Kehidupan Jugun Ianfu Realita Jugun Ianfu Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 Di Indonesia (Daerah Telawang Kalimantan Selatan)

sandiwara. Setelah pembagian itu barulah dirinya dan kawannya yang lain di bawa ke Telawang Asrama Telawang dan dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang jugun ianfu.

3.3 Kehidupan Jugun Ianfu

Perempuan jugun ianfu di ianjo dipaksa untuk memberikan layanan seks kepada tentara Jepang, martabat manusia mereka diinjak-injak. Waktu mereka untuk melayani seks Jepang juga diatur. Jam praktek para jugun ianfu dibagi atas: a. Waktu siang, yakni antara pukul 12.00-17.00. waktu ini adalah jatah bagi tentara. b. Waktu malam, yakni antara pukul 17.00-tengah malam. Waktu ini diperuntukkan bagi kaum sipil Jepang. c. Waktu dini hari, yakni waktu tengah malam hingga pagi hari. Dari pembagian waktu di atas dapat dilihat bahwa tidak ada waktu istirahat bagi jugun ianfu, kecuali bila datang bulan atau menstruasi mereka diberi libur dan setelah itu kembali bekerja. Seperti penuturan Mardiyem “ Mereka terus bergiliran tanpa memberiku kesempatan untuk istirahat. Setelah jam tiga sore, mereka baru berhenti memaksaku untuk melayani nafsu seks. Itu pun karena aku telah mengalami pendarahan hebat” Hindra :101. Setiap pagi hari pukul 07.00-08.00 sebelum bekerja, mereka di cek kesehatannya oleh mantri kesehatan.Setiap hari Sabtu diperiksa dokter dan penyuntikan antibiotika. Namun meskipun diadakan pemeriksaan rutin, dokter yang memeriksa tidak selalu yang mengerti penyakit kelamin. Penyediaan dokter dan kondom utamanya untuk kepentingan Universitas Sumatera Utara tentara Jepang tujuannya agar mereka tidak terkena penyakit kelamin.selain itu, karena jumlah kondom yang disebar tidak mencukupi, maka banyak tentara pengguna jugun iafu tidak memakai kondom. Bahkan ada tentara yang mencuci kondom bekas dan dipakai kembali. Di ianjo asrama Telawang pembayaran dilakukan tidak langsung kepada jugun ianfu, melainkan kepada kasir yang berada di kantor. Dengan uang tersebut, tamu akan mendapat karcis dan dua buah kaputjes kondom. Setiap orang dari kalangan sipil dan militer yang mengunjungi ianjo harus antri untuk mendapatkan karcis dan kaputjes. Karcis tersebut bernilai waktu satu jam untuk berhubungan seksual dengan jugun ianfu. Meskipun sudah dibekali kaputjes saat beli karcis namun sebagian besar pengunjung ianjo tidak mau memakai kaputjes dengan alasan mengganggu kenikmatan hubungan seksual mereka. Mardiyem jugun ianfu asal Yogyakarta bercerita bahwa sistem pembayaran dilakukan seperti membeli karcis bioskop yaitu melalui loket sebelum memasuki bangunan asrama. Menurut Mardiyem ada perbedaan harga untuk masuk ianjo bagi kalangan serdadu dan perwira Jepang. Setiap malam menjelang dini hari terdapat patroli polisi militer yang mengontrol setiap kamar. Mengamankan apabila ada tentara yang membuat onar, mabuk atau menyakiti para jugun ianfu. “Setiap hari, tiap siang hari, dan tengah malam, asrama selalu dikontrol dan diawasi oleh Kampeitai. Biasanya dua atau tiga orang datang mengelilingi asrama Telawang. Selain menjaga supaya perempuan-perempuan penghuni asrama tidak melarikan diri, kampeitai juga melakukan penertiban tamu-tamu di setiap Universitas Sumatera Utara kamar. Jika ada tamu yang memuat keributan karena mabuk pasti akan ditempeleng dan dipukuli kampeitai, lalu dilempar ke luar dari asrama” Hindra :105. Setiap