17)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

2.4.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan karyawan yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap karyawan hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh karyawan hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Kepala produksi dan manajeman mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi dan memiliki pengalaman praktis. Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah diutamakan seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker. Dalam CPOB 2006 dijelaskan bahwa dalam struktur organisasi industri farmasi bagian produksi, manajemen mutu atau pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Mengenai pelatihan, industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh karyawan yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk karyawan teknik, perawatan, dan petugas kebersihan) dan karyawan lain yang kegiatannya akan berdampak


(18)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

pada mutu produk. Pelatihan diberikan secara berkesinambungan dan efektif penerapannya serta dinilai secara berkala.

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas

CPOB menjelaskan ketentuan-ketentuan bangunan dan fasilitas pada area penimbangan, area produksi, area penyimpanan, area pengawasan mutu, serta sarana pendukung (ruang istirahat, kantin, mengganti pakaian kerja, toilet, bengkel perbaikan dan perawatan peralatan). Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari kontaminasi silang.

2.4.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta


(19)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang bisa mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian dari produk.

2.4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan dalam setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliput i personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan produksi, wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran poduk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan karyawan, maka karyawan diharuskan mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya. Tersedia dalam jumlah cukup, sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan sarana memadai untuk penyimpanan pakaian karyawan.

2.4.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh karyawan yang kompeten.

Aspek produksi mencakup: perlakuan terhadap bahan awal, validasi proses, pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran bets atau lot, penimbangan dan penyerahan serta pengembalian, pengolahan bahan dan produk


(20)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

kering, bahan pengemas, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses, bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi.

Ketentuan pada bahan awal antara lain pengadaan bahan awal hendaknya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan tersebut meliputi keterangan mengenai persediaan, nomor bets atau lot, tanggal penerimaan dan pengeluaran, tanggal diluluskan dan tanggal daluawarsa.

Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaknya dikarantina dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kebocoran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan.

Sistem yang menjabarkan penomoran bets dan lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets dan lots tertentu. Penomoran bets dan lot yang digunakan pada tingkat pengolahan dan pengemasan selanjutnya hendaknya saling berkaitan. Pemberian nomor bets atau lot yang dialokasikan segera di catat dalam suatu buku catatan harian.

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label


(21)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang. Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya dengan tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan. Sebelum pengolahan dimulai ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk yang tidak diperlukan.

Pada validasi proses, prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat. Validasi hendaknya dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan. Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkutan. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan, atau bahan hendaknya disertai dengan tindakan ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian mutu bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada setiap tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi


(22)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan yang memuaskan.

Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium (pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi), uji stabilitas, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

2.4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Tim inspeksi ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli dibidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.


(23)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

2.4.9 Penanganan Keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran dilakukan. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dan dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.

Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak berkhasiat). Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai (diproses kembali atau dimusnahkan) dan dibuatkan laporan.


(24)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

2.4.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap karyawan menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Bagian ini meliputi tanggung jawab industri farmasi terhadap Otoritas Pengawasan Obat (OPO) dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat.

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi

Bagian ini menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi


(25)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dan kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasi di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.

Kualifikasi mencakup kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja pada peralatan/mesin. Pada validasi mencakup validasi metode analisis, validasi proses (validasi prospektif, validasi konkuren, validasi retrospektif), validasi pengemasan, validasi pembersihan, dan validasi sistem komputerisasi.


(26)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

BAB III

KEGIATAN INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) PT. Prafa dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi lima Departemen dimana tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh beberapa supervisor. Bagan struktur organisasi PT. Prafa dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.1 Keterlibatan Dalam Produksi

Departemen produksi terdiri dari lima sub-departemen/bagian yaitu Solid Non-betalaktam, Steril Non-betalaktam, Line P&G dan Betalaktam-Sefalosporin dan Kemas Sentral (Central Packaging). Departemen produksi dipimpin oleh manager produksi yaitu seorang Apoteker yang memimpin lima bagian dimana masing-masing bagian dipimpin oleh supervisor yang dibantu dengan beberapa kepala seksi (section head). Bagan struktur organisasi Departemen produksi dapat dilihat pada Lampiran 3.

PT. Prafa memproduksi beberapa jenis obat meliputi ethical product (obat dengan resep dokter) dan produk OTC. Selain itu, PT. Prafa memproduksi beberapa produk dari perusahaan farmasi lain (Toll Manufacturing/Maklon), dimana kontribusi produksi terbesar berasal dari P&G.

Kegiatan departemen produksi berdasarkan Ramalan Penjualan (Sales

Forecast) dari bagian marketing yang dituangkan dalam perencanaan produksi

oleh PPIC (Planning Production and Inventory Control). Kegiatan produksi diawali ketika departemen produksi menerima permintaan produksi dalam bentuk


(27)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Document) dari bagian PPIC sebagai dokumen permintaan barang baku dan bahan

kemas.

Proses produksi dilakukan pada beberapa kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan tertentu. Untuk memenuhi persyaratan tersebut digunakan HVAC (Heating, Ventilating and Air

Conditioning) yang mengontrol kondisi lingkungan produksi seperti suhu,

kelembaban relatif (RH), tekanan udara, tingkat kebersihan (sesuai dengan kelas ruangan yang dipersyaratkan).

1. Kelas A digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang beresiko tinggi, seperti pengisian produk steril. Kelas ini dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) dengan persyaratan jumlah partikel 0,5 m at rest dan in operation kurang dari 3500/m3.

2. Kelas B digunakan untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis. Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A. Persyaratan jumlah partikel 0,5 m at rest kurang dari 3500/m3 dan in operation kurang dari 35000/m3.

3. Kelas C merupakan koridor ruangan steril dengan persyaratan jumlah partikel 0,5 m at rest kurang dari 350000/m3 dan in operation kurang dari 3500000/m3.

4. Kelas D digunakan untuk pembuatan produk non-steril seperti pembuatan tablet dan pengemasan primer dengan persyaratan jumlah partikel 0,5 m kurang dari 3500000/m3 pada kondisi at rest.


(28)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.1.1 Produksi Sediaan Solid Non-Betalaktam

Bagian produksi solid non-betalaktam membuat sedian tablet, kaplet, tablet salut gula atau film, dan kapsul dan serbuk hingga proses primary packaging seperti blistering dan stripping. Sebagian besar produksi solid non-betalaktam menggunakan metode granulasi basah dan hanya sebagian kecil saja yang menggunakan granulasi kering.

