SISTEM DINAMIK KETERSEDIAAN LAHAN PERTANIAN

Dari gambar .2, rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Timur kecil, yaitu 0. 6 yang berasal dari data series tahun 2008-2014. Penduduk Tanjung Jabung Timur berkurang dari 212 218 jiwa tahun 2014 menjadi 212 084 jiwa tahun 2013. Kepadatan penduduk daerah ini 39 jiwakm , merupakan yang terendah diantara kabupatenkota di Provinsi Jambi. Sub model yang menggambarkan intervensi kebijakan untuk meningkatkan kebutuhan lahan sawah disajikan pada Gambar .3. Pada sub model ini sawah yang tersedia saat ini atau luas baku sawah hanya sebagian ditanam satu kali dalam setahun sedangkan sebagian lainnya tidak ditanami. Baik sawah yang tidak ditanamisudah ditanami, perlahan-lahan akan ditingkatkan intensitas tanamnya melalui Program GERTAK TANPA DUSTA. Persaman yang dipakai untuk menghitung Indeks Pertanaman Potensial sebagai berikut: IP Potensial = luas tanam Musim Tanam I + II : luas baku sawah Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa IP Potensial sawah di Tanjung Jabung Timur adalah 64 20 572 ha31 939 ha = 0.64. Itu artinya tidak semua lahan sawah ditanami saat ini belum mencapai IP 100. Selain dengan meningkatkan luas tanam, peningkatan produktivitas dalam simulasi juga berasal dari peningkatan produksi per tanaman yang berdasarkan data series tahun 2008 sampai 2014 bergerak naik sekitar 0.0255 per tahun. Gambar . Diagram Alir hubungan antara pertumbuhan penduduk, kebutuhan lahan dan ketersediaan lahan sawah Sub model yang menggambarkan intervensi kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan lahan sawah disajikan pada Gambar . Gambar . Struktur sub model kebutuhan lahan sawah Gambar . Struktur sub model ketersediaan lahan sawah Pada penelitian ini beberapa skenario diujicobakan ke dalam model untuk melihat perubahan penerapan skenario ini terhadap parameter kunci dalam hal ini pencapaian ketersediaan sawah pada akhir berlakunya RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2011-2031. Rancangan skenario disajikan pada Tabel Program cetak sawah pada semua skenario dibatasi maksimal 4 000 dengan pertimbangan luas baku lahan sawah daerah ini masih tinggi sekaligus untuk mengurangi pembukaan lahan gambut yang makin luas. Hasil Perilaku Sistem Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Sawit Berdasarkan identifikasi terhadap para pemangku kepentingan dan masalah yang dihadapi diperoleh informasi seperti pada Tabel Secara umum permasalahan tersebut berasal dari produktivitas sawah yang rendah, subsidi pemerintah yang kurang memuaskan yang berujung pada rendahnya pendapatan. Tabel . Analisis terhadap permasalahan yang dihadapi para pemangku kepentingan terkait alih fungsi lahan sawah menjadi sawit No Para pemangku kepentingan Masalah Petani pangan  Produksi sawah rendah karena lokasi pasang surut, tanah masam dan IP rendah  Subsidi pemerintah tidak mencukupi sedang harga saprotan terus meningkat  Penghasilan rendah sedangkan biaya hidup meningkat Petani sawit  Lahan sawah yang dikonversi tidak semuanya cocok untuk ditanam sawit  Kekurangan lahan untuk pengembangan sawit  Harga sawit sangat fluktuatif karena sangat ditentukan oleh pasar internasional Masyarakat umum  Harga beras terus naik Pemerintah daerah dan pusat  Alih fungsi lahan sawah menjadi sawit meningkat  Koordinasi antar instansi pemerintah lemah  Target LP2B tinggi sedangkan pendanaan pertanian pangan rendah  Memburuknya fasilitas sarana pengairan dan kondisi lahan LSMPerguruan tinggi  Alih fungsi lahan sawah yang tinggi menjadi sawit Tabel . Skenario intervensi kebijakan untuk mencapai target PLP2B Skenario Jenis Intervensi kebijakan Cetak sawah Optimasi lahan sertipikat sawah Asuransi pertanian Peningkatan luas tanam I 200 hath Tidak ada 100 hatahun 1 dari target LP2B per tahun 1 dari total luas tanam sawah II 500 hath 50 hadua tahun 300 hatahun 5 dari target LP2B per tahun 2 dari luas tanam sawah III 700 hath 50 hadua tahun 500 hatahun 6 dari target LP2B per tahun 3 dari luas tanam sawah Permasalahan yang dihadapi petani pangan menyebabkan munculnya keinginan untuk mengalihfungsikan sawah menjadi sawit, yang menurut data statistik luas kebun sawit rakyat meningkat per tahun. Dengan mengaitkan beberapa variabel yaitu: jumlah penduduk, kebutuhan beras, kebutuhan lahan untuk menghasilkan beras tersebut serta ketersediaan lahan dalam kondisi tidak ada pemberian insentif maka pada tahun 2032 kebutuhan pangan penduduk Tanjung Jabung Timur sekitar ton sudah termasuk cadangannya sebanyak 15 dari total konsumsi penduduk, kebutuhan lahan sawah sekitar ha, dan ketersediaan sawah tanam ha. Neraca lahan sawah Kebutuhan Lahan Sawah - Ketersediaan Sawah Tanam pada tahun 2024 mulai mengalami defisit sebanyak ha Lampiran 1 . Penurunan luas sawah berbanding terbalik dengan luas lahan sawit milik rakyat non perkebunan swastaBUMN yang terus bertambah. Tahun 2014 luasnya 31 043 ha. Pada tahun 2026 lahan