THE USE OF AUDIO VISUAL MEDIA TO INCREASE THE STUDENT’S MOTIVATIONAND LEARNING ACTIVITY PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

(1)

ABSTRACT

THE USE OF AUDIO VISUAL MEDIA TO INCREASE THE STUDENT’S MOTIVATIONAND LEARNING ACTIVITY

By

FITRI INDRIANI

This research aimed to increase the students’ motivation and learning activity in learning Social Studies by using audio visual media. The method used in this research was classroom action research (CAR) which consisted of three cycles of planning, doing, observing, and reflection. The data collecting technique used questionnaire and observation. The research result showed that there was an increase on: (1) students’ learning motivation, the indicator reached the second cycle as did the three cycles, the better the results, (2) student learning activities, the second cycle of the indicator has been reached and three cycles of increasing and has reached 75%.


(2)

ABSTRAK

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

Oleh

FITRI INDRIANI

Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan menggunakan media audio visual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket dan observasi. Hasil Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada: (1) motivasi belajar siswa, indikator tercapai pada siklus kedua begitupun pada siklus tiga hasilnya semakin baik, (2) aktivitas belajar siswa, siklus kedua indikatornya juga sudah tercapai selanjutnya siklus tiga semakin meningkat dan ≥ 75%.


(3)

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

Oleh

FITRI INDRIANI

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

Peneliti dilahirkan di Sungai Gerong, Kabupaten Musi Banyuasin II Sumatera Selatan pada tanggal 21 Oktober 1974, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan dari Bapak Hi. Asnan Ibrahim, B.E. dan Ibu Hj. Syoldiah.

Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Taman Siswa I Sungai Gerong pada tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama di SMP Yaktapena 3 Sungai Gerong pada tahun 1990, Pendidikan Menengah Atas di SMA Yaktapena 2 Sungai Gerong pada tahun 1993. Selanjutnya peneliti kuliah S1 FKIP/IPS/GEOGRAFI Universitas Lampung di Bandar Lampung selesai pada tahun 1998.

Peneliti diangkat menjadi PNS pada bulan Maret tahun 1999 di SMP Negeri 1 Cukuh Balak KabupatenTanggamus Propinsi Lampung, pada tahun 2001 pindah mengajar di SMP Negeri 26 Bandar Lampung hingga saat ini. Menikah dengan Nasrun Zubir, S.E pada tanggal 24 Agustus 1997 dan dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama Rafinaldo Asfin Pratama dan Maulana Azis Asfin Aribi. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung pada program studi Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


(8)

MOTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,

sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

(Al Qur’an; Surah Al

-Insyrah ; 5,6)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling

banyak manfaatnya untuk manusia yang lain.

(Rasulullah Muhammad SAW)

Setiap kebaikan akan berbalas kebaikan

(Al-qur

’an

; Surah Arrahman; 60)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang diberikan Allah SWT, peneliti persembahkan tesis ini kepada orang-orang terkasih berikut ini. 1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hi. Asnan Ibrahim, B.E. dan Ibunda Hj.

Syoldiah yang telah mendidikku untuk selalu bekerja keras, sabar, ikhlas dan selalu bersyukur atas limpahan rahmat dari Allah SWT sehingga peneliti bisa seperti sekarang ini.

2. Kedua mertuaku Bapak Zubir Ali (almarhum) dan Ibu Zaenab.

3. Suamiku tercinta Nasrun Zubir, S.E. yang selalu memberikan motivasi, perhatian, pengertian, pengorbanan dan kesabaran sampai peneliti menyelesaikan tesis ini terimakasih suamiku atas semuanya.

4. Anak-anakku tersayang: Rafinaldo Asfin Pratama dan Maulana Azis Asfin Aribi yang sering terlupakan dan terabaikan karena kesibukan peneliti dalam menyelesaikan studi. Terimakasih anak-anakku tercinta.

5. Terimakasih adik-adikku: Evy Nopitasari, Deky Firdiansyah dan Dody Octarian (almarhum) yang selalu kusayang serta telah banyak membantu dan mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.


(10)

SANWACANA

Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti memiliki kekuatan lahir batin dan akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti berterima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Herianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung, dan sekaligus sebagai pembimbing I.

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., Selaku Ketua Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, yang telah memberikan


(11)

sehingga tesis ini bisa diselesaikan.

5. Bapak Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.E, S.Pd. M.M. selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi motivasi, saran dan ide-ide hingga tesis ini selesai.

6. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku pembahas I yang bersedia memberikan masukan, saran dan kritik membangun demi kesempurnaan tesis ini.

7. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku pembahas II yang bersedia untuk membimbing, memberi masukan, saran dan menyumbangkan pemikirannya hingga tesis ini semakin baik.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti.

9. Bapak Hi. Zamhasri, S.Pd. M.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 26 Bandar Lampung yang telah memberi motivasi, memberikan ijin penelitian, dan juga mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.

10. Pendamping setiaku Nasrun Zubir, S.E. dan anak-anakku yang penuh pengertian, kesabaran, keikhlasan dan juga sering terabaikan dalam peneliti menyelesaikan tesis ini.

11. Sahabat-sahabatku: Bunda Siti, Bu Fau, Mimi, Rita, Irma, Nda Fatma, Inayah, Mbk April, Rosse, Bunda Maryani, Dani, Sri Astuti (almarhum), Mbak Yuli, Mbak Tuti, Mbk Nyimas, Uni Evi, Bu Aisyah, Bu Budimah dan Pak Wasiat.


(12)

12. Sahabat-sahabatku Magister Pasca Sarjana Pendidikan IPS Angkatan 2012, rekan sekerja yang telah memotivasi peneliti serta teman seperjuangan yang tak bisa disebutkan satu persatu atas kerjasama, bantuannya, dan doanya hingga tesis ini selesai.

13. Seluruh peserta didikku SMP Negeri 26 Bandar Lampung yang telah banyak membantu peneliti selama penelitian berlangsung.

Akhirnya peneliti berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan yang terus berkembang dalam menghadapi tantangan dan rintangan seiring dengan tuntutan zaman.

Bandar Lampung, Februari 2014

Fitri Indriani


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 6

1.3.Rumusan Masalah ... 7

1.4.Tujuan Penelitian ... 7

1.5.Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.5.2 Manfaat Praktis ... 8

1.5.2.1 Bagi Siswa ... 8

1.5.2.2 Bagi Guru ... 9

1.5.2.3 Bagi Sekolah ... 9

1.6.Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1.6.1 Subjek Penelitian ... 10

1.6.2 Waktu Pelaksanaan ... 10

16.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kajian Teori ... 12

2.1.1. Pengertian Belajar ... 12

2.1.2. Teori Belajar ... 14

2.1.2.1 Teori Belajar Behavioristik ... 15

2.1.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme ... 17

2.1.2.3 Teori Belajar Kognitivisme ... 20

2.1.3. Pengertian Pembelajaran ... 22

2.1.4. Media Pembelajaran ... 25

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 25

2.1.4.2 Jenis Media Pembelajaran ... 27

2.1.4.2.1 Media Visual ... 30

2.1.4.2.2 Media Audio ... 32

2.1.4.2.3 Media Audio Visual ... 32

2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran ... 33

2.1.5. Motivasi Belajar ... 35


(14)

2.1.8. Kerangka Pikir ... 42

2.2. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 43

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Pendekatan Penelitian ... 45