Produksi diawali dengan serah terima raw material dari dispensary ke bagian produksi solid NBL untuk dilakukan peracikan. Untuk proses granulasi basah, dilakukan pengadukan basah dengan menambahkan bahan pengikat. Massa basah yang diperoleh kemudian di granulasi menggunakan ayakan sesuai dengan BPR (Batch Production Record). Granul basah dikeringkan di mesin FBD (Fluid

Bed Dryer) untuk memperoleh granul kering kemudian dilakukan pemeriksaan

LOD (Lost On Drying). Granul kering di granulasi kembali menggunakan ayakan dengan nomor mesh yang lebih besar. Bahan-bahan tambahan seperti essences

dan disintegrant ditambahkan pada pengadukan akhir sehingga dihasilkan massa

yang siap untuk dicetak atau diisi kedalam kapsul. Bagan alur proses granulasi basah sediaan solid dapat dilihat pada Lampiran 9.

Untuk proses granulasi kering, dimulai dengan peracikan dilanjutkan dengan proses slugging/compacting. Massa yang telah di slugging di granulasi menggunakan ayakan sesuai dengan BPR. Tahap selanjutnya dilakukan pengadukan akhir hingga menghasilkan massa yang siap dicetak atau diisi kedalam kapsul. Bagan alur proses granulasi kering sediaan solid dapat dilihat pada Lampiran 10.


(29)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Setelah pencetakan atau pengisian kapsul selesai (apabila produk tidak perlu proses salut) maka dilakukan pengemasan primer (stripping atau blistering) setelah melalui tahap inspeksi. Selama proses pengemasan primer dilakukan pemeriksaan secara visual, meliputi tampilan hasil kemas, penandaan nomor

batch, tanggal kadaluarsa dan uji kebocoran.

Area produksi Solid NBL memiliki fasilitas LHA (Low Humidity Area). Ruangan ini digunakan untuk pengadukan akhir dan pencetakan beberapa jenis sediaan yang bahannya bersifat higroskopis. Sifat ini menyebabkan bulk menjadi lembab sehingga sulit untuk dicetak. Contoh aktifitas di LHA seperti Pencetakan dan pengemasan primer Vicee, Pencampuran akhir dan pencetakan Isoprinosin serta pencetakan beberapa sediaan vitamin.

Pengontrolan produksi dilakukan pada beberapa tahap melalui IPC (In

Process Control). Bagian QA/QC akan mengambil sampel pada tahap setelah

pengadukan akhir yaitu pada titik atas, tengah dan bawah untuk memastikan kadar obat telah homogen dan benar. Proses produksi dapat dilanjutkan bila sudah ada pernyataan released dari QA/QC. Selama proses pencetakan dan pengisiian kapsul dilakukan pemeriksaan (IPC) oleh petugas produksi dan petugas QA/QC. Petugas QA/QC mengambil sampel untuk penentuan waktu hancur, keseragaman bobot, kekerasan, keregasan dan pemeriksaan kadar. Pemeriksaan kadar dilakukan di laboratorium kimia Departemen QA/QC. Pengambilan sampel pada tahap pencetakan atau pengisian kapsul dilakukan pada awal, tengah, dan akhir proses oleh petugas QA/QC. Selain itu juga dilakukan uji kebocoran dan tampilan oleh petugas produksi dan petugas QA/QC. Selanjutnya produk dapat dikirim ke bagian kemas sentral.


(30)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.1.2 Produksi Sediaan Steril Non-Betalaktam

Bagian steril non-betalaktam menangani produksi untuk sediaan dry injection, single dose dan multiple dose. Proses produksi sediaan steril non-betalaktam dimulai dengan pencucian wadah (ampul/vial) dibawah LAF, yang dilakukan sehari sebelumnya dengan menggunakan WFI (Water For Injection). Setelah dicuci, wadah disterilisasi menggunakan oven (suhu 215 oC; 2 jam), sedangkan alat-alat non gelas seperti rubber stopper dan flip off disterilisasi menggunakan autoklaf (121 oC; 1 jam).

Proses penimbangan dan peracikan sediaan steril yang akan disterilisasi akhir dilakukan di bawah LAF dengan latar ruang kelas D. Proses peracikan terdiri dari proses pelarutan dan pencampuran bahan obat yang telah ditimbang. Setelah itu dilakukan filtrasi dengan prefilter 0,45 m dan absolut filter 0,2 m. Kemudian dilakukan pengambilan sampel oleh IPC untuk pemeriksaan pemerian, pH, dan kadar zat aktif. Setelah released, dilanjutkan dengan pengisian ke dalam wadah primer yang dilakukan di kelas A dengan latar ruang B. Selanjutnya, produk disterilisasi akhir dengan autoklaf dengan suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 1 jam. Untuk produk dry injection, pengisiandilakukan di ruang isolator dalam ruang steril dengan RH 27% dan suhu rendah (≤ 25 oC). Seluruh gas yang diperlukan pada proses produksi di ruang steril harus terlebih dahulu difiltrasi dengan absolut filter 0,2 µm.

Setelah sterilisasi selesai maka QA/QC akan melakukan sampling untuk pemeriksaan pH, pemerian, kadar dan sterilitas. Proses selanjutnya adalah

inspeksi, yang dilakukan secara manual dengan melihat partikel-partikel pengotor berupa benang, pecahan kaca dan kotoran hitam. Inspeksi lain berupa


(31)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

penyeleksian terhadap seal-cap yang rusak, bocor, mulut vial yang pecah ketika

di-seal cap dan vial yang kotor sebelum dilakukan pengemasan sekunder.Bagan

alur proses produksi sediaan steril dapat dilihat pada Lampiran 11. 3.1.3 Produksi Sediaan Betalaktam-Cephalosporin

Produksi sediaan betalaktam-cephalosporin dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lainnya. Bangunan pada

betalaktam-cephalosporin mempunyai gudang bahan baku, ruang timbang, laundry, kantin, kemasan (primerpackaging), dan toilet yang hanya khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada produksi betalaktam-cephalosporin. Sistem tekanan ruang produksi betalaktam dan sefalosporin berbeda dengan bagian produksi lainnya. Bangunan betalaktam-cephalosporin dirancang agar tekanan di koridor lebih tinggi dari ruang produksi sehingga udara mengalir masuk ke dalam ruang produksi serta alur masuk dan alur keluar karyawan yang terpisah. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang(cross contamination), karena senyawa betalaktam dan cephalosporin dapat menyebabkan reaksi alergi hingga shock anafilaksis pada sebahagian orang.

