IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Ekstraksi
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi terhadap lima tanaman yaitu kemuning, ceremai, delima putih, jati belanda, dan kecombrang. Untuk
kemuning, delima putih, jati belanda, dan ceremai, bagian yang diekstrak adalah daun, sedangkan bagian yang diekstrak dari kecombrang adalah bunga.
Pemilihan bagian tanaman tersebut berdasarkan pemanfaatan bagian tanaman secara tradisional oleh masyarakat.
Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen-komponen yang tidak
larut dengan pelarut yang sesuai Leniger dan Beverloo, 1975. Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur seluruh
bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi pada penelitian ini adalah aquades dan
etanol 96 . Ekstrak dengan pelarut aquades digunakan sebagai pendekatan
terhadap keadaan nyata konsumsi tanaman tersebut sehari-hari secara umum, karena secara tradisional pengkonsumsian kelima tanaman tersebut
menggunakan pelarut air. Pelarut etanol digunakan karena memiliki polaritas lebih tinggi daripada aquades sehingga akan lebih banyak melarutkan
komponen polar. Etanol mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, dan senyawa organik lainnya, serta merupakan pelarut
yang aman dalam arti tidak toksik Somaatmaja, 1981, selain itu untuk mengekstrak suatu bahan yang belum diketahui kandungan kimianya secara
jelas diharuskan menggunakan pelarut etanol atau air untuk alasan keamanan DepKes, 2000.
Penelitian lain yang telah dilakukan dengan menggunakan pelarut aquades dan etanol 96 telah dilakukan oleh Nora 2003
. Ekstrak tanaman
yang digunakan adalah daun kumis kucing dan bunga kenop. Perbandingan antara jumlah tanaman dan pelarut pada saat ekstraksi berdasarkan konsumsi
normal masyarakat. Hasil ekstraksi kemudian diujikan pada sel limfosit tikus
untuk mengetahui tingkat toksisitas dan daya imunomodulator ekstrak. Hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kumis kucing
yang dikulturkan pada kultur sel limfosit, indeks stimulasi proliferasi sel limfosit akan semakin meningkat. Indeks proliferasi tertinggi terjadi pada
konsentrasi ekstrak daun kumis kucing 38.4 mg ml. Perbandingan antara bahan dan pelarut didasarkan pada konsumsi
sehari-hari masyarakat. Tujuan dari penentuan perbandingan bahan berdasarkan konsumsi normal adalah mengetahui tingkat efektifitas kelima
tanaman ketika dikonsumsi dalam jumlah normal terhadap keseluruhan pengujian yang akan dilakukan. Perbandingan konsumsi sehari-hari bahan
dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi normal masyarakat terhadap kelima tanaman
Tanaman Konsumsi Normal
Bahan segar g Pelarut ml
Daun ceremai 3 – 25
a
200 Daun kemuning
20 – 60
b
200 Daun delima putih
5 – 10
c
200 Daun jati belanda
5 – 10
d
150 Bunga kecombrang
20-50
e
200
a
IPTEK
a
,2005
b
IPTEK
b
,2005
c
IPTEK
c
,2005
d
IPTEK
d
,2005
e
DepKes,2005 Jumlah bahan segar yang diekstraksi pada penelitian ini, dibuat
menjadi dua kali konsumsi normal masyarakat. Perbandingan antara jumlah tanaman dan pelarut yang diekstraksi dapat dilihat pada Tabel 2. Bahan yang
diekstraksi merupakan bahan segar. Hal ini mengacu pada cara ekstraksi tradisional masyarakat saat mengkonsumsi kelima tanaman tersebut, yaitu
bahan segar. Bagian tanaman daun delima putih, daun kemuning, daun jati belanda,
daun ceremai, dan bunga kecombrang yang akan diekstrak mengalami proses
penghalusan menggunakan blender dengan maksud memperluas daya pelarutan sampel, sehingga pelarutan komponen pada sampel dapat lebih
merata. Ekstraksi menggunakan pelarut aquades berdasarkan modifikasi dari
penelitian Pandoyo 2000. Pada ekstraksi menggunakan pelarut aquades, dilakukan pemanasan pada suhu 80
o
C selama 10 menit. Tujuannya adalah mempercepat proses pelarutan dan menginaktivasi enzim tertentu yang dapat
menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi sehingga perubahan kimiawi pada ekstrak dapat dicegah contohnya proses oksidasi yang dilakukan oleh enzim
fenolase Giner, 2001. Penggunaan suhu yang agak tinggi dalam waktu yang relatif singkat bertujuan mencegah kerusakan komponen aktif ekstrak dalam
jumlah besar. Setelah itu, sampel kemudian disaring menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh kemudian disentrifus pada 2000 rpm selama 10
menit dengan tujuan mengendapkan padatan yang masih tersisa. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol dilakukan dengan metode maserasi, yaitu proses
ekstraksi dengan cara perendaman dan pengadukan secara terus menerus selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah dimaserasi, ekstrak dipisahkan dari
ampas dengan menggunakan pompa vakum. Pada tahap akhir, baik untuk ekstrak yang menggunakan pelarut aquades ataupun etanol, dilakukan
pemisahan ekstrak dari pelarut, untuk pelarut aquades dilakukan pemisahan dengan memanaskan sampel pada suhu 80
o
C sampai diperoleh volume akhir 10 ml, sedangkan untuk etanol pemisahan dilakukan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 55
o
C sehingga diperoleh volume akhir 10 ml. Penentuan suhu 55
o
C berdasarkan metode ekstraksi yang dilakukan oleh Marliyati et.al 2005. Menurut Oher 2002, kisaran suhu yang biasa
digunakan untuk memekatkan etanol menggunakan rotary evaporator adalah 40
o
C – 55
o
C. Pada kisaran suhu tersebut, etanol sudah mulai menguap. Pada penelitian ini, proses ekstraksi dihentikan setelah diperoleh
volume ekstrak 10 ml. Pada volume 10 ml diharapkan residu pelarut di ekstrak dalam jumlah kecil sehingga tidak memberikan efek yang signifikan pada
hasil penelitian walaupun kemungkinan sisa pelarut tersebut juga mempengaruhi pengujian toksisitas pada sel limfosit. Hasil ekstraksi
kemudian dihitung bobotnya pada volume 10 ml. Bobot hasil ekstraksi dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4. Contoh perbandingan warna antara
ekstrak dengan pelarut aquades dan etanol dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 4. Bobot hasil ekstraksi kelima tanaman pada volume 10 ml Bahan
Bobot hasil ekstraksi gr Etanol Aquades
Daun ceremai Daun kemuning
Bunga kecombrang Daun delima putih
Daun jati belanda
9.42 9.36
9.31 8.94
8.80 10.50
11.70 10.90
11.43 8.89
a. ceremai air b. ceremai etanol c. kemuning air d. kemuning etanol
Gambar 8. Perbandingan warna antara hasil ekstraksi menggunakan pelarut aquades dan etanol
Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengujian untuk mengetahui residu etanol ataupun aquades yang tersisa pada ekstrak. Pemekatan sisa pelarut
dapat dilakukan menggunakan gas N
2
, tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan. Indikator terdapatnya residu etanol dalam jumlah kecil dapat
diketahui dari tidak terdeteksinya lagi aroma etanol pada ekstrak seperti pada awal proses ekstraksi. Menurut Sandres 1995, etanol merupakan salah satu
jenis pelarut yang diizinkan untuk digunakan dalam pengujian walaupun masih tersisa residu di dalamnya. Pelarut lain yang juga diizinkan adalah
propanol. Walaupun masih diizinkan, tetapi harus juga diperhatikan konsentrasi ekstrak yang diujikan. Penelitian untuk mengetahui efek yang
ditimbulkan oleh residu etanol terhadap proliferasi sel limfosit B manusia
telah dilakukan Alexander, et.all 2003. Penelitian ini dilakukan menggunakan tanaman Cissampelos s.eichl. Hasil yang diperoleh penambahan
ekstrak tanaman pada konsentrasi 100 mgml ke dalam kultur sel limfosit ternyata tidak mempengaruhi proliferasi sel limfosit. Ekstrak yang
ditambahkan ke dalam kultur masih mengandung residu etanol dalam jumlah yang tidak diketahui.
