Sukabumi di Bawah Kekuasaan Jepang
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
161 Gerakan Tiga A tidaklah begitu lama. Pemerintah Militer
Jepang menganggap gerakan ini tidak efektif dalam upaya mengerahkan bangsa Indonesia untuk kepentingan perang
Jepang. Pada bulan Desember 1942 gerakan ini dibubarkan oleh
Saiko Shikikan
. Pada awal tahun 1943, pendekatan Jepang terhadap
golongan Islam semakin gencar dilakukan. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam membantu Jepang dalam
Perang Asia Timur Raya. Kolonel Horie, pimpinan
Shumubu
, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka di Pulau Jawa, antara lain H.
Abdul Muniam Inada. Ia menemui K. H Ahmad Sanusi di Pesantren Gunung Puyuh agar mau bekerja sama
membangun
Lingkungan Kemakmuran
Asia Timur
Raya.Sementara itu, setelah ormas Islam dibubarkan, termasuk AII, dan MIAI dipandang tidak optimal dalam
memobilisasi umat Islam, Pemerintah Militer Jepang mendirikan
Madjelis Sjoero
Moeslimin Indonesia
Masjoemi pada Oktober 1943
Asia Raja
, 28 November 1943.
Pada dasarnya, K. H. Ahmad Sanusi tidak menolak tawaran kerja sama tersebut. Sikap kooperatif yang
diperlihatkan oleh K. H. Ahmad Sanusi bukan berarti ia berposisi sebagai boneka Jepang. Kerja sama dengan Jepang
yang ia perlihatkan semata-mata sebagai bentuk strategi dalam perjuangan membebaskan bangsa Indonesia dari
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
162 penguasaan bangsa asing. Bangsa Jepang memiliki berbagai
keunggulan khususnya di bidang militer. Keunggulan tersebut hanya dapat dimanfaatkan kalau bangsa Indonesia
berpura-pura bekerja sama dengan Jepang. Hal tersebut ditegaskan oleh K. H. Ahmad Sanusi kepada Soekarno
ketika Ketua Poetera itu berkunjung ke Pesantren Gunung Puyuh pada saat ia sedang dirawat dr. Abu Hanifah di
Rumah Sakit St. Ludwina, Sukabumi Sulasman, 2007: 77.
Pada awal Mei 1943, Jepang mengumumkan akan menyelenggarakan Latihan Kiai di Jakarta. Kegiatan yang
dikoordinasi dan diawasi secara langsung oleh
Shumubu
tersebut akan diikuti oleh para kiai dari setiap
syu
dengan tujuan hendak “menyuntikkan semangat baru” di kalangan
kiai. Untuk merealisasikan rencana itu, para pejabat
Shumubu
melakukan pembicaraan dengan para pemuka Islam di Hotel Des Indes. Dalam pertemuan tersebut
dibicarakan para kiai yang akan menjadi instruktur dalam kegiatan
Latihan Kiai.
Salah seorang
kiai yang
direkomendasikan adalah K. H. Ahmad Sanusi yang menurut pandangan Harry J. Benda 1980: 288 seorang kiai
ortodoks terkemuka yang memiliki keahlian di bidang tafsir Al Qur’an. Latihan Kiai itu sendiri diselenggarakan tanggal
1 Juli 1943 dan K. H. Ahmad Sanusi tercatat sebagai salah seorang pengajar dalam kegiatan tersebut bersama-sama
dengan H. Agus Salim, Dr. Amrullah, Dr. Prijono, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Hoesein Iskandar yang didampingi
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
163 para pengajar berkebangsaan Jepang
Asia Raja
, 7 Juli 1943.
Ahmad Mansur
Suryanegara 1996:
140 mengatakan bahwa Latihan Ulama itu diselenggarakan pada
1 Februari 1944 di Kantor Masjoemi Jalan Imamura No. 1 Jakarta. Selain K. H. Ahmad Sanusi, yang menjadi pengajar
dalam kegiatan itu adalah K. H. Mohammad Adnan dari Mahkamah Tinggi Islam dan H. Agus Salim.
Bisa jadi kegiatan tersebut diselengarakan lebih dari satu kali, meskipun dari sisi materi relatif sama. Selain itu,
tidak dapat diketahui secara pasti sejauh mana peran K. H. Ahmad Sanusi dalam memberikan materinya. Akan tetapi,
sangat dimungkinkan oleh jiwa nasionalisnya, materi-materi tentang harga diri dan persaudaraan, seperti yang sering
dilakukan pada masa penjajahan Belanda, ia sampaikan juga kepada peserta kursus.
Pada 1 Agustus 1943, Letnan Jenderal Kumaichi Harada mengumumkan bahwa bangsa Indonesia akan
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam struktur pemerintahan militer Jepang. Dua posisi yang akan diisi
oleh bangsa Indonesia yaitu sebagai anggota Dewan Penasihat Pusat
Chuo Sangi In
dan Dewan Penasihat Daerah
Shu Sangi Kai
serta penasihat tertinggi
sanyo
di setiap departemen. Terkait dengan itu, Pemerintah Militer
Jepang pada Oktober 1943, mengangkat K. H. Ahmad Sanusi sebagai anggota Dewan Penasihat Daerah Bogor
Giin Bogor Shu Sangi Kai
Benda, 1980: 291.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
164 Sebelum menerima kedudukan sebagai
Giin Bogor Shu Sangi Kai
, K. H. Ahmad Sanusi mengajukan syarat kepada Pemerintah Militer Jepang, yakni meminta agar AII
dihidupkan kembali. Pemerintah Militer Jepang tidak keberatan atas syarat tersebut selama K. H. Ahmad Sanusi
mau mengubah anggaran dasarnya. Untuk kepentingan yang lebih luas, K. H. Ahmad Sanusi mengubah anggaran dasar
AII sehingga mencerminkan memahami dan menerima tujuan-tujuan Persemakmuran Asia Raja. Perubahan
anggaran dasar itu dapat memuaskan Pemerintah Militer Jepang sehingga sejak tanggal 1 Februari 1944, AII
dihidupkan kembali bersama-sama dengan Persjarikatan Oelama pimpinan K. H. Abdul Halim dari Majalengka.
Nama AII kemudian diubah menjadi Persatoean Oemat Islam Indonesia POII
Asia Raja
, 4 Februari 1944; Benda, 1980: 303;
Tjahaja
, 5 Februari 1944. Sejak akhir Mei 1944, K. H Ahmad Sanusi dan K. H. Abdul Halim diangkat
menjadi wakil POII dan POI dalam
Masjoemi
. Bahkan K. H.Ahmad Sanusi kemudian duduk di jajaran pengurus
Masjoemi Asia Raja
, 18 Juni 1944. Dengan berdirinya POII, K. H. Ahmad Sanusi dapat
melakukan kembali aktivitasnya sebagai seorang
ajengan
. Berbagai ceramah atau tabligh diselenggarakan oleh POII
dan dalam penyelenggaraannya tidak mendapat hambatan berarti dari Jepang.
Kempeitei
hanya sebatas mengawasi kegiatan mereka saja. Di lingkungan Pesantren Gunung
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
165 Puyuh, kegiatan para santri tidaklah berhenti. Setiap hari
para santri diberi pelajaran tambahan, yakni bela diri dan pelajaran baris berbaris. Penghormatan kepada Kaisar
Jepang
seikerei
pun dilaksanakan, tetapi dengan niat bukan untuk menyembah
tenno
.
Seikeirei
hanya dilakukan sebatas membungkukan badan semata tanpa disertai ucapan apapun.
Para santri dan Pengurus Besar AII melakukan
seikerei
. K. H. Ahmad Sanusi tidak pernah melakukan
seikerei
, tetapi tidak pernah ditangkap dan ditahan oleh Pemerintah Militer
Jepang. Sementara itu, bela diri diberikan kepada para santri sebagai upaya membentuk fisik dan mental yang tangguh
Wawancara dengan K. H. Acun Mansur Basyuni dan H. R. Abdullah, tanggal 6 Januari 2009.
Meskipun POII telah berdiri, namun K. H. Ahmad Sanusi tidak secara total dapat mengurus organisasi tersebut.
Hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintahan Militer Jepang yang pada akhir tahun 1944, memperluas pasrtisipasi
bangsa Indonesia dalam struktur pemerintahan militer. Beberapa wakil residen yang baru dibentuk dan wai kota
diberikan kepada bangsa Indonesia dari golongan nasional. Hal ini menandakan bahwa kaum nasionalis-lah yang akan
bertindak sebagai ahli waris apabila Jepang menyerah dalam Perang Asia Timur Raya. Meskipun demikian, kaum
nasionalis tersebut tidak juga dapat melepaskan diri dari pengaruh kiai. Petunjuk ke arah itu dapat dilihat dari
persetujuan K. H. Ahmad Sanusi terhadap rencana
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
166 pengangkatan Mr. Samsudin sebagai Wali Kota Sukabumi.
Dengan persetujuan itu, sejak tanggal 2 November 1944, Mr. Samsudin diangkat sebagai Wali Kota Sukabumi. Satu
bulan kemudian, Pemerintah Militer Jepang mengangkat K. H. Ahmad Sanusi sebagai Wakil Residen
Fuku Syucokan
Bogor.
Kan Po
, 25 November 1944 dan 10 Desember 1944; Benda, 1980: 218; 321. Ia merupakan satu-satunya
ulama tradisional yang memegang jabatan eksekutif dalam struktur pemerintahan militer Jepang Iskandar, 1993:21 .
Selain itu, K. H. Ahmad Sanusi pun ikut bergerak secara
aktif menyebarluaskan
nasionalisme dengan
memanfaatkan keberadaan
Jawa Hokokai
Kebaktian Jawa yang dibentuk pada awal Januari 1944. Ia duduk dalam
kepengurusan
hokokai
tersebut sebagai wakil dari Masjoemi bersama-sama dengan K. H. Wachid Hasjim dan Djoenaedi
Indonesia Merdeka
, 10 Juli 1945. Ketika ada tuntutan dari kalangan pemuda yang dipandang sebagai Angkatan Muda,
atas saran
Chuo Sangi In
, Pemerintah Militer Jepang membentuk suatu gerakan yang bernama Gerakan Rakyat
Baru. Gerakan ini bertujuan hendak menciptakan front persatuan Indonesia dan ketika gerakan in disahkan,
Pemerintah Militer Jepang sama sekali mengabaikan tuntutan kelompok pemuda. Gerakan ini didominasi oleh
hokokai
dan Masjoemi, tetapi tidak berkembang ke arah pergerakan yang monolistik. Kegiatan dari Gerakan Rakyat
Baru masih berpusat pada kegiatan
hokokai
dan Masjoemi.
Riwayat Perjuangan K. H. Ahmad Sanusi: Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
167 K. H. Ahmad Sanusi duduk dalam kepengurusan gerakan
tersebut sebagai wakil dari Masjoemi. Meskipun K. H. Ahmad Sanusi memperlihatkan sikap
kooperatif dengan Pemerintah Militer Jepang, namun di satu sisi ia memperlihatkan sikap yang antagonis. Artinya, secara
diam-diam ia sering menyelenggarakan diskusi politik dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Diskusi itu pun
selalu dihadiri oleh para pengurus dan anggota AII yang telah dibubarkan oleh Pemerintah Militer Jepang. Dalam
diskusi, K. H. Ahmad Sanusi selalu menggembleng para santrinya untuk memiliki sikap nasionalisme sebagai
persiapan
menyambut kemerdekaan.
Bahkan untuk
memperluas wawasan nasionalisme itu, K. H. Ahmad Sanusi membebaskan para santrinya untuk mengikuti
diskusi politik yang diselenggarakan oleh kaum pergerakan nasional, antara lain Adam Malik Lembur Situ, Arudji
Kartawinata Cigerji, Mohammad Hatta Cikole, dan Karim Amrullah Cikiray Sulasman, 2007: 84-85.