Pencegahan kontaminasi produk juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan, dimana setiap karyawan yang akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi betalaktam juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya, dimana limbah betaktam terlebih dahulu mengalami proses

pre-treatment untuk memecah cincin betalaktam. Bagan alur proses destruksi


(32)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian betalaktam ini antara lain sirup kering, tablet, injeksi kering dan kapsul. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini sama dengan bagian produksi lainnya.

3.1.4 Kemas Sentral (Central Packaging)

Pengemasan merupakan tahap akhir proses produksi. Ada dua tahap proses pengemasan:

1. Pengemasan primer: pengemasan yang berhubungan langsung dengan produk. Proses ini dilakukan oleh masing–masing sub bagian produksi.

2. Pengemasan sekunder: pengemasan yang tidak berhubungan langsung dengan produk. Seluruh produk yang telah dikemas dengan kemasan primer dikirim ke kemas sentral untuk dilakukan pengemasan sekunder.

Sebelum pengemasan sekunder dilakukan, terlebih dahulu produk obat disortir untuk memisahkan produk yang tidak memenuhi syarat. Produk yang tidak memenuhi syarat dicatat dan dilaporkan oleh supervisor bagian pengemasan, kemudian dikembalikan ke bagian produksi untuk dilakukan restripping. Produk yang memenuhi syarat dikemas sesuai dengan kemasan yang ditentukan. Jenis kemasan sekunder antara lain box dan master box.

Kegiatan pada kemas sentral antara lain coding, melipat leaflet,

pengemasan, penimbangan produk dalam box, master box dan penimbangan

master box. Setelah penimbangan akhir, maka produk siap dikirim ke GOJ

(Gudang Obat Jadi) setelah terlebih dahulu melengkapi keseluruhan dokumen dan telah memperoleh label released dari QC.


(33)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Alur kegiatan kemas sentral dimulai ketika PPIC mengeluarkan MO (untuk bagian proses) disertai dengan MRD. Pada H-3 kemas sentral melakukan permintaan barang ke gudang berdasarkan MRD. Gudang mengirimkan bahan kemas pada H-2 disertai dengan MI (Manufacturing Issued). Selanjutnya, H-1 kemas sentral melakukan penandaan (coding)pada box dan master box. Pada H-0 dilakukan pengemasan dalam box, penimbangan produk dalam box, master box

dan penimbangan produk dalam master box. Produk yang telah selesai dikemas siap untuk dikirim ke GOJ dilengkapi dengan dokumen PHP (Pengiriman Hasil Produksi) setelah terlebih dahulu produk tersebut released oleh QC. Proses pengemasan dilakukan berdasarkan PDR-S (Packing Direction

Record-Secondary). Setiap tahap dalam pengemasan harus terlebih dahulu dilengkapi

dengan line clearance untuk memeriksa kesiapan jalur pengemasan.

Pada kemas sentral QC menempatkan seorang inspektor IPC yang melakukan pengawasan terhadap proses pengemasan, sedangkan inspeksi oleh QC dilakukan setelah pengemasan selesai (sebelum masuk master box). Setelah itu dilakukan penimbangan menggunakan alat timbang yang telah diverifikasi setiap hari seperti yang terdapat dalam SOP. Bagan alur aktifitas kemas sentral dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.1.5 Line P&G

Line P&G memiliki jalur produksi yang terpisah dari produksi PT. Prafa karena kegiatan produksinya dalam skala besar. Ada tiga jenis produk yang diproduksi di line P&G, yaitu :


(34)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

1. Formula 44, ada 3 varian yaitu F44 adult, F44 children dan F44 DT (Day Time). Masing-masing ada dalam kemasan botol (ukuran 27 ml, 54 ml, 100 ml) dan dalam kemasan sachet (ukuran 7 ml) hanya untuk F44 DT.

2. Vicks Vaporub, dalam kemasan ukuran 10 gr dan 50 gr. 3. Vicks Inhaler.

Peralatan yang digunakan telah disemiautomatisasi sehingga kegiatan produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Proses pembuatan produk liquid dan semisolid P&G tidak berbeda dengan Prafa. Untuk proses pengemasan sekunder, P&G melakukan pengemasan sendiri tanpa dikirim ke kemas sentral.

P&G mempunyai sistem pengontrolan mutu yang baik yang disebut

Quality window. Dengan sistem ini mutu produk senantiasa terjaga. Selama proses

produksi berlangsung, pemeriksaan kualitas produk selalu diperiksa setiap 15 menit sekali. Data yang diperoleh dimasukkanke dalam komputer dan secara

otomatis maka komputer akan menghitung secara statistik. Ketika hasil uji

terhadap parameter-parameter dalam Quality Window mendekati nilai batas dan cenderung akan menyebabkan penyimpangan mutu maka komputer akan memberikan alert, sehingga dapat segera dilakukan penyesuaian (adjustment).

Prosedur pengeluaran barang melalui jalur proses yang sama seperti pengeluaran bahan baku dan bahan kemas Prafa. Distribusi barang untuk P&G sedikit berbeda dengan Prafa dimana P&G mengenal sistem rekonsiliasi dimana bahan terlebih dahulu dikirim ke produksi, digunakan lalu dilakukan rekonsiliasi.


(35)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2 Tinjauan ke Bagian-bagian Lain

3.2.1 Material Management Department (Departemen MM)

Departemen MM dipimpin oleh seorang manager yang membawahi bagian PPIC-Dispensary dan Warehouse (gudang), yang masing–masing dipimpin oleh seorang supervisor. Bagan organisasi Departemen MM dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tugas dan tanggung jawab Departemen MM adalah: 1. Merencanakan produksi.

2. Mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi. 3. Merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. 3.2.1.1 PPIC- Dispensary

3.2.1.1.1 PPIC (Planning Production and Inventory Control)

PPIC merupakan bagian dari Departemen MM yang menangani perencanaan produksi dan pengaturan persedian. Adapun tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain:

1. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi.

2. Merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku, bahan kemas dan stok obat jadi.

3. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi berdasarkan forecast marketing, stock distributor, stock finished goods, work in process (WIP) dan production capacity.


(36)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

1. Menerima Original Forecast dari bagian marketing.

2. Melakukan ABC analisis berdasarkan kebijakan managemen (management

policy) berupa berapa banyak barang yang akan disimpan di gudang (inventory

policy) dan memerlukan data forecast dari bagian produksi.

3. Membuat perencanaan produksi tahunan (Annually Production Plan) obat jadi, memerlukan data inventory policy, forecast, penjualan rata-rata, stok di gudang dan distributor, WIP (Work In Process), batch size, production capacity, produksi dan QC lead time.

