Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh: Maya Maryati NIM. 109011000291

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maya Maryati

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Desember 1990

Nim : 109011000291

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Angkatan Tahun : 2009

Alamat : Jl. Prepedan Gg. Jambu Rt.02/09 No. 63, 11810,

Kelurahan-Kamal Kecamatan-Kalideres, Jakarta Barat.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul: Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam, adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Dosen Pembimbing : Drs. H. Ahmad Basuni, M.A

NIP : 1949 1126 1979 0110 01

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri

Jakarta, 20 April 2014


(7)

ABSTRAK

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul tentang Peran K.H Ahmad Sanusi

Dalam Pendidikan Islam. Alasan penulis memilih judul tersebut karena, Pertama: Para ulama

sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.

Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian tokoh Islam

tradisional di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.

Diketahui bahwa, K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang membentengi umat dan melahirkan pendidikan Islam yang maju pada masanya. Dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam, memiliki kesan yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat pada umumnya dan masyarakat kota Sukabumi pada khususnya. Untuk mengetahui beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan tersebut, beliau masih memiliki peninggalan atau pun berkas K.H Ahmad Sanusi yang ada di pesantren yang didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk mengemukakan dari beberapa perjuangan seorang tokoh sekalipun ulama tradisional yang sangat gigih dari K.H Ahmad Sanusi semasa hidupnya dalam pendidikan Islam.

Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research). Dan metode penelitian yang digunakan yaitu metode historis yang ditopang dengan beberapa metode antara lain: Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan metode Lapangan (Field Reseach). Adapun dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan tiga cara antara lain: Observasi, Wawancara, dan Dokumenter.

Hasil penelitian yang penulis dapat, tentang Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan

Islam diantaranya meliputi: Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada dunia pendidikan dan

penerbitan K.H Ahmad Sanusi dengan banyaknya karya-karya beliau hingga seratus lebih, diantaranya: Kitab Tafsir al-Qur’an, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab Ilmu Fiqh, Kitab Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab Ilmu Bade’, Kitab Ilmu Bayan,

Kitab Sejarah, Kitab Jum’ah, Kitab Munadoroh, dll; Serta Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada

organisasi yang didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; dan adanya perluasan pesantren yang K.H Ahmad Sanusi dirikan dengan menjadikan suatu lembaga hingga berdiri sampai sekarang ini.

Sedangkan pelajaran yang berharga dari K.H Ahmad Sanusi adalah dapat memberikan semangat atau motivasi pada generasi umat maupun penerus ulama selanjutnya dengan cara mengikuti jejak langkah beliau dalam memajukan pendidikan Islam antara lain, yaitu semangat untuk mendirikan pesantren, semangat dalam memberikan pengajaran yang lebih baik dan semangat dalam berkarya sendiri pada bidang keagamaan. Karena K.H Ahmad Sanusi tidak hanya dikenal sebagai ulama tradisional melainkan ulama yang produktif dalam karya-karyanya. Dan dari beberapa perannya beliau yang sangat kharismatik menjadi kaca berbandingan bagi kita saat ini.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sebagaimana kita telah diberikan nikmat iman dan islam, serta nikmat sehat sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat serta salam, tak lupa panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, beserta sahabatnya.

Bab demi bab terselesaikan sudah dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang insya Allah berguna untuk penulis dan orang lain nantinya. Halangan serta tantangan dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari orang tua dan para dosen, teman-teman, maupun pengajar lain yang memiliki intensitas ilmu dibidang kelembagaan, khususnya mengenai masalah “Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam”. Penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Allah SWT, yang selalu memberikan kesehatan, kemudahan serta nikmat yang luar biasa.

2. Orang tua saya, Babeh Umar dan Umi Munati serta keluarga tercinta yang senantiasa memberi semangat, doa, kasih sayang, serta berbagai dorongan yang tak terhingga baik moril maupun materil. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada kedua beliau.

3. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A.Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendididkan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Drs. H. Ahmad Basuni, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi terimakasih yang tak terkira atas kesediaannya berbagi ilmu dan meluangkan waktunya


(9)

untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan saran, motivasi dan nasihat demi keberhasilan penulisan skripsi ini.

7. Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, motivasi baik serta bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini maupun dalam perkuliahan biasanya dari semester pertama sampai terakhir.

8. Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si, Dosen STAI Syamsul Ulum Sukabumi, yang turut membantu saya dalam mempermudah wawancara dan pencarian berkas-berkas terkait pada pembahasan.

9. Husein Murtafi Said, S.Kom, calon pemimpin hidup saya yang selalu mensupport, dan selalu hadir dalam memberikan cinta dan kasih sayang, serta kebahagiaan baik moril maupun materil. Smoga Allah merestui kami dalam jalinan yang suci, abadi selamanya.

10.Segenap pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan maupun perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

11.Segenap teman PAI angkatan 2009 khususnya kelas G, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu tetapi tidak mengurangi rasa sayang saya pada kalian semua selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan saya. Kritik dan saran dari pembaca serta rekan-rekan mahasiswa senantiasa saya nantikan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Jakarta, 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Islam ... 6

1. Pengertian Pendidikan ... . 6

2. Pengertian Pendidikan Islam ... 9

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ... 11

4. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam ... 13

5. Materi Pendidikan Islam ... 16

6. Metodologi Pendidikan Islam ... 20

B. Pendidikan Islam di Indonesia ... 25

1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ... 25

2. Organisasi Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia ... 28

3. Tokoh-tokoh (ulama) Pendidikan Islam di Indonesia ... 31

C. Pentingnya Peran Ulama ... 33

D. Pembahasan Kajian yang Relevan ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36


(11)

C. Prosedur ... 38

1. Teknik Pengumpulan Data ... 38

2. Teknik Pengelolaan Data ... 39

D. Analisis Data ... 39

E. Teknik Penulisan ... 40

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (PERAN K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM) A. Sejarah Sukabumi Pada Masa Abad Pertengahan Abad ke 19 Sampai Abad ke 20 ... 41

B. Biografi K.H Ahmad Sanusi Dan Latar Belakangnya ... 43

C. Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam ... 61

1. Dunia Pendidikan Dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi ... 61

2. Mendirikan Al-Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) ... 70

3. Perluasan Pesantren K.H Ahmad Sanusi ... 75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Implikasi ... 80

C. Saran-saran ... 80


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek.1 Menurut islam, pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu, ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup semenjak dari buaian hingga ajal datang.2

Manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-cita Islam. Pengertian pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia Muslim baik duniawi maupun ukhrawi.3

Dari itu bahwa pendidikan Islam sangatlah penting dalam kehidupan umat, karena manusia perlu adanya perubahan dalam diri dan pengetahuan serta bimbingan akhlak yang tidak keluar dari syariat Islam. Agar manusia menjadi bertaqwa, berakhlak, dan berguna bagi setiap orang sehingga manusia tersebut mendapat kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

1 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 29 . 2 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991), hlm. 1. 3 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 1991), hlm.13.


(13)

Hakikat pendidikan Islam pada dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama, budaya, dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Sedangkan secara praktis dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada setiap generasi dalam sejarah umat Islam.4

Sejarah bangsa telah mengukir berbagai peran yang dimainkan ulama. Kerukunan umat beragama telah berhasil dan terbina dengan baik berkat dukungan ulama, sehingga kerukunan itu dapat mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi modal pembangunan negara dan bangsa selama ini. Ulama berperan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui ceramah-ceramah agama dan khutbah Jum’at di masjid-masjid. Dalam menggerakkan pembangunan di negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, paling tidak ada tiga kelompok pemimpin yang harus mengambil peranan. Tiga kelompok itu adalah pemimpin resmi (pemerintah), pemimpin tidak resmi (tokoh agama) dan pemimpin adat.

Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah mereka. Dari pengkajian ini, peran ulama dalam pengembangan pendidikan agama dan Khazanah keagamaan menjadi sangat penting untuk dilakukan.5

Kita mengetahui bahwa adanya teori pengembangan pendidikan Islam itu diterapkan oleh upaya-upaya guru pendidikan Islam, ulama serta banyaknya peran seorang tokoh pendidikan Islam yang membawa pembaharuan dalam pendidikan

4 Muhaimin, op. cit., hlm.29-30.

5 Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan


(14)

Islam. Jika kita lihat kembali pada peran ulama di abad ke-20 dalam mengembangkan pendidikan Islam, sangat memberikan dampak positif. Sehingga dapat memberikan perubahan pendidikan Islam yang baik di zaman tersebut. Dalam pendidikan Islam di Indonesia, bahwa banyak peran para tokoh modern maupun tradisional dalam menterdepankan serta mengembangkan pendidikan Islam demi tujuan yang ingin mereka capai. Ulama pendidikan Islam tersebut di antaranya ialah Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Abdul Halim dan Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, Imam Zarkasyi dari Jawa Timur, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang lainnya. Dari beberapa tokoh tersebut, terasa bahwa peran mereka tidak kalah penting dan hebatnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang hidup di abad klasik dan pertengahan.

Namun dalam penulisan ini, penulis memilih K.H Ahmad Sanusi dari Jawa Barat untuk mengetahui secara dalam tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Alasan penulis memilihnya karena, Pertama: Telah diketahui bahwa K.H Ahmad Sanusi adalah ulama tradisional yang sangat produktif. Dari itu kita dapat membandingkan sosok K.H Ahmad Sanusi dengan ulama-ulama masa kini yang kita ketahui bahwa para ulama sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia atau minimnya kajian ulama tradisional di Indonesia.

Dalam mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi pun, penulis memiliki referensi yang kuat yaitu beliau masih memiliki peninggalan, dokumentasi atau pun masih adanya pihak keluarga dari K.H Ahmad Sanusi yang berada di pesantren yang didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk mengemukakan dari beberapa perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam.

Dari sini pula berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis perlu mencari kejelasan untuk mengetahui secara dalam


(15)

yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi

dengan judul berikut : “PERAN K.H. AHMAD SANUSI DALAM

PENDIDIKAN ISLAM”.

B.

Identifikasi Masalah

Dalam uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut: 1. Kurang produktifnya ulama-ulama pada masa sekarang ini, para ulama

sekarang ini hanya berceramah, mengajar namun tidak membuat banyak karya tulisan

2. Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam

3. Masih minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian ulama tradisional di Indonesia

C.

Batasan dan Rumusan Masalah

Dalam pembahasan ini batasan masalahnya adalah:

1. Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam

Adapun perumusan masalahnya adalah:

1. Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam

D.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama penelitan ini adalah untuk menemukan jawaban kualitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan itu dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan islam.


(16)

1. Sebagai rujukan dalam mengembangkan pendidikan Islam untuk generasi-generasi muda, agar pendidikan Islam dapat menjadi lebih baik lagi.

2. Secara Teoritis, dapat semakin memperkaya khazanah intelektual islam pada umunya dan bagi akademika Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam pada khususnya.

3. Selain itu, dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal.

4. Dan secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum sehingga mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya.


(17)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan

Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang

berarti “pergaulan dengan anak-anak.” Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan

agoge (saya membimbing, memimpin).1

Pendidikan bisa berarti pemeliharaan dengan penuh kasih sayang agar yang dipelihara dapat berkembang dengan baik dan memberi manfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri, lantaran di antara satu alam dengan lainnya saling membutuhkan dalam ekosistem. Misalnya, air jika dipelihara dengan baik akan memberi manfaat bagi manusia tumbuh-tumbuhan, binatang dan seterusnya. Pada tingkat operasional pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah, antara lain beliau telah membacakan ayat-ayat Tuhan kepada manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan dan mengajarkan kepada manusia kitab dan hikmah (QS. 62:2). Kata mensucikan pada ayat tersebut, menurut M. Quraisy Shihab, dapat diidentikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak-anak dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisika.

1


(18)

Berdasarkan pernyataan di atas, pendidikan berarti berkaitan dengan mensucikan, membentuk perilaku dengan adab sopan santun.2 Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, mendefinisikan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.3

Menurut M. Arifin bahwa “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan

dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.”4

Dan menurut Hasan Langgulung bahwa “Pendidikanadalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik.”5

Sementara itu, dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan

negara.”6

Dan menurut penulis, bahwa pendidikan adalah usaha sistematis dalam membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses individual dan sosialisasi dalam mengembangkan serta memberi pengetahuan ilmu dari segala bidang apapun terhadap seseorang yang belum mengetahuinya atau belum memahaminya.

Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

2

Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 186-188 3

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 28. 4

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.4, hlm. 14

5

Abuddin Nata,loc.cit., hlm. 28. 6

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003), hlm. 5.


(19)

kedewasaan.” Atau dengan kata lain, pendidikan adalah “bimbingan yang

diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan

masyarakatnya.”