2. Analisis Kimia
Kadar Air Air merupakan komponen terbesar yang terdapat secara umum
pada setiap tanaman tropis. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang
menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya Winarno, 1992. Kadar air suatu bahan pangan erat kaitannya dengan mutu bahan dan
kecepatan kerusakan bahan, baik yang sifatnya mikrobiologi ataupun kimia.
Penentuan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam bahan pangan. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air, diantaranya metode oven vakum, oven kering, destilasi azeotropik, dan lain-lain. Pemilihan
metode tersebut disesuaikan dengan sampel yang akan diukur. Pada penelitian ini, dilakukan penentuan kadar air menggunakan metode oven
kering. Suhu oven yang digunakan untuk mengeringkan memiliki kisaran antara 105-110
o
C. Untuk menghindari terjadinya kesalahan positif, yaitu adanya
penambahan kadar air sampel yang berasal dari cawan yang digunakan, sebelumnya dilakukan pengeringan terhadap cawan tersebut. Sampel yang
akan diukur kadar airnya kemudian dimasukkan ke dalam oven selama enam jam. Setelah enam jam, sampel diukur bobotnya, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh bobot yang tetap. Pada penelitian ini, perhitungan kadar air kelima tanaman
menggunakan bahan segar tanaman tersebut artinya bahan yang diujikan
tidak mengalami proses pengeringan terlebih dahulu. Kelima tanaman tanpa mengalami proses ekstraksi, langsung dihitung menggunakan
metode perhitungan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga kecombrang memiliki kadar air tertinggi bila dibandingkan dengan
keempat sampel lain, yaitu 92.30 b.b, sedangkan daun delima putih memiliki kadar air terendah yaitu 58.26 b.b. Hasil perhitungan kadar
air lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar air bahan segar dari kelima tanaman yang digunakan Bahan Kadar
Air b.b
Daun ceremai 65.20
Daun kemuning 67.96
Bunga kecombrang 92.30
Daun jati belanda 63.02
Daun delima putih 58.26
Sebagai pembanding, telah dilakukan penelitian oleh Ayu 2004, diperoleh hasil bahwa kadar air daun jati belanda basah sekitar 72.92 ,
sedangkan kadar air daun kemuning sekitar 69.82 . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni 2007, menunjukkkan bahwa kadar air bunga
kecombrang berdasarkan bobot basahnya adalah 90.23 . Kadar air tanaman lain diantaranya kadar air daun kumis kucing berdasarkan bobot
basah adalah 81.42 dan kadar air bunga knop berdasarkan bobot basah adalah 73.13 Nora, 2003. Kadar air daun sambiloto adalah 79.5 ,
kadar air daun saga adalah 83.39 , dan kadar air daun pare adalah 83.25 Jurai, 2007.
Kadar Protein Analisis kadar protein pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl. Alasan pemilihan metode ini karena dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, sederhana, tidak mahal,
dan cukup akurat untuk menghitung protein kasar Winarno, 1992. Pada metode ini, dilakukan pengukuran terhadap kadar nitrogen total dalam
sampel. Prinsip metode ini adalah mula-mula sampel didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis. Amonia yang terjadi ditampung
dan dititrasi dengan bantuan indikator Winarno, 1992. Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan bahan
segar dari setiap tanaman yang diujikan. Setiap tanaman tanpa mengalami proses ekstraksi, langsung dihitung kadar proteinnya. Kadar protein kelima
tanaman yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kadar protein dari bahan segar kelima tanaman yang digunakan Bahan Kadar
Protein
Daun ceremai 6.40
Daun kemuning 4.65
Bunga kecombrang 1.38
Daun jati belanda 6.05
Daun delima putih 5.88
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bunga kecombrang memiliki kadar protein terendah yaitu sekitar 1.38 berdasarkan bobot
basahnya, sedangkan daun ceremai memiliki kadar protein tertinggi yaitu 6.40 perbobot basahnya. Kadar protein beberapa daun-daunan menurut
Muchtadi dan Sugiyono 1989, yaitu daun bayam sebesar 3.5 b.b, daun pepaya sebesar 8.0 b.b, daun singkong sebesar 6.8 b.b.
Sebagai pembanding, berdasarkan penelitian Ayu 2004, diketahui kadar
protein jati belanda sebesar 8.44 b.b dan kadar protein kemuning sebesar 7.38 b.b, sedangkan berdasarkan penelitian Daroini 2006,
diketahui bahwa kadar protein daun ceremai berdasarkan bobot keringnya adalah 12.65 . Kadar protein daun saga adalah 16.48 , kadar protein
daun sambiloto adalah 20.79 , dan kadar protein daun pare adalah 12.09 Jurai, 2007.
Kekurangan protein dan asam amino sangat mengganggu sistem kekebalan tubuh terutama imunitas seluler, fungsi fagositosis, kadar
komplemen, antibodi yang disekresi dan afinitas antibodi Zakaria, 1996. Dengan mengetahui adanya pengaruh kandungan protein terhadap sistem
imun, maka dianggap perlu dilakukan analisis terhadap kadar protein pada kelima tanaman yang diujikan. Selain itu, perhitungan protein juga
berkaitan erat dengan kandungan fenol di dalam suatu tanaman. Fenol bebas dan produk oksidasinya diketahui berinteraksi dengan protein bahan
pangan dan menghambat aktivitas enzim-enzim seperti oksidase, tripsin, arginase, dan lipase Haslam, E. et.al., 1992. Interaksi ini dapat
mempengaruhi metabolisme komponen fenolik atau protein itu sendiri di dalam tubuh atau secara invitro.
Walaupun setiap bahan yang diujikan memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan kadar protein yang berasal dari sumber protein
contohnya kacang hijau. Kacang hijau memiliki kadar protein sekitar 20.7 b.b Muchtadi dan Sugiyono,1989. Namun apabila dikonsumsi dalam
jumlah yang sesuai, diharapkan dapat memberikan sumbangan protein bagi tubuh.
Kadar Total Fenol Komponen fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat
menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid Kochlar dan Russell,1990. Aktivitas fenol sebagai antioksidan berhubungan dengan
kemampuannya untuk menyumbangkan atom hidrogen Singh et.al, 2002. Pada penelitian ini, standar yang digunakan untuk penentuan total
fenol adalah asam tanat. Data kurva standar dapat dilihat pada Tabel 7. Persamaan yang diperoleh dari kurva standar akan digunakan untuk
menentukan total fenol dari ekstrak yang diujikan.
Tabel 7. Data kurva standar asam tanat Standar [
] ppm
Absorbansi
Asam Tanat 5
10 15
20 25
0.000 0.095
0.160 0.240
0.298 0.386
Ekstrak yang akan dihitung kandungan fenolnya harus diencerkan terlebih dahulu. Pada umumnya sebelum digunakan, ekstrak diencerkan
dengan perbandingan antara 1:500 sampai 1:1000 Singh et.al, 2002. Pada penelitian ini, faktor pengenceran yang digunakan adalah 1:100
mempertimbangkan jumlah fenol yang terdapat di dalam ekstrak. Pengenceran diperlukan karena kandungan fenol yang tinggi sehingga
absorbansi tidak dapat terbaca di spektrofotometer. Hasil pengukuran kadar total fenol pada ekstrak kelima tanaman dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kadar total fenol ekstrak kelima tanaman pada konsumsi normal
masyarakat
Ekstrak Tanaman
[ ] Fenol x 10
2
ppm Etanol Aquades
Daun ceremai Daun kemuning
Bunga kecombrang Daun jati belanda
Daun delima putih
32.24 77.84
25.84 15.51
81.37 41.57
44.11 16.57
4.44 62.31
Secara keseluruhan, ekstrak dengan pelarut etanol cenderung memiliki kadar fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut
aquades Tabel 8. Hal ini disebabkan karena komponen fenolik mudah larut pada pelarut organik yang bersifat polar seperti etanol Hounghton
dan Raman, 1998. Terjadi penyimpangan pada ekstrak daun ceremai.
