Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Berpikir

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Representasi Dakwah Dalam Lirik Lagu “Tomat Tobat Maksiat” yang dipopulerkan oleh grup band Wali”?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetehui representasi dakwah dalam lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” pada album “Ingat Sholawat” yang dipopulerkan oleh Wali Band.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan masukan pada perkembangan serta pendalaman studi komunikasi mengenai analisis semiologi pada lirik lagu. 2. Manfaat praktis Membantu pembaca dan penikmat musik dalam memahami lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” yang dipopulerkan oleh Wali band, dan diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pencipta musik agar semakin kreatif dalam menggambarkan suatu lirik lagu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Musik dan Lirik Lagu Religius Apa yang bisa kita kaji pada musik? Sistem tanda musik adalah oditif. Namun untuk mencapai pendengarnya, penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda perantara tertulis visual. Keberadaan musik memegang peranan yang sangat banyak diberbagai bidang. seperti jika dilihat dari psikologinya, musik kerap menjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan kreasi. Dari sisi sosial, musik dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik tersebut diciptakan. Dari segi ekonomi, musik telah berkembang pesat menjadi suatu komoditi yang sangat menguntungkan. Salah satu hal penting dalam sebuah musik adalah lirik lagu. Sebagaimana bahasa dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial di masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap sesuatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu mulai di aransir dan di perdengarkan kepada khalayak, lirik lagu tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu. 12 Dapat dikatakan bahwa musik merupakan bagian dari suatu budaya manusia, tidak terpisahkan selama hidup manusia, dari lahir hingga akhir hayat, musik menyentuh segala lapisan sosial dari bawah hingga atas. Mantle Hood, seorang pelopor ethnomusicology dari USA memberikan definisi tentang ethnomusicology sebagai studi musik dari segi sosial dan kebudayaan Bandem,1981:41. Musik itu dipelajari melalui peraturan tertentu yang dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, falsafah dan agama Sobur, 2003:148. Musik religius adalah musik yang dihubungkan dengan nuansa keagamaan. Agama merupakan tujuan dan isi dari musik tersebut. Oleh karena itu musik religius ini syair-syairnya hanya menceritakan kecintaan kepada Allah SWT, Rasulullah, orang-orang shaleh dari hamba Allah, kehidupan akhirat dan kenikmatan surga, juga menceritakan makna-makna ke Tuhanan dan keimanan yang dibawa oleh Rasulullah Al-Qordhawi, 2002:161. Dwiki Dharmawan berpendapat bahwa musik religius kini tidak lagi beriramakan lagu padang pasir, yang selama ini menjadi trade mark musik Islam. Dia menambahkan bahwa kita harus memisahkan budaya arab dan Islam. Dunia Arab mempunyai kebudayaan sendiri yang tidak semuanya Islami, sedangkan budaya Islam jelas berdasarkan tuntutan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW serta Al-Qur’an. Akan tetapi selama ini masyarakat selalu menilai bahwa budaya arab adalah budaya Islam. Jadi perbedaan irama-irama musik itu memang sesuai dengan kultur sosial dari pencipta dan artisnya, sesuai dengan generasinya, dan bagaimana musisi menerjemahkan perasaan spiritualnya ke dalam selera yang mereka minati. Memang harusnya semua musik yang beredar di Indonesia bahkan di dunia, itu membawa kesejukan, kecintaan terhadap sesama, cinta damai, kepedulian dan tidak membuat manusia lupa diri serta memuja manusia yang dicintainya. Cinta kita setinggi-tingginya hanya untuk Allah SWT www.suara merdeka.com, diakses tanggal 20 Oktober 2005, pukul 14.00. Sedangkan menurut Drs. HM. Basis, Ketua Umum dari Padepokan Spiritual “Bhakti Nusantara”, musik merupakan bahasa universal yang dapat menyatukan umat. Karena itu, alunan musik yang dipenuhi dengan sinar dan nuansa religius akan membawa massa terayun-ayun kalbunya dalam dendang mahabatullah dan makrifatullah. Sebab dalam penghayatan musik religius, mata akan selalu menitikberatkan tetes embun kecintaan kepada Allah SWT www.indomedia.combernas diakses tanggal 06 maret 2006 pukul 15.30.

