Pencarian Esensi Wujud eksistensi tokoh utama roman autobiografi Stupeur et

Secara psikologis, usia lima tahun adalah saat berkembang pesatnya penguasaan bahasa terutama dalam berbicara Hurlock, 1991: 113. Pada saat anak berusia lima tahun, menurut diagram Lipsitt, ia telah menguasai kurang lebih 2.200 kosa kata. 6 Ditilik dari masa kecilnya, keberadaan Amélie di Jepang membuatnya mampu menguasai bahasa Jepang. Selain itu, dalam waktu yang bersamaan Amélie hidup dalam lingkungan keluarga yang berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Oleh karena itu Amélie menguasai dua bahasa. Berdasarkan uraian tentang masa kecil Amélie, maka dapat disimpulkan bahwa kelahiran Amélie bukanlah sesuatu yang dapat dipilih. Amélie dilahirkan sebagai anak seorang diplomat Belgia untuk Jepang. Selain itu, dikarenakan pada saat Amélie berusia lima tahun belum mampu menentukan pilihan sendiri untuk hidupnya, maka ia hanya mengikuti keinginan orang tuanya untuk pindah ke China. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada di balik suatu kejadian. 7 Oleh karena itu, kebebasan untuk memilih dan bertindak yang diungkapkan oleh Sartre tidak bisa diaplikasikan dalam keadaan ini.

2. Pencarian Esensi

Amélie kecil yang berusia lima tahun, pada saat itu belum memahami hakikat sebuah eksistensi. Secara psikologis, anak seperti Amélie masih banyak menggantungkan dirinya kepada orang tua atau orang-orang terdekatnya. Pemahaman manusia akan eksistensinya berjalan beriringan dengan kesadarannya 6 Hurlock, Psikologi Perkembangan Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991 7 Renault, Alain. Psyco logie et Développement de l’enfant. Pays de la Loire : CEMEA akan prinsip hidupnya. Manusia dianggap bisa memahami prinsip hidupnya dimulai ketika ia berusia 16 tahun Kohlberg, 1968: 24-30. Selanjutnya, semakin matang usia seseorang, ia seharusnya secara moral juga semakin memahami pentingnya eksistensi. Cara manusia mendapatkan esensinya menurut Sartre adalah dengan bereksistensi di lingkungan sosialnya. Hal ini dikarenakan eksistensi mendahului esensi. Selanjutnya upaya pencarian esensi dicapai melalui pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan. Oleh karena itu, pada usia 17 tahun Amélie memilih untuk mempelajari ilmu filologi, yaitu ilmu yang mempelajari kebudayaan manusia, terutama dengan menelaah karya-karya sastra lama atau sumber-sumber tertulis KBBI, 2002: 414. Pada usia tersebut, secara moral Amélie telah dianggap mampu memilih untuk dirinya. Amélie menyadari bahwa ia berkompeten di bidang filologi. Disamping itu, ia adalah seorang bilingual yang menguasai bahasa Inggris dan Jepang. Amélie mengawali upaya pencarian esensinya pada usia 22 tahun dengan menjadi interpreter di salah satu perusahaan di Jepang. Pada usia 22 tahun, seseorang dianggap telah mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sesuai dengan kehendak sendiri Kohlberg, 1968: 24-30. Oleh karena itu, Amélie berani memutuskan untuk memulai kariernya sebagai interpreter di Jepang. Melalui bahasa , Amélie ingin menunjukkan eksistensinya. Ia memutuskan untuk mendaftarkan dirinya di salah satu perusahaan Ekspor-Impor terbesar di Jepang, yaitu Yumimoto. Eksistensi Amélie sangat dipengaruhi oleh kebebasannya dalam memilih. Artinya, Amélie bebas memilih atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain. Keputusan Amélie untuk memulai karier sebagai interpreter di sebuah perusahaan Jepang merupakan salah satu kesadaran Amélie akan hidupnya. Salah satu usaha Amélie agar ia diterima di perusahaan Yumimoto adalah dengan mempelajari bahasa Jepang secara lebih khusus, yaitu bahasa Jepang untuk bisnis. “J’avais étudié la langue tokyoîte des affaires, j’avais passé des tests.” p.21 “Aku telah mempelajari bahasa Jepang untuk bisnis dan aku pun berhasil melalui tes.” hal.21 Berdasarkan kutipan di atas, Amélie telah menunjukkan usahanya agar diterima di perusahaan Yumimoto yaitu mempelajari bahasa Jepang untuk bisnis dan mengikuti tes masuk. Akhirnya, Amélie pun diterima bekerja sebagai interpreter di perusahaan Yumimoto pada tanggal 8 Januari 1990. Hal yang dilakukan Amélie menandakan bahwa dalam menentukan eksistensinya, selain telah memilih, Amélie juga telah bertindak. Sartre 1996: 26 mengatakan bahwa manusia tidak lain adalah apa yang ia perbuat. Usaha-usaha yang Amélie lakukan untuk hidupnya menunjukkan bahwa ia memiliki jiwa eksistensialis. Amélie menjadi subjek atas dirinya sendiri dengan berani menentukan pilihan untuk hidupnya.

3. Proses Objektifikasi pada Amélie