Organ Yayasan dan kewenangannya

128

c. Organ Yayasan dan kewenangannya

Unsur pokok lain yang harus ada agar diakui sebagai badan hukum oleh UUY adalah adanya organ yayasan. Hal ini dinyatakan secara tegas pada Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2001, bahwa “Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Penga- was.” Organ yayasan merupakan personifikasi yayasan dalam melaksanakan perbuatan- perbuatan hukum. Yayasan sebagai badan hukum adalah subyek hukum, tetapi tidak sama dengan manusia. Yayasan tidak memi- liki kemampuan untuk mendapatkan semua hak, melakukan semua kewajiban, serta perbuatan hukum seperti halnya manusia 22 . Dalam kondisi ini organ yayasan berfungsi menjadi perantara atau pelaku semua perbu- atan hukum untuk dan atas nama yayasan guna mewujudkan maksud dan tujuan yayasan. Dalam melaksanakan hal tersebut, fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ diatur secara terpisah dan tegas 23 . Hal ini 22 R. Ali Rido, Op.ci, hal. 10-33 23 Lihat penjelasan umum, alinea keenam UU No. 16 Tahun 2001. 129 dimaksudkan untuk mencegah terjadinya konflik internal yang dapat merugikan, baik yayasan maupun pihak lain. Oleh karena itu hubungan masing-masing organ diatur secara jelas sehingga setiap organ dapat memainkan peran maksimal pada “wilayahnya” masing- masing sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling mendukung untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Sebelum UUY, organ yayasan adalah pendiri, pengurus dan kadang ada dewan penyantun. Fungsi, wewenang, serta tugas pendiri dan pengurus cenderung tumpang tindih. Jabatan ketua, sekretaris, dan bendara pada badan pendiri dan badan pengurus dan atau dewan penyantun dirangkap oleh orang- orang yang sama. Contohnya: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Keanekaan Ragam Hayati, dan Yayasan Beasiswa Supersemar 24 . Tumpang tindih atau rangkap jabatan itulah antara lain yang menyebabkan yayasan pada masa lalu menyimpang dari hakekat yayasan. Fungsi, wewenang, dan tugas organ pem- bina dalam UUY diatur dalam 3 tiga pasal, yaitu Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30. Bagi 24 Chatamarrasjid Ais, Op.cit, hal. 323-359 130 yayasan baru, organ pembina ini bisa sekali- gus pendiri, tetapi tidak harus demikian. Kewenangan pokok organ ini lebih bersifat kebijakan. Di antaranya, kewenangan tentang perubahan AD, menetapkan kebijakan umum yayasan, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, mengesahkan prog- ram kerja dan rancangan anggaran yayasan, serta putusan penggabungan atau pembubar- an yayasan. Organ pengurus merupakan pengelola kekayaan dan pelaksana kegiatan yayasan secara penuh, bahkan bertanggung jawab mewakilli yayasan dalam dan di luar penga- dilan. Perkecualian atas hal ini antara lain terkait dengan kasus yang melibatkan pribadi pengurus dan yayasan, mengikat yayasan sebagai penjamin uang, mengalihkan kekaya- an yayasan tanpa persetujuan pembina, dan membebani yayasan untuk kepentingan pihak lain. Sebagai pelaksana, apa yang dikerjakan pengurus harus didasarkan pada keputusan pembina dan diatur dalam AD. Oleh karena itu, seluruh kegiatan pengurus dibertanggung- jawabkan kepada pembina dengan tata cara tertentu, yang juga diatur dalam AD. Secara rinci fungsi, wewenang, tugas dan proses per- 131 tanggungjawaban pengurus diatur dalam 9 sembilan pasal, yaitu Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37 Pasal 38, dan Pasal 39. Untuk memastikan pelaksanaan kegiatan yayasan, pengawas melakukan pengawasan, dan kalau perlu memberikan nasehat, kepada pengurus. Manakala pengurus melakukan kesalahan berdasarkan AD, pengawas berwe- nang menegur,bahkan dapat memberhentikan sementara pengurus. Sama seperti pengurus, organ pengawas wajib menyampaikan pertang- gungjawaban pengawasan yayasan kepada pembina dengan tata cara yang diatur dalam AD. Fungsi, wewenang, dan tugas Pengawas diatur dalam 8 