2.1.2. Lirik Lagu

Lirik lagu dalam musik yang sebagaimana bahasa, dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu Setianingsih, 2003:7-8. Suatu lirik dapat menggambarkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Termasuk realitas sosial yang menggambarkan masyarakat untuk mengingat Tuhan, Rasul-Nya serta hari Akhirat dengan bertobat dan menjauhi maksiat, dimana mengingatkan seseorang untuk menilai diri sendiri akan apa teguran atau nasihat yang disampaikan melalui lirik lagu tersebut sehingga menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Sejalan dengan pendapat Soerjono dalam Rachmawati 2000:1 yang menyatakan: “Musik berkaitan erat dengan setting sosial kemasyarakatan tempat dia berada. Musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya interaksi sosial, dimana dalam interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunyi suara belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup dengan wadah bahasa atau lirik sebagai penunjangnya”. Berdasarkan kutipan di atas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat pula dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di dalam masyarakat. Lirik adalah syair lagu yang sangat penting kedudukannya dalam sebuah lagu. Lagu merupakan sebuah alat penyampaian pesan yang berusaha disampaikan dari si pencipta lagu kepada khalayaknya. Menurut Wali, lirik lagu yang diciptakan khususnya dalam album Ingat Sholawat tersebut bermuatan Dakwah, menurutnya dakwah tidak harus dilakukan dengan berceramah. Salah satu bentuknya seperti dengan berkesenian. Teks atau lirik lagu sendiri didefinisikan oleh Roland Barthes “Bukanlah sebaris kata-kata, melainkan sebuah jaringan yang didapat dari unsur kebudayaan”. Religi dan kesenian merupakan dua dari 7 tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut pasti bisa didapatkan di semua kebudayaan di dunia. Penelitian tentang lirik lagu merupakan penelitian tentang makna isi pesan dari lirik lagu tersebut. Dimana lirik lagu merupakan suatu produk yang salah satu sumbernya adalah dimana situasi sosial. Dimana si pencipta lagu berada di dalamnya, kemudian merefleksikannya dalam sistem tanda berupa lirik lagu.

2.1.3. Simbol Religi

Simbol adalah objek atau peristiwa apa pun yang menunjuk pada sesuatu. Simbol itu meliputi apa pun yang dapat kita rasakan atau kita alami Sobur, 2003:177. Dari perspektif aliran sombolisme, realitas sosial dipandang sebagai makna- makna yang terinterpretasi dari berbagai simbol kultural. Menurut paham ini, objek-objek kajian sosial sebenarnya bukanlah apa yang sebatas penampakannya di alam indrawi. Dunia kehidupan manusia adalah dunia simbolisme. Setiap wujud yang indrawi dalam kehidupan manusia adalah merupakan simbol-simbol yang merefleksikan makna-makna. Dikatakan bahwa sesungguhnya yang eksis itu bukanlan simbol-simbol itu sendiri, melainkan refleksinya di alam kesadaran dan kepahaman manusia yang tak selamanya dapat termanifestasikan secara sempurna di alam indrawi Sobur, 2003:187. Bahkan kekuatan sebuah agama dalam menyangga nilai-nilai sosial, menurut Geertz 1992:57, terletak pada kemampuan simbol-simbolnya untuk merumuskan sebuah dunia tempat nilai-nilai itu, dan juga, kekuatan-kekuatan yang melawan perwujudan nilai-nilai itu, menjadi bahan-bahan dasarnya. Agama melukiskan kekuatan imajinasi manusia untuk membangun sebuah gambaran kenyataan. Dalam esainya “Religion as a Cultural system” 1996. Geertz memulai uraiannya tentang agama dengan menyatakan bahwa dia tertarik kepada “dimensi kebudayaan” agama, dimana dijelaskan bahwa agama menurutnya adalah : 1 Satu sistem simbol yang bertujuan untuk 2 menciptakan perasaan dan motivasi kuat, mudah menyebar, dan tidak hilang dalam diri seseorang 3 dengan cara membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan 4 melekatkan konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual, 5 dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik Sobur, 2003:178-179. Menurut Sidi Gazalba, religi merupakan kepercayaan pada dan hubungan manusia dengan yang kudus, dihayati sebagai hakikat yang gaib, hubungan mana menyatakan diri dalam bentuk serta sistem kultus dan sikap hidup, berdasarkan doktrin tertentu Nazruddin Razak, 1977:77. Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” religious. Banyak dari apa yang berjudul “agama” termasuk superstruktur agama mengandung tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka.