4. Membuat perencanaan produksi bulanan dan harian memerlukan data penjualan aktual dari distributor dan update production plan.

5. Membuat perencanaan pembelian tahunan (Annually Purchasing Plan) untuk bahan baku dan bahan kemas, memerlukan data inventory policy, production plan, stok di gudang, MOQ (Minimum Order Quantity), pengadaan dan QC

lead time, COGS RM dan PM.

6. Membuat MRP (Material Requirement Plan) dan mengeluarkan POR

(Purchasing Order Requisition) yang memerlukan data, inventory policy,

production plan, stok di gudang, MOQ, Purchasing dan QC lead time.

PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1. IPC (Inventory Planning and Contol)

IPC memfokuskan kegiatannya pada perencanaan pengadaan bahan baku dan bahan kemas. Tugas dari IPC adalah membuat analisis ABC untuk RM (Raw

Material) dan PM (Packaging Material), perencanaan pengadaan, membuat MRP,


(37)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

memonitor stok RM dan PM, me-release POR (Purchasing Order Requisition),

follow up POR sampai RM dan PM masuk warehouse dan status QC.

2. PPC (Production Planning Control)

PPC memfokuskan pada perencanan produksi obat jadi. Tugas dari PPC adalah membuat analisis ABC produk jadi (finished good), merencanakan produksi, membuat perencanaan MO (Manufacturing Order Issued Plan) bersama IPC, me-release MO, memonitor stok finished good, me-release POR finished

good dan sample batch, follow up POR sampai finished good masuk warehouse

dan status QC dan follow up MO sampai finished good masuk warehouse dan status QC.

PPIC membuat production planning dan production schedule (bersama pihak produksi) berdasarkan forecast marketing yang dibuat Marketing

Department. Dari production planning diketahui material yang digunakan untuk

kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat POR yang ditujukan kepada

purchasing agar melakukan pemesanan barang. Purchasing melakukan pembelian

dengan Purchase Order (PO) kepada supplier. Supplier akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai dengan pesanan dan menyerahkannya ke gudang. Petugas gudang akan melakukan inspeksi dan selanjutnya menangani dokumen dengan membuat PRL (Purchase Receipt Local) atau PRI (Purchase Receipt

Import) sebagai bukti penerimaan barang. Dan melakukan pencatatan pada ERIC

(Enterprice Resources and Inventory Control). PRL/PRI, bincard dan CoA

(Certificate of Analysis) dikirimkan ke Departemen QA/QC untuk selanjutnya

dilakukan sampling untuk pemeriksaan kualitas bahan. Barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina dan diberi label Quarantined (kuning). Jika


(38)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

dinyatakan lulus oleh QA/QC maka dalam petugas gudang akan mengganti label

quarantined dengan label Released (hijau), sedangkan barang yang ditolak

QA/QC diberi label Rejected (merah) dan dipindahkan ke lokasi rejected area. QA/QC juga akan mengeluarkan ED (Expired Date) dan RD (Retest Date).

PPIC mengeluarkan MO sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta MRD yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. Setelah barang ditimbang oleh pihak dispensary, bagian gudang mengeluarkan MI (Manufacturing Issue) yang selanjutnya diserahkan ke pihak produksi. Setelah produksi selesai, obat jadi dikirim ke gudang obat jadi dengan dokumen PHP (Pengiriman Hasil Produksi).

Distributor memesan obat jadi dengan PO, kemudian Accounting membuat SO (Sales Order) berdasarkan PO dan gudang mengeluarkan DO

(Delivery Order) sebagai dokumen pengeluaran barang, kemudian barang pesanan

dikirim ke distributor. Bagan alur aktifitas Departemen MM dapat dilihat pada Lampiran 13.

3.2.1.1.2 Dispensary

Dispensary merupakan Bagian dari Departemen MM yang melakukan

penimbangan dengan jadwal penimbangan yang disesuaikan dengan jadwal produksi. Dokumen-dokumen penimbangan meliputi:

1. MO dan MRD

2. BPR(Batch Production Record)

3. Label penimbangan

Sebelum penimbangan dilakukan, ada dokumen bersih untuk alat yang ditempel pada setiap alat timbang yang berisi nama alat, inisial nama karyawan


(39)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

yang membersihkan, tanggal mulai dan selesai pembersihan, jam mulai dan selesai pembersihan, produk sebelumnya, no batch produk tersebut, kemudian diperiksa dan dinyatakan bersih oleh kepala bagian/supervisor pada tanggal berapa dan diparaf. Setelah dicek bahwa alat/timbangan bersih, maka dilakukan

line clearance yang meliputi nama produk dan no. batch, tanggal, produk yang

ditimbang sebelumnya beserta no. batchnya, checklist yang meliputi: pemeriksaan suhu, kelembaban, perbedaan tekanan antar ruang saat penimbangan; apakah ruang timbang, alat, drum, pallet bersih, ruang timbang harus bebas dari penimbangan sebelumnya. Sebelum kegiatan penimbangan dilakukan, alat penimbangan harus selalu diverifikasi dengan batu timbang yang terkalibrasi.

Bahan baku yang akan ditimbang oleh bagian dispensary terlebih dahulu harus released QC dan minimal 10 hari kalender sebelum ED dan RD, kecuali untuk bahan salut minimal 1 bulan. Penimbangan bahan aktif dilakukan terakhir setelah semua bahan selesai ditimbang, dengan tujuan agar tidak ada kontaminasi dari bahan aktif ke bahan yang lainnya. Untuk bahan baku golongan betalaktam-cephalosporin penimbangan tidak dilakukan di dispensary tetapi dilakukan di gudang betalaktam-cephalosporin. Penimbangan produk injeksi dilakukan dibawah LAF. Deviasi timbangan yang diperbolehkan adalah 0,5% dari berat yang ditimbang, sehingga berat yang boleh ditimbang adalah 95% dari kapasitas timbangan dan berat minimum yang boleh ditimbang adalah 200 x readability.


(40)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2.1.2 Warehouse (Gudang)

Tugas dan tanggung jawab bagian gudang :

1. Mengelola penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran semua inventaris yang meliputi bahan baku, bahan kemas dan obat jadi, dan barang non inventory

yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pabrik.

