pusat perhatian. Selain itu, remaja juga memiliki anggapan kalau dirinya mempunyai kekebalan terhadap hal-hal yang bersifat negatif. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil teori Elkind.
4. Perkembangan Sosial dan Emosional Remaja
Masa remaja merupakan masa peluang sekaligus resiko. Para remaja berada diantara kehidupan cinta, pekerjaan, dan partisipasi dalam
masyarakat dewasa. Belum lagi masa remaja adalah masa di mana para remaja terlibat dalam perilaku yang penyempitan pandangan dan
membatasi pilihan mereka. Pencarian identitas sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh
seorang remaja Papalia, 2008. Menurut Erikson 1968,
dalam Papalia, 2008 tugas utama masa remaja adalah mem
ecahkan “krisis” identitas
versus
kebingungan identitas, untuk dapat menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman
akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Kroger 1993, dalam Papalia, 2008 mengatakan bahwa remaja tidak membentuk
identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagaimana yang dilakukan anak yang lebih muda, tetapi dengan memodifikasi dan menyintensis
identifikasi lebih awal ke dalam struktur psikologi baru yang lebih besar. Remaja juga dapat menunjukkan kebingungan dengan mundur ke masa
kanak-kanak untuk menghindari pemecahan konflik atau dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melibatkan diri mereka secara impulsif ke dalam serangkaian tindakan buruk.
Erikson 1982, dalam Papalia, 2008 mengatakan bahwa remaja yang
berhasil mengatasi
krisis tersebut
dengan memuaskan
mengembangkan “moral” kesetiaan: mempertahankan loyalitas, keyakinan atau perasaan dimiliki oleh yang tercinta atau kepada teman.
Kesetiaan dapat berarti identifikasi serangkaian nilai, ideologi, agama, gerakan politik, pencarian kreatif, atau kelompok. Indentifikasi diri
muncul ketika anak muda lebih memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekedar mengikuti pilihan orang
tuanya. Kesetiaan merupakan perpanjangan dari rasa percaya
trust
. Pada masa bayi, mempercayai orangtua merupakan hal yang penting
untuk menekan ketidakpercayaan, pada masa remaja merupakan hal yang penting untuk mempercayai diri sendiri.
Fuligni, Eccles, Barber, Clement 2001, dalam Papalia, 2008 mengatakan bahwa ketika remaja mendapatkan otonomi dan
mengembangkan hubungan keluarga yang lebih dewasa, para remaja terus merujuk orangtua mereka demi kenyamanan, dukungan, dan saran.
Laursen, Coy, Collins 1998, dalam Papalia, 2008 mengemukakan bahwa konflik keluarga paling sering terjadi pada awal masa remaja
ketika emosi negatif mencapai puncaknya akan tetapi konflik semakin intens pada pertengahan masa remaja.
Fuligni Eccles 1993, dalam Papalia, 2008 mengatakan bahwa gaya pengasuhan yang sangat ketat dan otoriter mungkin tidak lagi sesuai
ketika anak memasuki masa remaja dan ingin diperlakukan lebih dewasa. Ketika orangtua tidak menyesuaikan diri, seorang remaja mungkin
menolak pengaruh orangtua dan mencari dukungan serta persetujuan teman sebaya, apapun risikonya.
Orangtua otoritatif akan bersikap tegas terhadap nilai penting peraturan, norma, dan nilai tetapi bersedia mendengar, menjelaskan dan
bernegoisasi Lamborn, Mounts, Steinberg, Dornbusch, 1991, dalam Papalia, 2008. Mereka melatih kontrol yang tepat terhadap perilaku anak
tetapi tidak mengatur pemahaman eksistensi diri sang anak Steinberg Darling, 1994, dalam Papalia, 2008. Orangtua yang menunjukan
ketidaksetujuan kesalahan perilaku remaja akan lebih efektif memotivasi mereka untuk berperilaku yang benar ketimbang orangtua yang
menghukum mereka dengan kejam Krevans Gibbs, 1996, dalam Papalia, 2008.
Sekolah menawarkan peluang untuk belajar informasi, menguasai keterampilan baru, dan menajamkan keterampilan yang sudah ada,
berpartisipasi dalam olahraga, seni dan aktivitas lain, mengeksporasi pilihan pekerjaan, dan tempat berkumpul bersama teman. Sekolah juga
meluaskan horison intelektual dan sosial. Walaupun demikian, sebagian remaja merasakan sekolah bukan sebagai peluang tetapi sebagai
rintangan di jalan menuju masa dewasa Papalia, 2008. Linney PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seidman 1989, dalam Papalia, 2008 mengungkapkan bahwa kualitas sekolah sangat mempengaruhi prestasi sekolah siswa. Sekolah yang
bagus memiliki atmosfer yang teratur dan tidak
oppressive
; kepala sekolah yang aktif dan energik; dan guru yang berpatisipasi dalam
pengambilan keputusan. Remaja yang melewati perubangan fisik yang cepat mendapatkan
kenyamanan dengan bersama orang lain yang juga sedang melewati perubahan yang sama. Penentangan remaja terhadap standar orang
dewasa dan otoritas orangtua menguatkankannya untuk merujuk pada masukan dari teman yang berada di posisi yang sama. Kelompok teman
sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen, dan
setting
untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orangtua. Kelompok tersebut merupakan tempat
membentuk hubungan intim yang berfungsi sebagai “latihan” bagi intimasi orang dewasa Gecas Seff, 1990; Buhrmester, 1996; Laursen,
1996, dalam Papalia, 2008. Pengaruh teman sebaya mencapai puncaknya pada awal masa
remaja, biasanya pada usia 12 sampai 13 tahun dan menurun pada masa remaja pertengahan serta akhir. Keterikatan kepada teman sebaya pada
masa remaja awal tidak menghasilkan masalah kecuali apabila keterikatan tersebut terlalu kuat sampai si remaja bersedia melanggar
aturan rumah,
tidak mengerjakan
tugas sekolah,
dan tidak
mengembangkan bakatnya sebagai usaha mendapat pengakuan teman sebaya dan popularitas Fuligni et al., 2001, dalam Papalia, 2008.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual
mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan
cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Namun demikian kadang-kadang orang masih dapat mengontrol
keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda perilaku tersebut. Hal ini berkaitan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen dalam Walgito, 2003 yang dikenal dengan
display rules
, yaitu
masking
,
modulation
, dan
simulation
.
Masking
adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi alaminya. Emosi
yang dialaminya tidak tercetus keluar melalui ekspresi tingkah laku. Contoh dari sikap
masking
tersebut adalah menutupi kesedihan, mengendalikan
amarah, tidak
menampakkan kebahagiaannya.
Modulation
adalah orang tidak dapat meredam secara tuntas mengenai gejala kejasmaniannya, tetapi hanya dapat menguranginya. Contoh dari
sikap
modulation
adalah bersikap biasa jika keadaan jengkel, bersikap cuek.
Simulation
adalah orang tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah- olah
mengalami emosi
dengan menampakkan
gejala-gejala PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kejasmaniannya. Contoh
dari sikap
simulation
adalah sering
memberontak, meledakkan amarahnya, egois, bertindak kasar. Menurut Gunarsa Gunarsa 1981 mengatakan bahwa remaja
cenderung untuk menggabungkan diri dalam kelompok teman sebaya. Kelompok sosial yang baru ini merupakan tempat yang aman bagi
mereka. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga. Kelompok remaja bersifat
positif dalam hal memberikan kesempatan yang luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkah laku dan melakukan hubungan
sosial. Namun, kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi
overacting
dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Pada masa ini, juga berkembang sikap “
conformity
”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain.
Peer group
, pembentukan kelompok membuat kelompok-kelompok yang sama
dengan karakteristik dirinya ingin menonjolkan kelompok mereka. Keinginan untuk bisa sama dengan yang lain dan bisa diterima oleh suatu
kelompok cukup tinggi. Maka, tidak heran jika terkadang remaja akan bersedia melakukan apapun selama ia bisa diterima oleh kelompok
tersebut. Karena bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh kelompok merupakan hal yang dapat menyebabkan stress, frustasi, dan
rasa sedih Santrock, 2003. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas
perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-emosional lingkungannya,
terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi ketidanyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja
yang mereaksinya secara defensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya Hurlock, 1955.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya pengasuhan otoritatif baik pada masa remaja. Selain itu, kualitas sekolah
juga memperngaruhi prestasi siswa. Pada masa remaja, remaja memiliki kecenderungan untuk menggabungkan diri pada kelompok teman
sebayanya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan pada remaja memiliki kecenderungan untuk menggabungkan diri pada
kelompok teman sebayanya.
5. Tugas Perkembangan Remaja