2.1.4. Semiotika dan Semiologi Komunikasi

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusikan sistem terstruktur dari tanda Kurniawan dalam Sobur, 2004:15. Kata “semiotika” sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda”, atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, atau politika. Bagi seseorang yang tertarik dengan semiotik, maka tugas utamanya adalah mengamati observasi terhadap fenomena-gejala di sekelilingnya melalui berbagai tanda yang dilihatnya. Tanda sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti : nama sebutan, peran, fungsi, tujuan, keinginan. Menurut Littlejohn 1996:64 dalam Sobur 2001:15 tanda-tanda signs adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika seperti kata Lechte 2001:191 adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana tanda-tanda dan berdasarkan pada sign system code Segers,2004:4. Hjelmslev dalam Christomy,2001:7 mendefinisikan tanda sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi expression plan dan wahana isi content plan. Charles Morris menyebut semiosis sebagai suatu “proses tanda” yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme. Sedangkan menurut pendapat Eco 1979, semiotika adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk : “Menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan, sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran” Berger dalam Sobur, 2004:18. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda Littlejohn, 1996. Jika diterapkan dalam tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Sebuah teks, baik itu lirik lagu, surat cinta, novel, cerpen, puisi, komik, semua hal itu mungkin menjadi “tanda” dapat dilihat dalam aktifitas penanda : yaitu suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi. Menurut Jacobson 1963 dalam Sobur 2004:15 kajian semiotika sampai sekarang telah dibedakan menjadi dua semiotika, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi : 1. Semiotika komunikasi yang dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan. 2. Semiotika signifikasi yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah hubungan objek atau ide dan suatu tanda.

2.1.5. Islami

Tiap-tiap agama pada lazimnya diberi nama sesudah berlalu masa orang yang mengembangkannya. Nama agama-agama itu disandarkan kepada pendiri agama tersebut atau kepada suku bangsa dimana agama itu lahir. Nama Islam mempunyai perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lain. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari suatu negeri. Hikmah tertinggi dari itu ialah karena Islam adalah agama wahyu dari Allah SWT. Islam berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan kepada kehendak Allah berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Inti makna perkataan Islam adalah berserah diri, tunduk, patuh dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendah Ilahi Moh. Daud Ali, 2000:49-50. Kata Islam mengandung pengertian dan prinsip-prinsip yang dapat didefinisikan secara terpisah dan bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh : 1. Islam adalah Ketundukan 2. Islam adalah Wahyu Allah 3. Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul 4. Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah 5. Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus 6. Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat http:www.dakwatuna.com2007arti-nama-islam Orang yang masuk Islam dinamakan muslim. Seorang muslim yang benar adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya, orang itu telah taat dan patuh kepada Allah SWT dan terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT pada bangsa- bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Para Rasul yang mengajarkan Islam, laksana mata rantai yang tersambung-sambung tetapi mereka dalam satu kesatuan tugas yaitu tugas ketuhanan membawa pengajaran dan peringatan kepada manusia. Oleh sebab itu, Islam adalah rahmat, hidayat dan petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam kehidupan duniawi, merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah Nasruddin Razak, 1977: 7275. Tujuan Islam adalah kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Maka ajaran Islam berinti kepada : 1 Ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, yang meliputi kepercayaan dan penyembahan 2 Ajaran yang mengatur manusia dengan sesamanya dan hubungannya dengan alam. Pandangan Islam selalu bersumber kepada petunjuk wahyu Allah Al- Qur’an untuk selalu mendorong manusia berpikir dan berusaha mencari kebenaran. Dalam usaha mencari kebenaran hendaknya manusia tidak hanya menyandarkan diri kepada hasil pemikiran semata, tetapi juga menerima dan mengikuti ajaran Allah kemudian memikirkannya, karena disanalah terletak kebenaran mutlak. Islam tidak hanya mengajarkan segi-segi rohaniah dan pemujaan saja, tidak pula menyuruh manusia uzlah dari masyarakat dan dunia materi. Tetapi Islam mengajarkan keharusan terciptanya kesinambungan duniawi yang material dan kehidupan rohani yang sempurna. Karena Islam adalah kekuatan yang hidup, dinamis, suatu kode yang cocok dan berdampingan dengan tabiat alam, atau kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani Nasruddin Razak, 1977:104. Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah kepercayaan dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya.