sawit milik masyarakat telah menembus 55 000 ha sebagaimana terlihat pada Gambar . . Dari simulasi diketahui bahwa tanpa intervensi pemerintah, kebun kelapa sawit rakyat akan berkembang sendiri melewati 50 000 ha pada tahun 2025, atau melebihi alokasi pengembangan kelapa sawit sebanyak 22 044 ha sebagaimana tercantum dalam PERDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW Tahun 2011- Setelah tahun 2026 seharusnya pertumbuhan kebun sawit rakyat menjadi flat karena telah mencapai target pengembangan sesuai RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan guna mencegah pengembangannya ke lahan lain yang bukan peruntukannya. Gambar . Luas tanam sawit dan sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2013- Kondisi Ketersediaan Lahan Sawah Setelah Intervensi Kebijakan Intervensi kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan lahan sawah pada skenario I belum memberikan hasil yang diharapkan karena ketersediaan lahan sawah baru mencapai ha. Hal tersebut disebabkan antara lain sawah yang dihasilkan dari kegiatan cetak sawah baru akan berproduksi optimal setelah 10 – 15 tahun dan laju pengurangan sawah yang masih tinggi pada tahun 2032 masih terdapat pengurangan sawah 438.21 ha. Waktu yang lama ini disebabkan oleh masalah keracunan besi yang biasa dihadapi oleh sawah baru tersebut http:sumbar.litbang.pertanian.go.id 2010. Berdasarkan skenario ini, ketersediaan lahan sawah yang awalnya pada tahun 2014 sebanyak ha menyusut sebanyak 17 328 ha pada tahun 2032. Intervensi yang dilakukan berhasil menambah jumlah sawah ha namun kegiatan perlindungan sawah dalam bentuk sertifikasi lahan dan asuransi pertanian dari alih fungsi ataupun sawah yang dibiarkan tidak ditanami masih sangat minim sehingga laju pengurangan sawah masih tetap tinggi. Pada skenario II, volume distribusi insentif untuk cetak sawah, sertifikasi lahan, asuransi pertanian, kegiatan optimasi lahan sawit serta peningkatan luas tanam sawah. Hasilnya, ketersediaan lahan sawah pada tahun 2032 mencapai ha Gambar . . Gambar . Pencapaian ketersediaan lahan sawah dan distribusi insentif berdasarkan skenario I Pada kegiatan optimasi lahan, berdasarkan observasi di lapangan dan FGD dengan petani, cukup banyak petani sawit yang mengusulkan dana optimasi lahan untuk membongkar lahan sawitnya yang tidakkurang berbuah karena daya dukung lahan tidak sesuai untuk sawit. Alasannya antara lain karena lahan terlalu basah atau karena menggunakan bibit sawit yang tidak bersertipikat. Dana yang disediakan pemerintah untuk kegiatan pembongkaran sekaligus pengolahan kembali lahan tersebut agar siap ditanami sawit adalah Rp7.5 jutaha. Di sini digunakan fungsi DELAYMTR pada POWERSIM karena terdapat penundaan sehubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi lahan itu sekitar 8 tahun. Kegiatan asuransi pertanian di Tanjung Jabung Timur saat ini pada tahap percontohan. Pada tahun 2015 luas sawah yang memperoleh subsidi premi asuransi adalah 970.75 ha dari target keseluruhan sebanyak 6 800 ha. Melalui kebijakan ini petani hanya membayar 20 dari total premi asuransi sekitar Rp36 000ha sedangkan pemerintah membayar sisanya Rp144 000ha. Petani yang mengalami gagal panen akan memperoleh ganti rugi atau harga pertanggungan Rp 6 000 000ha. Gambaran program asuransi pertanian disajikan pada Tabel .3. Salah satu kegiatan insentif yang sulit ditingkatkan volumenya adalah peningkatan luas tanam sawah yang sangat mempengaruhi pencapaian indeks pertanaman di daerah ini. Selama empat tahun berjalannya program GERTAK TANPA DUSTA 2011-2015, sawah yang ditanam dua kali per tahun IP baru mencapai 1 500 ha dengan lokasi penyebarannya di Kecamatan Muara Sabak Timur 270 ha, Dendang 50 ha, Rantau Rasau 350 ha, Berbak 230 ha, Nipah Panjang 500 ha dan Sadu100 ha. Gambar . Pencapaian ketersediaan lahan sawah dan distribusi insentif berdasarkan skenario II Kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan program ini bersifat teknis dan non teknis. Kesulitan bersifat teknis antara lain kondisi infrastruktur belum memadai seperti tanggul pengendali banjir, saluran, pintu air dan dam parit sedangkan kesulitan bersifat non teknis adalah masyarakat belum terbiasa untuk menanam padi dua kali setahun dan mereka masih dihantui oleh serangan hama dan kekeringan Komunikasi pribadi, Ir. Maushul. Sejak program pencetakan sawah pada PELITA I sampai V, masyarakat di daerah ini hanya menanam padi satu kali setahun. Kekuatan skenario II ini adalah tercapainya target cetak sawah 000 ha dan optimasi lahan yang dinilai sesuai dengan kemampuan dan jumlah aparat pelaksana kegiatan yang terbatas sehubungan dengan usia kabupaten yang masih muda. Kelemahan skenario ini terletak pada sertifikasi sawah yang baru mencapai dari luas sawah tersedia. Kendala untuk meningkatkan jumlah sertifikasi terkait dengan kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan pra sertifikasi pendataan dan verifikasi