3.2Prosedur Penelitian ... 46

3.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

3.4Subjek dan Objek Penelitian ... 51

3.4.1 Subjek Penelitian ... 51

3.4.2 Objek Penelitian ... 52

3.5Definisi Operasional Tindakan ... 52

3.5.1 Media Audio Visual ... 53

3.5.2 Motivasi Belajar ... 55

3.5.3 Aktivitas Belajar ... 56

3.5.4 Prestasi Belajar ... 57

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 57

3.6.1 Observasi ... 57

3.6.2 Angket atau Kuesioner ... 59

3.6.3 Tes Tertulis ... 60

3.6.4 Alat Pengambilan Gambar/ Foto ... . 62

3.7 Tekhnik Analisis Data ... 63

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Kondisi Umum Tempat Penelitian... 64

4.1.1 Gambaran dan Kondisi Secara Umum ... 64

4.1.2 Visi SMP Negeri 26 Bandar Lampung ... 65

4.1.3 Misi SMP Negeri 26 Bandar Lampung ... 65

4.1.4 Tujuan SMP Negeri 26 Bandar Lampung ... 66

4.1.5 Sarana dan Fasilitas Pembelajaran ... 66

4.1.6 Keadaan Guru dan Karyawan ... 67

4.1.7 Keadaan Peserta Didik SMP Negeri 26 Bandar Lampung ... 68

4.2Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

4.2.1 Siklus I ... 68

4.2.1.1Perencanaan ... 68

4.2.1.2Pelaksanaan Tindakan ... 70

4.2.1.3Pengamatan atau Observasi ... 76

4.2.1.4Refleksi ... 77

4.2.1.5Analisis Data Awal Siklus I ... 80

4.2.2 Siklus 2 ... 89

4.2.2.1Perencanaan Tindakan ... 89

4.2.2.2Pelaksanaan Tindakan ... 90

4.2.2.3Pengamatan atau Observasi ... 97

4.2.2.4Refleksi ... 98

4.2.2.5Analisis Data Awal Siklus 2 ... 99

4.2.3 Siklus 3 ... 102

4.2.3.1Perencanaan atau Persiapan Tindakan ... 108


(15)

4.2.3.3Pengamatan atau Observasi ... 116

4.2.3.4Refleksi ... 117

4.2.3.5Analisis Data Awal Siklus 3 ... 119

4.3Pembahasan Hasil Penelitian ... 125

4.3.1 Analisis Terhadap Guru Mengajar dan Temuan pada Siklus 1-3 125 4.3.2 Analisis Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Siklus 1-3 ... 130

4.3.3 Analisis Terhadap Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus 1-3 .... 132

4.3.4 Analisis Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Siklus 1-3 ... 134

4.3.5 Hasil Keseluruhan Per Indikator ... 138

4.4Temuan Penelitian ... 145

4.5Keterbatasan Penelitian ... 147

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1Simpulan ... 148

5.2Implikasi ... 149

5.2.1 Implikasi Penelitian ... 149

5.2.2 Implikasi Teoritis ... 149

5.2.3 Implikasi Kebijakan ... 149

5.2.4 Implikasi Praktis ... 149

5.3 Saran ... 150

5.3.1 Kepada Guru ... 150

5.3.2 Kepada Siswa ... 151

5.3.3 Kepada Sekolah ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 153 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1Hasil Observasi Awal Data Distribusi Motivasi Belajar Siswa

Kelas VII F ... 2

1.2Hasil Observasi Awal Data Distribusi Frekuensi Aktivitas Peserta Didik Kelas VII F ... 5

3.1Indikator Proses Pembelajaran yang Dinilai ... 53

3.2Indikator Keberhasilan Motivasi BelajarSiswa ... 56

3.3Indikator Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa ... 56

3.4Indikator Keberhasilan Prestasi Belajar Siswa ... 57

3.5Kisi-Kisi Aktivitas Belajar Siswa ... 58

3.6Kisi-Kisi Angket Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik ... 59

3.7Interprestasi Reliabilitas ... 62

4.1Daftar Sarana Prasarana SMP Negeri 26 Bandar Lampung ... 65

4.2Keadaan Guru SMPN 26 Bandar Lampung Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67

4.3Keadaan Peserta Didik SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013 ... 68

4.4Hasil Observasi Guru dalam Mengajar Menggunakan Media Audio Visual Siklus I ... 81

4.5Hasil Motivasi Siklus I ... 83

4.6Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 86

4.7Persentase Prestasi Belajar Siswa Siklus I ... 87

4.8Kelebihan dan Kelemahan pada Siklus I ... 88

4.9Indikator Pembelajaran terhadap Guru Mengajar Siklus 1-2 ... 99

4.10 Tabel Observasi Guru Dalam Mengajar Menggunakan audio Visual ... 101

4.11 Persentase Motivasi Belajar Siklus 2 ... 103

4.12 Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2 ... 105

4.13 Persentase Prestasi Belajar Siswa Siklus 2 ... 106

4.14 Identifikasi Hasil Refleksi Siklus 2 ... 107

4.15 Identifikasi Hasil Refleksi Siklus 3 ... 119

4.16 Hasil Observasi Guru dalam Mengajar Menggunakan Media Audio Visual Siklus 3 ... 121

4.17 Persentasel Motivasi Belajar Siswa Siklus 3 ... 123

4.18 Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus 3 ... 124

4.19 Persentase Prestasi Belajar Siswa Siklus 3 ... 125


(17)

4.21 Temuan Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1-3 ... 126

4.22 Persentase Motivasi Belajar Siswa Siklus 1-3 ... 130

4.23 Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1-3 ... 132

4.24 Prestasi Belajar Siswa Siklus 1-3 ... 134

4.25 Hasil Keseluruhan Guru Mengajar, Motivasi, Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa dari Siklus 1 – 3 ... 139


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1Kerucut pengalaman Edgar Dale ... 31

2.2Skema kerangka pikir ... 43

3.1Rencana PTK Kemmis dan Mc Taggart ... 47

3.2Triangulasi ... 57

4.1Situasi pembelajaran siklus 1 ... . 73

4.2Video pembelajaran siklus 1 ... 76

4.3Situasi pembelajaran siklus 1 ... . 79

4.4Video pembelajaran siklus 2 ... . 93

4.5Situasi pembelajaran siklus 2 ... . 97

4.6Siswa presentase di depan kelas ... ... 97

4.7Situasi pembelajaran siklus 2 ... . 106

4.8Siswa berdiskusi kelompok pada siklus 3 ... ... 113

4.9Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompokknya ... ... 113

4.10 Diagram hasil penelitian siklus 1-3 ... .. 118

4.11 Diagram Peningkatan Guru Mengajar Siklus 1-3 ... 126

4.12Diagram Hasil Motivasi Belajar Siswa Siklus 1-3 ... 131

4.13Diagram Hasil Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1-3 ... 133

4.14Diagram Hasil Prestasi Belajar Dari Siklus 1-3 ... 134


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat izin penelitian 1

2. Surat keterangan melakukan penelitian 2

3. Silabus 3

4. Program semester 4

5. Program tahunan 5

6. Distribusi alokasi waktu 6

7. Criteria ketuntasan minimal 7

8. Lembar observasi guru 8

9. Lembar angket motivasi 9

10. Lembar observasi aktivitas 10

11. Silabus siklus I 11

12. RPP siklus I 12

13. Lembar analisis observasi guru siklus I 13 14. Lembar analisis motivasi siswa siklus I 14 15. Lembar analisis aktivitas siswa siklus I 15 16. Lembar analisis prestasi belajar siklus I 16

17. Silabus siklus II 17

18. RPP siklus II 18

19. Lembar analisis observasi siklus II 19 20. Lembar analisis motivasi siswa siklus II 20 21. Lembar analisis aktivitas siswa siklus II 21 22. Lembar analisis prestasi siswa siklus II 22