2.1.6. Dakwah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syariat dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar kata benda dari kata kerja daa yadu yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata Ilmu dan kata Islam, sehingga menjadi Ilmu dakwah dan Ilmu Islam atau ad-dakwah al-Islamiyah. Definisi dakwah di dalam Islam adalah sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya. Kata mengajak, memotivasi, dan mendorong adalah kegiatan dakwah dalam ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan dakwah dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukan tujuan dakwah yaitu mardhatillah. Kalimat istiqamah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah itu harus berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah untuk menunjukan dakwah bukan untuk menciptakan kesalehan pribadi. Untuk mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dlakukan sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama. Muhammad Ali Aziz, 2004:4. Definisi di atas mencakup pengertian sebagai berikut: 1. Dakwah adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. 2. Dakwah adalah suatu proses penyampain ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja. 3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode. 4.Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dengan dasar keridhaan Allah. 5. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan yang mengubah pandangan hidup, sikap batin dan perilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syari’at untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. http:tri1405.blogsome.com20070507apengertian-dakwah Makna etimologis Dakwah dapat dilihat dari kata dakwah dalam Al-Quran yang memiliki banyak arti, antara lain : a. Menyampaikan dan menjelaskan QS Fushilat:24, Yusuf : 108 dll b. Berdo’a dan berharap QS Al-A’raf : 55 c. Mengajak dan mengundang QS Yusuf : 33 Penulis memahami definisi-definisi tersebut diatas secara utuh dan lengkap dengan menyimpulkan, bahwa Dakwah Islam ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk berkomitmen dengan Islam pada setiap kondisi dan dimana serta kapan saja, dengan metodologi dan sarana tertentu, untuk tujuan tertentu. http:www.ikadi.or.idindex.php?option=com_contentview=articleid=123: arti-dakwahcatid=39:fiqh-dakwahItemid=67 Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut Dai sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut Madu. http:id.wikipedia.orgwindex.php?title=Dakwahaction=editsection=1 Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. http:id.wikipedia.orgwindex.php?title=Dakwahaction=editsection=2

2.1.6.1. Jenis-jenis Dakwah

1. Dakwah Fardiah Merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain satu orang atau kepada beberapa orang dalam jumlah kecil dan terbatas, terjadi tanpa persiapan matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah ucapan selamat, dan pada waktu upacara kelahiran tasmiyah. 2. Dakwah Ammah Merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah pidato. Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-doal dakwah. 3. Dakwah bil-Lisan Adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah. dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin. 4. Dakwah bil-Haal Adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah al-Madulah mengikuti jejak dan hal ikhwal si Dai juru dakwah. Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. 5. Dakwah bit-Tadwin Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at- Tadwin dakwah melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. 6. Dakwah bil Hikmah Menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

2.1.7. Lagu “Tomat Tobat Maksiat”

Untuk kesekian kalinya Wali kembali membuat kejutan. Mereka mengeluarkan sebuah album religi. Dengan musik yang ringan, menggoda dan pesan yang kuat walaupun di ungkapkan dengan santai, Faank vokal, Apoy gitar, Tomi drum, Ovie keyboard synt, dan Nunu bass menampilkan lagu-lagu dalam album religi mereka dengan kesan yang lebih ringan dibandingkan dengan album religi pada umumnya yang berkesan berat. Salah satu lagu yang terdapat dalam album religi tersebut adalah Tomat Tobat Maksiat. Seperti lagu Wali yang berjudul “Cari Jodoh”, lagu Tomat juga diselipkan dengan tema komedi tetapi tetap mempunyai makna dan pesan yang kuat. Mengajak kaum muda untuk menyambut bulan Ramadhan dengan baik dan benar tapi tidak berkesan menggurui atau mendoktrin. Serta lirik dan chord lagu yang ringan dan santai dengan aransemen musik yang mudah dicerna. Pada lagu ini mempunyai makna sebuah ajakan dengan nuansa ringan berunsur ke dakwah’an dan mengajak umat Islam khususnya untuk bertobat dan menjauhi maksiat serta kembali ke jalan yang benar karena kita harus ingat akan adanya siksa di akhirat. Kebanyakan orang merasa, itu suatu suasana hiburan yang baik, karena seseorang begitu mudah mempromosikan hal-hal dunia yang kebanyakannya berunsur dosa ke dalam masyarakat, tetapi orang yang sama juga di waktu lainnya mengajak manusia di dalam masyarakat yang sama untuk mengingat Tuhan, Rasul-Nya serta hari Akhirat. Selain itu, juga mengingatkan seseorang untuk menilai diri sendiri akan apa teguran atau nasihat yang disampaikan melalui lirik lagu tersebut serta dapat merubah diri untuk menjadi lebih baik agar senantiasa sadar akan kelemahan diri sendiri dan berusaha mengubahnya. Serta bagi orang-orang yang belum mengenal Islam bisa memahami jika agama Islam mengajarkan kebaikan bukan malah mengajarkan kemudharatan.

2.1.8. Representasi

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. http:kunci.or.idesainws04representasi.htm Menurut Stuart Hall 1977, representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”. Sedangkan dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di suatu tempat membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa” yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing peta konseptual. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu. Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkontruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem ‘peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua, kita mengkontruksi seperangkat rantai korespondensi antara ‘peta konseptual’ dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasasimbol’ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi. Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah makna inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikontruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

2.1.9. Model Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes adalah salah satu tokoh semiologi komunikasi yang menganut aliran semiologi komunikasi strukturalisme Ferdinand de Saussure. Semiologi strukturalis Saussure lebih menekankan pada linguistik. Menurut Shldosvsky “karya seni adalah karya-karya yang diciptakan melalui teknik-teknik khas yang dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi karya yang seartistik mungkin” Budiman, 2003:11. Sedangkan pendekatan karya strukturalis memberikan perhatian terhadap kode-kode yang digunakan untuk menyusun makna. Strukturalisme merupakan suatu pendekatan yang secara khusus memperhatikan struktur karya sastra atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika didekati sebagai sistem tanda-tanda Budiman, 2003:11. Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seorang semiotikus dalam mempelajari semua sistem tanda sosial lainnya. Semiologi adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari pemaknaan secara terpisah dari kandungannya Kurniawan, 2001:156. Di dalam semiologi seseorang diberikan “kebebasan” di dalam memaknai sebuah tanda. Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes terhadap objek-objek kenyataanunsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Cakupan kajian kebudayaan Barthes sangat luas. Kajian ini meliputi kesusastraan, perfilman, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya. Sebuah garmen, sebuah mobil, sepinggan masakan, sebuah bahasa isyarat, sebuah film, sekeping musik, sebuah gambar iklan, sepotong perabot, sebuah kepala judul surat kabar, ini semua memang nampaknya objek-objek heterogen. Menurut Barthes Kurniawan, 2001:89, analisis naratif struktural secara metodologis berasal dari perkembangan awal atas apa yang disebut linguistik struktural sebagaimana pada perkembangan akhirnya dikenal sebagai semiologi teks atau semiotika. Jadi, secara sederhana analisis naratif struktural dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan diri pada naskah. Intinya sama, yakni mencoba memahami makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dengan suatu cara tertentu. Signifier penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa Kurniawan, 2001:30. Pada setiap terbitannya Roland Barthes membahas “Mytology of the month” mitologi bulan ini, sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya pop menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah “mitos-mitos” yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat. Salah satu area terpenting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. 1. Signifier penanda 2. Signified petanda 3. Denotative sign tanda denotative 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER PENANDA KONOTATIF 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF 6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF Sumber : Paul Cobley Litza Jansz. 1999. Intruducting Semiotics. NY: Totem Books, hlm. 51 Gambar 2.1 Peta tanda Roland Barthes Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif 4. Jadi dalam konteks Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya Sobur, 2003:68- 69. Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional, disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Yang menjadi alasan atau pertimbangan Barthes menempatkan ideologi dengan mitos, karena baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya Barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan, mewujudkan dirinya di dalam teks- teks dan demikian, ideologi pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain Sobur, 2003:70-71. Semiologi Roland Barthes, jelas sangat terkait dengan strukturalisme adalah usaha untuk menunjukkan bagaimana makna literatur bergantung pada kode- kode yang diproduksi oleh wacana-wacana yang mendahului dari sebuah budaya. Secara luas kode-kode budaya ini telah menggiringkan suatu makna tertentu bagi manusia. Kode-kode budaya ini terlihat jelas bila kita mengkaji mitos-mitos yang tersebar dalam kehidupan keseharian. Mitos menurut Barthes adalah sebuah sistem komunikasi yang dengan demikian dia adalah sebuah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah obyek, sebuah konsep, atau sebuah ide karena mitos adalah sebuah mode penindasan yakni sebuah bentuk. Mitos sebagai bentuk tidak dibatasi oleh obyek pesannya, tetapi dengan cara apa, mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi dengan cara apa mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi tak ada batasan yang “substansial”. Sejarah manusia mengkonversikan realitas ke dalam tuturan speech dan manusia sendirilah yang menentukan hidup dan matinya bahasa mistis. Kuno atau tidak, mitologi hanya dapat memiliki sebuah landasan sejarah, yakni tipe tuturan yang terpilih dari sejarah dan dia tidak mungkin dapat berkembang dari “hakikat” benda-benda Kurniawan, 2001:83-84. Di mata Barthes, suatu karya atau teks merupakan sebentuk kontruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekontruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri. Sebagai sebuah proyek rekontruksi, maka pertama-tama teks tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa “leksia” atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa kata, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph. Dengan memenggal teks itu maka pengarang tak lagi jadi perhatian. Teks bukan lagi menjadi milik pengarang, tetapi menjadi milik pembaca dan bagaimana pembaca memproduksi makna itu. Produksi makna dari pembaca itu sendiri akan menghasilkan kejamakan. Tugas para semiolog atau pembaca kemudian adalah menunjukkan sebanyak mungkin makna yang mungkin dihasilkan. Barthes menyebut proses ini sebagai semiolog yang memasuki “dapur makna” Kurniawan, 2001:93-94. Cara kerja Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah : 1. Kode Hermeneutik atau kode teka-teki Berkisar pada harapan untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesainnya di dalam cerita. 2. Kode Semik atau kode konotatif Kode Semik atau kode konotatif menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembaca, pembaca menyusun tema suatu teks dengan melihat konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita akan menemukan tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, akan dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling akhir. 3. Kode simbolik Merupakan suatu pengkodean fiksi yang paling struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pasca struktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui istilah-istilah retoris seperti antitesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes. 4. Kode Proaretik atau kode tindakanlakuan Kode Proaretik atau kode tindakanlakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengharaplakuan di-“isi” sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks. 5. Kode gnomikkode kultural Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman field of reference dan pengetahuan frame of experience yang berbeda-beda pada setiap individu. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lagu maka pencipta lagu juga tidak terlepas dari dua hal tersebut. Begitu juga peneliti dalam merepresentasi tanda dan lambang yang ada dalam obyek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian ini peneliti melakukan representasi terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan pada lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” dengan menggunakan metode semiologi Roland Barthes yang menitik beratkan pada hubungan penanda dan petanda yang ada pada lirik lagu tersebut. Dimana sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda-tanda menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah “mitos-mitos” yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai lirik lagu tersebut. Dari data-data berupa lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” karya Wali band, kata-kata dan rangkaian kata dalam kalimat lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode signifikasi dua tahap two order of signification dari Roland Barthes dimana pada tataran pertama tanda denotatif denotative sign terdiri atas penanda dan petanda signifier signified dan pada tataran kedua tanda denotatif denotative sign juga merupakan penanda konotatif connotative signifier sehingga muncul petanda konotatif connotative signified yang akan membentuk tanda konotatif connotative sign. Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar. Kemudian teks akan direpresentasi dengan menggunakan lima macam kode Barthes, yaitu kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, dan kode gnomik untuk pemaknaan melalui pembacaan dari kode-kode tersebut akan di ungkap substansi dari pesan dibalik lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat”. Lirik Lagu “Tomat Tobat Maksiat” band Wali → Analisis semiologi Roland Barthes : 5 kode yaitu hermeneutik, semik, simbolik, proaretik, dan gnomik → Representasi dari pembacaan kode- kode yang ada dalam lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” Gambar 2.2 Bagan Kerangka pikir peneliti tentang representasi lirik lagu “Tobat Maksiat” BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Artinya data yang digunakan merupakan data kualitatif yaitu tidak menggunakan data atas angka- angka, melainkan berupa pesan-pesan verbal tulisan yang terdapat dalam lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat”. Data-data kualitatif tersebut berusaha diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-referensi secara ilmiah. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif berdasarkan beberapa faktor, yaitu menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda dan metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pengaruh pola-pola nilai yang dihadapi Moleong, 2002:5. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong 2002:4 menggunakan metode kualitatif sebagai berikut : “Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada individu secara holistik utuh. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi memandangnya sebagai kebutuhan”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif interpretatif, penelitian ini akan mendekontruksi tanda-tanda dengan menggunakan metode semiologi dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap two order of 42 signification. Dimana pada tataran pertama tanda denotatif denotative sign terdiri atas penanda dan petanda signifier signified dan pada tataran kedua tanda denotatif denotative sign juga merupakan penanda konotatif connotative signifier sehingga muncul petanda konotatif connotative signified yang akan membentuk tanda konotatif connotative sign. Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar. Dengan semiotika kita berurusan dengan tanda, dengan tanda-tanda kita mencoba mencari keteraturan di tengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita mempunyai pegangan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengerjakan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawa pada sebuah kesadaran” Sobur, 2003:16.