lahan yang harus berhadapan dengan keterbatasan sumber daya aparatur. Pada skenario ke-III dengan mendorong pemberian insentif yang volumenya lebih besar kecuali kegiatan optimasi lahan eks sawit yang volumenya tetap, karena sangat tergantung pada usulan petani yang menginginkan kebun sawitnya dibongkar, ketersediaan lahan sawah meningkat menjadi ha. Tabel . Fitur uji coba Asuransi Usaha Tani Padi AUTP No. Fitur Fitur Uji Coba AUTP Tertanggung Kelompok Tani POKTAN, yang terdiri dari anggotanya sebagai satu kesatuan risiko anyone risk. Objek Pertanggungan Lahan sawah yang digarap para petani pemilik, penggarap anggota POKTAN. Penanggung PT. Asuransi Jasa Indonesia JASINDO, secara Konsorsium dengan perusahaan asuransi RAYA, BUMIDA, dan TRIPAKARTA Polis Asuransi Setiap POKTAN mendapatkan satu Polis Asuransi dan Ikhtisar polis yang memuat data penutupan. Jangka waktu Asuransi 1 musim tanam 4 bulan dimulai 30 hari sejak tanam hingga panen. Harga pertanggungan Harga Rp 6 000 000ha luas kurang 1 ha diperhitungkan secara proporsional. Tanggungan Premi Asuransi BUMN 80 = Rp144 000 Ha, Petani 20 = Rp36 000ha. Risiko yang dijamin Banjir, kekeringan dan Organisasi Pengganggu Tanaman OPT tertentu OPT yang dijamin Sesuai jenis OPT setempat Syarat Pengajuan Klaim 1. Terjadi kerugian akibat banjir, kekeringan atau OPT; 2. Premi telah dibayar; 3. Kerugian diperiksa POPT-PHP, dan melapor kepada perusahaan asuransi; 4. Perusahaan asuransi memutuskan besarnya kerugian, yaitu kerusakan tanaman ≥ dari luas area lahan sawah per petani Pembayaran Klaim 14 hari sesudah persetujuan jumlah kerugian, klaim dibayarkan ke rekening petaniPoktan. Sumber : Insyafiah dan Wardhani Pada skenario III semua distribusi jenis insentif dilaksanakan dengan ambisius namun akan memerlukan upaya yang sangat besar mengingat keterbatasan sumber daya aparatur. Meskipun masalah pendanaan bisa dibagi berdasarkan kewenangan setiap level pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur harus memastikan jumlah penyuluh dan petugas lainnya memadai untuk menjalankan skenario ini. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan sawah pada skenario I, II dan III dapat dilihat pada Gambar . . Pada ketiga skenario tersebut ketersediaan lahan sawah berada di atas kebutuhan lahan sawah, meskipun target LP2B belum tercapai pada skenario I. Ini berarti terdapat kelebihan padiberas yang dihasilkan daerah ini sehingga bisa menjadi penopang ketahanan pangan Provinsi Jambi. Pada ketiga skenario ini, dari kebijakan cetak sawah yang ditargetkan 000 ha, pada skenario 1 sawah baru tersebut yang berproduksi optimal pada tahun 2032 hanya sejumlah 1 643.55 ha, pada skenario II sebanyak 4000.96 ha telah berproduksi optimal dan pada skenario III sawah baru tersebut telah berproduksi optimal pada tahun . Gambar . Pencapaian ketersediaan lahan sawah dan distribusi insentif berdasarkan skenario III Ketersediaan lahan sawah yang berhasil dicapai berdampak pada produksi beras dan jumlah beras yang dapat disumbangkan untuk menopang ketahanan pangan Provinsi Jambi Gambar a b c Gambar . Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan lahan sawah pada a skenario I; b skenario II; dan c skenario III a b c Gambar . Produksi, kebutuhan dalam daerah dan surplus beras kg berdasarkan a skenario I; b skenario II; dan c skenario III Sebagai perbandingan, produksi padi Tanjung Jabung Timur pada tahun 2014 sebanyak 105 350 000 kg atau setara 63 210 000 kg beras. Hal lain yang menonjol adalah kegiatan perlindungan sawah dari alih fungsi melalui sertifikasi lahan dan asuransi pertanian belum berhasil mencegah pengurangan sawah pada skenario I dan II sedangkan pada skenario III pengurangan sawah bisa dihentikan pada tahun 2031. Dari Gambar terlihat laju pengurangan sawah pada skenario I masih mencapai hatahun pada tahun 2032, skenario II 88.74 ha, dan skenario III laju pengurangan sawah dihentikan pada tahun 2031. Pembahasan Ketersediaan dan kebutuhan lahan sawah sangat menentukan kelangsungan Program PLP2B. Salah satu cara untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah adalah dengan memberikan sertipikat LP2B kepada petani. Kegiatan perlindungan lahan sangat terkait dengan fungsi Badan Pertanahan Nasional BPN karena posisi strategis instansi ini, yakni : 1 mengamankan tata ruang wilayah; dan 2 memiliki hak perdata dalam urusan pertanahan sertipikat Iqbal 2007, namun saat ini koordinasi antar Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan BPN belum berjalan baik. Hal ini bisa menjadi kendala untuk mencapai target sertipikasi lahan. Cetak sawah berperan dalam sisi suplai lahan. Namun kegiatan ini memiliki resiko kegagalan karena menurut Kementan 2013a permasalahan cetak sawah di Indonesia cukup kompleks, diantaranya minimnya informasi tentang ketersediaan lahan di luar Pulau Jawa, jarang sekali pemerintah daerah memiliki dan menyusun informasi sumber daya lahan yang dilengkapi kajian