23. Silabus siklus III 23

24. RPP siklus III 24

25. Lembar observasi siswa siklus III 25

26. Lembar analisis motivasi siswa siklus III 26 27. Lembar analisis aktivitas siswa siklus III 27 28. Lembar analisis prestasi belajar siswa siklus III 28


(20)

I. PENDAHULUAN

Pembahasan pada bab ini difokuskan pada beberapa hal pokok yang berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Untuk memberikan arah pembahasan yang lebih fokus maka pada bagian ini perlu dibahas beberapa hal yang lebih mengarah pada judul yaitu berupa rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

SMP Negeri 26 Bandar Lampung merupakan salah satu SMP negeri di Kota Bandar Lampung, terletak di wilayah Kecamatan Tanjung Karang Barat, dan

memiliki visi serta misi sekolah, yaitu: “Menjadi Pusat Sumber Belajar yang Bermutu”, sedangkan misi dari sekolah antara lain: (1) meningkatkan nilai rata -rata ujian nasional pada setiap angkatan, (2) meningkatkan prestasi dalam bidang olimpiade MIPA dan KIR, (3) meningkatkan prestasi dalam bidang Kepramukaan dan PMR, (4) meningkatkan prestasi dalam bidang bola voli dan basket, (5) meningkatkan prestasi dalam bidang seni budaya daerah Lampung, (6) meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, (7) melaksanakan program pengambangan diri bagi warga sekolah untuk mendorong perkembangan potensi diri. (Visi dan Misi SMPN 26 Bandar Lampung)


(21)

Jumlah kelas yang terdapat di SMP Negeri 26 Bandar Lampung adalah 27 kelas dengan rincian untuk kelas 7 terdapat 10 kelas, kelas 8 ada 8 kelas dan kelas 9 ada 9 kelas dengan jumlah siswa 688 orang, jumlah siswa rata-rata perkelas 28 orang. Gedung SMP Negeri 26 Bandar Lampung hanya memiliki 20 ruang kelas sehingga antara jumlah kelas dengan jumlah ruangan kelas tidak memadai, oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan dua kali dalam sehari yaitu kelas pagi (masuk pukul 07.15 WIB sampai dengan 12.20 WIB) dan kelas siang (masuk pukul 12.30 WIB sampai dengan 17.00 WIB). Dengan adanya double shift ini, merupakan salah satu masalah dalam proses pembelajaran karena waktu belajar kurang efektif untuk kelas yang masuk siang.

Input siswanya berasal dari berbagai kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung, seperti Kecamatan Tanjung Karang Barat dan Kecamatan Kemiling, dan hanya sekitar 15% yang berasal dari luar kota, seperti dari Kecamatan Gedong Tataan. Dengan posisi sekolah yang berada dipinggiran kota dan sebagian siswa berasal dari daerah sehingga sebagian besar kualitas siswa yang masukpun rendah.

Hasil observasi awal data distribusi frekuensi motivasi peserta didik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1.1. Hasil observasi awal data distribusi motivasi belajar siswa

Rentang Skor F absolut F relatif Kategori skor

32 – 51 19 56% Sangat kurang

52 - 65 15 44% Kurang

Jumlah 34 100%

Rata-rata skor 43%


(22)

Berdasarkan pengamatan peneliti selain proses pembelajaran doble shift dan input siswa yang rendah, pembelajaran yang ada selama ini juga kurang didukung oleh fasilitas yang ada, seperti: fasilitas laboratorium komputer hanya terdapat 20 unit komputer untuk jumlah siswa sebanyak 688 orang, ini berarti jumlah komputer yang ada di laboratorium komputer sangat minim jumlahnya. Selain itu juga fasilitas buku-buku yang ada di perpustakaan jumlahnya terbatas, sehingga ketika para siswa membutuhkan buku yang mereka perlukan jumlahnya tidak mencukupi. LCD yang ada berjumlah 2 buah sehingga pemakaiannya harus secara bergantian.

Ditinjau dari proses pembelajaran masih monoton dan masih berpusat pada guru (teacher centered), artinya guru sebagai pusat sumber belajar. Saat pembelajaran guru sering mendominasi kelas, siswa hanya menerima yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat atau gagasan sangat kurang, siswa terlihat pasif dalam belajar sehingga pembelajaran yang dialami siswa kurang memberikan makna sebab kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran.

Selain aktivitas, peneliti juga mengamati motivasi belajar siswa yang rendah, hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa malas belajar, banyak mengantuk di kelas, kurangnya kemampuan bertanya, kurangnya semangat belajar, kurangnya minat membaca, rendahnya respon menjawab pertanyaan, penyelesaian tugas latihan dan pekerjaan rumah tidak tepat waktu, saat proses pembelajaran siswa kurang berinteraksi dengan baik, sebagai contohnya kurang memperhatikan materi yang


(23)

disampaikan oleh guru, sering membuat keributan dengan mengajak teman berbicara.

Ini semua merupakan faktor dari dalam diri siswa (intrinsik) maupun faktor dari luar diri siswa (ekstrinsik) yang merupakan penggerak (motivasi) yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Begitu pula dampak dari motivasi yang rendah ini adalah: aktivitas yang rendah, hal ini terlihat dari siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat diberi kesempatan untuk bertanya tidak ada siswa yang bertanya, meskipun ditunjuk nama siswa untuk menjawab maka siswa tersebut hanya diam.

Ada juga siswa yang tidak mencatat pelajaran sehingga buku tulis kosong, siswa izin bergantian ke toilet, siswa tidak merangkum materi yang ditugasi guru untuk mencatat. Pada saat diberi kesempatan untuk membaca buku teks pelajaran siswa malah bermain dengan temannya sehingga kelas menjadi ramai. Orientasi pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) sangat menekankan kemampuan intelektual, media pembelajaran sangat kurang bahkan tidak mendukung serta dilihat dari siswa kendalanya siswa yang pasif, minat belajar rendah. Ini berdampak pada suasana pembelajaran yang monoton.

Kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan belum menggunakan media pembelajaran dengan maksimal atau guru kurang kreatif dalam penggunaan media pembelajaran, sehingga materi yang disampaikan masih sangat verbal atau hanya berupa kalimat-kalimat saja. Situasi kelas menjadi jenuh dan monoton walau guru telah berupaya untuk menarik perhatian siswa agar tetap berkonsentrasi pada guru yang mengajar di depan, namun tidak dapat bertahan lama, kembali perhatian


(24)

siswa terpecah dan ini sangat menyulitkan bagi guru untuk mengembalikan pada situasi awal. Hal ini terjadi jika guru hanya mengandalkan metode ceramah diselingi tanya jawab, akibatnya guru sering marah pada siswa karena suasana belajar mengajar yang tidak tenang. Terkadang guru memberikan materi selingan berupa cerita lucu atau kisah-kisah sukses untuk menarik perhatian siswa agar tetap dapat mengikuti pelajaran.

Rendahnya aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2.Hasil observasi awal data distribusi frekuensi aktivitas belajar siswa Rentang Skor F absolut F relatif Kategori skor

52 - 65 27 71% Kurang

66 - 78 11 19% Sedang

Jumlah 38 100%

Rata-rata skor 60%

Sumber: Data Primer dan Pengamatan Peneliti T.P. 2012-2013

Berdasarkan banyaknya permasalahan yang timbul di SMP Negeri 26 Bandar Lampung, yang paling dominan adalah permasalahan rendahnya motivasi dan aktivitas belajar siswa. Untuk itu diperlukan berbagai pemecahan masalah, salah satunya dengan upaya peningkatan kualitas pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang membutuhkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: motivasi dan aktivitas belajar siswa, dengan dukungan orang tua dan yang sangat esensial yaitu pengembangan pembelajaran dan tersedianya berbagai fasilitas serta bahan ajar yang relevan.

