GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
paddy land conversion, analyse the challenges to implement the Regencial Regulation Number 18 Year 2013 and to make the structural model of
institutionsactors, problems as well as activities involved. The primary data gained from observation and interview with a couple of source persons and the
secondary data came from government institutions and Statistics Beareou. Data were analysed descriptively qualitative, overlaying land use maps and by system
approach. It can be concuded that the paddy land conversion into palm oil rooted from the change of governance pattern as well as inconsistency of development
policies that then worsened the other aspects such as water management, the decrease of land quality and incentive issues for the paddy farmers. The
challenges to succed the implementation of PSFAL are huge; lack of incentives, land degradation, lack of coordination among the stakeholders, some weakneses
found in the regulation and the limitness of development fund. The structure model based on Interpretive Structural Model analysis results three levels for
each element of actor, problem and activity. The 3th level or the most influenced level is placed by eight sub elements of actor, two sub elements of problem and
eight sub elements of activity. In order to control the paddy land conversion, the problems relate with the local regulation and avaibility of fund should be
overcome first. Key words
: financing, incentive, land degradation, palm oil, watering issue Pendahuluan
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PLP2B mendefenisikan LP2B sebagai bidang
lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan nasional. Berdasarkan undang-undang ini perlindungan lahan pangan tidak semata-mata untuk mempertahankan luasan lahan pangan dan
kaitannya dengan ketahanan pangan, namun juga memperjuangkan kesejahteraan petani dan penambahan lapangan kerja aspek ekonomi serta perlindungan
terhadap ekologi aspek lingkungan. Sudah sewajarnya kehadiran regulasi tentang LP2B dan penetapan alih fungsi lahan pertanian menekankan pada
tindakan berbasis masyarakat community based action yang bersifat kolektif, yang strateginya dikembangkan dengan memperhatikan dimensi manusia dan
hubungan sistem ekonomi, ekologi serta sosial Sriartha dan Windia 2015, Zakaria dan Rachman 2013.
Alih fungsi lahan sawah menjadi sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dipengaruhi beragam faktor yang saling terkait. Di permukaan terlihat bahwa
faktor ekonomi sangat menonjol mendorong beralihnya fungsi lahan sawah. Namun jika ditarik ke belakang, akan ditemukan faktor lain yang tak kalah
berperan sebagai pemicu terjadinya alih fungsi lahan sawah, yaitu faktor kebijakan pemerintah. Awalnya wilayah pantai timur Provinsi Jambi dibuka untuk
lokasi transmigrasi bersamaan dengan dicetaknya ratusan ribu hektar sawah baru. Kebijakan pada Pelita I tersebut berhasil menjadikan Kabupaten Tanjung Jabung
Timur sebelum tahun 2000 masih tergabung dalam Kabupaten Tanjung Jabung
sebagai lumbung padi nomor satu di daerah ini. Posisi tersebut masih bertahan sampai tahun 2004, namun berlahan-lahan digeser oleh Kabupaten Kerinci. Pada
tahun 2011 sampai 2014, Tanjung Jabung Timur menempati posisi kedua sebagai penghasil padi yang jumlahnya mencapai 95 000 sampai 105 000 ton per tahun
atau sekitar 17 - 18 dari dari total produksi padi Provinsi Jambi, sedangkan produksi padi Kabupaten Kerinci mencapai 24 - 27. Meski masih bertahan
sebagai produsen padi nomor dua, produktivitas sawah berangsur-angsur menunjukkan penurunan, saat ini produktivitasnya terendah diantara semua
kabupatenkota di Provinsi Jambi, yaitu 3.6 tonha BPS 2015a .
Pergantian kepemimpinan di pemerintah Provinsi Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur berpengaruh terhadap perubahan kebijakan pembangunan
pertanian. Pada awal tahun 2000 Gubernur Jambi yang baru dilantik meluncurkan Program Satu Juta Hektar Lahan Sawit. Alasan mengembangkan sawit antara lain:
1 tingginya hasil panen sawit di Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun; 2 harga CPO di pasar internasional menjanjikan; 3 industri sawit menyerap
banyak tenaga kerja dibanding tanaman lain yang secara tradisional ditanam di Indonesia kelapa dalam, karet, padi dan lainnya; dan 4 kehadiran investor
asing untuk menanamkan modalnya untuk membangun perkebunan sawit Daulay
. Pada era otonomi, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk memberdayakan sumber daya lokal sehingga terjadi peningkatan PAD namun
terdapat ancaman inkonsistensi dari birokrasi dan legislator daerah tentang pentingnya pembangunan pertanian Mayrowani 2012.