2. Memonitor persediaan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi.

Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Barang– barang fast moving diposisikan dekat dengan pintu keluar untuk memudahkan pengambilan. Masing-masing barang memiliki kartu rak (bincard) untuk mencatat keluar-masuknya barang, tanggal transaksi, dan jumlah barang sisa untuk memudahkan pengambilan barang dari gudang. Pembagian gudang adalah sebagai berikut:

1. Gudang Bahan Baku Prafa

Gudang bahan baku terdiri dari:

a. AC Area; gudang dengan suhu ≤ 25 oC dan kelembaban ≤ 65% untuk

menyimpan bahan-bahan yang tidak tahan suhu tinggi.

b. Cool Storage Area; gudang dengan suhu 2-8 oC untuk menyimpan

bahan-bahan yang mudah meleleh pada suhu kamar.

c. Non AC Area; gudang dengan suhu kamar yang digunakan untuk

bahan-bahan yang dapat disimpan pada suhu kamar. d. Ruang peralatan.

Permintaan barang keluar harus melalui penimbangan sentral, setelah dikeluarkan MO oleh PPIC ke bagian produksi. Proses penimbangan dimulai dari bahan baku, lalu dibawa ke ruang antara untuk dibuka kemasan terluar, kemudian


(41)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

dimasukkan ke dalam ruang penimbangan sentral untuk ditimbang. Setelah ditimbang, barang menuju proses produksi.

2. Gudang Bahan Kemas

Gudang bahan kemas digunakan untuk menyimpan semua bahan yang dipakai pada proses pengemasan untuk menghasilkan produk jadi. Macam ruangan gudang bahan kemas terdiri dari :

a. Ruang AC; untuk label, alu-foil, leaflet.

b. Ruang non AC; untuk box, botol, ampul, vial, rubber stopper.

Prosedur pengeluaran bahan kemas sama dengan gudang bahan baku, tetapi tidak melalui penimbangan sentral.

Alur penerimaan bahan kemas dimulai dengan pembuatan POR oleh PPIC yang ditujukan kepada purchasing. Purchasing membuat PO kepada supplier.

Supplier mengirimkan barang beserta surat jalan (DO) dan CoA ke gudang.

Gudang mengeluarkan PRL/PRI dan barang yang masuk dikarantina untuk diperiksa oleh QA/QC. Bila hasil QA/QC memenuhi syarat diberi label hijau sebagai tanda released. Alur proses selanjutnya sama seperti alur pada bahan baku.

3. Gudang Bahan Kemas dan Bahan Baku P&G

Gudang bahan kemas dan bahan baku produk P&G dipisahkan dari gudang bahan baku dan bahan kemas produk Prafa. Ruangan yang ada di gudang bahan kemas dan bahan baku P&G sama dengan ruangan yang ada di gudang Prafa yang terdiri dari ruang AC, ruang non AC dan ruang untuk leaflet. Prosedur pengeluaran barang melalui jalur proses yang sama seperti pengeluaran bahan baku dan bahan kemas Prafa.


(42)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

4. Gudang Obat Jadi Prafa dan P&G

Gudang obat jadi digunakan untuk menyimpan hasil produksi yang siap diserahkan ke distributor. Ruangan gudang obat jadi Prafa dan P&G terdiri dari :

a. AC Area; dengan suhu ≤ 25 oC dan RH ≤ 75%, digunakan untuk menyimpan obat yang perlu penyimpanan pada suhu tersebut.

b. Cool Storage Area; dengan suhu 2-15 oC yang digunakan untuk

menyimpan produk injeksi.

c. Non AC Area; digunakan untuk menyimpan obat jadi yang tidak memerlukan persyaratan khusus dalam penyimpanannya.

d. Quarantine Area; untuk obat jadi yang masih dalam pemeriksaan QC,

terutama untuk obat-obat kembalian dari distributor.

Proses penerimaan obat jadi menggunakan PHP yang diterima oleh gudang dan selanjutnya dicatat. Barang diletakkan sesuai dengan tipe barang dimana barang fast moving diletakkan dekat pintu keluar, selanjutnya middle moving dan

slow moving. 5. Gudang Umum

Gudang umum menyimpan barang–barang non inventory seperti barang teknik (kabel, spare part mesin, perkakas) dan peralatan kantor (kertas, kapas, tisu dan alat tulis). Prosedur pengadaan barang dimulai dengan pembuatan POR oleh PPIC yang ditujukan kepada purchasing agar melakukan pemesanan barang.

Purchasing melakukan pembelian dengan PO kepada supplier. Supplier

memberikan barang sesuai dengan pesanan dan menyerahkannya ke gudang. Barang yang diterima dicek dengan menggunakan checklist, kemudian gudang membuat PRL/PRI sebagai pernyataan penerimaan barang.


(43)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2.2 Quality Assurance/Quality Control Department (Departemen QA/QC)

Departemen QA/QC bertanggung jawab terhadap penjaminan kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas produk harus diciptakan sejak awal penerimaan bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Bagan struktur organisasi Departemen QA/QC dapat dilihat pada Lampiran 5

Tugas Departemen QA/QC adalah: 1. Melaksanakan training c-GMP atau CPOB. 2. Membuat sistemm mutu sesuai c-GMP. 3. Membuat Annual Product Review.

4. Bertanggung jawab dalam melakukan sampling, pengujian, pelulusan dan penolakan bahan baku, bahan kemas, produk ruahan dan obat jadi (finished good).

5. Memonitoring kualitas air, udara dan sanitasi peralatan serta ruangan produksi.

6. Melaksanakan IPC (In Process Control).

7. Membuat Retention bahan baku produk dan dokumen.

8. Mengawasi sistem pengendalian perubahan, penanganan penyimpangan mutu, keluhan pelanggan, dan uji stabilitas.

9. Mengatur dan melaksanakan kualifikasi dan validasi. 10. Menangani produk komplain dan produk recall.

11. Melakukan inspeksi diri bersama-sama departemen lain. 12. Mengkoordinasi kalibrasi alat ukur.


(44)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

14. Memeriksa dan memberi disposisi return good.

15. Mengelola semua dokumentasi yang terkait dengan CPOB seperti SOP, catatan pengelolaan batch, spesifikasi, dll.

Pada pelaksanaannya departemen ini terbagi lagi menjadi 5 bagian yang masing-masing bagian dikepalai oleh seorang supervisor, yaitu:

1. Pemeriksaan kimia

2. Pemeriksaan mikrobiologi 3. Validasi

4. QA (Inspection)

5. QA Compliance dan DCC

3.2.2.1 Pemeriksaan Kimia

Pemeriksaan kimia yang dilakukan yaitu pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, obat jadi, air untuk produksi seperti PW (Purified Water) dan WFI

(Water For Injection) serta limbah. Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk

memastikan bahwa bahan baku yang dikirim supplier sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan pada saat pemesanan. Metode pemeriksaan yang digunakan adalah √N + 1, kecuali untuk bahan API (Active Pharmaceutical Ingredient)

pengambilan sampel dilakukan pada setiap kontainer yang datang tanpa terkecuali.

Pemeriksaan masing-masing bahan baku telah ditentukan spesifikasinya dalam SOP pemeriksaan bahan baku, meliputi antara lain :

1. Bahan padat : pemeriksaan pH, titik lebur, kadar air dan susut pengeringan. 2. Bahan cair : pemeriksaan viskositas, berat jenis dan pH.


(45)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3. Cangkang kapsul/ empty capsule : bobot, panjang kapsul, diameter, pH dan waktu hancur.

Selain untuk pemeriksaan diambil juga contoh bahan baku yang disimpan sebagai retained sample. Label released diberikan bila hasil pemeriksaan bahan baku tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Bila tidak memenuhi spesifikasi, bahan baku tersebut diberi label reject dengan membuat QDR (Quality

Deviation Record) untuk dikembalikan ke supplier atau dimusnahkan.

Pemeriksaan kimia produk ruahan dan obat jadi dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif dalam sediaan. Sampling dilakukan dengan metode ATA (Awal, Tengah, Akhir) waktu produksi. Metode analisa berdasarkan pada buku-buku standart yang diturunkan ke dalam SOP untuk masing-masing jenis obat. Disamping metode instrumentasi, juga digunakan metode konvensional (volumetri dan gravimetri).

Bagian ini juga bertanggung jawab atas pemeriksaan uji stabilitas untuk kontrol stabilitas produk yang beredar di pasaran (accelerated dan long term). Uji stabilitas dilakukan bila terjadi perubahan formula, supplier ataupun SOP. Untuk produk komersil, maka uji stabilitas yang dilakukan adalah accelerated dan long term selama enam bulan pertama sebanyak 3 batch. Sementara, untuk produk yang telah rutin diproduksi, hanya uji stabilitas long term saja yang dilakukan sekali dalam setahun. Uji stabilitas accelerated dilakukan pada suhu 40 ± 2 ºC dan RH 75 ± 5 %; dan long term pada suhu 30 ± 2 ºC dan RH 75 ± 5 %.

Bagian ini juga memeriksa air yang digunakan untuk produksi. Pemeriksaan WFI dan PW dilakukan secara harian, meliputi pemeriksaan konduktivitas, pH, kandungan klor dalam air. QA/QC juga melakukan


(46)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

pemeriksaan air limbah yang dikelola pada IPAL. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium QA/QC dan juga melakukan kerjasama dengan IPB (Institut Pertanian Bogor).

3.2.2.2Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk pemeriksaan bahan baku dan produk-produk sirup, antibiotik dan produk steril serta air untuk produksi, yang meliputi pemeriksaan potensi antibiotik, TPC (Total Plate Counter), uji sterilitas,

bioburden test dan pyrogen test. Selain itu juga melakukan monitoring lingkungan

ruang produksi, sanitasi ruangan produksi steril, karyawan bagian steril dan fasilitas. Ruangan bagian Mikrobiologi dibagi menjadi 6 ruang yaitu :

1. Ruang TPC; ruang ini mempunyai sistem aliran udara keluar dari dalam ruang dengan tujuan agar tidak ada cemaran yang dapat masuk. Ruang ini berfungsi untuk menghitung angka kuman.

2. Ruang potency; merupakan ruang untuk uji potensi antibiotik. Ruang ini mempunyai sistem aliran udara ke dalam ruang dengan tujuan agar mikroba yang digunakan untuk uji potensi tidak keluar dari ruang.

3. Ruang steril; merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang produksi sediaan steril (kelas A); digunakan untuk uji sterilitas.

4. Ruang preparasi media; merupakan ruang pembuatan media pertumbuhan mikroba untuk mengembangbiakkan mikroba yang akan digunakan pada uji potensi.

5. Ruang pembersihan media; merupakan ruang untuk mematikan mikroba yang digunakan selama proses uji mikrobiologi.


(47)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Bagian ini juga melakukan pemeriksaan terhadap proses validasi media fill

pada proses pengisian injeksi aseptis, juga pemeriksaan air minum yang dilakukan 1 minggu sekali. Pemeriksaan cemaran di lingkungan kelas D dilakukan 1 bulan sekali, sedangkan untuk ruangan kelas A seperti diruang filling, pemantauan cemaran dilakukan setiap awal proses. Pemeriksaan cemaran secara keseluruhan dilakukan satu minggu sekali.

Uji potensi anti-mikroba dilakukan dengan 2 cara: silinder plate dan turbudimetri. Silinder plate dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat dan metode turbudimetri dilakukan dengan mengamati tingkat kekeruhan media. Kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan standar dan setiap uji potensi harus terdapat kontrol positif maupun kontrol negatif.

Pemeriksaan udara menggunakan 2 metode yaitu: metode udara terbuka dan metode air sampler. Pemeriksaan udara terbuka dilakukan dengan pemaparan media di udara terbuka selama 4 jam. Metode air sampler dilakukan dengan menggunakan suatu alat dispossable yang cara kerjanya yaitu menghisap udara sebanyak 1000 L menuju suatu media. Kemudian media-media tersebut diinkubasi dan diperiksa jumlah mikrobanya.

Pemeriksaan sanitasi ruang dilakukan dengan metode swab; caranya adalah menggunakan alat seperti cotton bud yang telah dinetralisir (memakai lesitin, dan tween untuk menetralkan disinfektan pembersihan hama) kemudian diusapkan seluas 5 cm x 5 cm pada tembok ruang; setelah itu hasil usapan ditanam pada media pertumbuhan bakteri lalu diinkubasi.


(48)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2.2.3Validasi

Bagian validasi bertanggung jawab terhadap kalibrasi alat ukur (neraca timbang, termometer, gelas ukur, dll), kualifikasi dan validasi.

Kalibrasi dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, dimana tiap-tiap alat ukur bisa saja memiliki periode kalibrasi yang berbeda yaitu tergantung dari seberapa sering dan seberapa rumit alat tersebut digunakan dalam kegiatan di pabrik. Kalibrasi terhadap alat ukur yang dilakukan menggunakan alat ukur/ kalibrator yang setiap tahun dikalibrasi oleh instansi atau kalibrasi nasional. Tidak semua alat ukur yang ada di PT. Prafa dikalibrasi sendiri (internal calibration), beberapa diantaranya harus dikalibrasi oleh instansi/badan kalibrasi nasional

(eksternal calibration). Data hasil kalibrasi dicatat atau dimasukkan dalam CSR

(Calibration Service Record). Tata cara kalibrasi dijelaskan secara praktis dalam

SOP.

Kualifikasi dilakukan terhadap semua peralatan (mesin dan instrumen) bangunan dan personalia yang ada di PT. Prafa. Kualifikasi peralatan yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Instalation Qualification), kualifikasi operasional (Operasional

Qualification), kualifikasi kinerja (Performance Qualification) dan kualifikasi

bangunan (Building Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan terhadap alat/mesin baru saja tetapi dapat juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat/mesin lama yang telah mengalami perubahan yang mungkin dapat mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan.

Validation Pharmacist atau Qualification and Validation Supervisor


(49)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

dilakukan di PT. Prafa meliputi validasi proses, validasi pembersihan (cleaning

validation), validasi metode analisis, validasi proses pengemasan, dan validasi

sistem komput erisasi. 3.2.2.4 QA Inspection

Bagian QA Inspection bertanggung jawab melakukan pemeriksaan bahan kemas, IPC dan releasing produk. Pemeriksaan bahan kemas dilakukan pada

rubber stopper, cap, alu-foil, botol, label, primary box dan master box, yang

meliputi pemeriksaan ukuran, komposisi warna, jumlah lapisan untuk alu-foil, kejelasan dan kesesuaian tulisan, dengan metode sampling military standard. Hasil pemeriksaan didokumentasikan dalam laporan pemeriksaan bahan kemas. Bahan kemas yang telah memenuhi persyaratan diberi label released dan siap untuk digunakan pada proses produksi.

Bagian ini juga mewadahi IPC yang bertujuan untuk memastikan bahwa setiap proses produksi telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. IPC dilakukan oleh 2 bagian; yaitu petugas produksi itu sendiri dan inspektor dari Departemen QC. Pemeriksaan dilakukan dengan sampling PTA waktu produksi oleh inspektor sedangkan bagian produksi melakukan sampling dan pemeriksaan sesuai SOP dan BPR. IPC yang dilakukan oleh petugas produksi merupakan usaha untuk menjamin bahwa mesin dan peralatan produksi menghasilkan produk sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan IPC yang dilakukan oleh QC adalah usaha untuk memastikan bahwa produk tersebut telah memenuhi spesifikasi sekaligus sebagai kontrol ganda terhadap kemungkinan penyimpangan hasil produksi.

Kegiatan rutin lainnya adalah line clearance proses produksi akan dimulai, yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua peralatan telah siap, bahan baku


(50)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

telah benar baik jenis dan jumlahnya dan kondisi ruang produksi telah sesuai dengan yang seharusnya. Pemeriksaan dilakukan terhadap seluruh catatan mengenai mesin, bahan dan ruangan. Bagian ini juga melakukan pemeriksaan dokumentasi produksi maupun laboratorium untuk memastikan produk yang akan

di released ke pasaran telah memenuhi semua spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pemeriksaan terhadap kemasan juga menjadi tanggung jawab dari bagian inspeksi. Metode sampling yang digunakan untuk mengambil sampel dari bahan kemasan (kemasan sekunder seperti box, blister dll) memakai metode √N+1. Sedangkan kemasan primer seperti vial, ampul menggunakan metode sampling

military standart, karena tiap kedatangan jumlahnya sangat banyak. Jika ada

permasalahan seperti salah cetak, perbedaan warna, perbedaan nomor batch pada kemasan, dan lain-lain maka bagian ini yang akan bertanggung jawab penuh dan yang mempunyai hak untuk melakukan komplain sepenuhnya kepada supplier

yang bermasalah.

3.2.2.5DCC(Document Control Center) dan GMP Compliance

Dokumentasi adalah salah satu komponen yang sangat esensial dalam CPOB. Sistem dokumentasi yang digunakan harus sistematis untuk memudahkan pencarian dokumen bila diperlukan. DCC dan GMP Compliance di PT. Prafa ditangani oleh seorang supervisor. DCC bertanggung jawab untuk mengelola SOP, master batch record, master list, spesifikasi dan prosedur analisa, dokumen registrasi, dokumentasi pengendalian perubahan, produk yang telah dinyatakan

released, change control, penyimpangan mutu, melakukan mock recall, dan


(51)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

pengusutan data jika produk mendapat komplain dari konsumen dan disimpan bersamaan dengan penyimpanan contoh per tinggal. Lama penyimpanan dokumen mengikuti penyimpanan contoh per tinggal yaitu expired date ditambah 1 tahun.

Dokumen asli lain yang disimpan oleh DCC adalah SOP. Penyebaran SOP dikontrol dengan memberikan stempel pada SOP. SOP asli diberi stempel “original” dan SOP copy diberi stempel “copy”. Pada stempel “copy” tertulis kode angka yang menginformasikan beberapa copy yang beredar, bagian dan personel yang memiliki copy tersebut. SOP direvisi setiap 2 tahun sekali.

DCC juga bertanggung jawab membuat index SOP yang berlaku di Prafa agar SOP dapat diinventarisasi dan di-up date bila perlu dan menyimpan back-up

dalam bentuk CD-RW. Dokumen lain yang disimpan di DCC antara lain daftar

approved supplier, laporan obat jadi, protokol dan laporan validasi, prosedur

analisa/metode analisa, spesifikasi produk, surat-surat komplain dan dokumen registrasi.

GMP compliance khusus menangani penerapan GMP di PT. Prafa.

Tugasnya adalah menjadwalkan dan mengkoordinasikan inspeksi diri/Self Quality

Audit baik Internal Quality Audit ataupun External Quality Audit, menangani

dokumen-dokumen investigasi penyimpangan mutu, penanganan kontrol perubahan (Change Control), peninjauan produk tahunan (Annual Product

Review), dan pelulusan produk jadi. GMP compliance bertugas membuat laporan


(52)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

3.2.3 Technical Service Department (Departemen TS)

Departemen ini bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan pabrik terutama pemeliharaan mesin-mesin/peralatan, fasilitas produksi dan penunjang produksi (genset-listrik PLN, supply udara, supply air, uap dan sistem pendingin) agar selalu dalam keadaan siap pakai dan sesuai CPOB dalam waktu dan biaya yang telah ditetapkan. Departemen TS dipimpin oleh seorang manager dengan dibantu oleh dua orang supervisor yang menangani 2 divisi dengan jumlah karyawan 16 orang. Bagan struktur organisasi Departemen TS dapat dilihat pada Lampiran 6.

Departemen TS bekerja berdasarkan:

1. Standart Operating Procedure (SOP/Protap).

2. Preventive maintenance selama 1 tahun ke depan.

3. Melaksanakan SPK (Surat Permintaan Kerja). 4. Bila terjadi pengubahan (Change Control). 5. Berdasarkan perintah atasan.

Kegiatan Technical Services Department meliputi beberapa divisi, yaitu:

1. Technical Service Maintenance

a. Mengatur semua mesin dapat digunakan dengan baik. b. Melakukan perawatan terhadap semua mesin secara rutin

c. Melakukan perbaikan sarana sesuai dengan permintaan tiap-tiap departemen.


(53)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

e. Mempersiapkan tersedianya air baku yang cukup untuk keperluan produksi.

f. Menangani Air Handling Unit (AHU).

g. Mempersiapkan tersedianya udara tekan (compressed air) h. Mempersiapkan tersedianya tenaga uap (steam boiler).

i. Membuat gambar instrument cara kerja mesin-mesin yang ada atau digunakan oleh bagian produksi.

j. Membuat gambar atau denah ruangan yang akan direnovasi k. Menjaga hydrant system agar dalam keadaan siap pakai.

2. Technical Service Electrical

a. Pengadaan dan pembagian listrik yang ada di pabrik (bekerjasama dengan PLN) berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tiap-tiap departemen yang ada. b. Mempersiapkan beroperasinya generator set agar dapat beroperasi dengan

normal sewaktu dibutuhkan.

c. Menangani kontrol panel mesin-mesin, alat-alat komunikasi dan sistem PLC (Programmable Logic Control).

Air baku sebagai kebutuhan produksi pabrik yang cukup vital menjadi tanggung jawab bagian teknik. Air baku yang digunakan untuk keperluan pabrik diperoleh dari 3 sumur artesis dengan kedalaman lebih dari 120 m dengan kapasitas 11 liter/detik. Raw water ini dipompa ke permukaan dan ditampung dalam tiga storage tank dengan kapasitas 3 x @ 50 m3 yang digunakan untuk proses produksi dan keperluan lainnya serta sebuah storage tank dengan kapasitas 120 m3 yang ditanam di dalam tanah yang digunakan untuk fasilitas hydrant.


(54)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Air yang harus dipersiapkan sebagai air baku adalah: air biasa, HPW dan WFI. Proses penyiapan HPW dimulai dengan pengambilan air yang berasal dari sumur artesis kemudian ditampung di tank penyimpanan yang secara berkelanjutan ditambahkan sodium hipokloride (NaOCl) untuk membunuh bakteri. Proses selanjutnya yaitu air yang mengandung klorin dilewatkan melalui multi media filter untuk menyaring partikel kasar dan zat organik. Setelah itu masuk ke karbon filter untuk menetralkan klorin dan setelah disaring dengan karbon filter dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter 10 µ m. Setelah proses penyaringan, air dilewatkan melalui kation bed untuk mengikat kation dengan mengunakan resin penukar kation dan anion bed untuk mengikat anion dengan menggunaan resin penukar anion dan dilewatkan ke mix bed (gabungan resin penukar kation dan anion) untuk mencegah adanya kation dan anion yang terlewat saat dilewatkan melalui resin penukar ion sebelumnya. Setelah dilewatkan ke resin penukar ion, air kemudian disaring dengan menggunakan filter 1µ m , filter 0,5 µm kemudian disinari UV sebelum melalui filter 0,2 µ m kemudian dipanaskan dengan menggunakan Plate Heat Exchanger (PHE) suhu 90-93oC sebelum dimasukkan ke dalam storage tank. HPW yang ada di storage

tank kemudian didistribusikan ke bagian produksi yang dibutuhkan. Bagan alur

proses pembuatan HPWdapat dilihat pada Lampiran 14.

Untuk mendapatkan WFI, HPW yang ada di storage tank kemudian dialirkan menuju alat pembuatan WFI. HPW ini kemudian ditampung dalam

double jacket tank (didinginkan dengan chiller) kemudian masuk side tank.

Setelah itu, air yang telah didinginkan masuk ke Finn Aqua Destilator. Pada proses destilasi ini terdapat 5 kolom. Kolom pertama (139 oC) digunakan untuk


(55)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

menguapkan HPWyang digunakan sebagai steam untuk menguapkan HPWyang ada di kolom 2 (130 oC). Setelah HPW yang ada di kolom 2 didestilasi, akan masuk ke kolom 3 (123 oC), kolom 4 (118 oC) dan kolom 5 (114 oC) sudah diperoleh WFI dan dialirkan ke masing-masing user point. Penyimpanan WFI dalam tank harus dijaga agar senantiasa tersirkulasi dengan dijaga suhu 80-90 OC. Bagan alur proses pembuatan WFI dapat dilihat pada Lampiran 15.

Penyediaan listrik di PT. Prafa berasal dari 2 sumber yaitu dari PLN berkapasitas 1730 KVA dan dari diesel berkapasitas 2 x 500 KVA. Kualitas listrik yang diperlukan untuk industri farmasi umumnya dengan voltage sebesar 380 volt/3 phase-220 volt/1 phase dan frekuensi 50 Hz.

Sistem Tata Udara (Air Handling System) menjadi komponen vital bagi industri farmasi. AHS dirancang untuk mengkondisikan temperatur, kelembaban, tekanan udara ruangan dan jumlah partikel. Pengaturan ini menjamin kenyamanan ruang kerja, ruangan bebas kontaminan, kualitas produk dan mengurangi resiko kerusakan peralatan oleh oksidasi/karat. Rancangan AHS disesuaikan dengan kebutuhan ruangan. Satu AHU (Air Handling Unit) digunakan untuk pengaturan udara dalam selompok ruangan dengan spesifikasi tertentu. AHS yang berada di PT. Prafa dibagi atas:

1. AC Window

Terdiri atas evaporator dan condensor yang bersatu dan dilengkapi dengan

control panel pengoperasian sekaligus. AC jenis ini digunakan di daerah black


(1)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Lampiran 12

. Bagan alur aktifitas kemas sentral.

Gudang

Bahan

Kemas

MR

MI

PHP


(2)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.

Lampiran 13

. Bagan alur aktifitas Departemen MM.

Lampiran 14

. Bagan alur proses pembuatan HPW.

PRI

Supplier

Inventory RM

Warehouse

FG Warehouse

PO

Warehouse

Non Inventory

Purchasing

PPIC

POR

QA/QC

Distributor

Purchase Order

Sales Order

Delivery Order

Production

MO

PPIC

Accounting

Finished Goods

MRD

MRD

PHP


(3)

(4)

Rima Elfitra Rambe : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor, 2009.


(5)


(6)

Lampiran 17

. Bagan alur proses pengolahan IPAL.