Menurut Arsyad (2011: 15), pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan


(25)

motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain itu juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman atau memudahkan penafsiran data, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan, kreatif dan tidak membosankan (learning with fun).

Pemanfaatan multimedia selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal dalam pembelajaran, salah satu multi media adalah media audio visual sehingga peneliti tertarik menggunakan media audio visual untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa. Penelitian ini menggunakan kelas VII F sebagai sample karena kelas ini dapat mewakili seluruh kelas VII yang ada di SMP Negeri 26 Bandar Lampung.

Melalui penelitian menggunakan media audio visual ini diharapkan proses pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung dapat lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga motivasi dan aktivitas belajar siswa dalam pelajaran dapat meningkat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tindakan kelas yaitu pemanfaatan media audio visual untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1) Motivasi belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran IPS masih kurang baik. 2) Aktivitas belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran IPS masih kurang aktif. 3) Hasil belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran IPS masih kurang.


(26)

4) Sebagian besar guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional (Teacher Center).

5) Guru mengajar belum menggunakan ragam media. 6) Fasilistas belajar masih kurang

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pemanfaatan media audio visual dapat meningkatkan motivasi siswa pada pembelajaran IPS?

2. Bagaimanakah pemanfaatan media audio visual dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPS?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan media audio visual.

2. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan media audio visual.

1.5Manfaat Penelitian

Kegunaan dan manfaat hasil penelitian tindakan ini secara umum adalah dapat dijadikan acuan bagi tenaga pendidik agar senantiasa menggunakan media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar sehingga prestasi belajar siswa


(27)

juga dapat meningkat. Secara khusus dapat diuraikan manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis atas hasil penelitian ini adalah dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Sebagai sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan, pembelajaran di SMP khususnya Ilmu Pengetahuan Sosial.

b. Sebagai kajian program studi Pendidikan IPS dalam peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya melalui pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar.

c. Memberikan peluang peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori lain yang belum digunakan peneliti.

1.5.2 Manfaat Praktis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara praktis atas hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.5.2.1Bagi Siswa

a. Meningkatnya motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS. b. Meningkatnya aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

1.5.2.2Bagi Guru

a. Memperoleh pengalaman dalam penggunaan media audio visual yang dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPS.


(28)

b. Memperbaiki proses dalam pembelajaran dan kemampuan merencanakan serta menggunakan media audio visual yang dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPS kelas VII F SMPN 26 Bandar Lampung.

1.5.2.3Bagi Sekolah

a. Memberikan tambahan informasi atau masukan untuk menciptakan berbagai inovasi yang berkaitan dengan media pembelajaran supaya dapat digunakan oleh para pendidik dengan memberikan masukan pada sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui proses pembelajaran yang tepat. b. Menambah wawasan dan pengalaman yang dapat dijadikan bekal dalam

menghadapi tugas yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian tindakan kelas ini meliputi:

1. Pembelajaran dengan menggunakan media audio visual.

2. Peningkatan motivasi dan aktivitas belajar siswa yang meliputi enam indikator (mendengarkan penjelasan guru, merangkum peristiwa dari tayangan audio visual, menyimak, berdiskusi dalam kelompok, mengajukan pertanyaan/bertanya dan menjawab pertanyaan)

3. Peningkatan hasil belajar siswa yang mencakup ketuntasan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada tes formatif.

1.6.1 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII F SMP Negeri 26 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 28 orang.


(29)

1.6.2 Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian tindakan ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.

1.6.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ruang lingkup kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu bersumber dari kehidupan sosial dan masyarakat memiliki landasan dalam pengembangan, baik sebagai mata pelajaran maupun disiplin ilmu. Dalam IPS terdapat lima tradisi atau perspektif IPS yaitu: (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmision), (2) IPS sebagai ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences), (3) IPS sebagai penelitian mendalam (social studies as reflective inquiry), (4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social critism), (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu (sosial studies as personal development of individual) (Sapriya, 2009: 13).

Standar kompetensi dan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah menengah pertama (SMP), meliputi kajian: sosiologi, sejarah, geografi dan ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran IPS. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang memang tidak dapat langsung tampak hasilnya tetapi melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam kehidupannya. Pendidikan IPS harus membekali siswa tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai sehingga semua itu dapat membentuk citra diri siswa menjadi manusia yang memiliki jati diri yang mampu hidup ditengah masyarakat dengan damai dan


(30)

dapat dijadikan contoh teladan serta memberikan kelebihannya pada orang lain (Pargito, 2010: 54).


(31)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar (learning) adalah proses keragaman yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks (Margareth, 2011: 21). Definisi belajar secara lengkap juga dikemukakan oleh Slavin (2000: 141) yang mendefinisikan belajar sebagai:

Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Change caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at birth (such as reflexes and respon to hunger of pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and so much say earlier) that learning and development are inseparably linked.

Selanjutnya pada bagian lain Slavin juga mengatakan:

Learning takes place in many ways. Some time it is intentional, as when students acquire information presented in a classroom or when they look something up in the encyclopedia. Sometimes it is unintentional, as in the case of the child’s reaction to the needle. All sorts of learning are going on all the time.

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir, sehingga antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.


(32)

Menurut Baharuddin (2010: 16), belajar adalah serangkaian akitivitas yang terjadi pada pusat syaraf individu yang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak, karena terjadi secara mental dan tidak dapat diamati jika ada perubahan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan perilaku tersebut bisa dalam hal pengetahuan, afektif maupun prikomotoriknya dan merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang baru dipelajarinya atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Untuk mendapatkan perubahan tingkah laku tersebut, maka diperlukan tenaga pengajar yang memadai. Pengajar atau disebut juga dengan pendidik sangat berperan penting dalam proses pembelajaran, pendidik yang baik akan mampu membawa peserta didiknya menjadi lebih baik. Menurut Woolfolk (1995: 37), menyatakan bahwa “learning occurns whwn experience causes a relatively permanent change in an individual’s knowledge”. Disengaja atau tidak, perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke arah yang yang lebih baik atau sebaliknya. Pengertian belajar berarti adanya

“perubahan” berarti setiap orang yang belajar pasti mengalami perubahan, baik

pengetahuan, ketrampilan maupun sikap, semua perubahan yang terjadi itu diharapkan menuju ke arah yang lebih baik.

Smaldino (2012: 11), mengatakan belajar merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap yang baru ketika seseorang berikteraksi dengan informasi dan lingkungan. Lingkungan belajar diarahkan oleh guru dan


(33)

mencakup fasilitas fisik, suasana akademik dan emosional serta tekhnologi pengajaran. Secara umum, ketika pemelajar bergerak menuju pengalaman yang lebih abstrak, lebih banyak informasi dapat dipadatkan dalam waktu yang lebih singkat. Butuh lebih banyak waktu bagi para siswa untuk terlibat dalam simulasi dan permainan peran dari pada untuk menyajikan informasi yang sama dalam rekaman video, serangkaian visual, presentasi verbal atau teks dalam layar komputer atau dalam sebuah buku (Smaldino, 2011: 10). Dapat dikatakan bahwa teknologi dan media pengajaran merupakan alat bagi guru untuk melibatkan siswa dalam belajar, guru juga harus mampu memilih teknologi serta media terbaik bagi siswanya sehingga media tersebut dapat mengembangkan pembelajaran yang terjadi, yang akhirnya pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.