delapan pasal, yaitu Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47. Secara umum dapat dikatakan bahwa pokok-pokok yang diatur terhadap organ yaya- san paling sedikit ada lima hal, yaitu: 1. Persyaratan menjadi pembina, pengurus, dan pengawas; 2. Kewenangan masing-masing organ yang tidak dapat diserahkan kepada atau diambil alih oleh organ lain; 132 3. Proses pengangkatan atau pemberhentian atau penggatian anggota organ; 4. Ketentuan tentang rapat dan pengambilan keputusan di setiap organ berdasarkan kewenangannya masing-masing; 5. Susunan organisasi organ yayasan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, tampak bahwa organ yayasan tidak identik dengan anggota sebagaimana dipahami dalam yayasan sebelum UUY. Pada tiga yayasan yang disebutkan depan, yayasan memiliki anggota. Personalnya, termasuk di antaranya pendiri yang kerap merangkap sebagai pengurus, dewan penyantun, bahkan sekaligus pemilik. Rumusan Pasal 1 ayat 1 menegaskan, bahwa yayasan tidak memiliki anggota. Kalau pun ada, menurut Rochmat Sumitro 25 anggo- ta tersebut lazimnya dipahami sebagai orang- orang yang mendapat manfaat dari yayasan, seperti penerima beasiswa dari siswa miskin atau biaya hidup bagi anak-anak terlantar, anak yatim piatu, atau kaum jompo. Menurut UUY, organ yayasan bukanlah pemilik. Kalaupun mereka disebut pemilik, maka status mereka hanyalah pemilik formal 25 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT Eresdo Bandung, Cetatakan Pertama, 1993, hal 162. 133 yang dipercayakan mengelola kekayaan yaya- san trustee sehingga hanya boleh mengguna- kan kekayaan yayasan untuk mewujudkan tujuan yayasan. Dalam status yang demikian, Anwar Borahima 26 menyatakan organ yayasan dise- but sebagai pemilik fidusia fidusiair eigenaar, pemilik yang terikat gebonden eigenaar, pemilik dalam suatu kedudukan tertentu eigenaar in kwaliteit. Ini artinya, bila mereka berhenti atau diberhentikan dari status pem- bina, pengurus, dan pengawas, maka status kepemilikannya atas yayasan berakhir. Mereka tidak lagi memiliki hak dan kewajiban hukum apa pun dalam yayasan. Bagi yayasan yang didirikan oleh badan hukum, seperti yayasan dalam instansi peme- rintah, BUMND, TNI, Polri, BI atau perusa- haan, ketentuan di atas tampaknya tidak menjadi persoalan. Status organ sebagai pemi- lik fidusia atas kekayaan yayasan dapat diterima karena kekayaan tersebut tidak terkait langsung dengan kekayaan pribadi pembina, pengurus dan pengawas. Pergantian organ pun dianggap wajar. Menurut penulis, keadaan ini merupakan salah satu jawaban 26 Anwar Borahima, Op.cit., hal. 12 134 mengapa yayasan bentukan badan hukum umumnya melakukan penyesuaian AD dalam kurun waktu yang diatur dalam ketentuan peralihan. Berbeda dengan itu, yayasan yang didiri- kan oleh orang perorangan tampak belum menerima pengaturan organ versi UUY. Bagi mereka ketentuan tersebut merupakan pengu- kuhan ketentuan Pasal 5 jo Pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 yang menghilangkan hak mereka atas kekayaannya dalam yayasan. Bagi mere- ka, status organ bukanlah pemilik fidusia, tetapi pemilik murni sebagaimana halnya terhadap kekayaan mereka yang lain. Konsisten dengan apa yang dikemukakan di depan, benturan ketentuan hukum terha- dap kepentingan masyarakat tidak boleh di- biarkan, tetapi tidak tepat pula diatasi dengan mengandalkan prinsip hukum positip secara kaku. Solusi yang tampaknya tepat dan sesuai dengan tujuan hukum nasional adalah pende- katan prioritas kasuistik model Rabruch itu. Pada hemat penulis, penerapan UUY yang tanpa memertimbangkan solusi yang ditawar- kan Radbruch, penegakkan hukum yayasan ke depan akan terseok-seok. Pemaksaan eksekusi ketentuan peralihan bagi yayasan 135 yang tidak melakukan penyesuaian AD cenderung meredusir tujuan hukum menjadi sekedar kepastian dan mengabaikan tujuan hukum yang sesungguhnya sebagaimana disebutkan di depan.

C. Akibat-Akibat Hukum Ketentuan Peralihan