Program Satu Juta Hektar Lahan Sawit sangat ditentang oleh organisasi yang bergerak di bidang lingkungan seperti WARSI dan WALHI sehingga
pemerintah kemudian melarang pembangunan kebun sawit di atas lahan hutan serta lebih selektif dalam memberi izin berdirinya perusahaan perkebunan sawit
baru. Kebijakan tersebut terlanjur berdampak luas, sawit tumbuh sangat cepat menjadi 593 000 ha pada tahun 2013 dan sebanyak 107
8 ha diantaranya berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur BPS 2015a. Luas sawit di kabupaten ini
merupakan nomor dua tertinggi setelah Kabupaten Muaro Jambi sedangkan sawah mengalami penurunan dari 49 758 ha pada tahun 2009 menjadi
ha pada tahun 201
BPS 2010, BPS 2015a. Sampai saat itu tidak ada larangan untuk petanimasyarakat mengalih fungsikan lahan sawah sehingga laju kehilangan
sawah menjadi tinggi yang menurut Sriartha dan Windia 2015 berdasarkan kejadian di Bali, alih fungsi lahan sawah bersifat menular secara progresif.
Kejadian alih fungsi lahan sawah juga terjadi di wilayah lain Sumatra seperti Kabupaten Langkat di Sumatera Utara yang kehilangan 13
.7 ha 1989-2001 plus 41 941 ha lagi pada tahun 2001-
Siagian et al. . Perubahan penggunaan lahan hutan, sawah, ladang dan lain-lain menjadi sawit menurut
Wicke et al. mencerminkan sistim penggunaan lahan business as usual
yang berdampak buruk terhadap ketersediaan pangan dan lingkungan.
Diterbitkannya Peraturan Daerah PERDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur Nomor 18 Tahun 2013 tentang PLP2B merupakan bentuk koreksi terhadap
kebijakan pembangunan pertanian sebelumnya dan sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2017 namun
upaya pemerintah daerah tidak akan berjalan mudah. Inkonsistensi kebijakan pemerintah di masa lalu terlanjur berdampak besar pada kehilangan lahan sawah
dan menyebabkan daya saing petani padi menjadi rendah. Seharusnya, menurut
Dabukke dan Iqbal 2014 kebijakan pembangunan pertanian mampu melindungi pasar domestik, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta pendapatan riil
petani melalui dukungan kebijakan dan subsidi serta penerapan teknologi dan inovasi, sedangkan menurut Zakaria dan Rachman 2013, aturan yang
memayungi upaya perlindungan dan pencegahan alih fungsi lahan pertanian kurang efektif terutama terkait dengan instrumen ekonomi dan aspek
kelembagaan.
Pada penelitian ini lokasi dan permasalahan alih fungsi lahan sawah digambarkan secara deskriptif kualitatif. Menurut Bungin 2011, grounded
theory penelitian kualitatif dipengaruhi pandangan bahwa peneliti tidak
membutuhkan pengetahuan dan teori tentang objek yang diteliti agar pikirannya menjadi objektif, sehingga dapat mengembangkan semua pengetahuan dan
teorinya setelah mengetahui permasalahan di lapangan. Guna mengetahui lembagaaktor, kendala dan aktivitas berpengaruh pada pelaksanaan Program
Perlindungan LP2B dilakukan analisis Interpretive Structural Model ISM yaitu salah satu metodologi berbasis komputer yang membantu kelompok
mengidentifikasi hubungan antar ide dan struktur tetap kepada isu yang kompleks. ISM adalah teknik permodelan deskriptif yang merupakan alat strukturisasi untuk
suatu hubungan langsung. Dasar pengambilan keputusan dalam ISM adalah kelompok Sianipar 2012. Menurut Chandramowli et al.
