Pengertian Ketentuan Peralihan Ketentuan Peralihan Undang-Undang

97

A. Ketentuan Peralihan Undang-Undang

Istilah “ketentuan peralihan” sering dinyatakan dengan istilah “aturan peralihan” 2 , namun makna dari kedua istilah itu sama, yaitu ketentuan yang berisi norma peralihan yang berfungsi mengatur perubahan normatif terhadap hal-hal tertentu atas kehadiran peraturan per-UU-an yang baru. Dalam tulisan ini, istilah yang dipakai adalah ketentuan peralihan, sama dengan yang dipakai dalam UUY. Perkecualian dari hal itu adalah dalam hal kutipan guna memertahankan orisinalitas kutipan.

1. Pengertian Ketentuan Peralihan

Ketentuan peralihan dalam UU dapat dikata- kan bukan aturan pokok, melaikan aturan yang mengatur kelancaran penerapan aturan pokok UU. Jimly Asshiddiqie 3 mendefinisikan ketentu- an peralihan sebagai berikut: “Ketentuan peralihan adalah ketentuan yang berisi norma peralihan dan berfungsi meng- 2 Sekedar contoh, Dalam UUD 1945 istilah yang dipakai “Aturan Perali han”, Dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, istilah yang dipakai, “Ketentuan Peralihan”. Demikian pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang Yayasan dan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, istilah yang dipakai adalah “Ketentuan Peralihan”. 3 Jilmy Asshiddiqie, Op. cit, hal 130 98 atasi kemungkinan terjadinya kekosongan hukum sebagai akibat peralihan norma dari ketentuan lama ke ketentuan baru.” Menurut Bagir Manan 4 , pengadaan ketentuan peralihan dalam UU didasarkan pada dua asas, yaitu: pertama, asas umum pembentukan UU dengan prinsip bahwa hukum baru meniadakan hukum lama; dan kedua, asas ubi societas ibi ius dengan prinsip bahwa di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Menurut asas umum pembentukan UU, dengan berlakunya peraturan yang baru, maka peraturan lama, yang mengatur pokok yang sama, tidak berlaku lagi. Prinsip ini berlaku pada peraturan per-UU-an sejenis atau sederajat dan juga pada peraturan yang lebih rendah seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden, atau kebijakan-kebijakan mengenai pelaksanaan per- aturan per-UU-an. Pada kenyataannya, prinsip tersebut tidak dapat diterapkan secara ketat. Peraturan yang baru sering belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh karena berbagai sebab. Di antaranya peraturan pelaksanaan UU belum ada. Dalam keadaan seperti itu, ketentuan peralihan diperlu- kan untuk mengatur proses peralihan dari keadaan lama ke keadaan baru yang ditetapkan 4 Bagir Manan, Op. cit, hal. 166-168 99 secara hukum. Dalam hal ini, ketentuan peralih- an menunda penerapan peraturan yang baru untuk sementara waktu. Hal ini sering disebut sebagai penyimpangan sementara 5 terhadap peraturan yang baru atas tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu. Menurut asas ubi sosietas ibi ius, sebelum adanya peraturan per-UU-an yang baru, selalu ada ketentuan hukum yang mengatur hal yang sama dengan yang baru. Untuk menjamin keter- tiban dan ketentraman, keadilan dan kepastian hukum, maka berbagai hubungan dan akibat hukum yang sudah ada dalam penerapannya perlu diakomodasi dalam peraturan per-UU-an yang baru. Caranya ialah menunda berlakunya ketentuan baru menyangkut aspek tententu sampai batas waktu tertentu. Hal ini dimak- sudkan untuk memberikan kesempatan bagi adresat hukum menyesuaikan diri terhadap ketentuan yang baru. Menurut Bagi Manan 6 ada lima fungsi keten- tuan peralihan, yaitu: a. sebagai dasar hukum agar peraturan lama tetap berlaku; b. Menghin- 5 Istilah penyimpangan sementara dipergunakan oleh Jimly Asshiddiqie, Op. Cit. hal. 129 dan Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan 2, Kanisius, Yogyakarta, Cet. ke-1, tahun 2007, hal 130. 6 Bagir Manan, Op.cit., hal.169-172 100 dari atau meniadakan kekosongan hukum atau kekosongan peraturan; c. sebagai instrumen yang mengatur keadaan hukum dari peraturan lama akibat kehadiran aturan baru; d. menjamin kepastian dan perlindungan hukum; dan e. menjamin ketertiban akibat perubahan peraturan per-UU-an.

2. Materi Ketentuan peralihan