Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 Pasal 24 Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas tindakan atau kelalaian pemberi fidusia, baik yang timbul dari hubungan kontrak atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 84

F. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi

Swamitra Jaminan fidusia secara operasional pembebanannya dilaksanakan melalui dua tahap yaitu, tahap pemberian jaminan fidusia dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Pada tahap pemberian jaminan fidusia terdapat perjanjian untuk pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan dalam akta jaminan fidusia. Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa, “pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.” Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari, tanggal dan waktu pembuatan akta tersebut, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 Undang-undang Jaminan Fidusia yaitu: 84 Ibid, hlm 152 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan. 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia. Kemudian mengenai benda yang menjadi pokok jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai bukti kepemilikannya. 3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut 4. Nilai pinjaman 1. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 85 Pembebanan jaminan fidusia tersebut ada beberapa fase yaitu: 1. Adanya perjanjian pokok kredit, pembebanan fidusia bersifat perjanjian accessoir, yaitu pembebanan hapus apabila perjanjian pokoknya hapus 2. Perjanjian yang bersifat konsensual dan obligatoir, perjanjian kredit antara kreditur dan debitur dengan jaminan fidusia. Di antara pemberi fidusia dan penerima fidusia diadakan perjanjian dimana ditentukan bahwa debitur meminjam sejumlah uang dengan janji akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia sebagai jaminan kepada pemberi kredit. 3. Adanya penyerahan constitutum possesorium, adanya perjanjian kebendaan di antara pihak pemberi dan penerima fidusia dilakukan penyerahan secara constitutum possesorium dimana benda tetap dikuasai oleh pemberi fidusia. Fase ini mengandung penyerahan semu, sebab benda fidusia tersebut masih berada tetap dalam kekuasaan pemberi fidusia. Penyerahan ini ditentukan sebagai cara yang sah untuk melahirkan hak jaminan kebendaan yang baru, walaupun penyerahannya tidak merupakan penyerahan yang nyata yang dikenal bagi benda bergerak. 1. Adanya perjanjian pinjam pakai, di dalam akta notaris harus disebutkan bahwa kreditur dan debitur terjadi peristiwa pinjam pakai terhadap barang 85 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Op Cit, hlm 135 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 yang difidusiakan. Bahwa pemilik fidusia meminjam pakaikan hak miliknya yang telah berada di dalam kekuasaan penerima fidusia. 86 Agar para anggota koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya memperoleh kredit dalam rangka mengembangkan usahanya, maka harus dilalui beberapa prosedur yaitu: 1. Tahap pendekatan 2. Tahap permohonan resmi 3. Tahap identifikasi 4. Tahap penilaian terhadap calon debitur 5. Tahap legalisasi 6. Tahap realisasi 7. Tahap hubungan kredit Untuk lebih jelasnya maka saya akan berusaha menguraikan satu persatu dari tahapan-tahapan tersebut. 1. Tahap pendekatan Calon debitur menghadap kepada bagian kredit koperasi swamitra, kemudian pihak koperasi mengadakan wawancara langsung dengan calon debitur dan menanyakan usaha calon debitur serta jaminan yang akan dijadikan nantinya. Setelah wawancara maka pihak swamitra akan mendatangi calon debitur sebagaimana kita ketahui bahwa pada hakikatnya tugas pokok koperasi swamitra adalah menerima dan memberi kredit. Pada tahap ini pihak swamitra ingin 86 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai, dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hlm 90-92 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 mengetahui keadaan calon debitur, serta keadaan calon usahanya. Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan agar pihak swamitra mempunyai keyakinan bahwa calon debitur mempunyai keyakinan dan kesanggupan untuk melunasi hutangnya. 2. Tahap permohonan resmi Dalam tahap ini pihak swamitra memberikan formulir kepada calon debitur untuk diisi. Pihak pemohon atau calon debitur sesudah mengisi permohonan harus juga melengkapi syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan pihak swamitra seperti : 1. KTP suami istri bagi yang sudah berkeluarga 2. Surat nikah 3. Kartu keluarga 4. BPKB asli dan foto copi STNK 1. Surat izin usaha atau surat keterangan dari lurah 87 3. Tahap identifikasi Setelah permohonan beserta datanya diterima oleh pihak swamitra, maka pihak swamitra melakukan tinjauan ke lapangan untuk melihat kebenaran isi dari permohonan yang telah diajukan serta memeriksa secara langsung apa yang telah disampaikan, serta melihat prospek usaha dari calon debitur itu sendiri, apakah layak untuk diberikan pinjaman atau tidak. Setelah dilakukan pengecekan ternyata pihak pemohon tidak layak untuk diberikan pinjaman maka pihak swamitra akan 87 Wawancara dengan Supriyanto,SE, Manajer Operasional Koperasi Swamitra, di Medan, 12 Mei 2007 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 menolak secara langsung permohonan tersebut, selain pengecekan prospek usaha dari calon debitur juga meneliti tentang keabsahan dari barang yang dijadikan jaminan, yaitu antara lain: a. Diteliti keabsahan dan keaslian dokumen tanda bukti kepemilikan dari benda yang dijadikan jaminan. b. Diteliti kepemilikan atas benda jaminan tersebut, apakah milik debitur atau milik pihak ketiga. a. Pengumpulan informasi mengenai diri si pemohon 88 Setelah pengecekan ke lapangan ternyata calon nasabah layak untuk diberikan pinjaman maka pihak swamitra akan membuat proposal yang akan diajukan ke Bank Bukopin selaku penyandang dana, beserta syarat-syarat administrasi yang telah diberikan oleh calon nasabah atau debitur tersebut. 