Tinjauan Pustaka Landasan Teori .1 Linguistik Historis Komparatif

16 Contoh: Batak Toba dan Batak Simalungun Glos Batak Toba Disimilasinya kapan andingan addigan sakit hancit haccit Glos Batak Simalungun Disimilasinya licin landit laddit rambut jambulan jabbulan

3. Metatesis

Metatesis merupakan perubahan bunyi yang berkaitan dengan perubahan letak bunyi-bunyi bahasa. Perubahan letak bunyi-bunyi ini akan menghasilkan kata-kata yang berbeda, tetapi masih berada dalam lingkup makna yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut: rontal lontar peluk pekul beting tebing

2.2.3 Tinjauan Pustaka

Balu 2014 dalam skripsinya “Kekerabatan Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak di Kota Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah” menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik yang dipakai adalah teknik cakap, teknit rekam, dan teknik catat. Teori yang digunakan adalah linguistik historis komparatif dengan menggunakan daftar kosa kata Swades yang Universitas Sumatera Utara 17 berjumlah dua ratus kata. Hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata bahasa Banggai dan bahasa Saluan, bahasa Banggai dan bahasa Balantak serta bahasa Saluan dan bahasa Balantak mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga bahasa, yang diberi nama keluarga bahasa Banggai Saluan Balantak dan ketiganya memiliki induk moyang bahasa yang sama, yang diberi nama Protobahasa Banggai Saluan Balantak. Namun, jika di lihat dari persentase kekerabatan, bahasa Saluan dan bahasa Balantak memiliki hubungan yang lebih dekat daripada hubungan masing masing kedua bahasa itu dengan bahasa Banggai, sehingga secara hipotesis dapat dikatakan bahwa bahasa Saluan dan bahasa Balantak berasal dari satu subkeluarga bahasa, yakni subkeluarga Protobahasa Saluan Balantak. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Saluan terjadi 2230 tahun + 230 tahun, artinya di antara 2230 + 230 tahun dan 2230- 230 tahun yang lalu. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Balantak terjadi 2170 tahun + 230 tahun, artinya di antara 2170 + 230 tahun dan 2170-230 tahun yang lalu. Berpisahnya bahasa Saluan dan bahasa Balantak terjadi 1780 tahun +190 tahun, artinya di antara 1780+190 tahun dan 1780-190 tahun yang lalu 1991:50-51. Tulisan ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja tingkat kekerabatan bahasa. Meliana 2013 dalam skripsinya “Kekerabatan Bahasa Batak Toba Dengan Batak Mandailing” menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Teknik yang digunakan adalah teknik leksikostatistik dan glotokonologi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pancing, teknik lanjut catat, dan teknik rekam. Teori yang digunakan adalah Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan daftar kosakata Swades yang Universitas Sumatera Utara 18 berjumlah dua ratus kata. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Berdasarkan perhitungan teknik leksikostatistik dari dua ratus kosakata Swadesh bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing terdiri atas 128 kosa kata kerabat dan 78 kosakata tidak berkerabat. Persentase kekerabatan kedua bahasa tersebut adalah 64. Hubungan antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing dapat ditetapkan sebagai bahasa yang berasal dari satu sub keluarga. 2. Berdasarkan perhitungan teknik glotokronologi, waktu pisah antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing adalah 1.207 tahun yang lalu terhitung dari tahun 2013. Bukti- bukti korespondensi bunyi antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing berdasarkan kosakata Swadesh dapat dilihat dalam beberapa kriteria, 86 kata pasangan identik, 16 kata satu fonem berbeda, 11 kata aferesis, satu kata unpacking, dua kata kluster reduksi, satu kata kompresi, dua kata fusi, dua kata protesis, dua kata kemiripan secara fonetis, dua kata korespondensi fonemis, dua kata ekresence, satu kata disimilasi, dan 72 kata yang tidak berkerabat. Jadi, total kosakata kerabat adalah 128 kata. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis tentang kategori – kategori tentang tingkatatan kekerabatan bahasa. Juliana 2012 dalam tesisnya “Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, dan Bahasa Melayu” mempunyai kekerabatan bahasa dibahas dalam Linguistik Historis Komparatif. Pada linguistik historis komparatif bahasa-bahasa dibandingkan satu dengan yang lain guna mengetahui tingkat kekerabatannya. Bahasa Nias, bahasa Batak, dan bahasa Melayu merupakan bahasa-bahasa yang hidup berdekatan secara geografi sehingga diasumsikan memiliki kekerabatan yang erat. Pada kenyataannya, ketiga bahasa ini memiliki perbedaan yang cukup Universitas Sumatera Utara 19 jauh sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kekerabatannya. Kekerabatan bahasa dapat diketahui dengan teknik leksikostatistik. Dalam leksikostatistik, kekerabatan bahasa dilihat berdasarkan persamaan bunyi-bunyi yang ada dalam leksikon yang muncul pada bahasa-bahasa tersebut. Kemiripan secara fonetis ini akan menjadi dasar apakah sebuah kata dalam satu bahasa memiliki hubungan dengan bahasa yang lain. Indikator yang digunakan untuk menentukan kata berkerabat adalah kosa kata dasar yang disebut kosa kata dasar Swadesh yang berjumlah dua ratus kosa kata yang dianggap ada pada semua bahasa di dunia. Dengan menggunakan teknik ini diketahui bahwa dari ketiga bahasa yang dibandingkan, hubungan kekerabatan yang paling erat terdapat pada bahasa Batak dengan bahasa Melayu selanjutnya bahasa Batak dengan bahasa Nias, dan hubungan kekerabatan yang paling renggang adalah bahasa Nias dengan bahasa Melayu. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami dan mengaplikasikan cara kerja tingkat kekerabatan dilihat dari waktu pisah dan jangka kesalahannya dengan menggunakan rumus leksikostatistik. Novita 2012 dalam skripsinya “Leksikostatistik bahasa Aceh, bahasa alas ,dan bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif” mengkaji bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo yang termasuk ke dalam rumpun Austronesia atau Melayu Polinesia. Asumsi mengenai kekerabatan ketiga bahasa yakni pada kenyataan adanya kesamaan dan kemiripan dalam bentuk dan makna yang merupakan pantulan dari warisan sejarah yang sama. Hubungan kekerabatan dan waktu pisah antara bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode pengelompokan bahasa serta teknik leksikostatistik. Tahap pertama mengumpulkan dua ratus kosakata Universitas Sumatera Utara 20 dasar yang disusun oleh Morris Swades. Metode yang digunakan dalam penyediaan data ini adalah metode referensial sedangkan teknik yang digunakan teknik catat. Kedua, menetapkan pasangan-pasangan mana dari ketiga bahasa tadi yang merupakan bahasa kerabat cognate. Ketiga, menghitung usia dan waktu pisah ketiga bahasa. Keempat, menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan waktu pisah yang lebih tepat. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo termasuk dalam kategori keluarga family bahasa. Persentase kata kerabat bahasa Aceh dan bahasa Alas sebesar 53, bahasa Aceh dan bahasa Gayo sebesar 57, bahasa Alas dan bahasa Gayo sebesar 62. Bahasa Aceh dan bahasa Alas merupakan bahasa tunggal pada 1590-1336 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 422-676 M. Bahasa Aceh dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1411-1177 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 601-835 M. Bahasa Alas dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1207- 995 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 805-1017 M dihitung pada tahun 2012. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami tingkat persentase kekerabatan bahasa. Nursirwan 2012, dalam skripsinya “Klasifikasi Leksikostatistik Bahasa Melayu Langkat, Bahasa Melayu Deli, dan Bahasa Pakpak Dairi” menggunakan adalah metode leksikostatistik. Adapun teknik-teknik yang digunakan adalah: 1 Mendaftar glos sebanyak tiga ratus kata dalam hal pengumpulan data. 2 Menetapkan kata kerabat yang memiliki hubungan genetis. 3 Membuat presentase kekerabatan. 4 Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang tepat. 