Latar Belakang Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan Umum Pemilu merupakan perwujudan demokrasi dalam upaya melaksanakan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Di negara-negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi negara tersebut. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati. 1 Oleh karena itu rakyat memegang peranan penting dalam pemilihan umum, maka perlu ada mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat.Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional.Sistem ini telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku sebelumnya. Pemilihan Umum general election tidak selalu mampu menghasilkan perubahan sosial politik yang berartiataupun menghasilkan suatu transisi ke arah demokrasi. Tetapi lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan 1 Rozidateno P.Hanida.Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya . Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang. Hlm 1 Universitas Sumatera Utara mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”. 2 Pemilihan umum sebagai wadah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif dan juga untuk menjaring orang-orang yang benar-benar mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.Dalam sistem demokrasi, partai politik merupakan instrumen penting sebagai indikator dari pelaksanaan pemilihan umum. Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat. Reformasi pasca otoritarianisme Orde Baru, telah menghidupkan kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam suatu negara modern. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai multi partai.Semakin banyak partai politik maka semakin memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak- haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara. 2 Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 136 Universitas Sumatera Utara Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan- perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Sistem multi partai disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antar partai pada saat itu. Pengaruh partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet pemerintahan. Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi ideologi maupun pemanfaatan isu nasional. Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing- masing. Selain itu tingkat kompetisi antar partai politik peserta pemilu untuk mempengaruhi konstituen dan merebut kekuasaan sangat terbuka. Tidak jarang praktik-praktik politik, penggiringan massa, dan upaya mempengaruhi massa dilakukan dengan cara-cara yang kurang mengindahkan etika dan sopan satun politik sehingga menimbulkan konflik antar partai politik. Konflik antar partai yang didasari oleh perbedaan ideologi, kemungkinan besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk Universitas Sumatera Utara sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut. Dalam perjalannya berbagai kajian politik dilaksanakan untuk mencapai kesempurnaan konseptual dari sistem pemilu agar mencapai sistem demokrasi yang sesuai. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum belum dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sistem Pemilu electoral system merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini dapat dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat. Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing wakil rakyat mereka. Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah mentransformasi suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini bertujuan agarpemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya masing- masing. Pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu- pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPD, DPR dan DPRD Universitas Sumatera Utara dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang proporsional dengan sistem daftar calon terbuka sesuai dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai politik akan mendapatkan kursi dari sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada calon yang memenuhi, maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. 3 Hal ini secara nyata telah mengalami distorsi sistemis yang dapat berimplikasi secara serius terhadap proses rekrutmen politik dan kualitas wakil rakyat yang dihasilkannya. Pada pemilu 2009, ada beberapa hal yang berbeda dari pemilu yang sebelumnya yaitu terkait dengan penentuan calon di sebuah partai politik yang memperoleh kursi parlemen adalah didasarkan pada sistem suara terbanyak. Penempatan wakil rakyat di parlemen tidak lagi menggunakan sistem nomor urut, sehingga dapat dipastikan nomor urut bukanlah jaminan lolos atau tidaknya caleg dari sebuah partai. Penggunaan sistem suara terbanyak berdasarkan putusan MK No. 22-24PUU-VI2008 menganulir pasal 214 UU No. 102008 tentang Pemilu Anggota Legislatif yaitu Penentuan calon terpilih tidak lagi didasarkan pada sistem nomor urut melainkan dengan sistem suara terbanyak. 