Definisi pendidikan di atas sepertinya hanya dimaksudkan untuk pendidikan anak-anak di lembaga persekolahan. Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana kalau yang diajar atau dibimbing adalah orang yang telah dewasa atau orang tua, apakah hal itu disebut juga pendidikan?

Menanggapi hal demikian, para pakar pendidikan umat beragama dalam memberikan makna pendidikan. John Dewey misalnya, mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi Nasional Pendidikan mendefinisikan, pendidikan adalah usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan akhir pendidikan.

Meski berawal dari akar kata sama, tetapi pemberian makna terhadap istilah pendidikan begitu beragam. Hal ini disebabkan oleh karena sifat pendidikan yang dinamis. Pengertian pendidikan di zaman Yunani akan berbeda dengan pengertian pendidikan di zaman Aufklarung. Pengertian pendidikan di zaman kemajuan Islam akan berbeda dengan pengertian yang diberikan para pakar pendidikan Islam di zaman kemundurannya. Demikian juga dalam konteks Indonesia, arti pendidikan di zaman Orde Lama, Baru dan Era Reformasi akan berbeda.

Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setiap masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografisnya, apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetauan yang bercorak teoritis dan praktis.7

Di negara demokrasi, pendidikan merupakan sarana untuk membentuk warga negara menjadi diri sendiri. Setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak sebagai manusia. Individu

7


(20)

juga diberi kebebasan sebesar-besarnya untuk mampu merealisasikan diri, dan kemampuannya semaksimal mungkin.8

2. Pengertian Pendidikan Islam

Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.9Islam adalah damai, sentosa dan aman.Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan untuk umat manusia, melalui RasulNyaMuhammad SAW. Tujuan ajaran islam yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman dan sentosa, serta sejalan pula dengan misi ajaran islam, yaitu menciptakan kedamaian di muka dumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan.10

Kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu

yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.11Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah, mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut Islam ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannnya.

Lebih-lebih Islam merupakan agama ilmu dan agama akal. Karena Islam selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menuntut ilmu pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan dapat menyelami hakikat alam.

Apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan.

8

Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 19. 9

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 98. 10

Abuddin Nata, op. cit., hlm. 32. 11

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7, hlm. 24


(21)

Firman Allah dalam Surat Al-A’laq ayat 1-5:















.





.









.



.









.

Artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia

mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al- Alaq: 1-5)

Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan.

Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat kemanusiaannya, sebagai makhluk Homo educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Banyak ayat Al- Qur’an dan Hadits yang menjelaskan hal tersebut, diantaranya:12

Firman Allah dalam Surat Al- Taubah ayat 122:











































Artinya:

“Apakah tidak lebih baik pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. Al- Taubah: 122).

Sabda Nabi:

12


(22)

Artinya:

“Belajarlah dan kemudian ajarankanlah kepada orang-orang lain, serta rendahkanlah dirimu kepada guru-gurumu, serta berlaku lemah lembutlah

kepada murid-muridmu”. (H.R. Al- Thabrani).

M. Arifin memandang pendidikan Islam sebagai proses mengarahkan dan membimbing anak didik ke arah pendewasaan pribadi yang beriman, berilmu pengetahuan yang saling mempengaruhi dalam perkembangannya untuk mencapai titik optimal kemampuannya.13

Samsul Nizar mendefinisikan bahwa pendidikan Islam sebagai rangkaian proses yang sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai illahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (Al- Qur’an dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.14

Proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlakul karimah.15

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Dasar atau pudamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada

13

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991), hlm. 44. 14

Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 94.

15


(23)

suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu mengkokohkan berdirinya pohon itu.16

Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah.17

Menurut al- Syaibany dasar pendidikan Islam adalah identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Qur’an dan hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam

bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk

hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan manusia dan akhlak, dengan merujuk kepada kedua sumber asal (al-Qur’an dan hadits) sebagai sumber utama.18

Dan Ahmad D. Marimba juga berpendapat bahwa dasar pendidikan Islam itu adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasulullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasulullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasulullah sebagai pelaksana hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan lagi.19

Dan identik dasar ajaran Islam itu sendiri berasal dari kedua sumber yaitu,

Al-Qur’an dan Hadits, Kemudian dari dasar keduanya dikembangkan dalam pemahaman Ulama.

Allah berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 2 yaitu:























16Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), cet. 4, hlm. 38.

17

Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm. 59.

18

Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan perkembangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 37.

19


(24)

Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi

mereka yang bertaqwa”. (Q.S Al-Baqarah 2: 2).

4. Tujuan dan fungsi pendidikan Islam

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus direncanakan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita, dan falsafah yang berlaku di suatu masyarakat atau bangsa.

Menurut Omar Al-Toumy Al-Syaibani yang dikutip oleh Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan

yang akan diapai oleh misi kerasulan, yaitu “membimbing manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan

tingkah laku individu dalam hubungan dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.20

Telah dikatakan pula oleh Dr. Zakiah Daradjat bahwa tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi

insan kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan

jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.21

Umar Tirta Raharja mengemukakan : “Bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang mempunyai hubungan vertikal ( dengan Tuhan ), horizontal (dengan lingkungan)

20

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002), hlm. 92 21


(25)

dan konsentris (dengan diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan

ukhrawi.”22

Karena telah dihasilkan dalam rumusan tentang Tujuan Pendidikan Islam menurut Kongres Pendidikan Islam se Dunia di islamabadtahun 1980, menunjukkan bahwa pendidikan harus merealisasikan cita-cita (Idealitas) Islam yang mencakup pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis berdasarkan potensi psikologi dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang memacuh kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal (menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.23

Sebagaimana firman Allah yang menyatakan:





















Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku dan hidup dan matiku

hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al- An’am: 162)

Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.24 Dan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat.

Jelaslah juga bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3

disebutkan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

22

Umar Tirta Raharja, S.L.La. Sulo, Pengantar Pendidikan,(Jakarta: Rangka Cipta, 1995), hlm. 2. 23

Nur Uhbiyati, loc. cit., hlm. 59 24


(26)

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”25

Untuk mencapai itu, maka kesemuanya itu merupakan tanggung jawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu:

a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subjek dan objek pendidikan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun kepada masyarakat.

b) Dimensi makro (Eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang didalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didiknya sekaligus mampu mewarnai perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami.26

Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktifitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat

25

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi, cet. pertama, September, 2003), hlm. 8.