Daun ceremai yang diekstrak menggunakan etanol memiliki total fenol lebih rendah dibanding ekstrak dengan aquades. Hal ini dapat disebabkan
karena fenol yang terdapat pada daun ceremai merupakan fenol yang terikat dengan senyawa lain. Menurut Suradikusuma 1989, senyawa
fenol yang berikatan dengan protein ataupun gula glikosida cenderung mudah larut pada pelarut aquades dibandingkan pelarut yang lain.
Ekstrak yang memiliki kandungan fenol tertinggi adalah ekstrak daun delima putih dengan etanol yaitu sebesar 81.37 x 10
2
ppm mgl ekstrak, sedangkan ekstrak dengan total fenol terendah adalah ekstrak
daun jati belanda dengan aquades yaitu 4.44 x 10
2
ppm mgl ekstrak. Sebagai pembanding, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Anggraeni 2007, diketahui bahwa kadar total fenol bunga kecombrang menggunakan pelarut aquades adalah 5.41 x 10
2
ppm. Penelitian lain tentang kadar total fenol tanaman lain adalah total fenol pada daun cincau
hijau yang diekstrak dengan aquades adalah 5.7 x 10
2
ppm dan dengan pelarut etanol 1.2 x 10
2
ppm Pandoyo, 2000, sedangkan kadar total fenol pada bunga kenop adalah 3.40 x 10
3
ppm Nora, 2003. Fungsi fisiologis senyawa fenol antara lain sebagai antikanker,
antimikroba, antioksidan, dan merangsang sistem daya tahan tubuh. Oleh karena itu, senyawa fenol dapat menjadi senyawa yang melindungi
limfosit dari senyawa asing seperti radikal bebas Singh et.al, 2002. Pengujian Kemampuan Antioksidan untuk Meredam Radikal Bebas
Kapasitas Antioksidan Pada penelitian ini, perhitungan kapasitas antioksidan dilakukan
dengan menggunakan metode DPPH 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. Metode ini dipilih karena cukup sederhana
untuk menghitung kapasitas antioksidan dan hanya membutuhkan waktu singkat. Prinsip kerja dari metode ini adalah proses reduksi senyawa
DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai
absorbansi sinar tampak dari spektofotometer. Perubahan warna pada uji ini berhubungan dengan kemapuan meredam radikal bebas.
Perhitungan kapasitas antioksidan dilakukan dengan membandingkan sampel dan kontrol standar yang menggunakan metanol
untuk mengetahui persentase kekuatan sampel sesuai dengan konsentrasinya dalam larutan. Bahan segar yang digunakan untuk ekstraksi
tidak dalam jumlah yang sama disebabkan untuk mengetahui tingkat kekuatan masing-masing tanaman sebagai antioksidan bila dikonsumsi
secara normal perhari. Hasil penelitian tentang kapasitas antioksidan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kapasitas antioksidan kelima ekstrak tanaman pada konsumsi
normal masyarakat
Sampel Kemampuan memerangkap radikal bebas
Etanol Aquades
Daun ceremai Daun kemuning
Bunga kecombrang Daun jati belanda
Daun delima putih 92.02
70.45 92.96
78.64 85.93
85.88 80.00
92.26 83.37
87.00
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ekstrak kecombrang dengan pelarut etanol memiliki konsentrasi tertinggi yaitu 92.96 .
Komponen antioksidan pada kecombrang ternyata memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menangkal senyawa radikal bebas DPPH sehingga
mencegah terjadinya oksidasi. Tiga tanaman yaitu kemuning, jati belanda, dan delima putih memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi saat diekstrak
dengan aquades dibandingkan dengan etanol. Hal ini berkebalikan dengan kadar total fenol ekstrak yang memiliki jumlah tertinggi saat diekstrak
menggunakan etanol. Kadar total fenol dan kapasitas antioksidan ekstrak kelima tanaman menunjukkan adanya hubungan negatif. Hal ini dapat
disebabkan karena komponen antioksidan yang terekstrak oleh pelarut
tidak hanya berasal dari komponen fenol saja melainkan dari komponen lain, selain itu, adanya perbedaan jenis senyawa fenolik yang terkandung
pada masing-masing ekstrak menyebabkan adanya perbedaan juga dalam kemampuan senyawa fenol tersebut sebagai antioksidan.
Antioksidan yang terdapat pada ekstrak tanaman selain dinyatakan dengan persen kapasitas antioksidan, tetapi dinyatakan juga dalam bentuk
AEAC Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah asam askorbat dengan
konsentrasi 50 , 100 , 200 , 500 , dan 1000 mgl. Pada penelitian dibuat kurva standar asam askorbat mengebai hubungan antara kapasitas
antioksidan dengan konsentrasi asam askorbat mgl. Kapasitas antioksidan ekstrak dimasukkan dalam kurva standar asam askorbat,
sehingga akan diperoleh kekuatan antioksidan ekstrak yang dinyatakan dalam mg l AEAC. Standar asam askorbat dapat dilihat pada Tabel 10.
Kapasitas antioksidan ekstrak tanaman dalam mg l AEAC dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 10. Data kurva standar asam askorbat Standar [
] ppm
Absorbansi Daya peredaman
radikal bebas
Asam Askorbat
50 100
200 500
1000 1.180
1.170 1.050
0.778 0.233
2.88 3.70
13.58 36.79
80.82
1147.96 888.08
1159.28 986.75
1074.59 1003.14
1087.84 1043.75
1150.86 1088.45
200 400
600 800
1000 1200
1400
da un
k emu
ning bu
ng a
k eco
m b
ra n
g da
un j
at i
be la
n da
da u
n de li
m a
pu ti
h da
u n
ce re
m ai
Ekstrak tanaman m
g l A
E A
C
etanol aquades
Gambar 9. Kapasitas antioksidan ekstrak tanaman dalam mg l AEAC Hasil perhitungan menggunakan Ascorbic acid Equivalent Antioxidant
Capacity menunjukkan hasil bahwa ekstrak tanaman yang memiliki AEAC tertinggi adalah ekstrak bunga kecombrang baik menggunakan pelarut
aquades ataupun etanol, sedangkan ekstrak tanaman yang memiliki AEAC terendah adalah ekstrak daun kemuning aquades. Perhitungan dengan
Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity AEAC ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila
dinyatakan dalam daya peredaman radikal bebas oleh asam askorbat. Pemilihan asam askorbat dikarenakan asam askorbat sudah digunakan secara
umum oleh masyarakat luas sebagai antioksidan. Aplikasi dengan adanya perhitungan ini bagi masyarakat adalah untuk
mengetahui keefektifan pengkonsumsian ekstrak tanaman yang diuji dibandingkan dengan pengkonsumsian asam askorbat dilihat dari sudut fungsi
asam askorbat sebagai senyawa antioksidan. Pada ekstrak bunga kecombrang etanol, diketahui bahwa daya peredaman ekstrak sebanding dengan 1159,28
mgl asam askorbat. Angka itu menunjukkan bahwa di dalam satu liter larutan yang dikonsumsi, terdapat sekitar 1159.28 mg asam askorbat. Dalam
penggunaan sehari-hari, pengkonsumsian sebanyak satu liter ekstrak tidak
dianjurkan karena akan terbuang percuma oleh sistem metabolisme tubuh. Pengkonsumsian yang dianjurkan adalah sebanyak 100 ml ekstrak untuk
dikunsumsi setiap hari. Bila dilihat dari kemampuan daya peredaman, dengan mengkonsumsi sebanyak 100 ml ekstrak bunga kecombrang etanol, maka
konsumsi ini setara dengan kemampuan daya peredaman radikal bebas ketika kita mengkonsumsi 115,93 mg asam askirbat vitamin C. Kebutuhan sehari-
hari asam askorbat menurut FAO 2006 adalah 60 mg asam askorbat setiap hari.