4 Artinya rakyat diberikan kebebasan dalam memilih calon wakil rakyatnya. Ini dimaksudkan agar 3 Pasal 107 ayat 2 UU No 122003 tentang Pemilu Legislatif 4 Junaidi.Pergeseran Peran Partai Politik Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :22-24PUU-VI2008. Jurnal Ilmu Hukum , Volume 02 No. 2.Hal. 1 Universitas Sumatera Utara wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar representasi rakyat, yang pada akhirnya akan lebih bertanggung jawab. Dominasi nomor urut pada pasal 214 sebelum dianulir oleh MK, sesungguhnya tak berbeda jauh dengan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2004 lalu. Hanya aspek 30 BPP saja yang menjadi warna baru. Meski demikian, secara politis, yang diutamakan adalah nomor urut. Sebab perolehan angka 30 BPP bagi caleg di internal parpol merupakan faktor yang sedemikian sulit setelah perolehan kursi parpol sebesar 50 BPP. Di satu sisi, banyaknya parpol kontestan pemilu dan melimpahnya caleg di masing-masing parpol kian membingungkan masyarakat pemilih. Preverensi pemilih yang diprediksi akan terpecah-belah oleh kehadiran parpol baru, akan diperparah oleh prediksi besarnya kesalahan memilih karena kesulitan membedakan kertas suara untuk anggota DPR RI dan DPRD. Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya konflik terjadi antar partai politk dalam rangka memperebutkan suara, namun pada Pemilu 2009, potensi konflik itu semakin meluas hingga konflik internal partai. Kondisi ini disebabkan oleh pertarungan dan perebutan suara antar calon legislatif dalam satu partai. Sebab mekanisme yang ada ditentukan oleh jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh masing-masing calon legislatif tanpa melihat nomor urut yang biasanya mencerminkan kapabilitas dan kapasitas kader parpol. Pemilu 2009 merupakan sebuah suasana dan arena konflik kepentingan yang ingin berebut kekuasaan. Masing-masing individu yang bertarung dalam pesta demokrasi itu berusaha untuk menyingkirkan lawan-lawannya tak terkecuali Universitas Sumatera Utara sesama partai. Ini mengindikasikan adanya konflik di internal partai itu, mekanisme pemilihan langsung ini telah menggeser konflik pada ranah internal. Hasilnya adalah adanya perpecahan partai politik. Pada pemilu 2014, tidak ada perbedaan antara UU Pemilu No. 10 tahun 2008 dengan Pemilu 2014 dalam hal sistem yang digunakan dalam pemilu, yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Menyusutnya jumlah partai politik parpol di Pemilu 2014 yang hanya menjadi 12 parpol plus 3 parpol lokal Aceh, membuat potensi kerawanan konflik berubah. Jika pada Pemilu sebelumnya potensi kerawanan cenderung terjadi antar partai, kini kecenderungan konflik justru terjadi antar calon legislatif internal sesama partai. Dengan diterapkan penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan tidak berdasarkan nomor urut, hal ini sangat rentan memicu timbulnya konflik di internal partai politik antar sesama calon legislatif. Calon legislatif dengan nomor urut besar tidak perlu khawatir dengan calon nomor urut kecil, karena peluang untuk menang dalam pemilu legislatif sama dan tidak ditentukan dari nomor urut. Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilu legislatif, dalam perwakilannya memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan Universitas Sumatera Utara dapil. 5 Pemilu legislatif di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Siatasbarita dan Adiankoting, persaingan antar calon legislatif sangat terbuka dalam untuk mendapatkan jatuh satu kursi untuk duduk di DPRD. Namun dalam persaingan antar calon legislatif di dapil tersebut sangat rentan timbulnya konflik, hal ini diakibatkan calon legislatif akan bersaing dengan calon lainnya dalam satu partai. Tidak adanya penentuan pemenang berdasarkan nomor urut akan memungkinkan calon untuk berlomba- lomba terjun ke konstituen dan menghalalkan segala cara dalam menggalang suara sebanyak-banyaknya. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa calon dengan nomor urut satu yang mempunyai kemampuan, mutu dan integritas akan menang karena bisa saja dikalahkan oleh calon yang mempunyai popularitas. Jadi kemenangan ditentukan oleh kerja keras dan kerja cerdas dari si calon dalam faktor mendekatkan diri kepada konstituen. Sehingga konflik tidak lagi terjadi antar partai politik namun telah bergeser menjadi konflik internal parati politik. Melihat rentannya konflik yang terjadi pada antar partai politik maupun internal partai politik membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut dan mengkonsepkanya kedalam judul penelitian yaitu “Pergeseran Konflik dari Antar Partai Politik menjadi Konflik Antar Internal Partai Politik di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014”. 5 Daerah pemilihan adalah daerah yang dijadikan tempat pemilih untuk memilih wakilnya sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan oleh lembaga KPU pada pemilihan umum legislatif.Daerah pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi; Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah KabupatenKota atau gabungan KabupatenKota; Daerah pemilihan DPRD KabupatenKota adalah Kecamatan atau gabungan Kecamatan. Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah