Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Perkawinan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka didapat rumusan masalah: “Bagaimana gambaran komponen-komponen cinta yang terdapat pada individu yang telah menikah selama tujuh sampai dengan sembilan tahun, menurut Triangular theory of Love?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan komponen- komponen cinta yang terdapat pada individu yang memiliki usia perkawinan tujuh sampai sembilan tahun, menurut Triangular theory of love.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan Psikologi khususnya dalam Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan khususnya tentang dinamika cinta dalam kehidupan perkawinan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat berguna bagi individu dengan usia pernikahan 7- 9 tahun sebagai tambahan wacana tentang gambaran komponen cinta yang ada pada usia pernikahan tersebut sehingga dapat digunakan sebagai bahan 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI refleksi kehidupan cinta bagi para pasangan. Bagi pasangan yang hendak menikah, dapat digunakan sebagai salah satu wacana tentang gambaran komponen cinta yang diperlukan dalam mempertahankan hubungan suami istri menurut Triangular Theory of Love. 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan Landis dan Landis 1965 mengatakan bahwa perkawinan merupakan suatu komitmen antara sepasang manusia yaitu laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Pada UU No. 1 tahun 1974 pasal 1, disebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Piet Go, 1990. Perkawinan merupakan ikatan mesra daripada kehidupan dan cinta kasih suami istri Cipta Loka Caraka, 1971. Jadi dalam perkawinan diamalkan cinta kasih, yang mempersatukan kehidupan dua pribadi yang sama tinggi, sama derajat dan sama haknya. Saxton dalam Risnawaty, 2003 mengemukakan, bahwa perkawinan memiliki dua makna, yakni: pertama, sebagai suatu institusi sosial dimana pernikahan merupakan solusi kolektif terhadap kebutuhan sosial. Kedua adalah makna secara individual, pernikahan memiliki makna yang sama dengan makna sosial, yakni sebagai legitimasi terhadap peran orang tua. Katini Kartono 1977 mengatakan bahwa perkawinan merupakan manifestasi dari ikatan janji setia diantara pria dan wanita, yang memberikan pembatasan-pembatasan dan pertanggung jawaban tertentu, baik pada sang suami maupun pada si istri. Dalam perkawinan terdapat dua unsur yang penting, yaitu simpati dan birahi. Simpati mengandung unsur kasih sayang, ikut merasamenghayati, perlibatan dua pribadi menjadi satu kesatuan dan kesediaan berkorban, sedangkan dalam birahi terdapat unsur seks dan kekuatandaya saling tarik menarik antara dua jenis kelamin yang berbeda, yang kemudian menimbulkan relasi seksuil. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin yang mesra dan penuh kasih sayang, serta komitmen yang didalamnya terdapat pertanggungjawaban tertentu, antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dan membentuk sebuah keluarga. 2. Tahap Penyesuaian Pasangan Lemme 1995 mengatakan bahwa tahun-tahun awal pernikahan, yaitu antara 1-2 tahun pernikahan merupakan masa untuk membangun kepuasan pernikahan yang saling menguntungkan. Schiamberg dan Smith 1982 menambahkan bahwa selama tahun-tahun awal pernikahan, pasangan berusaha untuk membangun struktur keluarganya sendiri, dimana pada tahun-tahun tersebut masih dipenuhi dengan keromantisan. Selama tahun pertama pernikahan, yang disebut dengan fase blending, mereka belajar untuk hidup bersama dan berpikir bahwa diri mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI merupakan bagian yang saling tergantung satu sama lain Perlmutter Hall, 1992. Perlmutter Hall 1992 mengemukakan bahwa tahun ketiga pernikahan disebut dengan fase nesting, yang merupakan saat sering terjadinya stres dan kekecewaan, pasangan menggali keterbatasan dari kecocokan-kecocokan yang ada dan menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas saling berbagi. Tahap selanjutnya adalah ketika pernikahan memasuki usia 5 tahun. Pineo 1961 mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan akan mencapai puncaknya pada lima tahun pertama pernikahan dan akan menurun melalui periode ketika anak berusia remaja dalam Rybash, Roodin Santrock, 1991. Myers 1994 menambahkan, ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa keromantisan cinta akan terus meningkat dari awal pernikahan sampai lima tahun pernikahan dan kemudian akan mulai menurun melalui periode lima sampai sepuluh tahun pernikahan. Memasuki usia pernikahan 7-8 tahun merupakan tahap dimana anak-anak memasuki usia remaja dan dewasa Lemme, 1995. Pada tahap tersebut perhatian pasangan masih terpusat pada keluarga, terutama anak- anak Hurlock, 1980. Tahap selanjutnya adalah masa ketika anak-anak mulai meninggalkan rumah, yang disebut dengan masa kekosongan empty nest Myers, 1994. Hurlock 1980 mengemukakan bahwa setelah anak-anak meninggalkan rumah, maka perhatian kembali berpusat pada pasangan. Dari berbagai tahapan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada tahun-tahun awal pernikahan yaitu usia 1-2 tahun, merupakan masa untuk membangun kepuasan pernikahan dan penyesuaian untuk hidup bersama yang dipenuhi dengan keromantisan. Kepuasan pernikahan akan mulai menurun setelah melalui periode 5 tahun pertama. Perhatian pasangan akan lebih terpusat pada anak dan ketika anak-anak mulai meninggalkan rumah maka perhatian akan kembali berpusat pada pasangannya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangsungan Perkawinan Kepuasan dalam perkawinan merupakan hal yang berpengaruh terhadap kelangsungan sebuah perkawinan. Huyk 1982 mengemukakan bahwa ketidakbahagiaan dalam pernikahan dapat diakhiri dengan sebuah perceraian dalam Perlmutter Hall, 1992. Sebuah studi menyatakan bahwa pasangan yang bahagia lebih banyak terdapat pada bentuk hubungan egalitarian, dimana masing- masing pasangan merasa adanya kesamaan kekuasaan, partisipasi yang sama dalam pengambilan keputusan dan kebebasan untuk memulai hubungan seksual Perlmutter Hall, 1992. Lemme 1995 menambahkan bahwa ada beberapa variabel yang berpengaruh dalam hubungan intim jangka panjang, yaitu kesehatan, status keuangan, permintaan akan anak dan proses menuju pensiun. Faktor lain yang memberi ciri pada hubungan jangka panjang, seperti pernikahan yang bahagia adalah kestabilan ekonomi, melihat pasangannya sebagai sahabat, menyukai pasangan sebagai seorang manusia, persetujuan pada tujuan-tujuan hidup dan penuh kelucuan, sikap suka bermain Bengston, Rosenthal dan Burton, 1990 dalam Perlmutter Hall, 1992. Laswell Laswell 1987 juga menegaskan bahwa permainan dan penuh kelucuan merupakan unsur yang penting dalam kepuasan pernikahan serta keinginan untuk menghabiskan waktu bersama pasangannya. Santrock 1995 menambahkan, kelahiran seorang anak akan menyelamatkan pernikahan yang gagal. Hurlock 1980 mengemukakan bahwa lebih banyak perceraian terjadi karena pasangan tidak mempunyai atau hanya mempunyai beberapa anak. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan perkawinan adalah kesamaan kedudukan dalam perkawinan, kesamaan hak dalam mengambil keputusan, dan kebebasan dalam memulai hubungan seksual. Faktor lain adalah adanya kestabilan ekonomi, kehadiran anak, adanya kedekatan sebagai sahabat, serta adanya kelucuan dan permainan dalam keluarga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Triangular Theory Of Love