kesesuaian dan arahan Gambar . Perbandingan laju pengurangan sawah ha pada skenario I, II, dan III komoditas yang berakibat kegiatan perluasan sawah dilakukan pada kawasan- kawasan yang secara agroekologi kurang sesuai untuk tanaman padi. Sawah baru ini pun kemudian menjadi lahan terlantar dan tidak digarap. Masalah lain adalah ketersediaan jaringan pengairan, baik irigasi maupun drainase, yang tidak tersedia pada sawah-sawah baru akibat lemahnya perencanaan kegiatan serta tidak terjadinya integrasi program. Kegiatan cetak sawah selain bermanfaat untuk mengganti sawah yang hilang atau terlanjur beralih fungsi m enjadi penggunaan lain, juga merupakan suatu mekanisme ‗tukar guling‘ antar penggunaan lahan yang memberi keuntungan lebih tinggi. Selama mekanisme tersebut diatur dengan baik, hal itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik bagi Tanjung Jabung Timur. Hal ini mengacu kepada pengalaman di China yang laju alih fungsi lahan pertanian pangan pada periode 1986-2000 sebanyak 0.16 sedangkan lahan pertanian pangan baru yang dicetak atas investasi pemerintah mencapai 5.7 juta ha atau 2.1 dari total lahan pangan waktu itu. Lahan pangan yang dialih fungsikan tersebut merupakan lahan yang berada di sekitar pantai dan dekat perkotaan sehingga dapat dijustifikasi sebab memberikan nilai ekonomi lebih besar dibanding penggunaannya sebagai lahan pertanian Deng et al. . Namun harus ada batasan yang jelas tentang lahan yang bisa dialihfungsikan tersebut, karena menurut Iqbal 2007 tanpa batasan spesifik mengenai ‗nilai ekonomi lebih tinggi‘, maka akan muncul kecenderung mengkonversikan lahan bila ada investor yang menginginkan lahan tersebut dengan harga tinggi. Menurut keterangan dari pejabat Dinas Pertanian Pangan Provinsi Jambi, semua kegiatan cetak sawah di Provinsi Jambi didanai oleh APBN. Daerah yang mengusulkan kegiatan cetak sawah, sebelumnya harus melakukan Survei Investigasi dan Desain SID untuk menentukan lokasi yang cocok untuk sawah serta memiliki sumber air terdekat. Namun seringkali lokasi yang telah dilakukan SID, beberapa tahun kemudian telah berubah fungsi sehingga kegiatan cetak sawah batal dilakukan. Pada kegiatan optimasi lahan sawah yang berasal dari pembongkaran kebun sawit, meskipun luasnya relatif kecil, kegiatan ini bisa mengingatkan petani padi untuk tidak terburu-buru mengalihfungsikan lahan sawah menjadi sawit karena tidak semua lahan cocok untuk dijadikan kebun sawit. Peningkatan produksi padi di Tanjung Jabung Timur masih bisa dilakukan tanpa mengandalkan perluasan lahan karena luas baku sawah masih tinggi. Menurut laporan United Nations Environment Programme UNEP, peningkatan volume produksi tanaman di wilayah sedang berkembang umumnya terjadi karena faktor ekspansi lahan pertanian, sedangkan jumlah panen terkendalaterbatas karena faktor rendahnya pendidikan petani serta kurangnya pupuk dan input produksi lainnya UNEP . Penambahan produksi padi melalui peningkatan produktivitas tanaman di Tanjung Jabung Timur belum terlihat. Pertumbuhan produktivitas padi dari tahun - hanya meningkat per tahun BPS 2014a dan diantara semua kabupatenkota di Provinsi Jambi, produktivitas padi daerah ini adalah yang terendah BPS 2015a. Kegiatan ekstensifikasi lahan sawah memiliki keterbatasan karena sumber daya lahan yang terbatas di Tanjung Jabung Timur di mana sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantai timur Provinsi Jambi yang merupakan kawasan Hutan Lindung Gambut dan Taman Nasional Berbak, sehingga kegiatan intensifikasi menjadi pilihan terbaik. Melalui program GERTAK TANPA DUSTA ditargetkan terjadi peningkatan Indeks Pertanaman menjadi dua kali setahun. Menurut Busyra et al. , untuk meningkatkan IP 100 menjadi 200, petani Tanjung Jabung Timur memerlukan alsin seperti hand tractor sehingga pengolahan lahan tidak terlambat serta mesin perontok padi power thressher agar perontokan padi dapat dilakukan segera setelah panen sehingga petani punya cukup waktu untuk mengolahan lahan persiapan musim tanam kedua. Terdapat perbedaan produktivitas sawah pada Musim Tanam MT 1musim hujan 3.52 tha sampai 27 tha dan MT IImusim kering I 3.12 sampai 4.14 tonha namun hasilnya masih sangat menguntungkan petani. Menurut Suryana dan Kariyasa 2008, pada tahun 2005-2006 perbandingan luas lahan pertanian dengan jumlah penduduk Indonesia 0.24 haorang sedangkan rata-rata negara di Asia memiliki perbandingan 0.13 haorang. Posisi daya dukung lahan pertanian Indonesia berada di bawah Thailand yang mencapai 0.32 haorang dan lebih baik dari Myanmar 0.01 haorang, Jepang 0.03 haorang dan Korea 0.04 haorang. Meskipun demikian, daya dukung lahan pertanian yang baik tersebut tidak akan bisa dipertahankan lama karena pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar. Kegiatan GERTAK TANPA DUSTA di daerah ini yang telah berjalan selama empat tahun, pada tahun 2015 baru mencapai target sebanyak 1 500 ha. Guna mempercepat