26


(27)

manusia di muka bumi.27 Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.

5. Materi pendidikan Islam

Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan, maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang diperbincangkan sebagai bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari sumber ajaran Islam. Materi pendidikan ini biasanya dikemas dalam sebuah kurikulum yang lebih komplek dengan nama mata pelajaran. Kurikulum dalam arti luas adalah serangkaian program pendidikan yang diperlukan dalam sebuah lembaga pendidikan yang digunakan untuk proses pendidikan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Rangkaian muatan kurikulum sebagai program pendidikan biasanya menyangkut tujuan, isi atau materi, metode, sarana, pendidik dan sebagainya. Dalam bagian ini akan dijelaskan isi materi dalam kurikulum pendidikan Islam, sebagai mata pelajaran yang diajarkan dalam proses pendidikan Islam.28

Menurut al-Ghazali materi pendidikan Islam itu menyangkut dua hal, yaitu:

materi tentang ilmu syari’at dan ilmu non-syari’at. Ilmu syari’at dibagi menjadi dua, yaitu: 1). Ilmu Ushul, yang meliputi ilmu al-Qur’an, Sunnah nabi, pendapat Shahabat dan Ijma’. 2). Ilmu pengantar, meliputi: ilmu bahasa dan gramatika. 3).

Ilmu Furu’, meliputi; fiqh, ilmu hal ihwal, hati, dan akhlak. 4). Ilmu pelengkap, meliputi; ilmu qira’at, makhrij huruf, ilmu tafsir, nasikh dan mansukh, lafadz

umum-khusus, dan biografi sejarah sahabat. Ilmu non syari’at dapat dibagi menjadi: 1). Ilmu terpuji, seperti; kedokteran, berhitung, ekonomi, pertanian, ekonomi pertenunan, ekonomi pembangunan, dan politik. 2). Ilmu yang diperbolehkan, meliputi; kebudayaan, sastra, sejarah dan puisi. 3). Ilmu yang tercela, meliputi; ilmu tenun, sihir, dan bagian tertentu dari filsafat.

Dan Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa materi yang diajarkan dalam dunia pendidikan dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: 1). Kebiasaan, meliputi; gramatika dan sastra puisi. 2). Materi yang diambil dari sumber ajaran

27

Samsul Nizar, op. cit., hlm. 123. 28

A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press, Mei 2008), cet. 1., hlm. 120.


(28)

Islam (Kitab suci), meliputi; al-Qur’an-Hadist, ulum al-Qur’an, ulum al-Hadist,

ushul fiqh, Fiqh, ilmu kalam, ilmu Tasawuf, ilmu Ta’bir al-Ru’ya. 3). Materi diambil dari hasil berpikir manusia melalui indra dan akalnya, meliputi; logika(mantiq), fisika, metafisika, matematika (aritmatika, aljabar, geografi, ilmu musik, astronomi, dan ilmu nujum).29

Adapun penjelasan mengenai materi dalam pendidikan agama Islam adalah meliputi:

a. Al- Qur’an/Hadits

Al- Qur’an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al- Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu-wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.30

Adapun isi al- Qur’an itu antara lain adalah:

1) Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia;

2) Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak;

3) Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial;

4) Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau; 5) Berita-berita tentang zaman yang akan datang; 6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan;

7) Sunatullah atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.31

Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang telah disebut dalam al-Qur’an di atas, dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah dengan sunnah beliau.

29

A. Fatah Yasin, op.cit., hlm. 122-123. 30

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 93.

31


(29)

Ada tiga peranan al-Hadits di samping al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam diantaranya:

1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al- Qur’an; 2) Sebagai penjelasan isi al- Qur’an;

3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam al- Qur’an.32

b. Aqidah

Akidah, menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Dalam pengertian teknis artinya adalah imam atau keyakinan. Aqidah Islam (Aqidah Islamiyah), karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Adapun pokok-pokok keyakinan Islam yang terangkum dalam istilah Rukun Iman itu antara lain:

1) Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa; 2) Keyakinan kepada Malaikat-malaikat;

3) Keyakinan kepada para Nabi dan Rasul; 4) Keyakinan akan adanya Hari akhir;

5) Keyakinan kepada Qada’ dan Qadar Allah.33 c. Syari’ah/syari’at

Makna asal syari’at adalah jalan ke sumber (mata) air. Secara harfiah berarti

jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Dilihat dari segi hukum, syari’at

adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.34

d. Ibadah

Ibadah menurut bahasa, artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan do’a. Dilihat dari segi pelaksanaanya, ibadah dapat dibagi tiga, yakni:

1) Ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu ibadah yang merupakan perpaduan jasmani dan rohani, seperti shalat dan puasa;

32

Muhammad Daud Ali, hlm. 110-113. 33

Ibid., hlm. 199-201. 34


(30)

2) Ibadah rohiah dan maliah, yaitu perpaduan rohani dengan harta, seperti zakat;

3) Ibadah jasmanish, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya haji.35 e. Akhlak

Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai,

tingkah laku atau tabi’at.36

Akhlak dalam pembagiannya di bagi menjadi 2, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah;

2) Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua: akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup).37

f. Tarikh

Tarikh dalam bahasa Arab disebut sejarah, yang menurut bahasa artinya

ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti “keterangan yang telah terjadi

dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada”. Kata Tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah Masehi dipakai sebutan sebelum atau mengenai tarikh Masehi.

Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti “pengalaman masa lampau daripada umat manusia”. Pengertian selanjutnya memberikan makna

sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan ruang lingkup yang luas.38 Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa materi pendidikan agama Islam yaitu al- Qur’an/hadits (isi dan kandungannya tentang akidah, syari’at, sejarah, ilmu pengetahuan, dll), aqidah (yang berisi tentang keyakinan yang

terangkum dalam rukun Islam), Syari’ah (yang berisi tentang tingkah laku dan tabi’at), dan tarikh (yang berisi tentang sejarah pada masa lampau).

35

Muhammad Daud Ali., hlm. 244-245. 36

Ibid., hlm. 346. 37

Ibid., hlm. 356. 38


(31)

6. Metodologi pendidikan Islam

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransper ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri.

Pengertian metode secara etimologi, berasal dari Bahasa Yunani “Metodos”, yaitu

meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “Jalan” atau “cara”.

Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

“metode” adalah: Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.39

Materi yang baik bukan merupakan jaminan bagi keberhasilan pendidikan. Dapat saja materi kurikulum yang baik akan berakibatkan buruk bagi anak didik, jika dalam pelaksanaan pendidikan digunakan metode yang keliru. Metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik (peserta didik).

Mohammad Athiyah al- Abrasy mendefinisikannya sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. Metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas, dan kita terapkan dalam kelas selama kita mengajar dalam kelas itu.40

Dan menurut Prof. Abd Al- Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik. Adapun Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan yang terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.41

39

Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli 2002), hlm. 39-42.

40

Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 52-53. 41


(32)

Barangkali masih banyak definisi-definisi tentang metode pendidikan yang dikemukakan para ahli pendidik, namun yang penting kita tangkap adalah makna pokok yang terkandung dalam pengertian metode itu sendiri. Makna pokok yang dapat disimak antara lain bahwa: (1) metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik; (2) cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu; dan (3) melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik.

Mengacu kepada kepentingan tersebut, maka metode paling tidak harus disesuaikan dengan materi, kondisi dan keadaan anak didik. Karena itu metode yang digunakan dapat bervariasi. Suatu metode mungkin dinilai baik untuk materi dan kondisi tertentu, tapi sebaliknya kurang tepat digunakan pada penyampaian materi yang berbeda dan suasana yang berlainan.

Mohammad al-Toumy al-Syaibany menyodorkan pembagian metode dalam pendidikan Islam, yakni metode yang umumnya pernah digunakan dalam pendidikan Islam, antara lain:

a. Metode induksi (pengambilan kesimpulan)

Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat mengetahui fakta-fakta dan kaidah-kaidah umum dengan cara menyimpulkan pendapat. b. Metode Perbandingan (Qiyasiah)

Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat membandingkan kaidah-kaidah umum atau teori dan kemudian menganalisanya dalam bentuk rincian-rincian.

c. Metode Kuliah

Metode ini digunakan untuk mendidik anak didik agar mereka dapat mengintisarikan materi yang diberikan secara benar, sesuai dengan kemampuan masing-masing.


(33)

Metode ini digunakan untuk mendidik anak agar mereka dapat mengemukakan kritik-kritik terhadap materi yang diberikan. Kritik dilakukan secara lisan melalui dialog antara guru dan anak didik.

e. Metode Halaqoh f. Metode Riwayat g. Metode Mendengar h. Metode Membaca i. Metode Imla’ j. Metode Hafalan k. Metode Pemahaman

l. Metode Lawatan untuk Menuntut Ilmu.

Selain dari ragam metode, al-Syaibany juga mengemukakan dasar-dasar penyusunan metode pendidikan Islam. Menurut penilaiannya, ada empat yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan metode pendidikan Islam, yaitu:

1) Dasar agama, meliputi pertimbangan bahwa metode yang digunakan bersumber dari tuntunan al-Qur’an, sunnat Nabi, pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh para sahabat dan para ulama shalaf.

2) Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik.

3) Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik.

4) Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak didik.

Karena itu ungkap al-Syaibany selanjutnya bahwa metode pendidikan Islam merangkum empat tujuan pokok, yakni: (1). menolong anak didik mengembangkan kemampuan individunnya; (2). membiasakan anak didik membentuk sikap diri; (3). membantu anak didik bertindak efektif dan efisien; (4). membimbing aktivitas anak didik. Uraian ini menunjukkan bahwa metode


(34)

pendidikan Islam memiliki sifat yang luwes, sesuai dengan kebutuhan anak didik dan lingkungan zamannya.42

Menurut Armai Arief, pengembangan metode pendidikan Islam memiliki tiga masa, yaitu:

1) Masa Klasik (610-1258M) a) Ceramah;

b) Hafalan;

c) Membaca tadarus; d) Tanya jawab; e) Bercerita; f) Menulis; g) Metode khusus.

Instansi yang dipergunakan adalah antara lain: rumah, masjid, surau, dan pondok sebagai tempat berlangsungnya pendidikan antara Nabi saw, para sahabat dan kaum muslimin.

Pada masa ini Socrates mengemukakan metode dialektik atau metode penemuan, sebab pertanyaan yang dilontarkan guru menuntut siswa merumuskan dan menjelaskan suatu pengetahuan.

2) Masa Pertengahan (1258-1800M)

Pada masa ini metode yang dipergunakan antara lain: a) Ceramah;

b) Hafalan;

c) Membaca-menulis; d) Membaca-tadarus; e) Tanya jawab; f) Cerita lewat buku;

g) Menulis al-Qur’an mulai ada titik; h) Keyakinan / pembenaran;

i) Mudzakarah;

j) Umum dan sederhana;

42


(35)

k) Metode khusus; l) Menyeluruh; m) Pemberian contoh; n) Membimbing.

Pada akhir abad ke-11 dan 12, Skulatisisme menyumbangkan suatu metode deduktif analisis logis yaitu doktrin yang didasarkan atas logika dan metafisika Aristoteles.

Seiring dengan makin berkembangnya jumlah umat Islam dan keinginan memperoleh pengajaran, menuntut adanya kelembagaan yang lebih teratur dan terarah, maka didirikanlah al- Kuttab sebagai lembaga baru.

3) Masa Modern (1800-sekarang)

Metode berikut ini adalah pengembangan metode-metode di masa klasik dan pertengahan yaitu:

a) Ceramah menggunakan media; b) Hafalan mandiri;

c) Membaca dengan pemahaman; d) Murid bertanya dan menjawab; e) Cerita lewat media;

f) Menulis al-Qur’an secara utuh; g) Sintesis analisis;

h) Diskusi; i) Deduktif; j) Induktif; k) Komprehensif; l) Demonstrasi;

Memasuki abad modern Johan Amos menggunakan metode ilmiah dalam pendidikan, dan John Locke menggunakan metode persepsi dan asosiasi dalam menekankan pentingnya pengalaman.

Karena lembaga al-Kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan kebutuhan belajar yang lebih luas, maka dibentuklah madrasah atau sekolah. Madrasah


(36)

dilengkapi dengan perpustakaan. Institusi pendidikan Islam berkembang lagi, seperti zawiyah, perpustakaan, majlis taklim dan pendidikan individual / private. Pada dasarnya antara zaman klasik, pertengahan, dan modern, penggunaan metode pendidikan adalah sama, seperti metode ceramah, diskusi, hafalan, tanya jawab, dll. Namun hal membedakan antara ketiga periode tersebut adalah pengembangan dalam menggunakan metode dengan dibantu alat atau media yang semakin canggih. Penggunaan metode ceramah misalnya, berbeda antara zaman klasik yang hanya mengandalkan suara dan tempat terbatas, dengan periode pertengahan yang sudah menggunakan alat pengeras suara. Apalagi dibanding dengan masa modern yang tidak hanya menggunakan media pengeras suara dan dalam ruangan tertentu, tetapi dapat dijangkau keseluruh pelosok dunia melalui media audio, atau audio-visual, seperti radio, TV, Internet dll.43

B.

