tidak mendidik para pegawainya untuk bertindak dan membuat keputusan sendiri. Dengan kata lain, dilarang keras bertindak sendiri dalam memutuskan sesuatu,
tanpa berbincang dan meminta pertimbangan dari rekan yang lain. Semua tindakan dan keputusan harus dibuat secara bersama-sama.
Berdasarkan uraian latar sosial dalam roman Stupeur et tremblements, maka dapat disimpulkan bahwa cerita dilatari oleh keadaan sosial kelas pekerja di
Jepang pada tahun 1990. Rata-rata pekerja di perusahaan besar di Jepang memiliki etos kerja yang tinggi. Keadaan tersebut menuntut Amélie untuk disiplin,
produktif, dan cekatan agar eksistensinya sebagai interpreter di perusahaan Yumimoto mampu mendapatkan pengakuan.
4. Tema
a. Tema Sentral
Tema yang paling menonjol dalam cerita roman autobiografi Stupeur et tremblements karya Amélie Nothomb adalah culture shock. Tema inilah yang
mendasari Amélie Nothomb dalam memilih judul romannya. Stupeur et tremblements adalah sebuah tradisi yang digunakan oleh masyarakat Jepang
dalam menemui seorang Kaisar dan berbicara dengannya. Stupeur et tremblements adalah dua kata yang berasal dari bahasa Prancis. Stupeur artinya
keheranan atau keadaan heran dan tremblements artinya getaran atau keadaan gemetar. Stupeur et tremblements dapat diartikan sebagai sebuah ekspresi orang
barat, yaitu Amélie yang merasa heran dan gemetar menghadapi dan menyikapi budaya Jepang yang jauh berbeda dengan budaya Jepang yang ia ketahui pada
masa kecilnya.
Tradisi Stupeur et tremblements muncul pada awal penceritaan, yaitu ketika Amélie datang ke perusahaan Yumimoto di hari pertamanya bekerja.
Berdasarkan budaya yang berlaku dalam perusahaan Yumimoto, pegawai baru diwajibkan untuk melaporkan kedatangannya pada resepsionis. Hal ini bertujuan
agar pegawai baru tersebut nantinya dapat dibimbing oleh salah seorang atasannya untuk berkenalan dengan rekan-rekan kerjanya bahkan dengan pihak pengelola.
Namun dikarenakan oleh ketidaktahuan Amélie akan budaya tersebut, Amélie lupa untuk melaporkan kedatangannya pada resepsionis. Melalui sebuah
pertemuan yang tidak disengaja antara Amélie dan Saito di lantai 44, Saito mengingatkan Amélie akan hal tersebut. Saito pun membawa Amélie ke dalam
ruang kerja Haneda. Ia adalah presiden Departemen Ekspor-Impor. Sebagai salah satu pihak pengelola yang memiliki kedudukan paling tinggi di Departemen
Ekspor-Impor, Haneda berhak mendapatkan penghormatan yang tinggi dari para bawahannya. Pada saat itu, Amélie pun menyampaikan perkenalannya kepada
Haneda menggunakan cara khas yang telah menjadi tradisi di perusahaan Yumimoto, yaitu Stupeur et tremblements.
Tradisi Stupeur et tremblements juga muncul dalam peristiwa pengunduran diri Amélie. Secara tradisi, pengunduran diri di perusahaan Yumimoto harus
disampaikan secara langsung. Seorang bawahan diharuskan menyampaikan pengunduran dirinya kepada atasan langsungnya, kemudian atasan selanjutnya
dan seterusnya. Disamping itu, tradisi Stupeur et tremblements juga harus digunakan oleh Amélie ketika ia menyampaikan pengunduran dirinya kepada para
atasannya. Berikut kutipan yang menyatakan hal tersebut.
“Dans l’action protocole impérial nippon, il est stipulé que l’on s’addressera à l’Empereur avec « stupeur et tremblements ».