peningkatan IP, kondisi yang harus dipersiapkan pemerintah daerah adalah kelengkapan infrastruktur seperti: long storage tempat penampungan air hujan yang mirip kanal yang disesuaikan dengan kondisi lahan pertanian di sekitarnya, dam parit dan alat mesin pertanian seperti power thresher, Rice Milling Unit RMU dan traktor tangan Komunikasi pribadi, Ir. MaushulKadis Pertanian Tanjung Jabung Timur. Kegiatan asuransi pertanian Asuransi Usaha Tani PadiAUTP baru dilaksanakan di daerah ini pada tahun 2016 dengan memberi subsidi premi sawah seluas 970.75 ha. Target yang dibebankan kepada PT Jasindo adalah 6 800 ha. Kegiatan ini bisa memotivasi petani untuk menanam sawahnya yang dibiarkan terlantar karena kegagalan panen akan diganti oleh pihak asuransi sebanyak Rp jutaha, sedangkan premi asuransinya 80 disubsidi oleh pemerintah. Kekuatan dan kelemahan ketiga skenario dirangkum pada Tabel Dari Tabel .4, pemerintah diharapkan memilih skenario yang moderat, yang sesuai dengan kemampuan daerah terkait dengan jumlah dan kualitas aparat untuk menjalankan kegiatan insentif tersebut. Tabel . Kelemahan dan kekuatan skenario I, II dan III Skenario Kekuatan Kelemahan I target asuransi pertanian yang dibebankan pada PT Jasindo tercapai target LP2B 17 000 ha belum tercapai; laju pengurangan sawah masih besar II target LP2B 17 000 ha telah tercapai; sawah baru telah berproduksi optimal; opsi paling moderat dihubungkan dengan ketersediaan sumber daya aparatur pengurangan sawah masih ada III target LP2B 17 000 ha telah tercapai; sawah baru telah berproduksi optimal; pengurangan sawah bisa dihentikan kurang realistis dan ambisius dikaitkan dengan keterbatasan sumber daya aparatur Simpulan Tanpa adanya intervensi pemerintah terhadap ketersediaan dan kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, neraca lahan sawah mengalami defisit pada tahun 2024 yang berarti kabupaten ini tidak lagi menjadi penyuplai gabah untuk Provinsi Jambi, bahkan menjadi tergantung pada pasokan dari luar. Skenario pemberian insentif diproyeksikan secara signifikan dapat menjaga neraca lahan sawah tetap positif dengan surplus produksi beras yang sangat berguna untuk menopang ketahanan pangan Provinsi Jambi. Ketiga skenario pada penelitian ini memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Skenario I tidak memuaskan, diantaranya karena luas sawah yang tersedia kurang dari target LP2B serta laju pengurangan sawah yang tinggi. Skenario II dan III sudah memuaskan, di mana skenario II lebih realistis jika dikaitkan dengan kesiapan jumlah serta kualitas aparatur untuk melaksanakan program ini, berhubung Tanjung Jabung Timur merupakan kabupaten baru yang masih kekurangan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan kegiatan.

8. PEMBAHASAN UMUM

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Jambi dengan membagikan bibit sawit secara gratis pada tahun 2004 dan 2005 berdampak positif untuk mendorong masyarakat memanfaatkan lahannya yang masih kosong, namun di sisi lain, tanpa adanya larangan untuk mengalihfungsikan lahan sawah menjadi penggunaan lain, kebijakan itu menyebabkan hilangnya puluhan ribu hektar sawah. Menurut Haberl 2014 kompetisi penggunaan lahan berdampak baik karena akan mendorong terjadinya efisiensi dan inovasi penggunaan lahan. Namun kompetisi tersebut bisa berdampak negatif pada lingkungan serta jika melibatkan orang miskin maka dapat meninggalkan masalah sosial dan pembangunan bila tidak diatur dengan baik. Dari sisi pemerintahan, alih fungsi lahan sawah menjadi sawit terkait dengan pergantian pemerintahan dari mulanya bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Seiring terjadinya pergantian era pemerintahan orde baru menjadi orde reformasi yang ditandai pemberlakuan UU Otonomi Daerah, dokumen Pembangunan Lima Tahun PELITA menjadi tidak berlaku lagi. Pada PELITA I sampai VI, kawasan Tanjung Jabung Timur dan Barat diplot sebagai daerah sentra pangan padi Provinsi Jambi. Mengacu kepada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi No. KEP. 124MEN1990 mengenai Pemukiman dan Pengembangan Usaha Transmigrasi, lahan transmigrasi di daerah Tanjung Jabung Timur diperuntukkan khusus untuk pengembangan tanaman pangan, sehingga para transmigran dilarang keras untuk mengembangkan budi daya tanaman lain Samon dan Syahroni 2007. Menjelang berakhirnya orde baru, setiap kepala daerah bebas mengembangkan daerahnya untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah sebesar-besarnya namun banyak birokrat dan legislator lokal yang menganggap pembangunan pertanian sebagai cost-centre yang menyerap investasi banyak namun return pengembaliannya lama sehingga ditinggalkan Mayrowani 2012. Lemahnya pengawasan terhadap penerapan Perda RTRW juga sangat berperan dalam mendorong alih fungsi lahan sawah. Lebih dari 50 pelanggaran tata ruang khususnya peruntukan sawah yang digunakan untuk mengembangkan sawit dilakukan oleh petani sedangkan sisanya oleh perusahaan perkebunan sawit. Menurut Andriyani 2014 dan Berliahadi et al. , ini akibat lemahnya pengawasan pemerintah khususnya Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD. Tindakan tegas harus dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mencabut izin perkebunan sawit yang berdiri paska diterbitkannya RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2011- , sedangkan perkebunan yang berdiri sebelum masa tersebut diminta menerapkan Pola Satu Daur, artinya diizinkan meneruskan usahanya hanya selama periode produktif sawit 25 tahun karena mempertimbangkan investasi yang telah mereka keluarkan serta keterlibatan penduduk sekitar. Setelah itu dikembalikan fungsinya sesuai dengan peta pola ruang. Sawah milik penduduk yang terlanjur menjadi sawit, seharusnya tidak diizinkan melakukan replanting sawit setelah masa produktif berakhir. Agar kebijakan ini dijalankan petani, mereka perlu diberi insentif cash payment untuk membongkar sawit tersebut.Dalam kaitan ini, Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jambi masih kurang berperan dalam menyuarakan pentingnya melindungi lahan sawah. Selama ini fokus perhatian dewan ini masih sebatas kepada ketersediaan suplai pangan dan keterjangkauan harganya bagi masyarakat. Sawit menjadi ancaman utama diantara semua tanaman perkebunan yang dikembangkan di Tanjung Jabung Timur, selain karena faktor land rent juga didukung faktor sebagai berikut: 1 pembagian bibit secara gratis dari pemerintah ikut bertanggungjawab terhadap terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi sawit yang sangat tinggi pada periode awal pengembangan sawit dan dengan menggunakan lahan sawah sebagai kebun sawit, biaya pembukaan lahan yang harus ditanggung oleh petani tidak perlu dikeluarkan. Berbeda halnya jika petani harus membuka lahan baru yang membutuhkan biaya investasi sekitar Rp31 juta. Harga sawit yang makin turun di pasar internasional terkait gugatan tidak ramah lingkungan atau tidak memenuhi standarisasi Roundtable Sustainable Palm Oil RSPO mempengaruhi minat petani terhadap sawit pada periode kedua pengamatan penelitian sehingga luas sawah yang beralih fungsi menjadi sawit menurun jumlahnya. Lahan pasang surut seperti yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan bagian dari 3.9 juta ha lahan pasang surut yang terdapat di Pulau Sumatra dan berpotensi menghasilkan produksi padi yang tinggi guna mengurangi ketergantungan produksi padi nasional dari Pulau Jawa yang menyuplai 60 dari kebutuhan beras nasional. Namun terlebih dahulu harus diatasi masalah kemasaman tanah yang tinggi serta ketersediaan unsur hara yang relatif relatif rendah. Menurut Sudana 2005, pemupukan dan proses ameliorasi diperlukan untuk memperbaiki kemasaman lahan. Pemberian kapur atau abu sekam sebanyak 1-3 tonha sebagai ameliorant dapat meningkatkan produksi di lahan sulfat masam, sedangkan pengelolaan air dilakukan dengan membuat saluran air di dalam petakan lahan. Pengembangan produksi pangan di lahan pasang surut pada intinya harus memperhatikan tipologi lahan dan tipologi genangan atau luapan air. Ketersediaan air merupakan masalah penting yang menyebabkan musim tanam dua kali setahun sulit dilakukan di Tanjung Jabung Timur. Masalah ini dapat diatasi dengan membangun embung dan long storage, serta secara alami dengan memperbaiki kondisi alam khususnya perlindungan hutan gambut. Hal ini terkait dengan keberadaan kawasan kubah gambut peat dome yang terbentuk dari tumpukan serasah atau sisa pelapukan bahan organik. Semakin tebal kubah gambut akan semakin banyak menyerap air Razialdi 2016. Menurut Widyati , kubah gambut yang mengalami penciutan setebal satu meter menyebabkan lahan gambut kehilangan kemampuan menyangga air sampai 90 cm atau setara dengan 9.000 m ha. Ini artinya lahan disekitarnya akan menerima 9.000 m air lebih banyak bila terjadi hujan deras. Pada daerah yang kubah gambutnya menipis, cadangan air yang tersimpan selama musim hujan sedikit, sehingga cadangan air di daerah sekelilingnya menjadi lebih sedikit dan rentan mengalami kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Agar kubah gambut tidak semakin rusak maka Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut harus ditegakkan secara tegas, khususnya Pasal 9 tentang penetapan fungsi lindung ekosistem gambut paling sedikit 30 dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut KHG serta terletak pada puncak kubah gambut dan sekitarnya, karena ini berdampak pada ketersediaan baku air untuk pertanian. PERDA LP2B penting untuk menjamin kontinuitas suplai lahan pangan Barus et al. dan melindungi lahan pangan dari ancaman kehilangan karena berkompetisi dengan penggunaan lain. Tugas menjamin ketersediaan lahan pertanian menurut UU Nomor 19 Tahun 2013 merupakan kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Selain berfungsi menghasilkan pangan, sawah juga memberi lapangan pekerjaan bagi penduduk