Untuk ekstrak yang lain, dengan mengkonsumsi sebanyak 100 ml ekstrak setiap hari, maka kemampuan daya peredaman radikal bebas
sebanding dengan 88.81 mg asam askorbat untuk ekstrak daun kemuning etanol, dan 108.84 untuk ekstrak daun kemuning aquades. Untuk ekstrak
bunga kecombrang, kemampuan peredaman tersebut sebanding dengan 115.09 mg asam askorbat. Untuk ekstrak daun jati belanda etanol, kemampuan
tersebut sebanding dengan 98.67 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya sebanding dengan 104.38 mg asam askorbat. Untuk ekstrak
daun delima putih etanol, nilainya sebanding dengan 107.46 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya sebanding dengan 108.78
mg asam askorbat. Untuk ekstrak daun ceremai etanol, nilainya sebanding dengan 114.80 mg asam askorbat, sedangkan untuk ekstrak aquades, nilainya
sebanding dengan 100.31 mg asam askorbat.
3. Proliferasi Sel Limfosit Manusia
Metode pengujian secara in vitro memerlukan kondisi lingkungan pertumbuhan yang sama dengan keadaaan dalam tubuh. Hal ini bertujuan agar
proses biologis yang terjadi di dalam kultur sel berlangsung mendekati keadaan sebenarnya di dalam tubuh. Kondisi lingkungan tersebut diantaranya
pH, asupan nutrisi yang diberi, ataupun fase gas yang sesuai untuk pertumbuhan sel. Mengamati proses pertumbuhan sel secara in vitro memiliki
keuntungan bila dibandingan secara in vivo. Keuntungan metode ini adalah keadaan lingkungan pertumbuhan dapat stabil karena dapat diamati secara
langsung, selain itu karakteristik dari sel yang ingin ditumbuhkan dapat diatur
Harrison, 1997.
Darah yang akan diisolasi sel limfositnya diambil secara aseptis di klinik Farfa Dramaga oleh seorang suster. Darah ini dimasukkan dalam tabung
vacuntainer steril. Pemisahan sel limfosit dari sel-sel darah lain dilakukan dengan menggunakan larutan ficoll Histopaque. Larutan ini memiliki
densitas 1.077 + 0.0001 gml sehingga mampu menahan sel-sel agranulosit
yang berdensitas rendah seperti limfosit untuk berada tetap dibagian atas.
Volume total kultur sel pada penelitian ini adalah 100 μl untuk setiap
sumur. Jumlah sel limfosit hidup yang dikultur pada penelitian ini adalah 2 x 10
6
selml. Jumlah limfosit yang hidup ini disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meiriana 2006. Dengan jumlah sel tersebut, diharapkan sel
limfosit akan mampu bertahan hidup dan melewati siklus hidupnya dalam waktu inkubasi selama 72 jam. Pemilihan waktu inkubasi 72 jam ini
disesuaikan dengan perkiraan berkurangnya zat-zat gizi dari medium untuk
mendukung proses pertumbuhan sel. Menurut Freshney 1994, medium
pertumbuhan sel limfosit berfungsi maksimal selama tiga hari. Bila ingin dikultur lebih lama, harus dilakukan penyegaran media dan penambahan
glutamin. Alasan lain penentuan waktu inkubasi adalah menurut Paul 1972, kultur sel limfosit manusia harus dihitung tidak lebih dari tiga hari, karena bila
lewat dari waktu tersebut, sel yang dikultur akan mati perlahan. Volume sel limfosit yang ditambahkan ke dalam sumur adalah 80
μl. Jumlah sel limfosit hidup setelah ditambahkan ekstrak akan dibandingkan dengan jumlah sel
limfosit yang hidup tanpa penambahan ekstrak dengan melihat peningkatan ataupun penurunan jumlahnya selama 72 jam.
Penentuan konsentrasi ekstrak sampel yang akan digunakan dalam kultur sel didasarkan pada asumsi perhitungan konsentrasi ekstrak yang akan
terdapat di darah berdasarkan dua kali konsumsi normal C3. Contoh
perhitungan konsentrasi ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah itu
dilakukan dua kali penegenceran dengan konsentrasi setengah konsentrasi awal C2 dan seperempat konsentrasi awal C1. Untuk konsentrasi ekstrak
berdasarkan konsumsi sehari-hari dilambangkan dengan C2, satu taraf lebih rendah dilambangkan dengan C1, dan satu taraf lebih tinggi dari konsumsi
normal dilambangkan dengan C3. Penggunaan konsentrasi bertingkat ini
bertujuan mengetahui signifikansi peningkatan dosis dengan efek terhadap respon toksisitas ataupun respon proliferasi sel yang dihasilkan. Konsentrasi
ekstrak sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Konsentrasi ekstrak tanaman dari konsumsi normal perhari Tanaman C2
mg ekstrakml RPMI Etanol Aquades
Daun kemuning 3.899
3.876 3.666
3.725 3.923
4.875 4.542
3.704 4.763
4.375 Bunga kecombrang
Daun jati belanda Daun delima putih
Daun ceremai Pengujian aktivitas proliferasi dilakukan dengan perhitungan sel
menggunakan metode biru tripan dan pengukuran secara spektrofotometer menggunakan metode MTT. Metode biru tripan digunakan untuk menghitung
jumlah sel limfosit yang mati, sedangkan metode MTT digunakan untuk menghitung jumlah sel limfosit yang hidup. Metode MTT selain dapat
digunakan untuk menghitung proliferasi sel limfosit manusia, biasa juga digunakan untuk menghitung proliferasi sel kanker. Menurut Liu, et.al 2002,
pengamatan terhadap penghambtan proliferasi sel kanker hati manusia oleh ekstrak aquades tanaman raspberries dilakukan dengan menggunakan metode
MTT. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak raspberries dapat menghambat proliferasi sel kanker hati manusia HepG2 pada konsentrasi ekstrak 50 mg
ml. Hasil ini ditunjukkan dengan nilai Indeks Stimulasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol standar.
Kesalahan perhitungan absorbansi dapat terjadi pada metode MTT Sigma,2006. Kesalahan ini disebabkan adanya kontaminasi dari bakteri
ataupun kamir. Mitokondria sel bakteri juga menghasilkan enzim suksinat dehidrogenase yang dapat bereaksi dengan garam tetrazolium dari MTT
sehingga menghasilkan kristal formazan berwarna biru. Kesalahan yang
terjadi adalah kesalahan positif karena jumlah kristal formazan yang terbentuk tidak hanya berasal dari sel limfosit yang hidup saja melainkan dari sel bakteri
juga. Untuk mengantisipasi kontaminasi yang terjadi, penelitian dilakukan dalam kondisi yang aseptis. Pada metode trifan blue juga dapat terjadi
kesalahan akibat kelelahan mata saat menghitung, oleh karena itu perhitungan sel sebaiknya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
4. Pengujian Toksisitas dan Daya Imunomodulator Ekstrak Terhadap
Proliferasi Sel Limfosit Manusia
Proliferasi adalah proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel atau mitosis sebagai respon terhadap antigen ataupun mitogen. Respon
proliferasi sel limfosit yang diuji pada sistem in vitro dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Fletcher et
al.,1994. Aktivitas sel limfosit T dan B yang berproliferasi dapat diukur
melalui indeks stimulasi. Pada penelitian ini digunakan senyawa mitogen untuk memicu
terjadinya proliferasi non spesifik dari sel limfosit. Mitogen dapat memicu proliferasi karena dapat mengaktivasi hormon tirosin kinase yang merupakan
faktor pertumbuhan. Hormon ini akan mengirimkan sinyal-sinyal yang berpengaruh terhadap faktor transkripsi dan aktivasi gen sehingga terjadi
proliferasi sel Decker, 2001. Mitogen yang digunakan pada penelitian ini
adalah Concanavalin A Con A dan Lipopolisakarida LPS. Con A adalah protein yang berasal dari bibit jack bean Canavalia
ensiformis yang berikatan dengan gula yang mengandung α-D-mannose atau
α-D-glucose Kuby,1992, sedangkan LPS berasal dari komponen dinding sel bakteri gram standar seperti Salmonella typhii ataupun E.coli. Alasan
digunakan kedua mitogen ini karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda terhadap proliferasi sel limfosit, yaitu Con A dapat memicu proliferasi sel T,
sedangkan LPS dapat memicu proliferasi sel B, sehingga dapat dijadikan perbandingan pada hasil yang diperoleh. Konsentrasi mitogen yang
ditambahkan pada sel adalah 10 μgml. Konsentrasi ini mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Pandoyo 2000. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Pandoyo 2000, hasil yang diperoleh adalah kultur sel yang dikultur dengan mitogen, memiliki indeks stimulasi sel yang tidak berbeda
nyata dengan kontrol standar. Hal ini mungkin disebabkan mitogen belum dapat menginduksi proliferasi sel limfosit secara optimal pada waktu inkubasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Pandoyo, dilakukan dengan waktu inkubasi 36 jam. Pada penelitian ini, waktu inkubasi dijadikan menjadi 72 jam, diharapkan
mitogen yang digunakan dapat menginduksi proliferasi sel limfosit sehingga kenaikan indeks stimulasi sesuai yang diinginkan.
