Relasi Antarmanusia Eksistensialisme Jean-Paul Sartre

dapat hanya mengandalkan fisiknya. Ia harus mencari sendiri jati diri atau esensinya. Hal ini tidak lain agar hidup yang ia jalani penuh makna.

3. Relasi Antarmanusia

Salah satu gagasan Sartre tentang orang lain atau being-for others adalah l’enfer c’est les autres neraka adalah orang lain. Sartre menganggap bahwa kehadiran orang lain merupakan ancaman bagi eksistensiku sebagai manusia yang bebas. Ketika orang lain memandangku, maka orang tersebut menjadi subjek atas diriku. Keberadaan « aku » untuk orang lain serta posisi « aku » menjadi objek dan orang lain sebagai subjek merupakan dasar relasi antarmanusia Muzairi, 2002 : 167. Relasi antarmanusia baik sebaik subjek atau objek digambarkan oleh Sartre melalui Muzairi 2002 : 171 dalam beberapa wujud relasi sebagai berikut. 1 Cinta Seseorang yang mencintai, ia berkeinginan untuk memiliki dunia orang yang dicintainya. Hal ini menyebabkan orang yang dicintai menjadi objek. Harapan orang untuk dicintai secara terus-menerus membuatnya bersedia menyerahkan dirinya secara bulat-bulat. Keadaan seperti ini merupakan bentuk objektifikasi orang lain terhadap orang yang dicintainya. 2 Benci Kebencian orang lain dapat menjadi sebab kejatuhan seorang manusia yang bereksistensi. Hal ini dikarenakan orang lain ingin menguasai dan membinasakannya. Dalam Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre 2011 : 74-75, Sartre melalui Wibowo mengemukakan pendapatnya tentang relasi antarmanusia. Menurutnya, relasi antarmanusia selalu ditandai dengan konflik. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai keinginan untuk menjadi subjek di dalam dunianya sendiri, namun, keberadaan orang lain menyebabkan hal ini tidak mungkin terjadi. Keinginan-keinginan yang saling berbenturan memicu salah satu pihak untuk menjatuhkan pihak lainnya dengan tindakan-tindakannya. Akibatnya, akan ada satu pihak yang menjadi objek bagi pihak lainnya. Apabila pihak yang dijadikan objek tidak mampu menerima keadaannya sebagai objek, maka ia akan berusaha mengubah keadaan tersebut, yaitu menjadikan pihak tersebut sebagai objek baginya. Hal inilah yang disebut sebagai konflik dalam hubungan anatar manusia. Sartre memberikan contoh tentang konflik melalui rasa malu. Seseorang karena didorong rasa ingin tahu, ia memutuskan untuk mengintip melalui lubang kunci. Maka, ia adalah subjek dan dunia yang diintipnya melalui lubang kunci adalah objek baginya. Namun, tiba-tiba datanglah orang lain dibelakangnya dan orang tersebut memergokinya sedang mengintip. Awalnya ia tidak merasa malu, namun ketika ia sadar bahwa perbuatannya diketahui oleh orang lain maka ia menjadi malu. Selain rasa malu, keberadaannya sebagai subjek pun berganti menjadi objek karena hadirnya orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi memainkan peranan sangat penting, karena « dipandang » berarti « menjadi objek » Zaimar, 1990 : 148. Dengan demikian, konflik yang Sartre maksud dalam relasi antarmanusia adalah konflik pandangan. Konflik mempunyai kaitan yang erat dengan kesadaran manusia. Kesadaran ini ditandai oleh adanya tindakan Wibowo, 2011 : 74. Seseorang tahu bahwa dirinya « dipandang » oleh orang lain karena ia sadar akan hadirnya orang lain. Kesadarannya membuat dirinya bertindak untuk mempertahankan subjektivitasnya atau hanya pasrah membiarkan dirinya menjadi objek. Saat orang lain memergokiku mengintip melalui lubang kunci, mungkin ia akan melakukan tindakan-tindakan seperti : pergi menghindar dari orang lain tersebut, diam atau bahkan berkata bahwa ia tidak melakukan hal yang aneh jika ditanya apa yang sedang ia lakukan. Contoh tersebut menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan orang lain agar ia sadar akan keberadaannya. Kesadaran tersebut tidak lain karena hadirnya orang lain. “… I need the Other in order to realize fully all the structure of my being. The For-itself refers to the For- others” Sartre, 1956 : 222. Karena kesadaran orang lain bertindak terhadap kesadaranku, maka kesadaranku juga akan bertindak demikian terhadap kesadaran orang lain. Kesadaran-kesadaran tersebut selalu membentuk hubungan subjek dan objek. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa Sartre menganggap relasi antarmanusia hanyalah sebuah bentuk konflik. Di hadapan orang lain, seseorang hanya menjadi objek di dalam dunianya, bukan subjek di dalam dunianya sendiri. Hanya dengan sebuah pandangan, orang lain dapat menjadikan seseorang sebagai objek baginya bahkan menimbulkan rasa malu terhadap diri sendiri.

4. Kebebasan dan Tanggung Jawab