........................................................................................................................ Je pris donc le masque de la stupeur et je commençai à trembler. Je
plong eai un regard plein d’effroi dans celui de la jeune femme.” p. 160
“Dalam menjalankan protokol kekaisaran Nipon dijelaskan bahwa ketika kita menghadap kaisar, kita berada dalam keadaan heran dan
gemetar........................................................................................................... Jadi, aku mengenakan topeng keheranan dan aku pun mulai gemetar. Aku
tenggelam dalam pandangan penuh dengan rasa takut yang sangat
mencekam di hadapan wanita muda itu.” hal. 160 Kutipan di atas mengandung arti bahwa Amélie diharuskan menggunakan
tradisi Stupeur et tremblements saat bertemu dengan Fubuki untuk menyampaikan pengunduran dirinya. Hal ini Amélie lakukan seperti ketika ia berhadapan dengan
seorang Kaisar. Keterpukauan dan keadaan gemetar yang muncul dalam tradisi Stupeur et tremblements mengindikasikan sebuah penghormatan seorang bawahan
kepada atasannya. Tradisi tersebut selalu Amélie gunakan selama ia masih berada di perusahaan Yumimoto.
”... contrat ou pas contrat, on était engagé forcement pour toujours, on ne quittait pas un emploi sans y mettre les formes. Pour respecter la tradition,
je devais présenter ma démission à chaque échelon hiérarchique.” p. 153
“... kita akan selalu terikat baik karena kita memiliki kontrak ataupun tidak. Bahkan kita akan tetap terikat apabila kita meninggalkan sebuah
pekerjaan tanpa memberitahukan hal tersebut atau menyampaikan pengunduran diri. Oleh karena itu, untuk menghormati tradisi, aku harus
menyampaikan pengunduran diriku kepada setiap tingkat hier arkis.” hal.
153 Berdasarkan kutipan di atas, Amélie dianggap masih menjadi bagian dari
perusahaan Yumimoto selama ia belum mengundurkan diri. Oleh karena itu, sebagai salah satu pegawai perusahaan Yumimoto, Amélie harus menyampaikan
pengunduran dirinya kepada seluruh atasannya, yaitu Fubuki, Saito, Omochi dan
Haneda. Hal tersebut adalah sebuah tradisi perusahaan Yumimoto sehingga Amélie pun harus menghormatinya dengan cara melakukan tradisi tersebut.
Selanjutnya tema culture shock juga muncul ketika Saito memarahi Amélie atas inisiatif Amélie mendistribusikan surat dan memperbarui kalender.
Saito menganggap Amélie telah melakukan tindakan kriminal inisiatif karena Amélie tidak meminta izin terlebih dahulu kepada atasannya dalam melakukan
dua pekerjaan tersebut, sehingga ia dianggap telah mencuri pekerjaan orang lain. Budaya kerja yang diaplikasikan dalam perusahaan Yumimoto adalah bekerja
dalam kelompok dan atas izin atau pengetahuan kelompok. Oleh karena itu, tindakan individual seperti yang dilakukan oleh Amélie tidak memiliki tempat
dalam perusahaan Yumimoto. Akhirnya, inisiatif Amélie pun tidak dibenarkan dalam perusahaan Yumimoto.
b. Tema Tambahan
Beberapa tema tambahan seperti penyalahgunaan peran, kedengkian, dan loyalitas turut mendukung tema mayor dalam cerita roman autobiografi Stupeur et
tremblements karya Amélie Nothomb. Tema penyalahgunaan peran dalam cerita ini tampak dalam tindakan Saito yang memanfaatkan posisinya sebagai atasan
Amélie. Ia memberikan perintah pada Amélie sesuka hatinya. Kemudian Fubuki, ia memberikan pekerjaan yang tidak sesuaidengan kemampuan Amélie seperti
menyusun laporan Pembukuan dan membersihkan toilet sebagai bentuk pelampiasan amarahnya pada Amélie.