4. Tahap penelitian terhadap calon debitur Gunanya apabila calon nasabah atau debitur mempunyai kepribadian yang baik dan niat yang buruk serta bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman nantinya. Selain penilaian terhadap calon nasabah juga diperlukan penilaian terhadap barang jaminan, guna penilaian ini adalah untuk mengetahui resiko- resiko yang melekat pada barang jaminan, dan untuk mengetahui kemungkinan- kemungkinan pembayaran kredit tersebut. Analisis kredit dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 88 Ibid Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 a. Mengetahui resiko-resiko yang melekat pada proses kegiatan perkreditan itu sendiri, sehingga jauh sebelum kredit itu digunakan oleh debitur, pihak swamitra telah mampu mengantisipasinya. Dan keyakinan Swamitra atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Begitu juga dengan jaminan yang diberikan calon nasabah. b. Pihak swamitra akan melihat prospek dari usaha calon debitur dengan melihat keadaan yang telah ada dan memperkirakan perputaran usahanya. c. Jaminan merupakan hal paling penting dalam pemberian kredit, tanpa jaminan pihak swamitra tidak bisa memberikan kredit. Karena jaminan ini diperlukan agar dapat memberikan kepastian kepada pihak swamitra akan pengembalian kredit yang diberikan, meskipun debitur nantinya melakukan wanprestasi, akan tetapi dengan adanya jaminan ini akan dapat menjadi salah satu sumber pelunasan kredit yang tidak dapat dikembalikan. 5. Tahap legalisasi Apabila proposal yang diajukan oleh pihak swamitra beserta jaminan yang akan dijadikan agunan nantinya, disetujui oleh pihak Bank Bukopin dan dana yang diminta juga tersedia di Bank Bukopin maka proses pelaksanaan perjanjian dilaksanakan di swamitra. Sebelum menanda tangani perjanjian kredit dengan jaminan fidusia maka pihak swamitra selaku kreditur atau penerima fidusia memberikan akta jaminan fidusia yang sudah berisikan pasal-pasal yang ditetapkan sendiri oleh pihak swamitra. Dengan kepala akta yang berjudul: “Perjanjian Penyerahan Hak Dan Milik Dalam Kepercayaan Atas Barang- barang Fiduciaire Eigendoms Overdracht” Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 dimana dalam akta tersebut disebutkan: “Bahwa untuk menjamin ketertiban pembayaran lunas seluruh kewajiban Penjamin kepada kreditur tersebut, maka penjamin menerangkan dengan ini menyerahkan secara fiduciair kepada kreditur berupa barang sebagai berkut..............” Kemudian pihak debitur atau pemberi fidusia hanya tinggal mengisi identitas diri, jumlah pinjaman dan bentuk jaminan yang diberikan oleh debitur atau pemberi fidusia. Karena bentuk perjanjian kredit ini adalah bentuk perjanjian tidak bernama atau baku, dimana perjanjian tidak bernama atau baku adalah perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi berlaku di dalam masyarakat. Apabila pihak debitur menyetujui isi dari pasal-pasal yang telah ditetapkan oleh pihak swamitra, maka dilakukanlah penanda tanganan perjanjian oleh kedua belah pihak. Baik pihak debitur maupun pihak kreditur. Sejak ditandatangani perjanjian tersebut oleh kedua belah pihak maka masing-masing pihak sudah terikat dalam suatu hubungan hukum. Kedua belah pihak harus mentaati semua isi perjanjian sebagaimana yang diatur dalam asas-asas perjanjian yaitu asas personalia yang artinya perjanjian adalah undang-undang bagi yang membuatnya, sebagaimana ditemui dalam Pasal 1315 dan dipertegas dalam Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penandatanganan perjanjian tersebut harus dilegalisasi oleh notaris, bahasa yang dipakai dalam perjanjian tersebut adalah bahasa Indonesia sebagaimana Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia yang memuat : a. Hari, tanggal dan waktu penanda tanganan akta perjanjian fidusia b. Identitas para pihak c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia d. Nilai jaminan e. Nilai benda yang dijadikan objek jaminan Bentuk jaminan benda bergerak yang diterima Koperasi Karyawan Bank Bukopin Medan Swamitra adalah kendaraan roda empat maupun roda dua, maka barang jaminan tersebut haruslah merupakan milik pribadi calon debitur itu sendiri. Apabila kendaraan tersebut bukan milik sendiri maka harus ada surat kuasa tertulis dari pemilik kendaraan jaminan. Jaminan tersebut biasanya dihargai setengah dari harga pasar. 