2.1.2 Teori Belajar

Penelitian tindakan kelas merujuk pada teori belajar konstruktivisme, kognitivisme dan teori humanisme. Berdasarkan hukum-hukum yang dikemukakan oleh Thorndike dalam Hamalik (2011: 44) lebih dilengkapi dengan prinsip-prinsip, sebagai berikut:

1. Peserta didik mampu membuat berbagai jawaban terhadap stimulus (multyple responses)

2. Belajar dibimbing diarahkan ke suatu tingkatan yang penting melalui sikap peserta didik itu sendiri

3. Suatu jawaban yang telah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain (bukan stimuli yang semula), yang oleh

Thorndike desbut dengan “Perubahan Asosiatif” (associative shifting) 4. Jawaban-jawaban terhadap situasi-situasi baru dapat dibuat apabila

peserta didik melihat adanya analogi dengan situasi-situasi terdahulu 5. Peserta didik dapat mereaksi selektif terhadap faktor-faktor yang esensial


(34)

Beberapa teori pembelajaran yang mendukung penelitian tindakan kelas pembelajaran IPS yaitu.

2.1.2.1 Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori belajar behavioristik (Budiningsih, 2005:20) dijelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan terjadi melalui rangsangan yang menimbulkan respon. Rangsangan yang dimaksud adalah lingkungan belajar anak, baik internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap rangsangan, jadi yang terpenting adalah input atau masukan yang berupa stimulus dan output atau keluaran berupa respon.

Perubahan yang terjadi melalui rangsangan yang menimbulkan respon. Rangsangan yang dimaksud adalah lingkungan belajar anak baik internal maupun eksteral yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalaah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap rangsangan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks sampai pada yang kompleks. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu prilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang tidak diinginkan mendapat penghargaan negatif.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan adalah dan pembelajaran hingga kini adalah aliran


(35)

behavioristik. Aliran ini menekankan pada pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku. Teori ini mengatakan bahwa pembelajaran akan berjalan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ada dalam kehidupan. Sesuai dengan pendapat Bruner yang melihat perkembangan seseorang melalui tiga tahapan yaitu:

1. Tahapan enactive, seseorang melakukan aktivitas dalam upaya memahami lingkungan sekitar.

2. Tahap iconic, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.

3. Tahap symbolic, seseorang telah memiliki ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa dan logika.

Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia (Budiningsih, 2005: 27). Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objek, pasti, tetap dan tidak berubah. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisa dan dipilih sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus dihadapkan pada aturan-aturan jelas dan ditetapkan dulu secara ketat.

Teori ini didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan kata lain, perubahan tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan dapat


(36)

dilihat secara jelas. Seperti peserta didik yang tadinya tidak mengetahui dan tidak mampu mengerjakan sesuatu, setelah melalui proses pembelajaran ia menjadi tahu dan dapat mengerjakan sesuatu. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan sedangkan belajar adalah aktivitas yang menuntut siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes (Budiningsih, 2005: 28).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut teori behavioristik, penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran mengandung makna penting yaitu metode belajar dan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran hendaknya harus memperhatikan beberapa unsur seperti tujuan pembelajaran, respon siswa maupun karakteistik siswa itu sendiri. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar dapat membangkitkan keinginan dan minat siswa sehingga berpengaruh baik terhadap perilaku maupun psikologi anak.

2.1.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Secara filosofis, belajar menurut konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Kalangan konstruktivis berpendapat bahwa para pemelajar harus memiliki peran aktif dalam proses belajar, bahwa mereka bukanlah wadah yang harus diisi melainkan pengatur dalam proses belajar mereka (Smaldino, 2012: 54). Kalangan konstruktivis juga meyakini bahwa guru merupakan fasilitator penting bagi siswa,


(37)

yang memberikan panduan disepanjang pengalaman belajar mereka. Guru membantu membentuk jenis pengalaman belajar yang siswa miliki, berdasarkan kebutuhan spesifik mereka pada waktu tertentu, yang penting dalam jenis pemelajaran ini adalah kemampuan guru dalam menetapkan norma sosial untuk pekerjaan kolaboratif dan kemampuan untuk mengajukan pertanyaan panduan tanpa mempersempit pengalaman bagi siswa (Smaldino, 2012: 55).

Teori belajar kontruktivisme juga menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah menemukan ide-ide pokok. Kegiatan ini merupakan awal dari merekontruksi suatu pembelajaran dalam interaksi terhadap diri dan lingkungan disekitar, dengan menstruktur pemikiran kognitifnya. Berkaitan dengan peserta didik dan lingkungan belajarnya menurut pandangan kontruksivisme.

Driver dan Bell dalam Ahmadi (2010: 145), mengajukan karakteristik sebagai berikut :

1. Peserta didik tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan

2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan peserta didik

3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal

4. Pembelajaran bukanlah tranmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas


(38)

Menurut pandangan Konstruktivisme edukational (Margareth, 2011: 30) meliputi 3 tipe yaitu: (a) memandang semua pengetahuan sebagai konstruksi manusia; (b) individu menciptakan pengetahuan dang mengkonstruksi konsep, dan (c) sudut pandang hanya bisa dinilai secara parsial berdasarkan korespondensinya dengan norma yang diterima umum. Di pengajaran dalam kelas, konstruktivisme pribadi mendukung dua prinsip Piagetian: belajar adalah proses internal, dan konflik kognitif dan refleksi berasal dari tantangan pemikiran seseorang.

Pengetahuan bukan merupakan sesuatu yang sudah ada melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus, dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya (Herpratiwi, 2009: 72). Menurut Smith (2009: 88) teori konstruktivisme mempercayai bahwa pembelajar mengonstruksi realitasnya sendiri atau paling tidak menafsirkannya berdasarkan pada persepsi-persepsi pengalaman mereka sehingga pengetahuan individu menjadi sebuah fungsi dari pengalaman, struktur mental dan keyakinan-keyakinan seseorang sebelumnya yang digunakan untuk menafsirkan objek dan peristiwa. Pada proses belajar dan pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Untuk itu guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, di samping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri. Penggunaan media pembelajaran sangat penting agar siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuannya tentang sesuatu hal, untuk itulah media merupakan salah satu alat yang sangat penting digunakan dalam teori


(39)

kontruktivisme ini, sehingga siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung.

2.1.2.3 Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar

tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Menurut Baharuddin (2010: 87), aliran kognitif memandang belajar bukanlah sekadar stimulus dan

respon yang bersifat mekanistik tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada dalam diri individu. Aliran kognitif berpendapat, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya.

Para kognitivis meyakini bahwa agar pembelajaran dapat berlangsung, pikiran siswa harus secara aktif terlibat dalam memproses informasi, karena keterlibatan sangat penting dalam pengingatan kembali informasi di waktu-waktu belakangan. Mereka juga meyakini bahwa individu “mengarsip” informasi dalam ingatan merekasesuai dengan pola organisasi atau skema, yang unik bagi tiap individual (Smaldino, 2012: 53).

Implikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Oleh karena itu guru


(40)

harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.

Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.

Salah satu penerapan kognitivis dalam pengajaran adalah penggunaan advance organizer, headings atau outlines, untuk memandu para pembelajar saat mereka memproses informasi. Gagasan mengenai anvanced organizer diperkenalkan oleh David Ausubel, yang berpendapat bahwa panduan ini menyediakn penopang (scaffolds) bagi para pemelajar ketika gagasan-gagasan diatur oleh pemelajar.

Advanced organizer bisa berupa format berbasis teks, grafik atau audio, tetapi yang terpenting adalah format tersebut megidentifikasi kata-kata atau frasa kunci untuk membantu para pemelajar memproses informasi (Smaldino, 2012: 53). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa media pembelajaran sangat penting dalam teori belajar kognitifisme karena dengan adanya media siswa dapat mengidentifikasi sendiri proses informasi yang diterima sehingga tidak hanya berhasil mengatasi situasi, tetapi juga memperoleh pengetahuan tambahan dalam cara mereka berfikir.


