2.2 Pandangan Terhadap Seksualitas Orang Indonesia
a. Tradisi Tabu
Persoalan seksualitas telah menjadi objek kajian berbagai pihak. Persoalan tersebut terkait dengan berbagai hal, dan pengertiannya tidak selalu sederhana. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995, seksualitas diartikan 1 ciri, sifat, atau peranan
seks; 2 dorongan seks; dan 3 kehidupan seks. Lebih tegas dari pengertian di atas, Ann Oakley menyebutkan bahwa seksualitas mendeskripsi keseluruhan aspek kepribadian
yang berhubungan dengan perilaku seksual. Patricia Spencer Fawnce dan Susan Phippps- Yonas mengatakan bahwa seksualitas mencakup kegiatan yang paling manusiawi yang
tidak harus bertujuan untuk memenuhi tugas reproduksi, dan bahwa kenikmatan bukan satu-satunya dan bukan pula tujuan utama dari hubungan seks antar manusia. Dengan
demikian, seks bukan sekedar kegiatan atau penampilan kinerja atau prestasi, melainkan cara berkomunikasi dan berekspresi. Adapun pengertian seksualitas dari Jackson dan
Scott 1996 adalah hasrat, praktik, ataupun identitas yang membawamengandung signifikansi erotis. Definisi ini mengisyaratkan keterkaitan seksualitas tentang hal yang
berhubungan dengan aspek personal dan sosial. Memperbincangkan seksualitas sesungguhnya memperbincangkan hal yang bersifat tidak sederhana dan kerap
bermasalah sebab pada satu sisi kita berbicara hal yang pribadi dan berdampak pribadi, yakni yang berupa hasrat. Sementara itu, di dalamnya juga ada hal-hal yang bersifat
sosial dan berdampak sosial, seperti praktik dan identitas. Bahwa seksualitas memiliki keterkaitan dengan aspek sosial telah dibuktikan oleh Michel Foucoult. Foucoult melihat
bahwa seksualitas sesungguhnya merupakan suatu etisitas yang terikat pada jejak
Universitas Sumatera Utara
sejarahnya. Seksualitas, menurutnya adalah suatu konstruk sejarah. Oleh karena itu, batasan atau definisi seksualitas tidak kaku dan selalu berpeluang untuk redefinisi dan
rekonstruksi. Seksualitas sebagai konstruksi sosial mengindikasikan adanya relasi-relasi sosial yang ada di dalam dan mengikatnya Noorman, 2004:43.
Hubungan badan yang merupakan bentuk seksualitas yang paling erotis, tetapi hanya dimungkinkan jika seseorang telah menikah, karena ini adalah norma yang berlaku
di Indonesia, sebagaimana dikatakan Almi 2004: 46 dalam disertasi Ikhwanudin bahwa heteroseksual-lah yang paling sah dari seksualitas dan kesenangan seksualitas itu
dibingkai dalam suatu heteronormativitas. Artinya pernikahan yang diatur oleh norma- norma agama, tradisi atau adat yang sah sebagai ikatan heteroseksual tersebut.
Menurut Gunawan pengekspresian seksualitas dalam masyarakat primitif diatur menurut kaidah-kaidah mitologi dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa penting
dalam kehidupan, seperti upacara inisiasi, upacara korban, pembuatan patung-ptung leluhur, peristiwa perkawinan, dan peristiwa-peristiwa yang merupakan puncak
kehidupan masyarakat tersebut. Dalam masyarakat seperti itu daya-daya seksualitas seperti kesuburan atau keturunan sangat dihormati. Selain terlihat dalam ritual, rasa
hormat itu juga dapat dilihat dalam berbagai peninggalan, seperti patung-patung yang melambangkan seksualitas dan upacara-upacar erotis dalam konteks sebuah peribadatan
suci. Jadi, sejak jaman dulu semasa Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan
Nusantara, telah terlihat adanya kebebasan seksualitas yang lebih terbuka dengan membuat citra-citra berupa patung-patung, cerita, mitos, dan relief-relief diberbagai candi
di Indonesia. Hal tersebut dapat dirunut sebagai berikut: Pada Abad 8 Relief
Universitas Sumatera Utara
Karmawibangga bagian bawah di Borobudur dengan terang-terangan dipahat para pandita agung menggambarkan posisi ideal bercinta ala Kamasutra. Hingga akhirnya
ditutup oleh pemerintah kolonialis Belanda. Alasannya, tidak sesuai norma agama Belanda. Pada abad 11 muncul sekte varian Buddha di Sumatera, Jawa dan Bali.
Namanya Tantra. Salah satu ajarannya, untuk berhubungan dengan tuhan dan mencapai surga harus makan ikan, menari dan bersenggama, antar pemeluknya. Tahun 1359 Saka
atau 1437 masehi didirikan Candi Sukuh. Kontroversi. Sebab banyak memuat perwujudan genital pria wanita. Perwujudan ini sebenarnya lebih cenderung ke arah
paganisme, pemujaan wanita dan reproduksi sebagai pelambang kesuburan. Sekitar 1620- 1621 Inggris mengirimkan dua wanita berkulit putih ke Aceh untuk dijadikan selir Sultan
Iskandar Muda. Pengiriman ini untuk membujuk sang Sultan membantu Inggris mengenyahkan musuh bersama mereka dari Nusantara, yaitu Portugis. Sejarah tidak
pernah mencatat, bahwa sang Sultan nan Agung dan tampan itu menolak hadiah luar biasa Inggris ini. Tahun 1814 Serat Centhini, mengupas beberapa bagian hubungan suami
istri di kalangan bangsawan-bangsawan Jawa, dilepas oleh Pakubuwana VII ke khalayak publik yang diwakili pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1900 rumah candu, yaitu
rumah-rumah yang menjual candu dan dipakai untuk menghisap candu, atas ijin pemerintah kolonial Belanda, mempunyai fungsi ganda, tempat mabuk dan tempat
bercinta. Rumah ini ditandai dengan cat mencolok berwarna merah. Lokalisasi pelacuran yang terkenal hingga saat ini di Belanda, The Red Light District, katanya diilhami dari
rumah candu dan lokalisasi wanita penghibur nusantara berwarna cat merah itu. Tahun 1904 seorang Wedana yang baru saja terpilih menjadi pemimpin sebuah daerah,
mengadakan pesta rakyat tayub dan ronggeng diskotik jadul. Pada pesta itu, sang
Universitas Sumatera Utara
wedana, dilaporkan memeluk pinggang sang penari ronggeng setelah memberi tip f5 lima gulden. Lalu setelah memberi tip f20 dua puluh gulden, sang wedana memuntir
puting payudara terbuka si penari ronggeng. Semua itu dilakukan di depan istri raja dan putri-putri bangsawan. Tahun 1906 Seorang Mas Ngabehi, anggota dewan penasihat Raja
Pakubuwana X, dipermalukan di harian Darmo Konda, harian rakyat setempat. Sebab sang dewan ketahuan berbuat mesum dengan seorang penari ronggeng. Perbuatan itu
diketahui setelah rumah tempat mesum mereka, jatuh berantakan terkena angin puyuh. Harian itu menggambarkan aksi mereka dalam pantun melayu sebagai berikut “Botjah
Klentang toemboeh diatas, ikan blenak di rawa-rawa, Masbehi di bawah prampoean di atas, ampir mati bersama-sama” Koentowijoyo, 1993 . Tahun 1911 Chiang Kai Sek
menumbangkan The Last Emperor China, Pu Yi. Banyak pendukung kaisar lari ke luar negeri. Diantaranya ke Nusantara. Mereka mendarat di Singkawang Kalimantan Barat
hingga pesisir Riau Sumatera. Diantaranya adalah perempuan-perempuan Cina yang dijual paksa oleh orangtuanya kepada bajak laut. Perempuan-perempuan ini banyak yang
‘dikaryakan’ di rumah bordil. Sejak saat itu, dominasi pelacur asal tiongkok tidak lagi dikua sai Kapitan China di Batavia.Tahun 1913 Haji Ahmad Benyamins dari Semarang
menulis dalam bukunya Bab Alaki Rabi: Wayuh Kalian Boten Mengenai Perkawinan Poligami dan Monogami yang menyerang mentalitas lelaki priyayi, bangsawan,
pedagang, hingga kelas pekerja. Ia menyebut bahwa mentalitas lelaki pada masa itu tidak terkendali, menjadi budak nafsu, sementara libido mereka menyerupai orang Arab,
melebihi orang Cina, tapi dalam bekerja dan menabung mereka tidak bisa meniru kedua bangsa tadi. H.A. Benyamins, 1913 Tahun 1933, Serat Centhini diterbitkan dan diteliti
ulang oleh Pigeaud, ahli literatur Jawa, berkebangsaan Belanda. Budaya seks bangsawan
Universitas Sumatera Utara
jawa, dipublikasikan dalam bahasa Belanda, Perancis hingga Inggris. Seks Jawa, mulai mela nglang dunia. Tahun 1942–1945
Sadomasochist, budaya seks kekerasan muncul. Budaya ini muncul akibat serdadu Jepang yang tak kuasa menahan libido
mereka lalu memperkosa paksa perempuan Indonesia dalam perilaku seks yang buas.
Disisi lain bila dilihat budaya petani Minangkabau menempatkan suami dalam posisi dipelihara oleh perempuan. Suami tinggal di luar rumah dan sekali-kali digunakan
untuk kepentingan hubungan seks. Posisi ini lalu dianggap para suami sebagai posisi individu yang tidak memiliki harga diri dan mendorong mereka bermigrasi ke Indochina
mencari pekerjaan dan kondisi hidup yang lebih baik.
Di kerajaan Jawa Vorstenlanden, seorang sunan hidup di istana yang menguasai 450 perempuan, dengan hanya 34 yang dijadikan sebagai istri. Sisanya adalah penari dan
pelayan yang, jika diinginkan raja, harus siap menjadi selir.
Sementara itu, di Bali hampir semuanya, tanpa kecuali, perempuan dewasa dan remaja bertelanjang dada sampai pusar, sedangkan perempuan kecil telanjang bulat.
Mereka dengan bangga menunjukkan keindahan dada, hanya pelacur yang menutup dada mereka untuk membangkitkan rasa penasaran dan memikat laki-laki.
Setelah Indonesia pada tahun 1945, nama Nusantara menjadi Republik Indonesia. Seksualitas menjadi ditutup-tutupi dan membicarakan seks adalah suatu hal yang tabu.
Tabu atau pantangan adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau
masyarakat. Pelanggaran tabu biasanya tidak dapat diterima dan dapat dianggap
Universitas Sumatera Utara
menyerang. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat tabu bahkan dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan pemberian sanksi keras. Tabu
dapat juga membuat malu, aib, dan perlakuan kasar dari lingkungan sekitar.
Misalnya dalam masarakat Jawa karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol “Lingga Yoni”. Lingga mengambarkan falus atau penis, alat
kelamin laki-laki. Yoni melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh masyarakt Indonesia sebagai penghalusan atau pasemon dari
hal-hal yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung alu, munthuk cobek, dan sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khazanah filsafat Jawa
dikenal dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah keris masuk kedalam sarungnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Pandangan Agama