Indonesia. Tanjung Jabung Timur memiliki 11 Kecamatan dan 93 desakelurahan di mana mata pencaharian utama penduduknya adalah pertanian BPS 2014c dengan jumlah penduduk miskin 28.300 jiwa dan garis kemiskinan rupiah per kapita per bulan Rp283 BPS 2014a. Pertanian merupakan lapangan kerja dominan di daerah ini namun distribusi PDRB harga berlaku dari lapangan usaha pertanian pada tahun 2013 hanya menyumbang .15, berada di urutan kedua setelah pertambangan dan penggalian yang mencapai 59. BPS 2014a. Hal ini berarti perlindungan lahan pertanian khususnya pangan dan peningkatan land rent penting dilakukan karena menyangkut kehidupan sebagian besar penduduknya. Pembangunan pertanian berkelanjutan menurut FAO 2014 adalah pengelolaan dan perlindungan dasar sumber daya dan orientasi perubahan teknologi yang arahnya untuk menjamin kesinambungan pemenuhan kebutuhan manusia untuk sekarang dan masa datang. Pertanian berkelanjutan melindungi lahan, air serta sumber daya genetik tanaman dan tumbuhan dan tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan, patut secara teknik, layak secara ekonomi serta dapat diterima secara sosial. Berdasarkan defenisi ini, Program PLP2B di Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan langkah untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Terdapat lima prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu: 1 memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya; 2 aksi langsung untuk mempertahankan, melindungi dan meningkatkan sumber daya alam; 3 melindungi dan meningkatkan penghidupan di pedesaan, kesetaraan dan kesejahteraan sosial; 4 meningkatkan daya tahan individu, masyarakat serta ekosistem; dan 5 mekanisme pengaturan yang efektif dan bertanggung jawab. Dilihat dari kelima prinsip tersebut, penerapan pembangunan pertanian berlanjutan di daerah ini masih membutuhkan perjuangan yang panjang. Terkait prinsip pertama, daerah ini belum efisien dalam menggunakan sumber daya. Hal ini misalnya terlihat pada penggunaan lahan pertanian di mana IP potensial sawah hanya 64, penggunaan benih padi yang mencapai 65 kgha, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan karena faktor tersapu pasang surut air dan lain-lain. Penerapan Perda PLP2B merupakan langkah nyata untuk prinsip kedua pembangunan pertanian berlanjutan meskipun belum sepenuhnya didukung oleh petani sekitarnya. Juga belum terlihat aksi nyata untuk memberdayakan sumber daya genetik padi yang cocok untuk kondisi lahan pasang surut. Terkait dengan prinsip ketiga, permasalahan semakin terlihat dengan berkurangnya kesejahteraan petani padi di mana dalam satu tahun sawah hanya menghasilkan pendapatan sekitar Rp 7 juta. Masalah ini dengan sendirinya akan menyebabkan daya tahan resiliensi individu petani dan masyarakat akan semakin lemah mengacu kepada prinsip keempat serta kondisi ekosistem yang memburuk akibat semakin luasnya pembukaan lahan gambut, kebakaran hutan dan krisis air. Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga terlihat belum mampu mewujudkan prinsip kelima, hal ini misalnya terlihat dengan penyimpangan penggunaan ruang di mana sawit telah masuk ke ruang yang peruntukannya untuk tanaman pangan. Nilai land rent sawah yang rendah sementara jumlah anggota keluarga petani rata-rata 3.45 jiwa menunjukkan perjuangan yang harus dilakukan guna mewujudkan UU Perlindungan LP2B yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Tanpa dukungan dari pendapatan non sawah usaha perkebunan sawit, karet, kelapa dalam, pinang dan perdagangan yang berdasarkan survei sekitar Rp 13 juta per tahun maka penduduk Tanjung Jabung Timur akan jatuh pada kemiskinan yang parah. Alih fungsi lahan sawah menjadi sawit atau penggunaan lain sebenarnya merupakan wujud keinginan pemilik lahan untuk memperoleh kesejahteraan dari sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah tidak dapat memaksakan petani untuk bergabung dalam Program PLP2B karena beberapa hal berikut: 1 Lahan sawah di Indonesia merupakan milik pribadi yang penggunaannya tergantung kepada keinginan pemilik sesuai Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, kondisinya tidak sama dengan China atau Vietnam yang lahan pertaniannya dibawah kontrol negara Deng et al. , Phuc et al. Negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi petani dalam bentuk penyediaan prasarana dan sarana produksi pertanian, kepastian usaha, harga komoditas pertanian, penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi, ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa, sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim dan asuransi pertanian, serta memberdayakan petani yang dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan kelembagaan petani seperti tercantum pada UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perlindungan dan pemberdayaan tersebut hanya diberikan kepada petani penggarap atau pemilik lahan yang garapannyakepemilikannya