Hasil dari proliferasi sel limfosit yang dikultur dengan mitogen, baik Con A ataupun LPS menunjukkan indeks stimulasi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kontrol standar. Hal ini menunjukkan mitogen yang digunakan berfungsi dengan baik sehingga dapat memicu terjadinya
proliferasi sel limfosit. Hanya saja sel yang dikultur dengan mitogen LPS memiliki indeks stimulasi yang lebih tinggi dibandingkan sel yang dikultur
dengan Con A. Mitogen LPS lebih aktif dalam memicu proliferasi sel limfosit B bila dibandingkan dengan mitogen Con A pada konsentrasi yang sama.
Indeks stimulasi dari sel yang dikultur dengan mitogen Con A adalah 1.27, sedangkan indeks stimulasi sel yang dikultur dengan mitogen LPS adalah
1.54. Gambar 10 dan Gambar 11 perbesaran 1000x menunjukkan sel limfosit yang telah dikultur selama tiga hari.
Gambar 10. Kultur sel yang dikultur dengan media standar 1000x
a b
Gambar 11. Kultur sel yang dikultur dengan mitogen : a Mitogen Con A ; b Mitogen LPS 1000x
Pengujian terhadap proliferasi sel limfosit dilakukan dengan dua metode, yaitu metode MTT dan metode biru tripan. Metode MTT digunakan
untuk mengetahui indeks stimulasi dari sel limfosit yang hidup, sedangkan metode biru tripan digunakan untuk menghitung jumlah sel yang mati.
Perhitungan Kematian Sel Menggunakan Metode Biru Tripan a. Pengaruh ekstrak daun ceremai terhadap kematian sel
Hasil penelitian jumlah sel limfosit yang mati dengan pemberian ekstrak aquades menunjukkan bahwa kematian limfosit
tertinggi terjadi pada konsentrasi C1 2.188 mgml yaitu 8.4 x 10
5
sel mati ml. Terjadi penurunan jumlah sel yang mati pada konsentrasi C2
4.375 mgml yaitu 2.8 x 10
5
sel mati ml, kemudian terjadi peningkatan kematian sel lagi pada C3 8.750 mgml yaitu 7.4 x 10
5
sel mati ml. Hasil ini sebanding dengan indeks stimulasi ekstrak, yaitu indeks stimulasi tertinggi terjadi pada konsentrasi C2 4.375
mgml. Pada ekstrak etanol, kematian limfosit tertinggi terjadi pada
konsentrasi ekstrak C1 1.962 mgml yaitu 6 x 10
5
sel mati ml, sedangkan terendah terjadi pada C2 3.923 mgml yaitu 3.4 sel mati
ml. Secara keseluruhan, kematian sel yang dipicu oleh ekstrak lebih rendah dibandingkan kematian sel pada kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa sel masih sempat berproliferasi dan sedikit yang mengalami kematian. Secara keseluruhan, ekstrak aquades menyebabkan kematian
sel limfosit lebih besar dibanding ekstrak etanol. Besarnya tingkat kematian sl pada ekstrak aquades dapat disebabkan karena pada
ekstrak aquades, komponen yang terekstrak lebih bersifat toksik dibandingkan pada ekstrak etanol sehingga memicu terjadinya lisis
pada sel dan menyebabkan kematian sel. Perbandingan jumlah sel limfosit yang mati pada ekstrak daun ceremai etanol dan aquades dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Jumlah sel limfosit mati pada kultur yang diberi ekstrak
daun ceremai b. Pengaruh ekstrak daun delima putih terhadap kematian sel
Pada ekstrak aquades daun delima putih, kematian sel limfosit tertinggi terjadi pada konsentrasi C3 9.526 mgml, yaitu 12 x 10
5
sel mati ml. Indeks stimulasi pada konsentrasi ini juga merupakan indeks
stimulasi terendah dibandingkan konsentrasi lain. Kematian sel yang terjadi pada konsentrasi ini lebih banyak bila dibandingkan kontrol
standar. Kematian sel yang tinggi ini dapat disebabkan oleh komponen polar yang terekstrak. Komponen tersebut tidak hanya komponen
fenolik yang mampu memicu proliferasi sel, tetapi juga kemungkinan adanya komponen lain yang bersifat toksik bagi sel limfosit. Kematian
sel terendah terjadi pada konsentasi C2 2.382 mgml, dimana konsentrasi ini merupakan dosis konsumsi normal perhari.
Hasil penelitian pada ekstrak etanol menunjukkan bahwa kematian sel tertinggi terjadi pada konsentrasi C2 3.725 mgml, yaitu
5.8 x 10
5
sel mati ml. Kematian sel terendah terjadi pada konsentrasi C1 1.863 mgml, yaitu 4.2 x 10
5
sel mati ml. Walaupun begitu, untuk ketiga konsentrasi yang digunakan, jumlah sel limfosit yang
mati jauh lebih kecil dibandingkan kontrol standar. Secara keseluruhan, ekstrak etanol menyebabkan kematian sel limfosit lebih
rendah bila dibandingkan ekstrak aquades, kecuali pada konsentrasi C2 3.735 mgml.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pandoyo 2000, diketahui bahwa pada konsentrasi C2 dosis normal ekstrak
aquades batang cincau hijau memiliki tingkat kematian sel lebih tinggi bila dibandingkan konsentrasi lain yang diujikan. Penurunan tingkat
kematian sel terjadi pada konsentrasi C1 dan C2. Jumlah sel limfosit uang mati pada ekstrak daun delima putih dapat dilihat pada Gambar
13.
