Perkembangan Moral Kohlberg WUJUD EKSISTENSI TOKOH UTAMA DALAM ROMAN AUTOBIOGRAFI STUPEUR ET TREMBLEMENTS KARYA AMÉLIE NOTHOMB.

interpreter. Selain itu tema sentral didukung oleh tema-tema tambahan yang meliputi penyalahgunaan peran, kedengkian dan loyalitas.

C. Perkembangan Moral Kohlberg

Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 1041 adalah ajaran tentang baik buruknya perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila yang dapat diterima umum. Lawrence Kohlberg 1968: 24-30 menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan perkembangan moral manusia. Ketiga tingkatan tersebut disebutkan dalam tabel berikut. Tabel 3. Perkembangan Moral Kohlberg Tingkat 1 Prakonvensional 4-9 tahun Tingkat 2 Konvensional 10-15 tahun Tingkat 3 Pasca Konvensional 16 tahun Tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensi fisik perbuatannya secara langsung. Tingkah laku individu pada tahap ini tunduk pada peraturan dari luar, buka dari standar dirinya. - Stadiun 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman - Stadium 2. Orientasi minat pribadi Tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya pada pandangan dan harapa masyarakat. - Stadium 3. Orientasi keserasian inerpersonal dan konformitas sikap anak baik - Stadium 4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial Pada tahapan ini, prinsip- prinsip moral diterima atas kehendaknya sendiri. Individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat. Di samping itu, perspektif individu harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. - Stadium 5. Orientasi kontrak sosial - Stadium 6. Prinsip etika universal principal consciousness = berprinsip Berdasarkan tabel di atas, penulis melakukan penjabaran secara detail tentang tingkatan perkembangan moral menurut Kohlberg yang dibagi ke dalam 6 stadium. 1. Stadium 1 Pada stadium ini, individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Hukuman dan kepatuhan menjadi orientasi stadium 1. Anak patuh karena ia takut mendapatkan hukuman. Hukuman membentuk pandangan anak bahwa sudut pandang orang lain berbeda dengan sudut pandangnya. 2. Stadium 2 Stadium ini mendefinisikan perilaku yang benar dengan sesuatu yang paling diminati oleh anak. Pada tahap ini, anak hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri dan kurang memperhatikan kebutuhan orang lain, kecuali apabila kebutuhan tersebut berpengaruh terhadap kebutuhannya. Penghargaan menjadi orientasi stadium 2. 3. Stadium 3 Stadium ini menganggap individu telah mampu memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu pada stadium 3 bersedia menyesuaikan dirinya dengan orang lain karena hal tersebut mereflesikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Oleh karena itu, individu yang berada pada stadium ini mencoba untuk menjadi anak baik untuk memenuhi harapan tersebut. Stadium 3 menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal. Keinginan mematuhi aturan dan otoritas hanyalah digunakan sebagai alasan untuk menghindari penolakan orang lain terhadap peran sosialnya. 4. Stadium 4 Stadium ini menilai bahwa mematuhi hukum, keputusan dan konvensi sosial merupakan hal yang penting karena berguna dalam memelihara ketertiban dalam masyarakat. Penalaran moral dalam stadium 4 lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam stadium 3, yaitu kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Individu yang melanggar hukum secara moral dianggap salah. Celaan menjadi faktor yang signifikan dalam stadium ini karena memisahkan hal yang baik dan buruk berdasarkan hukum yang berlaku. 5. Stadium 5 Stadium ini menganggap bahwa individu-individu dipandang memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda. Mereka perlu dihormati dan dihargai tanpa memihak. Dalam tahap 5, tidak ada pilihan yang absolut karena keberadaan hukum atau aturan-aturan dianggap sebagai faktor penting untuk memenuhi kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, seorang individu diharapkan mampu menghormati kepentingan bersama. 6. Stadium 6 Individu dalam tahap ini, ia menyesuaikan dirinya dengan standar sosial sesuai dengan keinginan hati nuraninya, bukan karena kecaman sosial. Hal dikarenakan tindakan penyesuaian diri merupakan sebuah perwujudan tanggung jawab pribadi. Empati menjadi orientasi dalam stadium 6.

D. Wujud eksistensi tokoh utama roman autobiografi Stupeur et