(41)

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003; pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Depdiknas (2004: 3), mengajar atau “teaching” adalah membantu peserta didik

memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran. Istilah pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik. Itulah sebabnya dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan pendidik sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi juga dengan keseluruhan sumber belajar yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh

perhatian pada “bagaimana ia membelajarkan peserta didik, dan bukan pada “apa yang dipelajari peserta didik”, dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subyek bukan sebagai obyek.


(42)

Sardiman (2008:4), proses pembelajaran pendidik diharapkan dapat menciptakan kondisi yang kondusif serta memberi motivasi dan bimbingan agar peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya. Dalam rangka membina membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicita-citakan, maka hubungan pendidik dengan peserta didik harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses timbal balik yang memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mendewasakan peserta didik agar bisa berdiri sendiri, dapat menemukan dirinya secara utuh. Pendidik harus dapat mengembangkan motivasi dan aktivitas dalam kegiatan interaksi dengan peserta didiknya. Proses belajar dan pembelajaran dalam suatu kegiatan mempunyai tujuan dasar motivasi dan aktivitas belajar diri peserta didik, kedudukan pendidik dan usaha mengelola interaksi belajar pembelajaran harus di pahami. Seorang pendidik pada saat akan melaksanakan pembelajaran harus menyiapkan bahan pelajaran mengenai setiap pokok/satuan bahasan kepada peserta didiknya. Ia harus mengadakan persiapan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, sehingga tujuan yang telah di tetapkan dapat tercapai.

Proses pembelajaran yang dimaksudkan di sini merupakan interaksi semua komponen/unsur yang terdapat dalam upaya pembelajaran yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen-komponen pembelajaran ini meliputi antara lain tujuan pengajaran yang hendak dicapai, materi dan kegiatan pembelajaran, media dan alat pengajaran, serta evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan.


(43)

Menurut Piaget dalam Depdiknas (2004: 4), sejak lahir peserta didik megalami tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Perkembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya baik dalam aspek kognitif maupun aspek non-kognitif melaui tahapan-tahapan sebagai berikut.

1. Perkembangan kemampuan peserta didik usia sampai 5 tahun (TK). Pada usia ini, anak (peserta didik) berada dalam periode “praoperasional” yang dalam menyelesaikan persoalan ditempuh melalui tindakan nyata dengan jalan memanipulasi benda atau obyek yang bersangkutan. Peserta didik belum mampu menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan transformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih berada pada tingkatan moralitas yang baku. Peserta didik belum sampai pada pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan nilai dan sikap sangat dipengaruhi oleh situasi yang berlaku dalam keluarga. Nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga akan diadopsi oleh peerta didik melalui proses imitasi dan identifikasi. keterkaitan peserta didik dengan suasana dan lingkungan keluarga sangat besar.

2. Perkembangan kemampuan peserta didik usia 6-12 tahun ( SD). Pada usia ini peserta didik dalam periode “operasional konkrit” yang dalam menyelesaikan masalah sudah mulai ditempuh dengan berpikir, tidak lagi terlalu terikat pada keadaan nyata. Kemampuan mengolah informasi yang dihasilkan sudah lebih sesuai dengan kenyataan. Demikian juga perkembangan moral anak sudah mulai beralih pada tingkatan moralitas yang fleksibel dalam rangka menuju kearah pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan moral peserta didik masa ini sangat dipengaruhi oleh kematangan akademis dan interaksi dengan lingkungannya. Dorongan untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk kedalam kelompok sebaya mulai nampak dan semakin berkembang.Pertumbuhan fisik mendororng peserta didik untuk memasuki permainan yang membutuhkan otot kuat.

3. Perkembangan kamampuan peserta didik usia 13-15 tahun (SMP). Pada

usia ini peserta didik memasuki masa remaja, periode “formal

operasional” yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf yang lebih tinggi, abstrak dan rumit. Cara berpikir yang bersifat rasional, sistematik dan eksploratif mulai berkembang pada tahap ini.Kecendrungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang dan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan sudah semakin berkembang.


(44)

Peserta didik pada tingkat SLTP berada pada tahap perkembangan usia remaja yang umumnya berusia 13 sampai dengan 15 tahun. Usia SLTP peserta didik memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif. Indikator individu yang kreatif antara lain memiliki rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, memiliki imajinasi yang tinggi minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas berpikir, senang akan hal-hal yang baru dan sebagainya.

Berdasarkan perkembangannya, setiap individu memiliki tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuan dan tugas itu harus diselesaikan berdasarkan situasi dan kondisi masing-masing individu. Setiap individu akan melakukan atau melalui suatu proses dalam hidupnya dan akan dijalani sesuai dengan perkembangan usia semakin bertambah usia seorang individu semakin banyak pula pembelajaran yang akan dia peroleh atau yang akan dia hadapi, tetapi semakin bertambah usia seseorang akan semakin bertambah pula kematangan fisik dan mentalnya dalam menghadapi situasi dan kondisi hidupnya.

2.1.4 Media Pembelajaran

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah berarti „perantara‟ atau pengantar, menurut Arief S. Sadiman (2006: 27), media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. AECT (Association of Education and Communication Technology) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media pembelajaran


(45)

adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya seorang pengembang mata pelajaran dengan siswa. Media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran (Arsyad, 2011: 3). Secara umum menurut Ronald H. Anderson, wajarlah bila peranan guru yang menggunakan pembelajaran sangatlah berbeda dari peranan seorang guru “biasa”. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Menurut Briggs, (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. NEA (National Education Association) mengartikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan; dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut (Sukiman, 2012: 28).

Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media dapat diartikan dengan istilah penghubung atau perantara dalam menyampaikan suatu materi yang diajukan untuk mencapai suatu tujuan. Dan dalam proses penyampaian materi kepada orang lain dapat menggunakan sarana atau alat dalam bentuk audio, visual, audio visual dan multi media.

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar, segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup


(46)

pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran/pelatihan.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran.

2.1.4.2Jenis Media Pembelajaran

Media yang digunakan dalam pembelajaran beraneka ragam. Seseorang guru harus dapat memilih salah satu media pembelajaran yang akan digunakan, dari yang paling sederhana dan murah, hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi oleh pabrik, ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang sesuai dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Penggunaan atau pemilihan media harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Brown (1973) dalam Sudrajat mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke–20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan


(47)

digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

Djamarah (2002) dalam Sudrajat (2008) mengelompokkan media ini berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :

a. Media audio, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tape recorder.

b. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud visual.

c. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi kedalam dua jenis :

• Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film sound slide.

• Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD.

(Sudrajat. Akhmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran, 04-09-2013:22.43 WIB).

Selanjutnya Sardiman (2008: 28), membagi media pembelajaran menjadi 3 golongan kelompok besar

a. Media grafis termasuk media visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta, dan globe.

b. Media Audio berkaitan dengan indera pendengaran. Seperti radio, alat perekam piata magnetik, piringan laboratorium bahasa

c. Media Proyeksi Diam seperti film bingkai (slide), film rangkai (film strip), media transparan, film, televisi, video.


(48)

Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media pembelajaran, Rudy Bretz dalam Sukiman (2012: 45), menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak yang meliputi: (1) media audio, (2) media cetak, (3) media visual diam, (4) media visual gerak, (5) media audio semi gerak, (6) media visual semi gerak, (7) media audio visual diam, (8) media audio visual gerak. Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media, meliputi: (1) audio: kaset audio, siaran radio, CD, telepon. (2) cetak : buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar. (3) audio-cetak : kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis. (4) proyeksi visual diam : overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide). (5) proyeksi audio visual diam : film bingkai slide bersuara. (6) visual gerak : film bisu. (7) audio visual gerak : film gerak bersuara, video/VCD, televisi. (8) obyek fisik : benda nyata, model, spesimen. (9) manusia dan lingkungan : guru, pustakawan, laboran. (10) komputer: CAI.