Gambar 13. Jumlah sel limfosit mati pada kultur sel yang ditambahkan ekstrak daun delima putih
c. Pengaruh ekstrak daun jati belanda terhadap kematian sel Pada ekstrak aquades daun jati belanda, jumlah limfosit yang
mengalami kematian tertinggi pada konsentrasi C1 2.438 mgml. Indeks stimulasi pada konsentrasi ini merupakan indeks stimulasi
terendah dibandingkan konsentrasi yang lain. Kematian sel limfosit menurun secara berturut-turut pada konsentrasi C1 1.852 mgml , C2
3.704 mgml, dan C3 6.148 mgml. Jumlah sel limfosit yang mati pada ekstrak aquades memiliki jumlah yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan kontrol standar. Pada ekstrak etanol, diketahui jumlah sel limfosit yang
mengalami kematian tertinggi pada konsentrasi C3 7.332 mgml, sedangkan kematian terendah terjadi pada konsentrasi C2 3.666
mgml. Bila dibandingkan dengan kontrol standar, jumlah sel limfosit yang mati lebih kecil, kecuali pada ekstrak etanol dengan konsentrasi
C3 7.332 mgml. Tingginya tingkat kematian pada konsentrasi C3 7.332 mgml sebanding dengan rendahnya indeks stimulasi ekstrak
menggunakan metode MTT. Hal ini dapat disebabkan karena pada konsentrasi C3 7.332 mgml, banyak komponen yang terekstrak oleh
etanol memiliki sifat sebagai prooksidan bagi sel limfosit. Menurut Mukhopadhyay 2000, suatu senyawa dapat berfungsi sebagai
antioksidan pada konsentrasi tertentu, sedangkan pada konsentrasi lain dapat berfungsi sebagai prooksidan. Pada kasus ini, komponen yang
terekstrak tidak dapat melindungi sel limfosit yang ada. Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi suatu senyawa semakin tinggi
juga kemampuannya sebagai prooksidan. Jumlah kematian sel limfosit pada ekstrak daun jati belanda dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Jumlah sel limfosit mati pada ekstrak daun jati belanda yang diberi ke dalam kultur sel
d. Pengaruh ekstrak bunga kecombrang terhadap kematian sel Secara keseluruhan, hasil penelitian terhadap ekstrak bunga
kecombrang menunjukkan nilai kematian sel yang rendah. Pada ekstrak aquades, diperoleh hasil bahwa tingkat kematian sel limfosit
tertinggi terjadi pada konsentrasi C1 2.271 mgml sebanyak 4.6 x 10
5
sel mati ml Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin rendah sel yang mati. Tingkat kematian sel terendah terjadi pada
konsentrasi C3 9.084 mgml yaitu 1.2l. Bila dibandingkan dengan kontrol standar, sel yang mati pada ekstrak jauh lebih rendah.
Pada ekstrak etanol, jumlah kematian sel juga sangat rendah bila dibandingkan kontrol standar. Kematian sel tertinggi terjadi pada
konsentrasi C2 3.876 mgml, sedangkan kematian terendah terjadi pada konsentrasi C3 7.752 mgml. Secara keseluruhan, ekstrak etanol
kecombrang menyebabkan kematian sel limfosit lebih kecil dibandingkan ekstrak aquades. Jumlah kematian sel limfosit secara
lengkap bisa dilihat pada Gambar 15. Jumlah kematian sel yang dikultur dengan ekstrak bunga kecombrang memiliki nilai yang paling
rendah dibandingkan ekstrak keempat tanaman lain. Hal ini berhubungan dengan kapasitas antioksidan dari ekstrak kecombrang
yang paling tinggi dibandingkan ekstrak lain. Komponen yang
terekstrak dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan baik sehingga melindungi sel dari kematian. Ekstrak tanaman ini tidak memicu
terjadinya kematian sel dalam jumlah besar walaupun diberikan dalam dosis tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pandoyo 2000 tentang efek pemberian ekstrak aquades daun cincau hijau
terhadap proliferasi sel limfosit diperoleh hasil bahwa ekstrak aquades daun cincau tidak memperlihatkan tingkat kematian sel yang tinggi
pada konsentrasi rendah. Akan tetapi pada konsentrasi yang semakin tinggi, terjadi peningkatan jumlah sel yang mati walaupun secara sifat
tidak signifikan. Hal ini diperlihatkan dengan adanya penurunan jumlah sel limfosit hidup.
Gambar 15. Jumlah sel limfosit mati pada kultur yang ditambahkan ekstrak bunga kecombrang
e. Pengaruh ekstrak daun kemuning terhadap kematian sel Hasil penelitian kematian sel limfosit dengan pemberian
ekstrak aquades daun kemuning menunjukkan hasil bahwa kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi C1 2.438 mgml yaitu 4 x 10
5
sel mati ml. Terjadi penurunan kematian sel pada konsentrasi
selanjutnya. Bila dibandingkan dengan kontrol standar, diketahui bahwa kematian sel pada ekstrak lebih rendah. Penurunan jumlah sel
yang mati ini sebanding dengan peningkatan indeks stimulasi. Semakin tinggi konsentrasi, jumlah sel yang mati akan berkurang dan
tingkat proliferasi akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak aquades daun ceremai tidak bersifat toksik sehingga tidak
menyebabkan kematian sel. Pada ekstrak etanol, jumlah sel limfosit yang mati berfluktuasi
pada masing-masing konsentrasi. Kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi C3 7,798 mgml yaitu 7 x 10
5
sel mati ml, sedangkan kematian terendah terjadi pada C2 3.899 mgml yaitu 3 x 10
5
sel mati ml. Pada konsumsi normal ekstrak C2, walaupun terjadi kematian
sel, namun bila dibandingkan dengan kontrol standar, nilainya jauh lebih kecil. Begitu pula pada konsentrasi C3 7,798 mgml walaupun
memiliki tingkat kematian sel yang tertinggi, tetapi nilai tersebut lebih kecil dibandingkan kontrol standar. Tingkat kematian sel dapat dilihat
pada Gambar 16.
Gambar 16. Jumlah sel limfosit mati pada kultur yang ditambahkan ekstrak daun kemuning
Penelitian yang telah dilakukan oleh Meiriana 2006, diketahui bahwa pada ekstrak buah merah menggunakan pelarut aquades,
kematian sel limfosit tertinggi terjadi pada konsentrasi C2 8.333 μgml. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, sel limfosit yang mati
mengalami penurunan. f. Kesetaraan seluruh ekstrak yang diujikan terhadap kematian sel
Kelima tanaman yang diujikan menggunakan perbandingan yang berbeda antara jumlah bahan segar yang diekstraksi dengan
jumlah pelarut. Tiga tanaman, yaitu kemuning, kecombrang, dan ceremai menggunakan jumlah perbandingan yang sama antara pelarut
dan bahan segar, sedangkan untuk delima putih dan jati belanda, perbandingan yang digunakan berbeda. Jumlah perbandingan antara
bahan segar dan pelarut untuk kemuning, ceremai, dan kecombrang adalah 1 : 10, sedangkan untuk jati belanda dan delima putih adalah 1 :
5. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa hasil ekstraksi ceremai, kemuning, dan kecombrang lebih pekat bila
dibandingkan dengan hasil ekstraksi delima putih dan jati belanda. Sehingga konsentrasi konsumsi normal pada tanaman delima putih dan
jati belanda merupakan setengah kali konsentrasi konsumsi normal pada kemuning, ceremai, dan kecombrang. Kesetaran pengaruh
seluruh ekstrak tanaman dapat diamati dengan membandingkan keseluruhan pengaruh ekstrak pada satu konsentrasi yang setara. Pada
penelitian ini, kesetaraan diamati pada konsentrasi konsumsi normal C2 untuk delima putih dan jati belanda, sedangkan untuk kemuning,
ceremai, dan kecombrang menggunakan setengah dari konsentrasi konsumsi normal C1. Gambar kesetaraan seluruh ekstrak terhadap
kematian sel dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Kesetaraan pengaruh seluruh ekstrak terhadap kematian
sel Berdasarkan Gambar 17. diketahui bahwa pada konsentrasi
yang setara, ekstrak daun ceremai aquades menyebabkan kematian sel lebih tinggi bila dibandingkan ekstrak lain, yaitu sebesar 8.4 x 10
5
sel mati ml, sedangkan kematian sel terendah dimiliki oleh ekstrak etanol
daun jati belanda yaitu 2 x 10
5
sel ml. Pada konsentrasi ini, ekstrak aquades menyebabkan kematian sel yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ekstrak etanol. Metode MTT
Prinsip metode ini didasarkan pada penyerapan warna biru dari kristal formazan blue yang dihasilkan dari reaksi antara enzim suksinat
dehidrogenase dengan garam tetrazolium MTT. Sebelum perhitungan, dilakukan penambahan HCL-isopropanol pada kultur sel. Tujuan
penambahan ini untuk melarutkan kristal biru formazan yang terbentuk dan untuk melisiskan sel limfosit.
a. Pengaruh ekstrak daun ceremai terhadap proliferasi sel limfosit Hasil penelitian terhadap proliferasi sel limfosit manusia
setelah diberi ekstrak aquades daun ceremai adalah terjadi fluktuasi pada indeks stimulasi yang diperoleh. Ekstrak yang memiliki
absorbansi tertinggi terjadi pada konsentrasi C2 4.375 mgml. Peningkatan indeks stimulasi terjadi sampai konsentrasi C2 4.375
mgml kemudian terjadi penurunan pada konsentrasi C3 8.750 mgml. Fluktuasi indeks stimulasi proliferasi sel limfosit juga terjadi
pada penelitian yang dilakukan oleh Nora 2003 dengan menggunakan ekstrak bunga kenop. Indeks Stimulasi tertinggi terjadi
pada konsentrasi ekstrak 0.8 mg ml. Terjadinya peningkatan dan penurunan indeks stimulasi sel pada konsentrasi yang diujikan dapat
terjadi karena pada konsentrasi tertentu, kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak berada dalam jumlah yang optimum untuk
memicu aktifitas proliferasi sel. Dibandingkan dengan hasil absorbansi ekstrak aquades, ekstrak
yang menggunakan pelarut etanol secara keseluruhan memiliki indeks stimulasi lebih rendah walaupun masih berada di atas kontrol standar.