5 Menghubungkan presentase Universitas Sumatera Utara 21 kekerabatan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa sebagai satu bahasa, keluarga bahasa, rumpun bahasa, mikrofilium, mesofilium atau makrofilium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis untuk mengetahui usia ketiga bahasa, yaitu bahasa Melayu Langkat dan bahasa Melayu Deli merupakan bahasa tunggal pada 216 ± 48 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 1748-1844 Masehi dihitung dari tahun 2012, bahasa Melayu Langkat dan bahasa Dairi Pakpak merupakan bahasa tunggal pada 2354 ± 184 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 526-58 SM dihitung dari tahun 2012, dan bahasa Melayu Deli dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa tunggal pada 2.486 ± 196 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 670-278 SM dihitung dari tahun 2012. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja kekerabatan bahasa. Sinaga 2007 dalam skripsinya “Kajian Leksikostatistik Antara Bahasa Sim alungun dengan Bahasa Karo” menggunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan metode leksikostatistik, metode wawancara, metode kepustakaan, dan metode observasi dengan teknik rekam dan teknik catat. Teori yang digunakan adalah teori linguistik dengan menggunakan daftar kosakata Swades yang berjumlah 200 kata. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa presentase kata kerabat dihitung dari jumlah pasangan yang sisa yaitu dua ratus kata dikurangi dengan kata atau gloss yang tidak diperhitungkan karena kosong atau pinjaman. Dari dua ratus kata untuk bahasa Simalungun dan bahasa Karo hanya terdapat 197 pasangan yang lengkap, tiga gloss tidak mempunyai pasangan. Dari 197 pasangan yang ada terdapat 116 pasangan kata kerabat, atau hanya 58 kata kerabat. Penelitian ini Universitas Sumatera Utara 22 memberikan sumbangan bagi penulis dalam bahasa- bahasa yang tidak berkerabat ditinjau dari leksikostatistik. Indriani 2007 dalam skripsinya “Leksikostatistik Bahasa Batak Toba dengan Pakpak Dair i” dengan menggunakan teori Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan kosakata Mahsun yang berjumlah 809 kata. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi yang diperoleh dari objek penelitian yaitu di daerah Samosir dan Dairi maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1 Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. 2 Bahasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan pengaruh yang di dapat dari lingkungan. 3 Leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata - kata leksikon secara statistik, kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain. 4 Dari 809 kosakata untuk bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi hanya 736 pasangan yang lengkap, 73 tidak mempunyai pasangan, dari 736 terdapat 305 pasangan kata kerabat atau hanya 37,70 kata kerabat. 5 Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi diperkirakan suatu bahasa tunggal sekitar 2,3 ribuan tahun yang lalu. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi diperkirakan mulai pisah dari suatu bahasa proto kira-kira abad III sebelum masehi. 6 Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa Universitas Sumatera Utara 23 tunggal pada 2.260 + 60 tahun yang lalu. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi mulai berpisah dari suatu bahasa proto antara 320-200 sebelum masehi dihitung dari tahun 2000. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam memahami cara kerja kekerabatan tersebut dilihat dari menganalisis tingkat kekerabatan bahasa. Universitas Sumatera Utara 24

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Siranggiting, Kabupaten Tapanuli Utara dan Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitin

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 30 oktober 2014 sampai 30 Desember 2014. 3.2 Sumber data Data, sumber data, dan objek penelitian memiliki pengertian yang berbeda. Sudaryanto dalam Mahsun 2005 :18-19 mengatakan bahwa data adalah bahan penelitian yaitu bahan jadi lawan dari bahan mentah yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan bahan mentah. Sumber data diperoleh dari kosakata Swadesh berjumlah dua ratus kata dasar yang diterjemahkan oleh informan pada masing-masing bahasa. Selain itu, digunakan bahan-bahan kepustakaan beupa buku, skripsi, tesis dan lain-lain yang berkaitan dengan linguistik historis komparatif. Penelitian ini menggunakan informan dari dua bahasa yaitu bahasa Batak Toba dan Batak Simalungun masing-masing sebanyak 3 orang, satu sebagai informan utama dan dua orang sebagai informan Universitas Sumatera Utara