hari para perempuan tersebut melanayani tentara Jepang 10-15 orang. Mereka diperkosa secara brutal , jika ada yang mengalami kehamilan maka kandungannya akan segera digugurkan baik dengan cara meminum obat-obatan maupun dengan kekerasan seperti dipukuli. “ Belum sempat aku memakai baju, dalam keadaan badan telanjang dan darah mulai membasahi sprei kasur, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Secara bergiliran datang lagi serdadu Jepang kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, yang memaksaku untuk melayani nafsu birahi mereka berkali-kali. Aku menghindari mereka dengann rasa sakit di sekujur badan yang semakin menjadi-jadi. Aku berusaha member isyarat dengan gelengan kepala dan tangan kalau tidak mau lagi melayani, dan menunjuk darah yang mulai menetes dari kedua kakiku. Laki-laki Jepang itu tidak mau mengerti. Mereka malah membuka semua bajunya dan dengan buas langsung menerkam. Berkali-kali aku dipaksa untuk memuaskan nafsu mereka. Masing-masing dari mereka memuaskan nafsunya sebanyak dua kali. Mereka tidak merasa kasihan kepadaku meskipun darahku tidak lagi menetes, tetapi mengalir membanjiri sprei dan kasur “ Hindra :101. Universitas Sumatera Utara Jika siang hari untuk pangkat serdadu harus membayar 2,5 yen, lalu sore hari pukul 17.00-24.00 dengan pembayaran 3,5 yen dan pukul 24.00 sampai pagi untuk pangkat perwira membayar 12,5 yen. Meski ada sistem pembayaran untuk masuk ke ianjo namun jugun ianfu tidak menerima pembayaran sama sekali. Mereka cuma menerima karcis dari tamu yang datang. Pengelola ianjo mengatakan karcis-karcis yang diberikan tamu harus dikumpulkan, nantinya dapat ditukarkan menjadi uang kalau mereka telah selesai bekerja di asrama. Namun janji itu cuma omong kosong belaka. Kenyataan pahit ini dialami oleh Mardiyem yang dijadikan jugun ianfu saat berusia 13 tahun. Mardiyem berkisah perkosaan pertama yang dialaminya saat belum mengalami menstruasi saat di Asrama Telawang, Kalimantan Selatan Yang paling menyakitkan yang sampai sekarang tidak bisa saya lupakan adalah perkosaan yang pertama. Setelah saya diperkosa oleh laki-laki brewokan, pembantu dokter yang memeriksa kesehatan saya pertama di Telawang. Hari pertama di Asrama Telawang, saya dipaksa melayani 6 orang laki-laki padahal waktu itu saya sudah mengalami pendarahan hebat. Jika jugun ianfu menolak melayani tentara Jepang mereka akan mendapat siksaan fisik berupa pukulan dan tendangan. Seperti pengalaman Mardiyem ketika menolak melayani pengelola Asrama Telawang yang bernama Cikada. Mardiyem mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi, sehingga pingsan hampir enam jam. Padahal waktu itu Mardiyem baru saja mengalami aborsi paksa di usia kandungan lima bulan. Aborsi paksa dilakukan tanpa proses pembiusan, kandungan yang telah berusia lima bulan ditekan sampai bayinya keluar, tidak lama kemudian bayinya meningg al. Peristiwa ini Universitas Sumatera Utara terjadi ketika usia Mardiyem 15 tahun. Akibat penyiksaan selama menjadi jugun ianfu Mardiyem mengalami cacat fisik tulang kaki kanan lebih besar dari kaki kiri,pembekuan darah pada otak yang menyebabkan sakit kepala berkepanjangan, tidak bisa lagi punya anak akibat pengguguran paksa saat berumur 15 tahun dan trauma secara psikologi dan seksual. Mardiyem meninggal dunia pada malam hari tanggal 21 Desember 2007, pada usia 78 tahun. Universitas Sumatera Utara

3.4 Jumlah Korban