Indeks stimulasi tertinggi terjadi pada konsentrasi C3 7.846 mgml, sedangkan terendah terjadi pada C1 1.962 mgml. Pada ekstrak
etanol, terjadi peningkatan indeks stimulasi seiring dengan peningkatan konsentrasi.
Tingginya tingkat proliferasi pada ekstrak aquades kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya kandungan fenol pada
ekstrak ini bila dibandingkan ekstrak etanol. Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai senyawa yang meningkatkan sistem imun tubuh.
Indeks stimulasi ekstrak daun ceremai dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Indeks stimulasi sel limfosit pada kultur yang diberi
ekstrak daun ceremai b. Pengaruh ekstrak daun delima putih terhadap proliferasi sel limfosit
Hasil penelitian terhadap proliferasi sel limfosit yang diberi ekstrak daun delima putih aquades menunjukkan terjadinya penurunan
indeks stimulasi. Indeks stimulasi tertinggi terjadi pada konsentasi C1 2.382 mgml. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun delima putih
aquades yang diberi menyebabkan terjadinya penurunan indeks stimulasi kultur sel. Walaupun terjadi penurunan indeks stimulasi
proliferasi sel pada dua kali konsentrasi normal, tetapi nilai yang diperoleh masih lebih tinggi dibandingkan kontrol standar sehingga
dapat dianggap ekstrak yang diberi masih mampu menstimulir proliferasi. Indeks stimulasi ekstrak yang lebih tinggi dibanding
kontrol menunjukkan bahwa ekstrak aquades daun delima putih bersifat immunostimulan dan tidak bersifat toksik. Akan tetapi perlu
dilakukan pengujian terhadap konsentrasi dengan tingkatan lebih tinggi memningat terjadinya penurunan indeks stimulasi seiring
dengan peningkatan konsentrasi.
Pada ekstrak etanol, indeks stimulasi yang diperoleh menunjukkan kenaikan sebanding dengan peningkatan konsentrasi.
Indeks stimulasi tertinggi terjadi pada konsentrasi C3 7.450 mgml, sedangkan terendah terjadi pada C1 1.863 mgml. Secara
keseluruhan, indeks stimulasi ekstrak etanol daun delima putih lebih tinggi dibandingkan ekstrak aquades. Hal ini kemungkinan disebabkan
kandungan senyawa fenol di ekstrak etanol lebih banyak bila dibandingkan senyawa fenol pada ekstrak aquades. Aktivitas senyawa
ini tidak hanya sebagai antioksidan untuk melindungi sel limfosit dari radikal bebas tetapi juga dapat memicu faktor proliferasi untuk
meningkatkan proliferasi sel limfosit Dayong,1998. Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit yang dikultur dengan ekstrak daun delima putih
dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Indeks stimulasi sel limfosit pada kultur yang diberi
ekstrak daun delima putih c. Pengaruh ekstrak jati belanda terhadap proliferasi sel limfosit
Pada kultur sel yang ditambahkan ekstrak aquades, menunjukkan bahwa nilai indeks stimulasi tertinggi pada konsentrasi
C1 1.852 mgml yaitu sebesar 1.48. Semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan, diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan indeks stimulasi
sel limfosit. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak aquades jati belanda bersifat sebagai immunosuppresif bagi sel
limfosit. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan indeks stimulasi dengan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak. Hal lain yang dapat
disimpulkan, dengan peningkatan konsentrasi ekstrak, ternyata komponen toksik yang terekstrak dalam jumlah banyak sehingga
memicu kematian sel limfosit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Pandoyo 2000,
diketahui bahwa ekstrak aquades daun cincau hijau memiliki indeks stimulasi tertinggi pada konsentrasi C5, sedangkan secara keseluruhan,
kultur sel yang diberi ekstrak aquades daun cincau hijau memiliki indeks stimulasi di bawah kontrol standar pada semua taraf
konsentrasi. Indeks Stimulasi ekstrak etanol memiliki nilai tertinggi pada
konsentrasi C2 3.666 mgml, namun mengalami penurunan pada konsentrasi C3 7.332 mgml. Indeks Stimulasi kultur sel pada
konsentrasi C3 7.332 mgml memiliki nilai yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol standar. Penurunan tingkat
proliferasi ini disebabkan adanya komponen yang bersifat toksik terekstrak oleh etanol sehingga menyebabkan kematian sel. Jumlah sel
limfosit yang berproliferasi tidak sebanding dengan sel limfosit yang mati.
Indeks Stimulasi ekstrak aquades secara keseluruhan lebih besar bila dibandingkan dengan ekstrak etanol. Perbedaan yang tampak
dari kedua ekstrak ini adalah pada ekstrak aquades, lendir yang terdapat pada daun jati ikut terekstrak, sedangkan pada ekstrak etanol,
tidak terdapat lendir. Penyebab perbedaan indeks stimulasi ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas lendir yang terdapat pada
ekstrak aquades. Ekstrak daun jati belanda merupakn ekstrak yang memberikan indeks stimulasi paling rendah dibanding ekstrak keempat
tanaman lain. Hal ini sebanding dengan kadar total fenol daun jati
belanda yang paling rendah bila debandingkan dengan keempat tanaman lain.
Gambar 20. Indeks stimulasi sel limfosit pada kultur yang diberi
ekstrak daun jati belanda d. Pengaruh ekstrak bunga kecombrang terhadap proliferasi sel limfosit
Hasil penelitian kultur sel dengan penambahan ekstrak aquades menunjukkan hasil bahwa indeks stimulasi tertinggi terjadi pada
konsentrasi C3 9.750 mgml yaitu 6.88, sedangkan indeks stimulasi terendah terjadi pada konsentrasi C2 4.875 mgml. Secara umum,
ekstrak aquades tidak bersifat toksik terhadap sel limfosit dan cenderung memiliki sifat imunostimulan.
Hasil penelitian menggunakan ekstrak etanol diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberi akan memberikan respon
stimulasi yang semakin tinggi juga. Indeks stimulasi tertinggi terjadi pada C3 7.752 mgml, yaitu 2.16, sedangkan yang terendah adalah
konsentrasi C1 1.938 mgml. Secara keseluruhan, ekstrak aquades memiliki indeks stimulasi lebih besar dibandingkan ekstrak etanol.
Tingginya stimulasi ekstrak aquades bunga kecombrang pada sel limfosit manusia dapat disebabkan karena pada ekstrak terkandung
komponen bioaktif yang dapat memicu bekerjanya faktor proliferasi seperti Interleukin. Penelitian yang telah dilakukan oleh Dash, et.al
2006 menunjukkan hasil bahwa ekstrak akar dari tanaman Heradeum nepalente pada konsentrasi 1000 µgml dapat meningkatkan respon
proliferasi sel limfosit manusia. Hal ini erat hubungannya dengan kemampuan komponen bioaktif pada ekstrak yang mampu
menginduksi Interleukin untuk memicu proliferasi sel.