Tema kedengkian hadir pada saat Amélie hampir mendapatkan promosi dari Tenshi. Obsesi Fubuki untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi di
perusahaan Yumimoto membuatnya mudah menjadi pendengki saat melihat orang lain yang dengan mudah mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Kedengkian
tersebut mendorong Fubuki untuk melakukan tindakan yang dapat menghindarkan Amélie dalam mendapatkan kesempatan serupa di lain waktu. Misalnya, Fubuki
meminta Amélie untuk membersihkan toilet. Secara tidak langsung, Amélie telah disibukkan oleh pekerjaan yang tidak sesuai dengan keterampilannya. Selain itu,
ia dipandang sepele oleh pegawai lain. Seperti saat Amélie bertemu Haneda di dalam toilet laki-laki. Hal itu tampak pada kutipan berikut.
“Il cessa de sourire quand il me vit retirer le rouleau de tissu qui n’était plus sec ni propre et le remplacer par un nouveau. Dès lors, il comprit et
n’osa plus me regarder. Il avait l’air très gêné.” p. 129 “Dia berhenti tersenyum ketika aku mengeluarkan gulungan tisu yang tak
lagi kering ataupun bersih dan menggantinya dengan yang baru. seketika itu, di
a paham dan tidak berani memandangku. Dia terlihat sangat kikuk.” hal. 129
Tema lain yang tersirat dalam cerita ini adalah loyalitas. Loyalitas dalam roman autobiografi Stupeur et tremblements karya Amélie Notomb mengandung
dua makna. Pertama loyalitas seorang bawahan kepada atasannya. Meskipun Saito beberapa kali meminta Amélie untuk melakukan sesuatu sesuka hatinya dan
memarahinya atas tindakan yang ia lakukan, namun Amélie tetap menghormatinya. Ia juga tidak pernah membantah perintahnya.
“Je devais trouver un moyen d’obéir à l’ordre de monsieur Saito.” p. 22
“Aku harus berhasil menemukan cara untuk mematuhi perintah Saito.” hal. 22
Kutipan di atas menunjukkan bahwa bagaimanapun keadaannya dan apapun bentuk perintah yang datang dari Saito, Amélie selalu berusaha untuk
mematuhinya, bahkan saat Saito memintanya untuk tidak lagi menggunakan bahasa Jepang di dalam perusahaan Yumimoto.
Begitu juga kepada Fubuki. Meskipun ia dilaporkan secara diam-diam kepada Omochi, Amélie tidak sedikitpun berencana untuk membalas dendam.
Bahkan ketika Fubuki memintanya untuk bekerja di dalam toilet, Amélie tetap mematuhi perintah tersebut.
Makna loyalitas yang kedua adalah kepatuhan pada tradisi. Penghormatan tinggi yang diberikan oleh seorang bawahan kepada atasannya merupakan salah
satu tradisi yang masih dipraktekkan di perusahaan Yumimoto. Seperti yang dilakukan oleh Amélie saat mengajukan pengunduran dirinya. Ia menyampaikan
pengunduran dirinya tersebut kepada setiap atasannya seperti ia sedang menghadapi seorang kaisar. Hal ini dijelaskan dalam kutipan berikut.
“Dans l’action protocole impérial nippon, il est stipulé que l’on s’addressera à l’Empereur avec « stupeur et tremblements »”. p. 160
“Dalam menjalankan protokol kekaisaran Nipon dijelaskan bahwa ketika kit
a menghadap kaisar, kita berada dalam keadaan terpukau dan gemetar.” hal. 160
Kutipan di atas menunjukkan bahwa meskipun tokoh utama tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan Yumimoto, namun ia tetap memberikan pengormatan
terakhirnya kepada para atasannya. Tindakan Amélie tersebut adalah salah satu bentuk loyalitasnya pada tradisi yang berlaku dalam perusahaan Yumimoto.
Tradisi penghormatan tinggi kepada atasan inilah yang sekaligus menjadi alasan pemilihan judul roman Stupeur et tremblements karya Amélie Nothomb.
B. Keterkaitan antarunsur intrinsik roman Stupeur et tremblements karya