Pendidikan Islam di Indonesia

1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

Sejarah pendidikan Islam di mulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira pada abad keduabelas Masehi. Ahli sejarah umumnya sependapat, bahwa agama Islam mula-mula masuk ialah ke pulau Sumatera bagian Utara di daerah Aceh.

Dalam mengetahui sejarah masuknya Islam, tahun berapa, dan siapa yang mula-mula memasukkan? Tidaklah dapat jawaban yang pasti dalam sejarah. Setengah ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke daerah Aceh pada pertengahan abad kedua belas Masehi. Setengah mereka berpendapat, bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas Masehi. Alasannya, karena pada abad ke duabelas itu telah banyak ahli-ahli agama yang termasyhur di Aceh. Hal itu menunjukkan, bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas, karena tidak mungkin Islam baru masuk, lalu lahir orang-orang ahli dalam Islam itu.

Pendapat ini dikuatkan lagi dengan keterangan setengah ahli sejarah, bahwa orang Arab atau Islam telah mengenal pulau Sumatera dalam abad kesembilan. Oleh

43


(37)

sebab itu, banyak di antara mereka itu datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau Indonesia yang lain untuk berniaga sekaligus mereka menyiarkan agama Islam kepada penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik kepada agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran, bahwa agama Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas. Umumnya ahli sejarah mempastikan masuk Islam ke daerah Aceh itu dengan perjalanan Marco Polo. Dalam perjalanannya pulang dari Tiongkok, ia singgah di Aceh pada tahun 1292 Masehi. Menurut keterangannya, di Perlak telah didapatnya rakyat yang beragama Islam. Perlak adalah pelabuhan besar di Aceh pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka.

Begitu juga dengan perjalanan Ibnu Bathutha, pengembara Magribi yang masyhur (th. 725 H. = 1325 M). Dalam perjalanannya pulang-pergi ke Tiongkok, ia singgah di Pase. Pada masa itu Pase telah mejadi kerajaan Islam di bawah perintah Raja bernama Al- Malikuz-Zahir.

Dengan keterangan tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa agama Islam mula-mula masuk ke Indonesia ialah dari daerah Aceh.Dan dari sanalah Islam memancarkan cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau). Dari Minangkabau Islam berkembang ke Sulawesi, Ambon dan sampai ke Philipina. Kemudian Islam tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa Tengah dan ke Banten, sampai ke Lampung dan Palembang dan ke seluruh kepulauan Indonesia. Bukan saja agama Islam dianut dan didukung oleh rakyat umum, bahkan berdiri pula beberapa kerajaan Islam di Indonesia.

Di Sumatera berdiri kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudra dan Bersama pada tahun 1290 – 1511 M, dan kerajaan Islam Aeh pada tahun 1514 – 1904 M, kerajaan Islam di Minangkabau pada tahun 1500 M.Di Jawa berdiri kerajaan Islam Demak pada tahun 1500 – 1546 M, dan kemudian kerajaan Islam Banten pada tahun 1550 – 1757 M, dan kerajaan Islam Pajang pada tahun 1668 – 1586 M dan kerajaan Islam Mataram pada tahun 1575 – 1757 M.44

Adapun beberapa pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia, antara lain:

44

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1988, hlm. 10-11.


(38)

1. Masjid dan Langgar, berfungsi untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah

dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat Jum’at dan dua kali setahun

dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu ataupun untuk tempat

pendidikan, bukan untuk tempat shalat Jum’at;

2. Pesantren, ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.45 Dan Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan dipesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang diajarkan di pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah (muzakarah). Dan ada pula yang mengartikan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.46 3. Meunasah, Rangkang dan Dayah, secara etimologi meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarakat Aceh meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi sebagai tempat ibadah (shalat), tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi, tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir juga tempat pendidikan. Dan Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun disekitar masjid. Kemudian Dayah berasal dari bahasa Arab yaitu Zawiyah, kata Zawiyah pada

45

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 20-21.

46

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, hlm. 25-27.


(39)

mulanya merujuk kepada sudut dari satu bangunan, dan sering dikaitkan dengan masjid. Di sudut masjid itu terjadi proses pendidikan antara si pendidik dengan si terdidik. Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi;

4. Surau, dalam kamus bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji, dan sebagainya).47

2. Organisasi dan Pendidikan Islam di Indonesia

Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Langkah pertama diwujudkan dalam bentuk kesadaran berorganisasi.

Walaupun banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah kolonial waktu itu untuk membendung pergolakan rakyat Indonesia melalui media pendidikan namun tidak banyak membawa hasil, justru berakibat sebaliknya makin menumbuhkan kesadaran tokoh-tokoh organisasi Islam untuk melawan penjajah Belanda. Dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui pendidikan. Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi yang dijiwai oleh perasaan nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran. Dan dengan demikian lahirlah Perguruan-perguruan Nasional.\, yang ditopang oleh usaha-usaha swasta (partikelir) menurut istilah waktu itu yang berkembang pesat sejak awal tahun 1900 an.

Para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia. Mereka insyaf bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan ke dalam agenda

47

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, op.cit, hlm. 23-26.


(40)

perjuangannya. Maka lahirlah sekolah-sekolah pertikelir (swasta) atas usaha para perintis kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak, yaitu: a. Sesuai dengan haluan politik, seperti:

1) Taman Siswa, yang mula-mula didirikan di Yogyakarta. 2) Sekolah Sarikat Rakyat di Semarang, yang berhaluan komunis.

3) Ksatrian Institut, yang didirikan oleh Dr. Douwnes Dekker (Dr. Setiabudi) di Bandung.

4) Perguruan Rakyat, di Jakarta dan Bandung. b. Sesuai dengan tuntutan / ajaran agama (Islam), yaitu:

1) Sekolah-sekolah Serikat Islam. 2) Sekolah-sekolah Muhammadiyah 3) Sumatera Tawalib di Padang Panjang 4) Sekolah-sekolah Nahdatul Ulama

5) Sekolah-sekolah Persatuan Ulama Islam (PUI) 6) Sekolah-sekolah Al Jami’atul Wasliyah

7) Sekolah-sekolah Al-Irsyad 8) Sekolah-sekolah Normal Islam

9) Dan masih banyak sekolah-sekolah lain yang didirikan oleh organisasi Islam maupun oleh perorangan diberbagai kawasan kepulauan Indonesia baik dalam bentuk pondok pesantren maupun madrasah.

Dan berikut ini adalah kilasan tentang organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak aktivitas kependidikan Islam, yaitu:

a. Al- Jam’iat Al- Khariyah

Organisasi yang lebih dikenal dengan nama Jam’iat Khair ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa diskriminasi asal usul. Umumnya anggota dan pipinnanya terdiri dari orang-orang yang berada, yang memungkikan penggunaan waktu mereka untuk perkembangan organisasi tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah.


(41)

Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Februari 1912, seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian

meninggalkan Jam’iat Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama Al- Islah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformisme).

Pada tahun 1941 berdirilah perkumpulan Al- Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal dengan sebutan Al- Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan Arab bukan golongan Alawi. Tahun 1951 berdirilah sekolah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu.

c. Persyerikatan Ulama

Persyerikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif Kyai Haji Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.

d. Muhammadiyah

Salah sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia IIdan mungkin jugasampai saat sekarang ini adalahMuhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.

e. Nahdatul Ulama

Nahdatul Ulama didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 Januari 1926 M) di Surabaya. Yang mendirikannya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Di antaranya ialah:

1) K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng 2) K.H. Abdul Wahab Hasbullah 3) K.H. Bisri Jombang


(42)

4) K.H. Ridwan Semarang 5) K.H. Nawawi Pasuruan 6) K.H. R. Asnawi Kudus 7) K.H.R. Hambali Kudus 8) K. Nakhrawi Malang

9) K.H. Doromuntaha Bangkalan 10)K.H.M. Alwi Abdul Aziz 11)Dan lain-lain.

f. Persatuan Islam

Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika orang-orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk mengadakan pembaharuan dalam agama. Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan dengan daerah-daerah lain, sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi di kota ini semenjak tahun 1913. Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan salah sebuah cambuk untuk mendirikan sebuah organisasi.48

3. Tokoh-tokoh (Ulama) Pendidikan Islam di Indonesia

Inilah beberapa ulama Pendidikan Islam di Indonesia, yang dibahas secara singkat :

a. Mahmud Yunus, dilahirkan 10 februari 1899 di Desa Sunggayang, Batusangkar, Sumatra Barat. Mahmud Yunus adalah peletak dasar pengajaran dalam bahasa Arab. Ia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena bahasa ini adalah pintu masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman, seperti Al-Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab fiqih. Ia merombak pemikiran lama yang lebih menekankan pada pendalaman kitab-kitab fiqh dengan dituntun oleh guru daripada memberi ilmu alat dan selanjutnya para murid yang akan melaksanakannya. Mahmud Yunus bukan hanya mengajarkan tentang kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara mudah dan cepat untuk bisa

48


(43)

menguasai bahasa Arab. Dan pada tanggal 16 Januari 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia di Jakarta.49

b. Abdullah Ahmad, dilahirkan di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia adalah putera H. Ahmad, seorang ulama Minangkabau yang senantiasa mengajarkan agama di surau-surau, di samping sebagai saudagar kain bugis.50 Baliau sempat belajar di Makkah selama empat tahun, berkat ketekunan dan kecerdasannya dalam pengetahuan agama, Abdullah Ahmad pernah diangkat sebagai asisten dari Syaikh Abdul Khatib. Kemudian di tahun 1899, beliau kembali ke kampung halaman untuk mengajar di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. Dari sinilah beliau mulai mengajar dengan menggunakan cara tradisional yaitu sistem halaqah. Selain itu, beliau juga seorang ulama yang produktif, banyak karya-karya yang ditulisnya.

c. Imam Zarkasyi, dilahirkan di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1901 M. Dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak.51 Beliau semasa hidupnya pernah menjadi Dewan PertimbanganMajelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Selain itu, beliau juga orang yang aktif dalam bidang pendidikan, sosial dan politik negara, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam hal ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Dan beliau juga rajin menulis beberapa petunjuk teknik bagi para santri dan guru di Pondok Gontor dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan di pesantren tersebut, termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangannya hingga kini masih dipakai di KMI Gontor dan pondok-pondok pesantren yang didirikan para alumni Gontor serta beberapa sekolah agama.

d. Abdul Halim, dilahirkan di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang

49

Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006, hlm. 85-90.

50

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 157.

51


(44)

kemudian berkembang menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M / 9 Rajab 1371 H. Dalam bidang pendidikan K.H Abdul Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqh dan hadits. Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikirannya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa ia tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun orang lain atau organisasi lain yang tidak sepaham dengan dia. Tablighnya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakkan etika di dalam masyarakat dan bukan merupakan kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain. Dan pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada mazhab

Syafi’i.52

e. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang

lainnya.

C.

Pentingnya Peran Ulama

Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang yang tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang yang meiliki pengetahuan. Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat agamanya, yakni umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang tahu atau orang yang memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT. Oleh kalangan awam di Indonesia, pengertian ulama kerapkali dikesankan berubah menjadi tunggal (mufrad), untuk itu, kata ulama sering digunakan, meskipun untuk menunjuk orang yang dikategorikan sebagai alim. Dari segi istilah pengertian ulama juga sering disempitkan karena diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan dalam bidang fiqih, di Indonesia identik dengan

fuqaha dibidang ibadah saja. Hal ini terpengaruh dengan tradisi masa lalu yaitu

52


(1)

v

I

9 4 . Wawania.a dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada

tanggal 1l Februari 2014.

62

I

,'li

1*

9 5 . Miftah"l Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' h l m . 5 4 - 5 6 .

63 \,

/-i---t

9 6 . Vtitatrtrt palah, S.S, Riwayat Periuangan K'H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' h l m . 5 6 - 5 8 .

64

i

,l

a-

I

97. trrtiftanut Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), h l m . 5 9 .

64

Y

98. Miftahut Fatah, S.S, Riwayat Periuangan

KH Ahmad

Sanusi,

(Masyarakat

Sejarawah

Indonesia:

Maret 2009)'

h l m . 6 l - 6 4 .

65

99.

tvtinatrut

faUn, S.S, Riwayat Periuangan

K.H Ahmad

Sanusi,

(Masyarakat

Sejarawah

Indonesia:

Maret 2009)'

h l m . 6 6 .

66

l

V

1 0 0 . Vtirunut Falah, S.S, Riwayat Perjuangan

K'H Ahmad

Sanusi,

(Masyarakat

Sejarawah

Indonesia:

Maret 2009)'

h l m . 6 7 - 6 8 .

66

1 0 1 . Miftahul Falih, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad

Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2049), hlm.74-75.

67

t02.

Wawancaia Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal

11 Februari 2014.

67

r

1 0 3 .

Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalan Pergolakan Nasional, cet' 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013), blm. 67'7 l.

72

1 0 4 .

Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan

P e rj uanganrry a D al am P e r go I akan N as i o n al, c et' 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013), hlm. 72-73.


(2)

ti l

1 0 5 . Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M,Ag.,

padatanggal 1 I Februari20l4. 73

t

1 0 6 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K'H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' h l m . 8 6 .

74 \!

/y

I l

107. Miftahul Falah, S.S, Rrwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' hlm.90-92.

74

I 4 v

/j-''

I

r 0 8 .

trrtiftanul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' hlm.93-94.

I J

tl

.sl

)

r-1 0 9 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), hlm.97-98.

75

r'tr

T-'

I 1 0 . Miftahul Falah,

S.S,

Riwqtat Perjuangan

K.H Ahmad

Sanusi,

(Masyarakat

Sejarawah

Indonesia:

Maret 2009)'

hlm. 98 8.102-103.

76

I

t'

Y

T-1 T-1 T-1 .

Miftahul Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' hlm. 100.

76

cl

t

ft-I

112. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahnad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' hlm. 106.

77

I 1 3 . trrtitatrut fafan, S.S, Riwayat Perjuangan

K.H Ahmad

Sanusi,

(Masyarakat

Sejarawah

Indonesia:

Maret 2009),

hlm. 126.

77

Lr4.

Miftahul Falah, S.S, Riwayot Periuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' hlm. 129-130.

78

{

1 1 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009)' h l m . l3 l .

78

c

I

q_


(3)

t : '

t

I

1 1 6 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), hlm.152-154.

78

I

I

.l

V

I

1 1 7 . Miftahul Falah, S.S, Rrwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), h l m . 1 5 2 .

78

I

N

r'

I 1 8 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), h l m . 1 3 1 .

78

,-l

Y

I 1 9 . Miftahul Falah, S.S, Rlilayat Perjuangan K.H Ahmad

Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009),

h l m . 1 6 1 .

79

120.

Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009),

hlm.162-163. 79

rzt.

Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 1l Februari 2014.

79

il-122.

Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009),

hlm. 164.

80

I

v

123. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad S onus i, (Masyarakat Sej arawah .Indonesia: Maret 2009),

h l m . 2 0 l .

80

124. Wawancara

dengan

K.H. Anwar Sanusi,

S.Ag,

pada

tanggal

I I Februari

2014.

80

t 2 5 .

Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad

Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009),

h l m . l 3 7 - 1 4 0 .

8 1


(4)

-F--I

126. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009),

h l m . 1 4 5 - 1 4 8 . 8 1

1 2 7 . Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag., pada tanggal I I Februari 2014.

82

I

cl'

/4'-t28.

Warvancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 1l Februari 2014.

82

I

't-129. Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal I I Februari2014.

83

l

r

1 3 0 . Wawancara

dengan

K.H. Anwar Sanusi

S.Ag,

pada

tanggal

1 l Februari

2014.

83

{

1 3 1 . Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 1 l Februari 2014.

83

il

tr

132.

Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal l1 Februari 2014.

84


(5)

.r#

:

Nomor : Un.O llFt.A(M .01 3 /.297./2014 L a m p . :. . . .

Hal : Observasi

Kepada Yth. Kepala Yayasan.

Pondok Pesantren. Svamsul Ulum Di

Tempat

As s alamu' al aikum wr.w b.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa:

Jakartu 13 Januai20l4

Nama , NIM

Jurusan /Prodi Semester

Maya Maryati 10901 1000291

Pendidikan Agama Islam IX (Sembilan)

l t r t

adalah benar mahasiswa pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah lakarta dan sghubunga.11 dengan penyefesaian tugas akhir kuliah (Skripsi) yang berjudul: "Peran KH Ahmad Sanusi dalam Pendidtkan Islam" mahasiswa tersebut memerlukan observasi dengan pihak terkait. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan Saudara untuk menerima mahasiswa tersebut dan rnemberikan banfuanrrya.

Demikianlah, atas perhatian dan bantuan Saudara kami ucapkan terima kasih. Was s alamu' alailrum wr.w b.

Pendidikan

Agama Islam

Tembusan:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

KEMENTERIAN

AGAMA

UIN JAKARTA

FITK

Jl. t. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia

FORM

(FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-066

Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

No. Revisi: : 01

H a l 1 t 1

SURAT PERMOHONAN

IZIN OBSERVASI

M.Ag


(6)

!fJ

J

PONDOK

PESANTREN

"SYAMSUL'ULUM''

GUNUNGPUYUH

- SUKABUMI

t.Blnvangrara

*0.88

*.#lHT'ffifr*T;lJll-?H339$*o*

*28 f aur

Brrar

STIRAT KETtrRANGAN

Nomor : D -O32

/O3.O

t -OZ

/SKe,t

AI/2O | 4

'\ssalamu'aloikum w. w.

Bismillahinohmanirrohim

Pimpinan pondok pesantren syamsul'ulum Gunungpuyuh sukabumi.

Dergan ini menemngkan bahwa :

Nama

NIM

.furusanzProdi

Semester

Maya Maryati

l o90 I I ooo29 I

Pendidikan Agama tslam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan LrIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

IX (Sembilan)

\

Telah selesai melaksanakan penelitian di Pondok pesantren Syamsul'Ulum

Gunungpuyuh Sukabumi untuk penyelesaian rugas akhir kuliyah (Sl<ripsi) yang

berjudul "Peran K.rf.Ahmad sanusi dalam pendidlkan Islarn" .

Sulai Tanggal l3 Januari s/d 12 Februanzot4.

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu'alaikum w. w

Sukabumi, I 2 Februari 2Ot4

Pimpinan Pondok Pesantren ,