Allen dalam Sudrajat (2008), mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :

Jenis Media 1 2 3 4 5 6

Gambar diam S T S S R R

Gambar Hidup S T T T S S

Televisi S S T S R S

Objek tiga Dimensi R T R R R R

Rekaman Audio S R R S R S

Programmed Instruction S S S T R S

Demonstrasi R S R T S S

Buku teks tercetak S R S S R S

Keterangan :

R = Rendah S = Sedang T= Tinggi 1 = Belajar Informasi faktual 2 = Belajar pengenalan visual

3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan 4 = Prosedur belajar


(49)

5= Penyampaian keterampilan persepsi motorik 6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi

(Sudrajat. Akhmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran, 04-09-2013:22.43 WIB)

Dari beberapa pendapat di atas, bahwa jenis-jenis media pembelajaran sebagai berikut .

2.1.4.2.1 Media Visual

Belajar dengan menggunakan indera ganda: pandang dan dengan berdasarkan konsep hipotesis koding ganda (dual coding hypotesis) akan memberikan keuntungan pada siswa, (Arsyad, 2011: 9). Siswa akan belajar lebih banyak dari pada jika materi pelajaran disajkan hanya dengan stimulus pandang atau stimulus dengar.

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s

Cone of Experience). Dasar pengembangan kerucut berdasarkan tingkat keabstrakan-jumlah jenis indra yang turut serta dalam penerimaan isi pengajaran atau pesan (Arsyad, 2011: 10).


(50)

Gambar: Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Arshad, 2011: 11)

Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah: 1) gambar / foto: paling umum digunakan, 2) sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan, 3) diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek

Lam-

bang

Kata

Lambang

Visual

Gambar Diam,

Rekaman Radio

Gambar Hidup Pameran

Televisi

Karyawisata Dramatisasi

Benda Tiruan/Pengamatan

Pengalaman Langsung Abstrak


(51)

tertentu secara garis besar, misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme, 4) bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal, 5) grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif, misalnya untuk mempelajari pertumbuhan.

2.1.4.2.2 Media Audio

1. Radio, Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.

2. Kaset-audio yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

2.1.4.2.3 Media Audio Visual

1. Media video merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.

2. Media komputer, media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar,


(52)

komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.

2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran

Pemilihan media pengajaran yang tepat akan memudahkan pengajar menyampaikan informasi kepada pembelajar. Dengan melihat informasi atau materi pelajaran yang akan disampaikan, pengajar harus memilih media yang tepat supaya manfaatnya dirasakan bersama.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan sebagai berikut: memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan waktu, ruang, tenaga dan daya indera, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya, memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Sudjana dan Rivai (2007: 2), menjelaskan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa adalah sebagai berikut: (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melali penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak


(53)

kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Penjelasan mengenai manfaat media pembelajaran dijelaskan pula oleh Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2007: 137), mengenai nilai-nilai praktis media pengajaran adalah: (1) dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir, karena itu dapat mengurangi verbalisme, (2) dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar, (3) dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, (4) memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa, (5) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan, (6) membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya kemampuan berbahasa, (7) memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna, (8) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, (9) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabiasan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, (10) siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.


(54)

Berdasarkan beberapa manfaat di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat media dalam pembelajaran yaitu membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih terarah sehingga tujuan pembelajaran dapat mudah dicapai. Selain itu dengan bantuan media, pembelajar akan lebih banyak melakukan aktivitas dan membantu untuk memahami materi yang disampaikan oleh pengajar.

2.1.5 Motivasi Belajar

Motif berasal dari bahasa latin yaitu movere yang artinya bergerak. Motif yang diistilahkan needs adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Perilaku manusia senantiasa dilatarbelakangi motif dan motivasi. Beragamnya motif dan motivasi mewarnai kehidupan manusia, misalnya makan karena lapar, ingin mendapat kasih sayang, ingin diterima lingkungan dan sebagainya (Ahmadi, 2008).

Mc Clenlland menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku

”The Achieving Society”:

(1). Motivasi untuk berprestasi (n-ACH) Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri- ciri individu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia

menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

(2). Motivasi untuk berkuasa (n-pow), Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Mc Clelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. (3). Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil) Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang


(55)

memerlukan interaksi sosial yang tinggi..

http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/teori-motivasi-mcclelland-teori-dua.html Diunduh 10/09/13, 17:37 WIB

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk melakukan proses belajar, sehingga motivasi yang baik sangatlah dibutuhkan untuk keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar menurut Sardiman (2008: 75). Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana mengatur agar motivasi dapat meningkatkan atau paling tidak dipertahankan.

Menurut Uno (2008: 21), motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seorang bertingkah laku. Pada konteks studi psikologi Abin Syamsuddin, mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya: (1) durasi kegiatan, (2) frekuensi kegiatan, (3) persistensi pada kegiatan, (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan, (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan, (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan, (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

(Sudrajat. Akhmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran, 04-09-2013:22.43 WIB)

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkan, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.


(56)

Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam menurut Fathurrahman (2007: 19), sebagai berikut: (1) motivasi intrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri, tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemampuan sendiri, (2) motivasi ekstrinsik yaitu motivasi sebagai pengaruh dari luar individu, apakah aakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga mau melakukan belajar.

Memberikan motivasi pada siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awal akan menyebabkan si subjek belajar merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar. Guru dalam memberikan motivasi harus berusaha dengan segala daya dan kemampuan untuk mengerahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu, dengan adanya dorongan dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi siswa, seorang guru harus pandai dan kreatif untuk mencari solusi guna membangkitkan motivasi siswa. Menurut Asrori (2007: 184), indikator yang digunakan untuk mengetahui motivasi siswa dalam proses pembelajaran diantaranya.(1) memiliki gairah yang tinggi, (2) penuh semangat, (3) memiliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi, (4)

mampu “jalan sendiri” kektika siswa mengerjakan sesuatu, (5) memiliki rasa

percaya diri, (6) memiliki rasa konsentrasi yang lebih tinggi, (8) kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi, (9) memiliki kesadaran dan daya juang yang tinggi.

Pendapat Uno (2008: 23), motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada


(57)

umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal ini mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar dan ada ada beberapa peranan penting motivasi belajar dan pembelajaran , antara lain: (1) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat dalam belajar dan pembelajaran, (2) memperjelas tujuan yang hendak dicapai, (3) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (4) menentukan ketentuan dalam belajar. Menurut Hamalik dalam Fathurrahman, (2007: 20) fungsi motivasi ada 3: (1) mendorong manusia untuk berbuat yaitu penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan, (2) menentukan arah tujuan yang akan dicapai, (3) menyelesaikan perbuatan yang sesuai dengan tujuan.

2.1.6 Aktivitas Belajar Siswa

Dalam proses pembelajaran, aktivitas belajar merupakan hal pokok yang harus dilakukan siswa. Aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (Kunandar, 2008: 276).

Gagne, aktivitas atau perisriwa pembelajaran adalah peristiwa (aktivitas) yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu memberi perhatian, menjelaskan tujuan pada siswa, merangsang ingatan, menyajikan materi perangsang, memberi bimbingan belajar dan menampilkan kemampuan, memberi umpan balik, menilai kemampuan dan meningkatkan retensi atau ketahanan dan transfer (Winataputra, 2008: 43-44).