maksimal dua hektar. Ini artinya petani pangan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur rata-rata kepemilikan lahan sawahnya 1 haKK berhak memperoleh fasilitas perlindungan dan pemberdayaan tersebut; saat ini metode command and control yang menerapkan aturan secara top down dan pemberlakuan sanksi bagi para pelanggar dinilai tidak efektif, berbiaya besar dalam menegakkannya sehingga mulai ditinggalkan Ulvevadet dan Hausner 2011, Yakin 2015 dan digantikan dengan pendekatan baru instrumen ekonomi yang dikenal dengan New Environmental Policy Instrument NEPI yang antara lain berbentuk denda emisi, pajak lingkungan, izin yang diperdagangkan, persetujuan sukarela dan alat-alat informasional serta audit lingkungan Yakin 2015. Meskipun instrumen ini saat ini lebih banyak digunakan untuk mengatasi pencemarandampak lingkungan namun bisa digunakan untuk menekan kehilangan lahan pangan, seperti melalui persetujuan sukarela dalam wujud Surat Pernyataan Memiliki LP2B yang dilaksanakan di Tanjung Jabung Timur. Perubahan dalam penggunaan lahan dan pengelolaannya akan saling berinteraksi serta berdampak pada layanan ekosistem. Dalam banyak kasus, solusi menang-menang win-win solution sulit dicapai sehingga dilakukan trade off atau pertukaran Bryan 2013. Karena itu guna merubah preferensi petani dari sawit ke padi, diperlukan insentif. Dalam satu sisi insentif akan menambah investasi pemerintah namun dari sisi lain, insentif ini dapat menguntungkan petani mengurangi biaya produksi danatau menambah pendapatan land rent serta masyarakat umum dengan tersedianya layanan ekosistem dari sawah yang semakin banyak. Menurut Bryan 2013 keuntungan secara luas digunakan untuk mengevaluasi persaingan penggunaan lahan. Kebanyakan pemilik lahan tidak mau mengubah penggunaan lahan miliknya tanpa ada insentif, dan sebaliknya bersedia mengubah penggunaan lahan meskipun insentif yang diberikan itu nilainya lebih rendah dari keuntungan yang dihasilkan aktivitas pertanian di lahan marginal. Dari survei diketahui bahwa besaran nilai insentif yang diinginkan petani adalah Rp 983 hatahun agar bersedia diikat selama 20 tahun dalam program Perlindungan LP2B atau terdapat selisih sekitar Rp 00tahun dari nilai insentif yang mereka terima pada tahun 20142015 Rp870 000tahun. Nilai WTA tersebut logis karena dalam jangka waktu tersebut, petani dilarang menggunakan lahannya untuk kepentingan non pangan. Pembatasan penggunaan hak lahan untuk jangka waktu tertentu ini mirip dengan metoda Conservation Easement CE Cross et al. , Anderson dan Weinhold 2008, Pocewicz et al. , Lassner 1998. Pada program LP2B insentif diberikan dalam bentuk barang sedangkan insentif dalam bentuk dana tunai tidak dicantumkan walaupun dalam prakteknya Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada tahun 20142015 memberikan bantuan tunai Rp150 000ha untuk bantuan penggarapan lahan. Terdapat dua macam sistem penyaluran insentif; insentif kepada barang atau insentif kepada orang. Penyaluran subsidi pertanian seperti pupuk selama ini diberikan melekat kepada barang, bukan kepada orang yang layak menerima subsidi tersebut. Menurut Riwandi 2011, semua aspek mulai produksi, distribusi, dan harga pupuk sudah kurang tepat, karena mekanisme produksi pupuk yang kurang menentu, distribusi pupuk yang terlalu panjang, harga pupuk yang selalu meningkat, dan keterlambatan pupuk di lokasi lahan petani. Petani seharusnya membeli pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi Pupuk HET-P namun harus membeli di atas HET karena permintaan melebihi penawaran pupuk yang mendorong pupuk langka di pasaran. Guna menekan penyimpangan pendistribusian subsidi, khususnya pupuk disarankan penyalurannya menggunakan sistem distribusi tertutup di mana distributor dan pengecer resmi ditangani oleh kelompok tani dan hanya diedarkan di kawasan yang kelompok taninya belum berkembang PASEKP 2005. Cash payment termasuk satu dari tiga jenis insentif yang paling disukai petani; dua lainnya adalah subsidi sarana produksi pertanian dan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah HPP. Hal ini dilatari keinginan petani untuk membeli sendiri sarana produksi lahannya karena berdasarkan pengalaman selama ini seringkali bantuan saprodi tersebut datang terlambat. Petani memiliki keyakinan bahwa mereka lebih tahu kebutuhan lahannya sedangkan bantuan pemerintah biasanya diberikan dalam jumlah seragam tanpa mempertimbangkan perbedaan karakteristik lahan. Dua jenis insentif – asuransi pertanian dan sertipikat lahan sawah-, tidak termasuk dalam tiga jenis insentif yang paling disukai, kecuali untuk Kecamatan Nipah Panjang. Insentif ini sebenarnya sangat penting untuk mengikat petani dalam program PLP2B. Asuransi pertanian termasuk dalam strategi pemerintah untuk melindungi petani berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013, namun implementasinya masih dalam uji coba. Jenis insentif ini berpotensi menjadi