metode ini disebut interpretive karena input untuk memperoleh elemen-elemen yang akan
dianalisis diperoleh dari wawancara dengan ahli, diskusi kelompok FGD atau kajian literatur. Sifat hubungan perbandingan berpasangan antar elemen juga
diperoleh melalui proses ini. Model struktur menurut Norberg dan Johnson 1979 adalah sebuah tehnik yang menjanjikan bantuan untuk menganalisis situasi
sekarang baik yang efeknya bagi masyarakat dekat maupun jauh akibat suatu perubahan yang sedang terjadi. Metode ini dapat memproduksi informasi sebuah
struktur yang akan mengarah kepada pengertian penting untuk memecahkan sebuah persoalan. Nilai komunikatif dari model ISM terletak pada fakta bahwa
ISM dapat mengubah sebuah bangunan model yang sepenuhnya berdasarkan penilaian perasaan completely intuitive process menjadi sebuah model dengan
pendekatan yang lebih sistematis sehingga memperbaiki komunikasi dalam group yang beragam heterogen dan pihak-pihak di luar grup Lendaris 1981.
Langkah-langkah ISM menurut Saxena et al. sebagai berikut: a
Identifikasi Elemen dan Sub-elemen melalui brainstorming; b Perumusan Hubungan Kontekstual; c Perumusan Matrik Interaksi Tunggal Terstruktur
Structural Self Interaction MatrixSSIM melalui survei pakar; d Merubah matrik SSIM menjadi Matrik Reachability Reachability MatrixRM dan
kemudian menjadi matriks biner; e Klasifikasi elemen dalam level yang berjenjang; f Matrik Canonical : Pengelompokkan elemen-elemen dalam level
yang sama; g Menyusun matrik Digraph : adalah konsep yang berasal dari Directional Graph
dan, sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung pada suatu level hirarki; dan h Interpretive
Structural Model : ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen
dengan deskripsi elemen aktual. Pada BAB ini dibahas tiga hal penting, yaitu: 1 Bagaimana awal terjadinya
alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tantangan yang
dihadapi dalam mewujudkan target LP2B sesuai PERDA Kabupaten Tanjung
Jabung Timur Nomor 18 Tahun 2013 dan 3 Siapakah lembagaaktor yang terlibat serta kendala dan aktivitas apa yang paling berpengaruh pada Program
Perlindungan LP2B?
Metode Pemilihan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kabupaten ini merupakan lumbung padi di Provinsi Jambi yang mengalami
penyusutan luas lahan sawah yang sangat besar. 2.
Kabupaten ini pada 10 tahun terakhir menjadi lokasi pengembangan tanaman perkebunan terutama kelapa sawit dengan pertumbuhan sawit tertinggi di
Provinsi Jambi. 3.
Kabupaten ini merupakan satu-satunya kabupatenkota di Provinsi Jambi yang telah menetapkan perlindungan lahan pertanian melalui PERDA Nomor 18
Tahun 2013 tentang PLP2B.
Teknik Penentuan Narasumber
Narasumber untuk analisis ISM berjumlah orang berasal dari berbagai
latar belakang; Kepala Dinas Pertanian Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, pejabat Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Pejabat Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Jambi, penyuluh dan pemerhatiaktivis masalah lingkungan. Pemilihan narasumber mengacu kepada pengetahuan mereka tentang
kondisi daerah ini dan kejadian alih fungsi sawah menjadi sawit.
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui observasi, penyebaran angket dan wawancara mendalam indepth interview dengan
narasumber. Data sekunder berasal dari dinasinstansi terkait serta BPS. Pengambilan data dimulai bulan Agustus sampai Desember 2015.
Metode Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan membandingkan kondisi yang ditemui di Tanjung Jabung Timur dengan kondisi
di daerah lain atau kondisi ideal menurut regulasi terkait perlindungan LP2B, dan secara kuantitatif melalui overlay peta penggunaan lahan dengan peta pola ruang
untuk memperoleh datainformasi tentang adanya inkonsistensi kebijakan dalam hal tata ruang khususnya mengetahui luas lahan peruntukan sawah yang
digunakan untuk mengembangkan sawit serta pendekatan sistem.