Gambar 21. Indeks stimulasi sel limfosit pada kultur sel yang diberi
ekstrak bunga kecombrang e. Pengaruh ekstrak daun kemuning terhadap proliferasi sel limfosit
Ekstrak aquades berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah sel pada semua taraf konsentrasi. Indeks stimulasi kultur sel
yang diberikan ekstrak aquades daun kemuning memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol standar. Indeks stimulasi
tertinggi dimiliki oleh ekstrak dengan konsentrasi C2 4.875 mgml yaitu 3.93, dan terendah terjadi pada konsentrasi C1 2.438 mgml.
Pada ekstrak etanol, indeks stimulasi tertinggi terjadi pada konsentrasi C2 3.899 mgml, dan terjadi penurunan pada C3 7.798
mgml. Secara keseluruhan, ekstrak daun kemuning menggunakan aquades memiliki indeks stimulasi lebih tinggi bila dibandingkan
ekstrak etanol. Hal ini kemungkinan besar disebabkan kandungan bioaktif yang ada di ekstrak aquades lebih efektif untuk memicu
proliferasi sel limfosit dibandingkan komponen bioaktif yang terekstrak di etanol.
Indeks stimulasi yang tinggi ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kemuning baik yang diekstrak menggunakan etanol ataupun
aquades bersifat sebagai imunostimulan dan tidak bersifat toksik. Indeks stimulasi ekstrak daun kemuning dapat dilihat pada Gambar 22.
Bila dilihat dari kadar total fenol yang terdapat di dalam kedua jenis ekstrak, diketahui bahwa ekstrak etanol daun kemuning memiliki total
fenol lebih tinggi daripada ekstrak aquades. Kandungan fenol yang terdapat pada ekstrak ini kemungkinan besar mempengaruhi tingkat
proliferasi sel limfosit. Berdasarkan studi in vito, flavonoid yang termasuk dalam kelompok fenolik memiliki kemampuan
meningkatkan sistem imun mencakup proliferasi sel limfosit, sel MK, dan sekresi sitokinin Middleton, 1998.
Gambar 22. Indeks stimulasi sel limfosit pada kultur yang diberi
ekstrak daun kemuning
f. Kesetaraan seluruh ekstrak yang diujikan terhadap kematian sel Sama seperti pada pengaruh ekstrak terhadap kematian sel,
pengaruh ekstrak terhadap indeks stimulasi sel juga dibuat kesetaraan. Kelima tanaman yang diujikan menggunakan perbandingan yang
berbeda antara jumlah bahan segar yang diekstraksi dengan jumlah pelarut. Tiga tanaman, yaitu kemuning, kecombrang, dan ceremai
menggunakan jumlah perbandingan yang sama antara pelarut dan bahan segar, sedangkan untuk delima putih dan jati belanda,
perbandingan yang digunakan berbeda. Jumlah perbandingan antara bahan segar dan pelarut untuk kemuning, ceremai, dan kecombrang
adalah 1 : 10, sedangkan untuk jati belanda dan delima putih adalah 1 : 5. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa hasil
ekstraksi ceremai, kemuning, dan kecombrang lebih pekat bila dibandingkan dengan hasil ekstraksi delima putih dan jati belanda.
Sehingga konsentrasi konsumsi normal pada tanaman delima putih dan jati belanda merupakan setengah kali konsentrasi konsumsi normal
pada kemuning, ceremai, dan kecombrang. Kesetaran pengaruh seluruh ekstrak tanaman dapat diamati dengan membandingkan
keseluruhan pengaruh ekstrak pada satu konsentrasi yang setara. Pada penelitian ini, kesetaraan diamati pada konsentrasi konsumsi normal
C2 untuk delima putih dan jati belanda, sedangkan untuk kemuning, ceremai, dan kecombrang menggunakan setengah dari konsentrasi
konsumsi normal C1. Gambar kesetaraan seluruh ekstrak terhadap indeks stimulasi sel dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Kesetaraan pengaruh seluruh ekstrak terhadap indeks stimulasi sel.
Berdasarkan Gambar 23. diketahui bahwa pada konsentrasi yang setara, ekstrak daun delima putih etanol memiliki indeks
stimulasi yang lebih tinggi bila dibandingkan ekstrak lain, yaitu sebesar 4.65, sedangkan indeks stimulasi terendah dimiliki oleh
ekstrak daun jati belanda aquades. Pada konsentrasi ini, ekstrak etanol memiliki indeks stimulasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
ekstrak aquades. Hal ini kemungkinan besar disebabkan kandungan total fenol pada ekstrak etanol lebih besar bila dibandingkan ekstrak
aquades. Pengaruh Ekstrak Tanaman Secara Keseluruhan terhadap Proliferasi Sel
Limfosit Secara keseluruhan, ekstrak kelima tanaman baik yang diekstrak
menggunakan aquades ataupun etanol pada tiga konsentrasi memberikan respon positif, yaitu dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit.
Peningkatan proliferasi ini ditunjukkan dengan terjadinya penambahan jumlah sel limfosit hidup. Berdasarkan pengujian kadar total fenol,
diketahui secara keseluruhan, ekstrak etanol memiliki kandungan fenol
lebih tinggi dibandingkan ekstrak aquades. Hal tersebut disebabkan banyaknya komponen fenolik yang ikut terekstrak oleh pelarut etanol.
Jumlah kematian sel limfosit yang diberi ekstrak kelima tanaman secara keseluruhan menunjukkan jumlah kematian yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan kontrol standar. Secara keseluruhan, tingkat kematian sel tertinggi terjadi pada konsentrasi C1 untuk setiap ekstrak baik
menggunakan pelarut etanol ataupun aquades. Ekstrak yang menyebabkan kematian sel limfosit tertinggi adalah ekstrak delima dengan pelarut
aquades dan ekstrak jati belanda dengan pelarut etanol, jumlah sel yang mati pada ekstrak ini adalah 12 x 10
6
sel mati ml. Ekstrak yang menyebabkan kematian sel limfosit terendah adalah ekstrak kecombrang,
baik menggunakan pelarut etanol ataupun aquades. Nilai kematian sel pada ekstrak ini adalah 1.2 x 10
5
sel mati ml. Indeks stimulasi dan tingkat kematian ekstrak etanol walaupun
memiliki nilai yang berbeda dengan ekstrak aquades, namun hasil yang diperoleh masih lebih baik dibandingkan kontrol standar. Hal ini
menunjukkan bahwa residu etanol yang tersisa pada ekstrak tidak mempengaruhi pengujian terhadap sel limfosit manusia. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kapasi 2003 tentang pengaruh etanol terhadap sel limfosit, diperoleh hasil bahwa etanol dapat memicu
kerusakan sel limfosit bila diberikan dalam konsentrasi di atas 200 mM. Bila masih terdapat residu etanol dalam jumlah lebih rendah dari angka di
atas, maka proliferasi sel limfosit tidak akan terganggu secara signifikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pandoyo 2000,
diketahui bahwa secara keseluruhan pengaruh ekstrak cincau hijau Cyclea barbata L. Miers umumnya bersifat imunostimulan pada konsentrasi
rendah, sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Meiriana 2006, secara keseluruhan, ekstrak buah merah pada tingkat konsentrasi
4.167 µgml, 8.333 µgml, dan 16.667 µgml memberikan respon positif, yaitu dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit dimana terjadi
penambahan jumlah sel limfosit hidup.
Peningkatan proliferasi dari kelima ekstrak tanaman dan rendahnya tingkat kematian sel limfosit secara keseluruhan pada kultur sel
menunjukkan bahwa ekstrak yang diberikan dapat memacu proliferasi sel limfosit dan melindungi sel dari kematian. Oleh karena itu, secara umum
ekstrak kelima tanaman yaitu daun jati belanda, daun ceremai, daun kemuning, daun delima putih, dan bunga kecombrang tidak bersifat toksik
dan dapat dianggap sebagai imunomodulator yang baik pada tiga konsentrasi yang diujikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN