Konflik dengan Elite Birokrasi
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
59 dalam peristiwa konflik terbuka antara mereka dan Bupati
Cianjur
Belantara Islam
, 2 Maret 1925 dan 14 Maret 1925. Peristiwa tersebut kemudian dibawa oleh Sarekat
Islam Cianjur ke dalam Kongres Sarekat Islam di Yogyakarta yang diselenggarakan tanggal 21-27 Agustus
1925
Mailr
. No. 1235x25 dalam Iskandar, 1993: 26; Noer, 1991: 113.
Peristiwa tersebut kemudian dijadikan sebagai
kartu as
bagi elite birokrasi untuk menyudutkan K. H. Ahmad Sanusi. Mereka semakin gencar menuduh dirinya sebagai
biang keladi keributan. Mereka pun menyebarkan propaganda bahwa K. H. Ahmad Sanusi merupakan seorang
ulama yang memiliki sikap anti-pemerintah. Mereka mengajukan berbagai sikap penentangan K. H. Ahmad
Sanusi terhadap berbagai persoalan praktik keagamaan yang sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah kolonial. Oleh
karena itu, dapatlah dipahami kalau kemudian muncul keinginan dari kalangan elite birokrasi untuk mengasingkan
K. H. Ahmad Sanusi ke luar Sukabumi.
Tuduhan-tuduhan tersebut semuanya ditolak oleh K. H. Ahmad Sanusi. Argumentasinya adalah seandainya ia
benci kepada Bupati beserta para aparatnya, sudah barang tentu dirinya tidak akan menginjakkan kakinya di Masjid
Kaum. Malah sebaliknya, ia selalu Shalat Jum’at di masjid yang dikelola oleh ulama pakauman tersebut. Lebih dari itu,
tidak jarang melakukan perbincangan dengan Patih
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
60 Sukabumi atau dikenal juga dengan panggilan
Dalem Jendol
. Sebutan ini sebagai bentuk sindiran dari para pengikut K. H. Ahmad Sanusi atas perut sang patih yang
buncit karena dianggap terlalu banyak memakan uang zakat Wawancara dengan K. H. Abdullah Manshur, tanggal 24
Desember 2008 dan K. H. Acun Mansur Basyuni, tanggal 6 Januari 2009.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa dirinya merasa bukan sebagai orang yang akan merongrong dan
menjatuhkan kewibawaan
para penguasa
di mata
masyarakat. Ia pun tidak merasa memiliki sikap anti- pemerintah karena dirinya selalu mengerahkan para
santrinya untuk bekerja bakti dan menjaga keamanan. Kedua hal tersebut merupakan perintah pemerintah dan
dengan penuh tanggng jawab dijalankan oleh K. H. Ahmad Sanusi. Menjaga keamanan sangat penting dalam konteks
ibadah Islam. Untuk itu, K. H. Ahmad Sanusi kemudian menulis sebuah buku yang sebelum diterbitkan diserahkan
terlebih dahulu kepada wedana untuk dikoreksi
Mailr
. No. 872x28 dalam Iskandar, 1993: 26. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dirinya tidak memiliki masalah apapun dengan pihak pemerintah. Dengan demikian, tuduhan-
tuduhan yang dilakukan oleh elite birokrasi tidak memiliki landasan yang kuat. Bagi dirinya, tuduhan-tuduhan tersebut
merupakan suatu bentuk ketidaksukaan mereka terhadap dirinya sehingga lebih bersifat sebagai suatu fitnah belaka.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
61 Meskipun K. H. Ahmad Sanusi membeberkan
membantah semua tuduhan itu, namun rupa-rupanya tidak mampu
menggerakan pemerintah
kolonial untuk
memercayai ucapannya itu. Sebagai antisipasi, pemerintah kolonial menugaskan polisi untuk melakukan pengawasan
secara refresif kepada K. H. Ahmad Sanusi. Bahkan sebaliknya, kalangan elite birokrasi semakin merasa
khawatir dan merasa tidak nyaman seiring dengan semakin mengentalnya kharisma K. H. Ahmad Sanusi di masyarakat
Priangan Barat.
Meskipun demikian, kekhawatiran dan ketidaknyaman kalangan elite birokrasi pribumi tidak dapat ditindaklanjuti
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tidak ada bukti kuat yang dapat menangkap dan mengasingkan kyai kharismatik
tersebut ke luar Sukabumi. Sampai suatu ketika, terjadilah pengrusakan
dua jaringan
kawat telepon
yang menghubungkan Sukabumi dengan Bandung dan Bogor.
Peristiwa yang terjadi pada Agustus 1927 tersebut dijadikan sebagai bukti awal bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk
menangkap dan menahan K. H. Ahmad Sanusi. Alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Hindia Belanda itu adalah
salah satu jaringan kawan telopon yang dirusak itu lokasinya tidak terlalu jauh dari Pesantren Genteng
Mailr
. No. 872x28 dalam Iskandar, 1993: 26.
Dengan alasan itulah, Pemerintah Hindia Belanda menjebloskan K. H. Ahmad Sanusi ke dalam penjara di
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
62 Cianjur. Ia mendekam di penjara itu selama sembilan bulan
sampai pada bulan Mei 1928 ia dipindahkan ke penjara di Kota Sukabumi Sipahoetar, 1946: 73. Selama sebelas
bulan, ia diperiksa oleh pemerintah kolonial, tetapi tidak terungkap bahwa dirinya terlibat dalam peristiwa tersebut.
Namun demikian, pemerintah kolonial tidak segera membebaskan K. H. Ahmad Sanusi bahkan mengaitkan
dirinya dengan peristiwa perlawanan Kyai Asnawi di Menes, Banten yang terjadi tahun 1926.
Di dalam laporan-laporan para pejabat Belanda, tidak diungkapkan apakah perlawanan Kyai Asnawi ini sebagai
bagian dari pemberontakan PKI yang dikoordinasikan oleh Sarekat Rakyat, Sarekat Merah, dan Sarekat Buruh atau
sebagai
bentuk perlawanan
yang terpisah
dari pemberontakan PKI tersebut. Namun yang pasti, pada tahun
1926 hampir secara serempak terjadi pemberontakan PKI di Pulau Jawa. Di Menes, pemberontakan tersebut terjadi
karena pengaruh Bupati Hasan Djajadiningrat tidak berhasil mengatasi perkembangan PKI di daerahnya. Pemberontakan
itu sendiri ditujukan kepada para pejabat pemerintah, para guru agama, dan tokoh masyarakat yang telah menyandang
gelar haji. Berbagai fasilitas umum pun menjadi sasaran amuk massa seperti fasilitas telepon, jalan, perkantoran, dan
pelabuhan Ekadjati
et al
., 1990: 225-227. Untuk menyudutkan K. H. Ahmad Sanusi, Pemerintah
Hindia Belanda menghadirkan saksi yakni para birokrat
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
63 yang
sebelumnya telah
diberi pengarahan
untuk memberatkan Kyai Genteg tersebut. Akibat tekanan
tersebut, semua saksi mengatakan bahwa K. H. Ahmad Sanusi memiliki hubungan dengan K. H. Asnawi sehingga
kesaksian mereka dianggap cukup untuk dijadikan bukti awal penahanannya.
Akan tetapi, dalam proses interograsi Pemerintah kolonial tidak dapat membuktikan adanya keterkaitan K. H.
Ahmad Sanusi dengan Kyai Asnawi. Di lain pihak, para saksi yang sebelumnya membuat pernyataan adanya
hubungan K. H. Ahmad Sanusi dengan Kyai Asnawi menarik kembali kesaksiannya. Mereka menyatakan bahwa
apa yang disampaikannya tidak benar. Dengan perkataan lain, mereka terpaksa membuat kesaksian palsu mendapat
intimidasi dari mantri polisi dan wedana setempat. Meskipun demikian, pemerintah kolonial tetap menahan K.
H. Ahmad Sanusi Iskandar, 1993: 11.
Meskipun tidak bukti dan kesaksian atas keterlibatan K. H. Ahmad Sanusi dalam perlawanan Kyai Asnawi 1926
dan pengrusakan jaringan kawat telepon 1927, Gubernur Jenderal B. C. de Jonge mengeluarkan keputusan untuk
mengasingkan K. H. Ahmad Sanusi ke Tanah Tinggi di Batavia Centrum. Pengasingan itu sendiri secara resmi
diberlakukan sejak November 1928. Pemerintah Hindia Belanda mengatakan bahwa penahanan tersebut adalah
untuk menjaga ketentraman umum
rust en orde
karena
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Di Tengah Arus Pergerakan Nasional 1910-1928
64 pemikiran-pemikiran K. H. Ahmad Sanusi memiliki potensi
untuk menciptakan suatu masyarakat yang memiliki semangat revolusioner. Untuk mencegah perkembangan
potensi tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengasingkan K. H. Ahmad Sanusi dari
lingkungan sosial budayanya Iskandar, 1993: 11; Sipahoetar, 1946: 73.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pembuangan 1928-1934
65