(1)

pembelajaran khususnya peralatan komputer dan LCD proyektor. Bagi para guru yang belum mampu mengoperasikan peralatan ICT hendaknya mengikuti pendidikan dan latihan yang diadakan pemerintah, atau mengikuti kursus secara mandiri untuk meningkatkan kemammpuan pribadi.

5.3Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

5.3.1 Kepada Guru

1) Guru sebagai desainer dalam proses pembelajaran selayaknya bisa meramu dengan baik perencanaan pembelajaran, kreatifdan inovatis dalam membuat rancangan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga dapat menciptakan susasana belajar yang kondusif, nyaman, menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.

2) Guru seharusnya sebagai pekerja profesional hendaknya mempunyai jiwa yang kreatif dan inovatif dalam mengembangkaan dirinya untuk selalu menciptakan suasana/iklim belajar yang nyaman dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi, minat, aktivitas dan hasil belajar siswa.

3) Pembelajaran IPS dengan menggunakan media audio visual merupakan salah satu alternatif untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan gembira, hendaknya guru-guru yang lain ikut aktif dalam menggunakan media-media pembelajaran lain yang dapat meningkatkan motivasi, akttivitas dan prestasi belajar siswa sehingga kualitas pembelajaran menjadi lebih baik.


(2)

4) Guru mata pelajaran juga sebaiknya selalu bekerja sama dengan guru bimbingan konseling untuk bersama-sama membangkitkan semangat siswa agar siswa termotivasi dan aktif untuk mengikuti pembelajaran yang ada di sekolah.

5) Guru mata pelajaran sebaiknya juga bekerja sama dengan guru bimbingan konseling dan wali kelas untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada pada siswa, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik sehingga hasil beljarnyapun menjadi baik.

5.3.2 Kepada Siswa

Bagi siswa agar dapat membangkitkan semangat dalam belajar khususnya berkenaan dengan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri misalnya memiliki tujuan atau cita-cita tinggi untuk menjadi sukses dimasa depan, sehingga prestasi belajar mereka dapat meningkat.

5.3.3 Kepada Sekolah

1) Bagi sekolah media audio visual dapat memberikan suatu solusi untuk meningkatkan motivasi, akivitas, dan prestasi belajar siswa. Sehingga dapat meningkatkan kualitas siswa sekaligus akan meningkatkan kualitas sekolahan tersebut.

2) Memberikan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan khususnya dalam bidang informasi dan teknologi sehingga dapat menggunakan media audio visual dalam pembelajaran.


(3)

3) Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan para guru khususnya sarana dan prasarana pembelajaran. Selain itu, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan kekeluargaan.

4) Mengadakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan guru dalam pembelajaran, atau mengirimkan para guru-guru sebagai peserta bila ada pendidikan dan latihan dari pemerintah dan swasta.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abimayu, Trinuso. 2008. “Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja dengan Kepribadian sebagai Variabel Moderating pada Guru SMA Negeri di Gunungkidul”. Tesis. UNY

Ahmadi, Iif, Khoiri. & Amri Sofyan. 2010. Konstruksi Pengembangan

Pembelajaran (Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik

Kurikulum). Prenada Media Group. Jakarta.

Ahmad Husein. 2011. PeningkatanMotivasi, Aktivitas, Dan Prestasi Belajar PKn Dengan Menggunakan Media Audio Visual Pada Siswa Kelas IXC semester Ganjil Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Kota Bumi Tahun Pelajaran 2010-2011. Tesis. Unila.

Ahmadi.http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/teori-motivasi-mcclelland-teori-dua.html Diunduh 10/09/13, 17:37 WIB

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.. Bumi Aksara. Jakarta.

Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Cv. Wacama Prima. Bandung Arsyad, Azhar.2011. Media Pembelajaran. Grafindo Persada. Jakarta.

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar Ruzo Media.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Depdiknas. 2004. Sisdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Faturrahman, Pupuh. 2007. Psikologi Pembelajaran. CV. Wacana Prima. Bandung.

Gunawan Susanto. 2012. Tesis. Peningkatan aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Bahan Ajar Modul Pada Pembelajaran IPS Kelas VIIIB MTS Negeri Kota Agung Tanggamus Tahun Pelajaran 2012-2013. Tesis. Unila.


(5)

Hamalik. Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Herpratiwi, 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Kemmis, Stephen and McTaggart, Robin, 1988. The Action Research Planner. Deaken University Press. Victoria.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Margareth. E. Gredler. 2011. Learning and Instruction (Teori dan Aplikasi). Prenada Media Group. Jakarta.

Mujiyono. 2012. Pemanfaatan Media Film Dokumenter dalam meningkatkan pembelajaran IPS di SD tahun 2011/2012. Tesis. Unila.

Narbuko, Cholid dan A. Achmadi. 2009. Metodologi Penelitian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Pargito. 2010. Dasar-Dasar Pendidikan IPS. PPS Pendidikan IPS Universitas Lampung.

________. 2011. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru dan Dosen. Universitas Lampung.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sadiman. S.A. 2006. Media Pendidikan. PT. Rajawali Grafindo. Jakarta

Sardiman, AIM. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. PT. Rajawali Pers. Jakarta

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Slavin, R. E. 2000. Educational Psychology Theory, Research, and Practise, Fifth Edition. Allyn and Bacon Publishers. Massachusetts.

Smaldino, Sharon E. 2012. Instructional Technology and Media for Learning. Kencana Prenada Media group. Jakarta.

Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Mirza Media Pustaka. Yogyakarta.

Solihatin, Etin Raharjo. 2009. Cooperatif Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Sudjana, Nana dan Rivai Ahmad.. 2007. Media Pengajaran. Sinar Baru Algensindo. Bandung.


(6)

Sudrajat. Akhmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran, 04-09-2013:22.43 WIB

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan.. Alfa Betha. Bandung.

Sukiman.. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Pedagogia. Yogyakarta. Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003.

Uno, B Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis di Bidang Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Tekhnik Pemrogramannya. Yogyakarta.

Visi dan Misi SMPN 26 Bandar Lampung.

Winatapura, Udin Saripudin. Dkk. 2008. Teori Belajar dan Model-model

Pembelajaran. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jakarta.

Woolfolk, Anita. E. 1995. Educational Psychology. Allyn & Bacon. Needham Heights.


Dokumen yang terkait

Efektivitas pemanfaatan media audio visual vidio pembelajaran dalam upaya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah (penelitian kelas di SMP Bina Sejarah Depok)

2 9 235

Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di Kelas X Ma Attaqwa

1 9 174

Peningkatan motivasi belajar siswa kelas X melalui media audio visual pada mata pelajaran PAI di SMK Karya Ekopin

0 5 96

Penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar PKN pada siswa kelas III di MI Dakwah Islamiyah Cawang Jakarta Timur Tahun pelajaran 2013/2014

0 8 103

Penggunaan media audio visual dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran fikih di MTS Fatahillah Buncit Jakarta Selatan

3 20 116

Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Retensi Siswa Pada Konsep Fotosintesis

0 7 233

Peningkatan Hasil Belajar IPS Dengan Penerapan Media Audio Visual Pada Siswa Kelas IV di MIN 15 Bintaro

1 5 180

Peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V pada kompetensi dasar perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui media audio visual di MI Jauharotul Huda Cakung Jakarta Timur

0 17 122

Pemanfaatan media audio visual untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di MI Mathla’ul Anwar Leuwisadeng Bogor : penelitian tindakan kelas

1 11 111

Peningkatan motivasi belajar siswa melalui media audio visual pada mata pelajaran PKN siswa kelas II MI Al-Husna Ciledug Tahun pelajaran 2013/2014

3 12 126