3.2. Corpus

Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan perkembangan oleh analisis kesemenaan. Corpus merupakan sample terbatas dalam penelitian kualitatif. Corpus harus cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap, corpus juga bersifat sehomogen mungkin Barthes dalam Kurniawan, 2001:70. Corpus pada penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul “Tomat Tobat Maksiat” yang dipopulerkan oleh Wali band, dan berikut ini adalah lirik lagu “Tomat Tobat Maksiat” :

Dokumen yang terkait

Respon siswa Man 4 Jakarta SElatan terhadap pesan dalam lirik lagu Tomat (tobat maksiat) wali

1 12 91

Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Lagu Abatasa Karya Grup Band Wali

2 23 128

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA LIRIK LAGU GROUP BAND WALI DALAM ALBUM RELIGI Aspek Gramatikal Dan Leksikal Pada Lirik Lagu Group Band Wali Dalam Album Religi “Ingat Solawat”.

0 2 11

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA LIRIK LAGU GROUP BAND WALI DALAM ALNBUM RELIGI “ INGAT SHALAWAT “ Aspek Gramatikal Dan Leksikal Pada Lirik Lagu Group Band Wali Dalam Album Religi “Ingat Solawat”.

0 0 18

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM LIRIK LAGU RELIGI KARYA WALI BAND Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Lirik Lagu Religi Karya Wali Band (Album Ingat Sholawat).

1 1 15

PENDAHULUAN Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Lirik Lagu Religi Karya Wali Band (Album Ingat Sholawat).

1 3 15

REPRESENTASI”SENSUALITAS”DALAM LIRIK LAGU ”BIBIR “ OLEH SAMANTHA BAND (Studi Semiologi Tentang Represenatasi ”Sensualitas”Pada Lirik Lagu”Bibir” Oleh Samantha Band).

1 15 66

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI).

0 5 64

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI)

0 0 15

REPRESENTASI DAKWAH DALAM LIRIK LAGU “TOMAT (TOBAT MAKSIAT)” PADA ALBUM INGAT SHOLAWAT KARYA WALI BAND (Studi Semiologi Representasi Dakwah Dalam Lirik Lagu “Tomat (Tobat Maksiat)” Karya Wali Band)

0 0 23