Kondisi perairan dengan tingkat kecerahan seperti ini sangat baik bagi pertumbuhan lamun karena mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan. Lamun
membutuhkan rata-rata radiasi cahaya 11 untuk dapat tumbuh Hemminga dan Duarte, 2000. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi kecerahan perairan Teluk
Banten pada tahun 1990, dilaporkan bahwa pada tahun tersebut perairan Teluk Banten termasuk dalam kategori kecerahan yang sangat keruh lKiswara, 1997.
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan tata guna lahan dan reklamasi pantai untuk dijadikan daerah pelabuhan dan industri yang dilakukan pada tahun 1989
– 2006 Yunus, 2008.
Nilai kecerahan perairan secara langsung dipengaruhi oleh nilai total suspended solid, semakin tinggi nilai TSS maka semakin rendah persentase nilai
kecerahan di perairan tersebut. Nilai kecerahan di tiga stasiun pengamatan cukup rendah berkisar 7 mgL
– 11 mgL jika dibandingkan dengan nilai TSS yang diukur pada daerah Grenyang yang mencapai 30 mgL. Berdasarkan Laporan LIPI tentang
Studi Perairan Teluk Banten 2001, pada tahun 2001 nilai padatan tersuspensi di Pulau Panjang mencapai 32 mgL dan digolongkan sangat keruh.
4.2. Perubahan Komposisi Jenis Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di tiga stasiun penelitian didapatkan tiga jenis spesies lamun di wilayah perairan Pulau Panjang. Diantara
tiga jenis spesies yang ditemukan dua diantaranya merupakan suku Potamogetonaceae, yaitu Syringodium isoetifolium dan Cymodocea serrulata,
sedangkan satu jenis lagi berasal dari suku Hydrocharitaceae, yaitu Syringodium isoetifolium. Komposisi jenis lamun di setiap stasiun pengamatan ditampilkan pada
Gambar 3.
a b
c Gambar 3. Komposisi jenis lamun di tiap stasiun
a. Stasiun I b Stasiun II c Stasiun III
Ditemukan dua jenis lamun pada Stasiun I, yaitu Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata dengan komposisi terbesar adalah jenis lamun Enhalus
acoroides mencapai 66 dibandingkan Cymodocea serrulata yang hanya 34. Jenis lamun Syringodium isoetifolium tidak ditemukan di Stasiun I seperti dua
stasiun lainnya, hal ini diduga karena relatif tingginya TSS di daerah tersebut 13 mgL dan kedalaman perairan yang tergolong dangkal sehingga sering tersingkap
saat surut, menurut Kuriandewa 2009 lamun jenis ini tidak dijumpai di daerah yang
mengalami pemaparan saat surut. Hal yang sama pernah diteliti oleh Terrados et al 1998 dalam Hemminga dan Duarte 2000 dengan melakukan pengukuran di
daerah Asia Tenggara, dalam laporannya disebutkan bahwa hilangnya jenis lamun Syringodium isoetifolium yang disebabkan karena mendangkalnya perairan akibat
tingginya padatan tersuspensi TSS sehingga terjadi sedimentasi di perairan tersebut. Larkum et al. 2006 melaporkan bahwa kemungkinan hanya jenis lamun
Enhalus acoroides dan jenis lamun yang memiliki pertumbuhan stem secara vertikal yang cepat Cymodocea nodosa dan C. serrulata yang dapat beradaptasi di
perairan yang memiliki karakteristik seperti ini. Pendapat ini diperkuat oleh Kiswara 1997 yang melaporkan bahwa lamun jenis Syringodium isoetifolium dapat tumbuh
subur pada perairan yang selalu tergenang oleh air, dan sulit tumbuh di daerah yang dangkal. Stasiun I merupakan daerah yang dekat dengan perumahan padat
penduduk, diduga tingginya TSS akibat dari masukan limbah rumah tangga dan akumulasi serasah yang dihasilkan oleh mangrove.
Berbeda dengan Stasiun I, pada Stasiun II dan Stasiun III didominasi oleh jenis lamun Syringodium isoetifolium. Komposisi terbesar ditemukan di Stasiun III
dengan persentase 81 sedangkan pada Stasiun II sebesar 60. Jenis lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata juga ditemukan di stasiun ini tetapi
dengan persentase yang sedikit. Berdasarkan hasil penelitian dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2010
telah terjadi pengurangan dan perubahan jumlah dan jenis lamun di perairan Pulau Panjang, perbandingan komposisi jenis lamun pada tahun 1989, 2008, dan 2010
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi jenis lamun pada tahun 1989, 2008, dan 2010
Jenis Tahun
1989 2008
2010 Kiswara,
1997 Zulkarnain,
2009 data penelitian
Enhalus acoroides x
x x
Cymodocea rotundata x
- -
C. serrulata x
x x
Halophila decipiens -
- -
H. minor -
- -
H. ovalis x
- -
H. spinulosa -
- -
Halodule pinifolia -
x -
H. uninervis x
- -
Syringodium isoetifolium x
- x
Thalassia hemprichii x
x -
Thalassodendron ciliatum -
- -
Jumlah
7 4
3 Ket : x = Terdapat Lamun
Kiswara 1997 mengambil data di perairan Teluk Banten pada tahun 1989, sedangkan Zulkarnain pengambilan data dilakukaan perairan Pulau Panjang
pada tahun 2008.
Kiswara 1997 melaporkan pada tahun 1989 di Teluk banten terdapat 7 jenis lamun antara lain Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halophila
ovalis, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Tahun 1998
– 2001 jumlah lamun yang ditemukan pada daerah yang sama bertambah menjadi 8 jenis dengan ditemukannya spesies Halophila ovata. Daerah
perairan Pulau Panjang sendiri menurut Zulkarnain 2009 pada tahun 2008 hanya terdapat 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassis hemprichii, Cymodocea
serrulata, dan Halophila spinullosa. Hal ini berbeda dengan lamun yang ditemukan
pada tahun 2010 dimana hanya ditemukan tiga jenis lamun yaitu jenis Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Syringodium isoetifolium. Lamun jenis
Thalassia hemprichi tidak ditemukan lagi di Pulau Panjang, berdasarkan laporan Kiswara 1997 jenis lamun Thalassia hemprichi tidak dapat tumbuh dengan baik di
daerah yang berasosiasi dengan mangrove, sedangkan daerah Pulau Panjang memiliki komunitas mangrove yang cukup luas di bagian barat dan selatan.
4.3. Kerapatan Jenis Lamun