10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Program Bridging Course
1. Pengertian, Sebab dan Tujuan Bridging Course
Program Bridging Course adalah semacam program matrikulasi untuk meningkatkan kemampuan awal siswa di tingkat SMP pada beberapa mata
pelajaran. Penyebab dimunculkannya program ini karena melihat kekurangsiapan siswa baru dalam mengikuti pelajaran di SMP terjadi di
sebagian besar sekolah. Tidak merata dan rendahnya mutu di tingkat sebagian Sekolah Dasar juga menjadi penyebab utama.
Para guru dan kepala sekolah juga menyatakan bahwa siswa menjadi lebih yakin, karena materi Bridging Course lebih mirip dengan
memantapkan kembali pelajaran SD secara singkat dan kemudian disambungkan dengan pelajaran awal di SMP. Pola pembelajaran yang
diterapkan juga menyenangkan, sehingga siswa merasa nyaman terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
Tujuan utama dilaksanakannya program Bridging Course adalah menyiapkan siswa baru di SMP, sehingga memiliki kesiapan memadai
dalam aspek substantif dan psikologis dalam mengikuti pelajaran. Tujuan ini dapat dirinci sebagai berikut:
a Meningkatkan bekal awal siswa baru SMP dalam aspek substantif dengan cara membahas materi-materi esensial misalnya materi di SD
yang sangat penting untuk persiapan mengikuti pelajaran di SMP. b Meningkatkan kesiapan psikologis, antara lain minat dan motivasi belajar
siswa baru dalam mengikuti pelajaran di SMP.
2. Pola Pembelajaran Program Bridging Course
Cara melaksanakan pembelajaran dalam program Bridging Course terkait erat dengan upaya agar siswa belajar dengan mudah, penuh
keyakinan akan mampu menguasai apa yang dipelajari dan sungguh- sungguh dalam belajar. Prinsip pembelajaran yang dapat memunculkan tiga
hal di atas, antara lain:
a Pembelajaran kontekstual, b Pembelajaran yang menyenangkan joyful learning
c Pembelajaran berdasarkan masalah.
Tentu masih banyak pola pembelajaran lain yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik anak didik dan kondisi sekolah serta
lingkungannya. Pembelajaran kontekstual artinya pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa dan konteks apa yang sudah
diketahui oleh siswa. Bahkan pada tahap tertentu pola pembelajaran kontekstual dapat diteruskan dengan mendorong siswa menarik kesimpulan
sendiri, sehingga seakan-akan mereka menemukan “teori” atau “hukum”
baru.
Pembelajaran yang menyenangkan artinya pembelajaran yang dapat membuat siswa senang dan bukan merasa terpaksa ikut pelajaran. Agar
siswa senang dalam belajar, maka prinsip pemrosesan informasi patut diperhatikan. Siswa akan menyenangi situasi belajar jika apa yang dipelajari
sesuai dengan apa yang diperlukan atau sesuai dengan hobinya, paling tidak terkait dengan apa yang dibutuhkan atau hobinya. Di samping itu, siswa
akan senang belajar jika situasinya menyenangkan. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengkaitkan pembelajaran dengan apa yang pada
umumnya disenangi oleh siswa dan menyelipkan humor yang dapat menarik perhatian siswa.
Siswa SMP kelas VII pada umumnya masih dalam taraf berpikir operasional konkrit sehingga pembelajaran yang pada umumnya disenangi
adalah yang terkait atau paling tidak dapat dikaitkan atau mengambil contoh kehidupan remaja sehari-hari. Adapun pokok bahasan yang sedang
dipelajari akan menjadi menarik bagi siswa jika dikaitkan kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran didasarkan pada problem sehari-hari dan dalam pembelajaran siswa diajak untuk
memecahkannya. Melalui pembelajaran semacam itu siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya akan muncul berbagai
gagasan dan siswa akan saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan. Dalam proses pembahasan gagasan itu akan terjadi interaksi dan
pemaduan gagasan yang pada akhirnya mengarah pada saling melengkapi.
Siswa biasanya sangat senang karena merasa mampu memecahkan masalah yang diberikan.
Karena bekal awal siswa baru SMP pada umumnya sangat beragam, maka pembelajaran kooperatif cooperative learning sangat cocok untuk
diterapkan. Pada pola ini siswa dikelompokkan dalam kelompok setara, tetapi anggota masing-masing kelompok terdiri dari individu yang
heterogen dilihat dari bekal awalnya. Sederhananya, dalam setiap kelompok terdapat siswa yang pandai, sedang dan kurang. Selama pembelajaran, setiap
kelompok dirancang untuk bekerjasama dan didorong agar semua anggota kelompok memahami apa yang dipelajari. Penilaian bukan hanya
berdasarkan atas pemahaman masing-masing anggota kelompok, tetapi juga pemahaman kelompok. Artinya nilai kelompok akan berpengaruh terhadap
penilaian individu yang menjadi anggotanya. Jadi siswa yang pandai akan terimbas oleh nilai siswa yang kurang pandai, jika siswa tersebut tetap tidak
paham materi yang dipelajari pada saat penilaian.
3. Materi Pembelajaran Bridging Course