3.2 Cara Perekrutan
Berbagai cara dilakukan militer Jepang untuk merekrut perempuan untuk dijadikan sebagai jugun
ianfu. Seperti tertulis dalam http:www.ianfuindonesia.webs.com, para perempuan yang menjadi pemuas nafsu
Jepang direkrut dengan cara halus seperti dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagi pemain sandiwara, pekerja rumah makan dan juga dengan cara kasar dengan menteror
disertai tindak kekerasan dan menyiksa.
Pada umumnya, cara Jepang merekrut para jugun ianfu Indonesia sama dengan yang dilakukan di Jepang dan Korea. Tentara Jepang awalnya menyebarkan janji-janji
dengan menawarkan beasiswa ataupun pekerjaan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu jugun ianfu Belanda bernama Ketjee Ruizeveld, tentara Jepang merekrut para gadis
dengan buaian-buaian akan uang yang nantinya dapat membuat mereka mencukupi kehidupannya. Perempuan –perempuan itu dijanjikan akan diperkerjakan di rumah sakit
ataupun di restoran, dan apabila cara-cara itu tidak berhasil, maka mereka akan melakukan paksaan-paksaan. Lalu setelah itu tentara Jepang mendata para perempuan
yang akan menjadi sasaran dan menjemput mereka untuk di bawa pada tempat-tempat tertentu. Sebagian perempuan dibawa melalui jalan darat dan sebagian jalur laut. Ada
yang langsung di bawa ke tempat tujuan, namun ada juga yang melalui beberapa tempat persinggahan. Para perempuan tersebut disebar ke wilayah-wilayah di Indonesia,
maupun luar Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Kimura : 240 mengatakan, terdapat tiga cara perekrutan yang dilakukan pemerintah militer Jepang terhadap perempuan yangakan dijadikan jugun
ianfu antara lain:
1. Pemaksaan melalui kekerasan fisik
2. Pemaksaaan dengan jalan menyebarkan perasaa takut dan ancaman disertai teror
yang merupakan kekerasan psikologi 3.
Pemaksaan dengan cara tipu daya dengan iming-iming akan diberikan pekerjaan dan janji untuk disekolahkan.
Pemaksaaan dengan kekerasan fisik yang dilakukan tentara Jepang adalah dengan cara menarik paksa para jugun ianfu dipukul dan disiksa karena melawan dari rumah ke
dua orang tuanya. Tindakan ini disebut dengan violence. Violence merupakan tindak kekerasan melalui psikis dan fisik. Dalam pasal I deklarasi penghapusan kekerasan
terhadap perempuan di Nairobi tahun 1985, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang
berakibat pada penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau pemerasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. Adapun Mardiyem, korban jugun ianfu mengaku bahwa dirinya mendapat kabar akan
bekerja di Borneo dari Zus Lentji dan diming-imingi akan diperkerjakan sebagai pemain sandiwara di Borneo Kalimantan. Mardiyem langung saja mendaftar karena dirinya
bercita-cita menjadi penyanyi terkenal dan ingin keluar dari pekerjaannya sebagai abdi
Universitas Sumatera Utara
dalam di Yogyakarta. Mardiyem direkrut oleh seorang Jepang, dokter gigi Shogenji yang dibantu oleh seorang dokter Indonesia, Soesoedoro Djatikoesoemo. Mardiyem dan
beberapa temannya yang direkrut tidak hanya dijanjikan sebagai pemain sandiwara, tetapi ada juga diajanjikan akan menjadi penyanyi, artis, pelayan restoran dll. Mereka tidak
merasa bahwa akan dijadikan jugun ianfu meski dalam proses perekrutan tersebut para dokter tersebut melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap mereka, dan diketahui
bahwa ternyata umurnya dipalsukan dari 13 tahun ke 15 agar bisa ke Borneo. Beberapa hari setelah pemeriksaan kesehatan tersebut mereka akhirnya berangkat ke
Borneo dari Stasiun Tugu dengan Kereta Api menuju Surabaya. Semua yang terlibat dalam proses keberangkatan mereka ke Surabaya dilakukan oleh orang Indonesia. Setelah
tiba di Surabaya mereka di jemput oleh tentara Jepang dengan truk dan menginap di Hotel Paneleh selama 2 minggu seraya menunggu kapal ke Borneo. Dalam hotel mereka
merasa senang karena diberi uang saku dan bebas berbelanja serta menikmati hiburan. Kapal Nichimaru kapal kayu biasa adalah yang mengangkut mereka ke Borneo.
Selain mereka yang berjumlah 48 orang terdapat juga rombongan romusha di dalam kapal. Selama dua hari perjalanan mereka tiba di Banjarmasin. Disana mereka dijemput
truk Jepang yang sopirnya adalah orang Jepang, mereka dibawa ke rumah pembantu dokter Shogenji, Bang Kadir, dan menghabiskan waktu seminggu disana. Di rumah bang
Kadir, mereka masih merasa senang karena masih mempunyai uang saku dan mereka di bagi menjadi dua kelompak, menjadi pemain sandiwara dan pelayan restoran dan satu
kelompok dibawa ke Telawang. Mardiyem di bawa ke Telawang. Sampai disini Mardiyem tidak curiga meski dirinya tidak dimasukkan ke dalam kelompok pemain
Universitas Sumatera Utara
sandiwara. Setelah pembagian itu barulah dirinya dan kawannya yang lain di bawa ke Telawang Asrama Telawang dan dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang jugun ianfu.
3.3 Kehidupan Jugun Ianfu