I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang mempunyai iklim tropis. Salah satu dari banyak tanaman yang tumbuh di
negara yang beriklim tropis ini adalah tanaman kelapa. Tanaman kelapa Cocos nucifera L. merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi karena hampir semua bagian tanaman kelapa dapat memberikan manfaat bagi manusia.
Selama ini, petani-petani kelapa hanya mengolah buah kelapa menjadi kopra untuk dibuat minyak kelapa atau minyak goreng. Upaya diversifikasi
dari produk kelapa ini akan tercipta aneka produk olahan lain yang memiliki nilai ekonomis yang yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan harga kopra di
sentra produksi kelapa sangat berfluktuasi pada tahun-tahun terakhir. Apabila buah kelapa diolah menjadi minyak goreng biasa, nilai tambah
yang diperoleh hanya 190 dari harga kopra sedangkan bila diolah menjadi VCO, nilai tambah yang diperoleh mencapai 584 dari harga kopra
Rindengan dan Novarianto, 2005. Dengan keterangan tersebut, sangatlah jelas bahwa buah kelapa memiliki prospek yang bagus dalam meningkatkan
pendapatan petani apabila diolah menjadi VCO. Total luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3.712 juta
hektar 31.4 dan merupakan luas areal perkebunan kelapa terbesar di dunia. Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia adalah 32.2 dari total ekspor
dunia pada tahun 2004. Nilai ini masih di bawah Filipina 45.6 dari total ekspor dunia yang total luas areal perkebunannya di bawah Indonesia, yaitu
3.314 juta hektar 27.7 . Ekspor Indonesia masih dalam bentuk minyak kelapa biasa sedangkan Filipina sudah mulai menjangkau dunia dengan VCO-
nya dengan harga yang tiga atau empat kali minyak kelapa biasa. Konsumsi minyak kelapa terbesar adalah negara-negara Eropa Barat sebesar 570 000 ton
atau 20,3 kemudian Amerika Serikat sebesar 467 000 ton 16,6 dan
India sebesar 451 000 ton 16,1 Alam Syah, 2005 ; Suhirman di dalam Kompas, Oktober 2005. Perkembangan nilai ekspor industri pengolahan
kelapa dari tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan informasi- informasi yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa VCO mempunyai
prospek ekspor yang bagus yang dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap devisa total Indonesia, terutama dari sektor non migas.
Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia tahun 2000-2004 Badan Pusat Statistik, 2005
Tahun Nilai juta US
2000 2 044.8
2001 1 687.3
2002 2 910.4
2003 3 247.5
2004 4 840.3
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara
tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup
tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama.
Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan
diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah,
berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam
laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus. Umumnya, masyarakat mengenal pengolahan daging buah kelapa
menjadi minyak melalui cara kering dan basah. Pada pengolahan cara kering dry rendering, daging buah yang sudah dipotong-potong dikeringkan
sehingga diperoleh kopra lalu dilakukan pengepresan guna mendapatkan minyak. Teknik pengolahan ini biasanya dilakukan dalam skala besar
pabrik. Pada pengolahan cara basah wet rendering, daging buah kelapa
diparut kemudian dicampur dan diekstrak dengan air panas hangat pada perbandingan tertentu. Hasil ekstraksi berupa emulsi minyak dalam air yang
disebut santan. Pemanasan dilakukan untuk memecah emulsi guna mendapatkan minyak, yang kerap disebut minyak kelentik. Kedua metode ini
akan menghasilkan minyak yang berbau harum tetapi warnanya kurang bening akibat penggunaan panas dalam proses pengolahannya Sibuea di dalam
Kompas, 2004. Untuk memperoleh VCO, penggunaan panas diminimalkan atau sama
sekali dihilangkan. Caranya adalah dengan menggunakan enzim secara langsung atau mikroba penghasil enzim tertentu untuk memecah protein yang
berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah secara baik. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan enzim lazim
disebut teknik fermentasi. Pembuatan VCO dengan teknik fermentasi diawali dengan proses pembuatan santan, caranya sama dengan metode basah. Santan
ditempatkan pada wadah yang bersih dan selanjutnya dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk gumpalan krim atau biang santan. Krim dipisahkan ke
dalam wadah yang tembus pandang seperti stoples yang relatif besar lalu ditambahkan ragi atau larutan cuka nira secukupnya. Campuran diaduk secara
merata dan difermentasi selama 10-14 jam atau semalam. Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari campuran tersebut terbentuk tiga lapisan,
yakni lapisan atas berupa minyak VCO, lapisan tengah berupa blondo warna putih dan lapisan bawah berupa air. Lapisan minyak dipisahkan
secara hati-hati. Minyak ini memberi aroma khas dan warna yang lebih jernih Sibuea di dalam Kompas, 2004.
Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak
tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu,
sinar matahari dan bahan pengemas minyak.
B. TUJUAN
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda,
yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi Saccharomyces cerevisiae dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan
dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu dan daya simpan VCO.
II. TINJAUAN PUSTAKA