6. Tahap realisasi Setelah perjanjian kredit ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan sudah dilegalisasi oleh notaris maka sudah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, yaitu hak yang harus diterima oleh debitur berupa uang pinjaman, sebanyak yang sudah disepakati dalam perjanjian kredit, kewajiban bagi kreditur yaitu menyerahkan uang sebanyak yang sudah disepakati. Pada tahap ini sudah menimbulkan hubungan kredit antara debitur dengan kreditur dan dana yang ditentukan sudah dapat dicairkan oleh pihak debitur. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 Meminjam di koperasi swamitra harus ada jaminan. Kredit yang diberikan koperasi swamitra jangka waktunya terkait dengan penurunan dari harga jual barang jaminan. Dalam perjanjian kredit ini yang disebut sebagai debitur adalah pemberi fidusia dan swamitra sebagai kreditur disebut sebagai penerima fidusia. Sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit tersebut, pemberi fidusia diwajibkan untuk memberi jaminan fidusia atas barang milik pemberi fidusia untuk kepentingan penerima fidusia agar lebih menjamin dan menanggung terbayarnya dengan baik segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar oleh debitur sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini: Untuk memenuhi ketentuan tentang pemberian jaminan yang ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut, maka pemberi dan penerima fidusia telah sepakat dan setuju dengan ini mengadakan perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Fidusia Pasal 5 dan 6 yang berbunyi : Pasal 5, Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat baik dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. 89 89 Sebelum terbitnya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, secara praktis masyarakat telah mengakui dan atau melakukan pengikatan atas benda bergerak secara fidusia yang dibuat dengan akta di bawah tangan danatau dalam bentuk Standart Form dengan menjadikan yurisprudensi sebagai acuannya. Pasal 391 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyuruh wali pengawas atau Balai Harta Peninggalan untuk melaksanakan beleggen pengembangan uang pihak ketiga, yang pelaksanaannya didasarkan pada S 1872166 tentang Instruksi Balai jo BB 5849. Bentuk pelaksanaan pengembangan tersebut diserahkan secara bebas kepada BHP, Balai Harta Peninggalan Makasar melaksanakan dengan Hipotik sedang balai Harta Peninggalam Medan melaksanakannya dengan Fidusia. Hal ini berlangsung sampai tahun 1983. Kemudian dalam perkembangannya sekitar tahun 1984 pada saat Menteri Kehakiman dijabat oleh Ismail Saleh, SH pengembangan tersebut tidak diperbolehkan lagi. Sejak saat itu, uang pihak ketiga tersebut dimasukkan kedalam Deposito di BDN atas nama Balai Harta Peninggalan, hal ini dimaksudkan agar tidak adanya dugaan korupsi akibat praktek pengembangan tersebut. Akan tetapi bunga dari deposito tersebut dapat digunakan sebagai Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia yang dimaksud dalam ayat 1, dikenakan biaya yang besarnya diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 6, Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang- kurangnya memuat: 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. 3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 4. Nilai penjamin dan 5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat terlihat bahwa antara Undang-undang Fidusia dan prakteknya sejalan atau sesuai. Akan tetapi di dalam pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan, bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Mengingat jumlah pinjaman yang diberikan oleh koperasi swamitra tidak besar, maka jaminan fidusia tidak didaftarkan karena dalam pendaftarannya sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sedangkan pihak peminjam rata- rata golongan usaha kecil menengah. Jika perjanjian tersebut didaftarkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang fidusia, maka jumlah pinjaman tersebut akan berkurang dan tidak sesuai dengan tujuan koperasi itu sendiri sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 Undang- biaya perjalanan dinas Balai Harta Peninggalan. Wawancara dengan Notaris Syahril Sofyan, di Medan, 07 Agustus 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008 undang koperasi ÿaitu, “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”. Perjanjian kredit ini harus dilegalisasi oleh Notaris untuk mendapatkan kekuatan hukum, sebab hanya Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana yang terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Fidusia. Notaris membuat akta itu berdasarkan kesepakatan diantara pihak koperasi swamitra sebagai kreditur dan pihak peminjam sebagai debitur. Jadi isi dari akta tersebut merupakan kesepakatan yang timbul di antara kedua belah pihak, kemudian kesepakatan tersebut disalin oleh Notaris ke dalam bentuk akta jaminan fidusia yang memuat pasal-pasal yang harus disetujui dan ditaati oleh kedua belah pihak. Persetujuan antara kreditur dengan debitur atas pemberian kredit yang diberikan oleh pihak kreditur kepada debitur dengan jaminan fidusia tersebut, setelah di setujui oleh kedua belah pihak dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka debitur selaku peminjam harus menyerahkan surat asli dan fotokopi benda yang di jadikan jaminan fidusia berupa BPKB, STNK dan lainnya kepada pihak kreditur. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB III KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT