PEMBAHASAN UMUM Model Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah Melalui Kebijakan Insentif Untuk Mewujudkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

pemerintah namun dari sisi lain, insentif ini dapat menguntungkan petani mengurangi biaya produksi danatau menambah pendapatan land rent serta masyarakat umum dengan tersedianya layanan ekosistem dari sawah yang semakin banyak. Menurut Bryan 2013 keuntungan secara luas digunakan untuk mengevaluasi persaingan penggunaan lahan. Kebanyakan pemilik lahan tidak mau mengubah penggunaan lahan miliknya tanpa ada insentif, dan sebaliknya bersedia mengubah penggunaan lahan meskipun insentif yang diberikan itu nilainya lebih rendah dari keuntungan yang dihasilkan aktivitas pertanian di lahan marginal. Dari survei diketahui bahwa besaran nilai insentif yang diinginkan petani adalah Rp 983 hatahun agar bersedia diikat selama 20 tahun dalam program Perlindungan LP2B atau terdapat selisih sekitar Rp 00tahun dari nilai insentif yang mereka terima pada tahun 20142015 Rp870 000tahun. Nilai WTA tersebut logis karena dalam jangka waktu tersebut, petani dilarang menggunakan lahannya untuk kepentingan non pangan. Pembatasan penggunaan hak lahan untuk jangka waktu tertentu ini mirip dengan metoda Conservation Easement CE Cross et al. , Anderson dan Weinhold 2008, Pocewicz et al. , Lassner 1998. Pada program LP2B insentif diberikan dalam bentuk barang sedangkan insentif dalam bentuk dana tunai tidak dicantumkan walaupun dalam prakteknya Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada tahun 20142015 memberikan bantuan tunai Rp150 000ha untuk bantuan penggarapan lahan. Terdapat dua macam sistem penyaluran insentif; insentif kepada barang atau insentif kepada orang. Penyaluran subsidi pertanian seperti pupuk selama ini diberikan melekat kepada barang, bukan kepada orang yang layak menerima subsidi tersebut. Menurut Riwandi 2011, semua aspek mulai produksi, distribusi, dan harga pupuk sudah kurang tepat, karena mekanisme produksi pupuk yang kurang menentu, distribusi pupuk yang terlalu panjang, harga pupuk yang selalu meningkat, dan keterlambatan pupuk di lokasi lahan petani. Petani seharusnya membeli pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi Pupuk HET-P namun harus membeli di atas HET karena permintaan melebihi penawaran pupuk yang mendorong pupuk langka di pasaran. Guna menekan penyimpangan pendistribusian subsidi, khususnya pupuk disarankan penyalurannya menggunakan sistem distribusi tertutup di mana distributor dan pengecer resmi ditangani oleh kelompok tani dan hanya diedarkan di kawasan yang kelompok taninya belum berkembang PASEKP 2005. Cash payment termasuk satu dari tiga jenis insentif yang paling disukai petani; dua lainnya adalah subsidi sarana produksi pertanian dan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah HPP. Hal ini dilatari keinginan petani untuk membeli sendiri sarana produksi lahannya karena berdasarkan pengalaman selama ini seringkali bantuan saprodi tersebut datang terlambat. Petani memiliki keyakinan bahwa mereka lebih tahu kebutuhan lahannya sedangkan bantuan pemerintah biasanya diberikan dalam jumlah seragam tanpa mempertimbangkan perbedaan karakteristik lahan. Dua jenis insentif – asuransi pertanian dan sertipikat lahan sawah-, tidak termasuk dalam tiga jenis insentif yang paling disukai, kecuali untuk Kecamatan Nipah Panjang. Insentif ini sebenarnya sangat penting untuk mengikat petani dalam program PLP2B. Asuransi pertanian termasuk dalam strategi pemerintah untuk melindungi petani berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013, namun implementasinya masih dalam uji coba. Jenis insentif ini berpotensi menjadi insentif yang paling disukai jika mereka mengetahui nilai premi yang mencapai Rp 6 juta, yang lebih besar dari nilai land rent sawah saat ini. Berbeda halnya dengan sertifikasi lahan sawah yang sudah diimplementasikan namun petani pangan di Tanjung Jabung Timur belum menganggapnya penting karena kurangnya sosialisasi tentang jenis insentif ini. Menurut Indraningsih 2011, keputusan petani untuk mengadopsi inovasi dipengaruhi oleh faktor keuntungan relatif, kesesuaian, dan persepsi petani terhadap pengaruh mediainformasi interpersonal, dalam hal ini adalah penyuluh pertanian. Persepsi petani terhadap insentif dapat berubah tergantung informasi yang mereka terima. Petani Nipah Panjang memilih alternatif insentif yang berbeda dengan petani yang berada di empat kecamatan lainnya kemungkinan disebabkan daerah ini merupakan pencampuran beragam etnis sehingga berpikir lebih terbuka serta akhir-akhir ini dilanda abrasi air laut yang mengancam kebun dan sawah mereka. Jika dari sisi pandang petani terdapat tiga insentif yang paling disukai, berbeda dengan sisi pandang pakar dalam analisis ISM yang menempatkan delapan jenis insentif sama pentingnya dan saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu insentif saprodi pertanian pangan, memperbaikimenambah irigasi, memperbaiki kerusakankemasaman lahan, asuransi pertanian, sertifikasi lahan sawah, kenaikan HPP gabah, meningkatkan produktivitas lahan atau indeks tanam, dan hibah atau kredit lunak untuk petani. Perbedaan ini disebabkan oleh sudut pandang petani yang lebih memikirkan keuntungan jangka pendek dan skop lebih kecil, sedangkan pakar yang diwawancarai melihat insentif dengan sudut pandang yang lebih luas dan mereka memperoleh informasi yang lebih banyak tentang jenis-jenis insentif tersebut. Kecendrungan petani untuk memilih insentif yang sifanya instansegera harus menjadi perhatian karena tujuan pemberian insentif untuk mendorong peningkatan produksi pertanian dan meminimalkan munculnya ketergantungan petani terhadap bantuan pemerintah dalam jangka panjang. Menurut Rode et al. kebijakan insentif yang tidak tepat dapat memunculkan ketergantungan. Pengalaman di Indonesia menunjukkan kebijakan insentif HPP pada gabah dan kebijakan multikualitas pada beras tidak mampu menaikkan tambahan produktivitas beras berkualitas secara maksimal karena pasokan gabah berkualitas yang tidak mencukupi Maulana 2012. Dalam jangka panjang, pemberian insentif kepada petani diharapkan melibatkan pihak lain di luar pemerintah ataupun kabupatenkota lain yang bukan sentra pangan. Selama ini mereka tergolong kepada free riders, yaitu pihak yang menikmati suatu sumber daya tanpa atau hanya sedikit mengeluarkan biaya untuk menyediakan sumber daya tersebut dalam hal ini beras. Insentif dari pihak lain tersebut akan mengurangi beban pembiayaan pemerintah, mengatasi gap land rent sawah economic land rent vs maximum net benefit sawah yang besar saat ini serta mendukung program konservasi lahan secara lebih cepat. Keterlibatan pihak lain ini telah banyak dilakukan di luar negeri terutama di AS Strong 1983, Lassner 1998, Pocewicz et al. . Mengalirnya insentif dari kabupatenkota lain yang menyandarkan suplai pangannya dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur akan meningkatkan pendapatan petani pangan daerah ini dan selanjutnya berdampak pada berkurangnya niat untuk melakukan alih fungsi lahan sawah. Satu hal yang luput pada Perda LP2B adalah tidak dicantumkannya target penyelamatan lingkungan seiring dengan luasan sawah yang dilindung. Pertambahan satu hektar sawit berpotensi mengurangi ketersediaan air tanah Widodo 2011 dan merusak kubah gambut sehingga kemampuan tanah menahan air jauh berkurang Razialdi 2016 serta memicu kebakaran lahan akibat keringnya lahan Widyati 2010. Fungsi lahan pangan yang lebih luas ekonomi, ekologi dan sosial seharusnya secara eksplisit juga menjadi tujuan perlindungan LP2B sehingga besarnya pendanaan yang dibutuhkan tidak menjadi penghalang serta program ini mendapat dukungan yang lebih luas dari pihak yang peduli pada dampak negatif yang ditimbulkan oleh ekspansi perkebunan sawit. Pada gambar terlihat pergeseran kebijakan pembangunan pertanian di kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dari Gambar terlihat perbedaan mendasar dalam pendekatan yang dipakai untuk mencapai swasembada pangan di mana saat ini dilakukan dengan memadukan regulasi dan insentif sedangkan dulunya orde baru mengandalkan pendekatan command and control. Pendekatan baru ini diharapkan dapat menghasilkan swasembada pangan yang berkelanjutan karena sisi pandang dan kesejahteraan petani sebagai subjek pembangunan pertanian mendapat perhatian yang adil. Gambar Pergeseran kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada masa orde baru sampai otonomi daerah

9. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Alih fungsi lahan sawah menjadi sawit terjadi karena faktor inkonsistensi kebijakan pemerintah dan pengaruh pasar land rent. Inkonsistensi kebijakan pemerintah terlihat dengan perubahan kebijakan dari awal Pelita I hingga sekarang yang dipengaruhi perubahan pola pemerintahan sentralistik menjadi desentralistik atau Otonomi Daerah. Inkonsistensi juga terlihat dari banyaknya pelanggaran pemanfaatan ruang baik yang dilakukan masyarakat umum maupun pihak perusahaan perkebunan sawit. Peta Perubahan Penggunaan Lahan 2006-2010 dan - menjustifikasi sawit sebagai ancaman utama alih fungsi lahan sawah di daerah ini. Dari sisi pasar terlihat bahwa sawit lebih menguntungkan karena perbandingan land rent sawah dan sawit mencapai 1:2. Namun jika dilihat dari potensi economic, social dan environment land rent dari sawah, petani seharusnya memperoleh land rent yang lebih besar dari apa yang diterima saat ini. Nilai insentif yang diinginkan petani agar bersedia diikat dalam program LP2B selama 20 tahun sebanyak Rp hatahun. Nilai tersebut meningkat sekitar Rp 000 dari nilai bantuan saprodi plus bantuan tunai yang mereka terima pada 20142015. Insentif bersifat langsung lebih disukai petani, yaitu subsidi saprodi, kenaikan HPP dan bantuan tunai sedangkan insentif tidak langsung yang sangat penting untuk mengikat mereka dalam program LP2B seperti asuransi pertanian dan sertifikasi lahan tidak terlalu menarik karena dampaknya tidak langsung dirasakan oleh petani. Dua insentif terakhir ini menjadi pilihan terbanyak hanya di Kecamatan Nipah Panjang. Berdasarkan simulasi sistem dinamik, diperkirakan pada tahun 2024 neraca lahan sawah Tanjung Jabung Timur berada pada posisi negatif jika penurunan luas tanam sawah terus terjadi. Intervensi terhadap ketersedian dan kebutuhan lahan sawah memberikan hasil signifikan terhadap ketersediaan lahan sawah di mana pada tahun 2032 tersedia lahan sawah sebanyak ha skenario I, skenario II sebanyak ha, dan skenario III sebanyak ha. Namun hanya skenario II dan III yang dapat memenuhi target Perda LP2B dan terjadi peningkatan land rent cukup tinggi. Saran 1. Memperkuat fungsi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sehingga pelanggaran tata ruang dapat ditindak dan dicegah. 2. Perlunya menyempurnakan PERDA LP2B antara lain dengan membuat aturan turunannya yang berisi hak insentif bagi petani, petugas pendamping serta menyelesaikan proses validasi petani yang ikut program LP2B serta merevisi aturan yang memberatkan yang tidak terdapat pada aturan pemerintah yang lebih tinggi serta menegaskan fungsi sawah terhadap lingkungan yang belum menjadi ruang lingkuptarget PLP2B. 3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga dengan membangun mekanisme kerja yang lebih rapi terutama menyangkut pengerjaan perbaikan saluran air, penerbitan setifikat dan pengawasan kegiatan cetak sawah. 4. Pada kegiatan sosialisasi LP2B perlu ditekankan pada hak dan kewajiban petani secara jelas sehingga keragu-raguan tentang dukungan pemerintah terhadap petani pangan dapat diminimalkan. 5. Guna meningkatkan land rent sawah maka perbaikan terhadap dua faktor yang sangat berpengaruh perlu mendapat perhatian yaitu: peningkatan produksi produktivitas per tanaman dan produkstivitas per ha dan penekanan biaya produksi. 6. Pemerintah perlu melakukan kampanye tentang manfaat menyeluruh sawah bagi masyarakat dan negara sehingga hal ini diharapkan dapat merangsang keterlibatan pihak swastamasyarakat luas untuk membantu petani pangan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang plus minus pangan murah sehingga konservasi lahan pertanian pangan menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat. 7. Pemerintah daerah menghitung kembali porsi pembiayaan insentif yang dapat ditanggung oleh kabupaten dan menegoisasi sisanya untuk ditanggung oleh pemerintah provinsi dan pusat sesuai kewenangan masing-masing. 8. Insentif yang diberikan harus memperhatikan karakteristik lahan dan memiliki standar distribusi yang baku. Misalnya, sebagian lahan sawah memerlukan kapur untuk mengurangi tingkat keasaman lahan atau membutuhkan benih lebih banyak karena resiko benih rusak atau tidak tumbuh. Perbedaan karakteristik lahan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan perbedaan jumlah insentif yang diterima petani nantinya. 9. Insentif berupa sertifikasi lahan dan asuransi pertanian sangat penting untuk mengikat petani dalam program LP2B sehingga implementasinya harus mendapat perhatian khususnya di Kecamatan Nipah Panjang. Bagi petani di kecamatan lain yang masih masih asing dengan jenis insentif lain, perlu diperkenalkan lagi secara intensif. 10. Ketersediaan air yang terbatas sepanjang tahun harus diatasi dengan membuat sarana penyimpan air long storage dan embung serta melindungi wadah penyimpan air alami kawasan kubah gambut yang saat ini telah menipis dan menyebabkan krisis air serta kebakaran lahan di Tanjung Jabung Timur. 11. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan kembali target LP2B sebanyak 17.000 ha karena kondisi lahan pasang surut yang memiliki banyak kendala serta pertimbangan dana. Evaluasi dilakukan dengan melakukan inventarisasi kondisi lahan sawah daya dukungnya yang layak untuk masuk program LP2B. 12. Gubernur Jambi disarankan menggunakan pendekatan insentif untuk menerapkan Program PLP2B di kabupatenkota lain di Provinsi Jambi namun harus menyesuaikannya dengan preferensi insentif petani setempat karena kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi setiap daerah berbeda bersifat khas. 13. Guna mengatasi kekurangan sumber daya aparatur dalam melaksanakan PLP2B, disarankan dilakukan mobilitas dan pemberdayaan pegawai pusat maupun provinsi melalui suatu bentuk kerjasama antar level pemerintahan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R. 2013. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta ID: Graha Ilmu. Afriyanti D, Kroeze C, Saad A. 2016. Indonesia palm oil production without deforestation and peat conversion by 2050. Science of the Total Environment. 557-5582016: 562 – Amigues JP, Boulatoff C, Desaigues B, Gauthier C, Keith JE. 2002. The benefits and costs of riparian analysis habitat preservation: a willingness to acceptwillingness to pay contingent valuation approach. Ecological Economics. - Anderson K, Weinhold D. 2008. Valuing future development rights: The costs of conservation easements. Ecological Economics. 682008: 437 – Andriyani E. 2014. Implementasi Peraturan Daerah No. 12 tahun 2002 Tentang Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda Studi Kasus Struktur Tata Ruang Kawasan Jasa Kesehatan Di Kecamatan Samarinda Ilir. eJournal Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. - ANTARA. 2012. Warga Desak Menhut Cabut Alihfungsi Hutan. m.antarajambi.com [Internet]. [diunduh 2016 Maret 25]. Tersedia pada: http:m.antarajambi.comberita297882warga-desak-menhut-cabut-alih- fungsi-hutan . ---. 2016. Sebanyak 970 hektare sawah di Jambi diasuransikan. m.antarajambi.com [Internet]. [diunduh 2016 Mei 25]. Tersedia pada: http:jambi.antaranews.comberita312341sebanyak-970-hektare-sawah- di-jambi-diasuransikan . Arifin S, Hidayat T. 2014. Kajian Kriteria Standar Pengolahan Klasifikasi Visual Berbasis Data Inderaja Multispektral Untuk Informasi Spasial Penutup Lahan. Seminar Nasional Penginderaan Jauh [Internet]. [diunduh 2015 April 9]. Tersedia pada: www.sinasinderaja.lapan.go.id. Astuti UP, Wibawa W, Ishak A. 2011. Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit Di Bengkulu : Kasus Petani Di Desa Kungkai Baru. Seminar Nasional Budidaya Pertanian [Internet]. [diunduh 2015 Juli 7]. Tersedia pada: http:repository.unib.ac.id128116- Alih2020Fungsi2020Lahan2020_UNIB_.pdf . Athukorala PC, Loke WH. 2009. Agricultural Incentives in Malaysia: Trends, Patterns and Policy Implications. Malaysian Journal of Economic Studies. - Bappeda. 1996. Sasaran Repelita Tahunan SARLITA. Jambi ID: Bappeda Provinsi Jambi. --- Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2006-2015 Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Muara Sabak ID: Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. --- Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD Tanjung Jabung Timur Tahun 2007. Muara Sabak ID: Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. --- Master Plan Jambi Agro Industrial Park. Jambi ID: Bappeda Provinsi Jambi. Barlowe R. 1978. Land Resource Economics. New Jersey USA: Printice Hall. Barus B, Panuju DR, Iman LS, Trisasongko BH, Gandasasmita K, Kusumo R. 2012. Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial. Kongres HITI X [Internet]. [diunduh 2015 April 15]. Tersedia pada: http:repository.ipb.ac.id Berliahadi D, Suryono A, Saleh C. 2015. Implementasi PERDA Nomor 2 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012-2032 Dalam Perspektif Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Reformasi. - [BLHD] Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi. 2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi Tahun 2014 . Jambi ID: Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi. Boer R. 2012. Asuransi Iklim Sebagai Jaminan Perlindungan Ketahanan Petani Terhadap Perubahan Iklim. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. 21-22 November 2012. Hal 1- [BP4K] Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Rantau Rasau. 2015. Programa Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Tahun 2015 . Rantau Rasau ID: Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Rantau Rasau. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Jambi Dalam Angka Tahun 2004. Jambi ID: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Jambi Dalam Angka Tahun 2007. Jambi ID: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jambi Dalam Angka Tahun 2010. Jambi ID: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013 Pencacahan Lengkap . Jakarta ID: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. Data dan Informasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur . Muara Sabak ID: Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014b. Jambi Dalam Angka 2014. Jambi ID: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014c. Potensi Desa Kabupaten Tanjung Jabung Timur . Muara Sabak ID: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015a. Jambi Dalam Angka 2015. Jambi ID: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2015b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Angka 2015 . Muara Sabak ID: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bryan BA. 2013. Incentives, land use, and ecosystem services: Synthesizing complex linkages. Enviromental Science and Policy. - Bungin B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta ID: Prenada Media Group. Busyra, Adri, Endrizal. 2014. Optimalisasi Lahan Sub Optimal Rawa Pasang Surut Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Dan Peningkatan Indek Pertanaman. Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Palembang ID. 2014 September 26-27. Hal 1- Chandramowli S, Transue M, Felder FA. 2011. Analysis of barriers to development in landfill communities using interpretive structural modeling. Habitat International. - Christina DR, Rustiadi E, Barus B. 2012. Pemetaan Lahan Berpotensi Untuk Mendukung Usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Studi Kasus: Provinsi Jawa Barat. Jurnal Tanah Lingkungan. - Cross JE, Keske CM, Lacy MG, Hoag DLK, Bastian CT. 2011. Adoption of conservation easements among agricultural landowners in Colorado and Wyoming: The role of economic dependence and sense of place. Landscape and Urban Planning. 1012011: 75 – Dabukke FBM, Iqbal M. 2014. Kebijakan Pembangunan Pertanian Thailand, India, Dan Jepang Serta Implikasinya Bagi Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. - Daulay AR. 2004. Regional Autonomy and Sustainable Development in Indonesia; The Case of Oil Palm Development in Jambi Province [Tesis]. Brisbane: University of Queensland. Deng X, Huang J, Rozelle S, Uchida E. 2006. Cultivated land conversion and potential agricultural productivity in China. Land Use Policy. - Desai PK. 2010. Agricultural Economics. Delhi IN: Biotech Books. Dharmawan AH, Kinseng R. 2006. Aspek Sosial Budaya Dalam Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan - Bogasari Flour Mills [Internet]. [diunduh 2015 April 15]. Tersedia pada: http:repository.ipb.ac.id. [DPPJ] Dinas Pertanian Provinsi Jambi. 2013. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2012 . Jambi ID: Dinas Pertanian Provinsi Jambi. [DPTP] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dinas Pertanian Dalam Angka 2014. Muara Sabak ID: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Duangjai W, Schmidt- Vogt D, Shrestha RP Farmers‘ land use decision- making in the context of changing landand conservation policies: A case study of Doi Mae Salong in ChiangRai Province, Northern Thailand. Land Use Policy. 482015: 179 – Erhardt EB. [tahun tidak diketahui]. Biostatistics 1. [diunduh 2016 Mei 11]. Tersedia pada: http:statacumen.comoldcoursesstat538stat538_lab12.pdf. Eriyatno. 2012. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jakarta ID: Gunung Widya. Faizahturrohmi, Yantu MR, Hadayani. 2015. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut Di Desa Bulu Mario Kecamatan Sarudu Kabupaten Mamuju Utara. Agrotekbis. -. [Fane G, Warr P] Australian National University. 2007. Distortions to Agricultural Incentives in Indonesia . Australian National University. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2014. Building a common vision for sustainable food and agriculture; Principles and Approaches . Rome ITA: Food and Agriculture Organization of the United Nations.